Suara - Intonasi Pemahaman Dan Penafsiran Pertunjukkan Teater

unsur-unsur pertunjukkan yang dianggapnya saling berkaitan: musik bersifat plastis, bahasa pemain yang meruang, dan gerak yang mengikuti ritme cerita. Oleh karena itu yang menjadi pusat perhatian para semiolog teater adalah menguraikan unsur-unsur panggung dan mencoba merumuskan beberapa code yang membantu kita membaca pertunjukkan teater. Batasan code kami kutip dari Keir Elam yaitu an esemble of correlational rules governing the formation of sign-relationship 1980:50. Anne Ubersfefd, seorang semiolog teater lainnya berpendapat bahwa pertunjukkan harus diangap sebagai gabungan beberapa teks dengan code masing- masing teks. Pemain misalnya, membangun sebuah teks tersendiri dengan code khusus, sedangkan ruang panggung membangun sebuah teks lagi, dan harus dibaca bersama. Hipotesa teks pertunjukkan yang terdiri dari beberapa teks memungkinkan kite untuk memahami teater modern yang kadang menolak prinsip kepaduan dalam pertunjukkan. Kenyataan di atas memang tidak memudahkan tugas semiolog namun harus diakui bahwa pertunjukkan teater memang sering menunjukkan adanya code khusus. Sementara itu, Anne Ubersfeld 1981 :24 mencoba memuat klasifikasi unsur-unsur panggung ke dalam liga katergori besar, yaitu: 1. suara - intonasi 2. mimik - tingkahan - gerak 3. rias wajah - rambut - kostum 4. properti - dekor 5. musik - bunyi-bunyian Ketiga kategori yang pertama berhubungan dengan pemain teater, unsur sentral pertunjukkan yang paling banyak menghasilkan tanda. Sedangkan dua yang terakhir berhubungan dengan ruang panggung. Selain itu, dibedakan dua kategori sesuai media komunikasi, yaitu yang berkaitan dengan pendengaran media akustik, dan yang berkaitan dengan penglihatan media visual. Keir Elam juga mengusulkan suatu klasifikasi lain, yaitu dua code besar, yang berkaitan dengan sistem pemanggungan dan yang berkaitan dengan sistem bahasa. Kedua code itu masih dibaginya lagi ke dalam 10 sub code. Namun, Elam tidak khusus memisahkan unsur panggung dari konteksnya. seperti yang berkaitan dengan sejarah genre atau ideologi penonton, sehingga ruang lingkupnya sangat luas. Untuk kepentingan tulisan ini, kami khusus memiliki klasifikasi Ubersfled, karena tujuan kami merupakan tahap awal suatu upaya pemahaman dan penafsiran pertunjukkan tester. Dengan sendirinya, pembahasan ini dimaksudkan untuk tidak terlalu luas, dan memang memerlukan upaya penafsiran lebih lanjut. b. Pemahaman dan Penafsiran Unsur-Unsur Panggung Dengan berpegang pada lima kelompok unsur panggung yang disebut di atas, di bawah ini satu per satu kami uraikan mekanisme pemahaman menurut code tertentu.

1. Suara - Intonasi

Kedua unsur ini berkaitan dengan pengujaran, yaitu cara berujar para pemain. Konvensi tester modem Indonesia agaknya menghendaki agar pemain mengartikulasikan ujaran dengan sangat jelas, lambat tetapi keras sehingga sering berkesan dibuat-buat. Hal itu berpengaruh pada dialog yang kadang lebih berkesan sebagai monolog. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 3 Cara berujar meliputi juga tinggi rendahnya nada suara serta intensitas volume suara dan intonasi. Konvensi tersebut harus pula dikenal penonton yang menafsirkan pesan yang ingin disampaikan tokoh selain merangkaikannya dengan cerita. Hingga saat ini belum ada penelitian tentang masalah pengujaran dalam teater modern Indonesia. Misalnya, cara pemain menekankan kata- kata tertentu, memilih nada- nada tertentu meliuk-liuk, atau datar-datar saja, tentu berpengaruh pada suasana tertentu. Apa tujuan cara berujar yang kadang terkesan tidak wajar itu bagi penonton, selain mereka sadar bahwa mereka sedang menonton drama? Namun intonasi dan legal berujar memiliki beberapa fungsi, yaitu : a menunjukkan kekhasan tokoh b menunjukkan kekhasan golongan masyarakat tertentu; c menunjukkan kesenjangan antara tokoh dengan perannya atau dengan lingkungannya. Fungsi yang pertama berkaitan dengan karakter tokoh, atau yang bersifat individual. Misalnya, tokoh-tokoh pewayangan tertentu memiliki cara berujar yang sudah sangat teratur terkodifikasi. Selain itu, ada kemungkinan seorang pemain membawa kekhasan individual pada peran yang sedang memainkannya. Pemain Srimulat seperti Timbul dan Jujuk memberi warna tersendiri pada tokoh yang diperankannya. Sedangkan contoh kelompok kedua misalnya pemain yang memerankan tokoh yang berasal dari kalangan tertentu di Jakarta Banc Gugat - Teater Koma. Yang menjadi masalah adalah bila penonton tidak mengenali cara berujar tokoh karena justru tidak sesuai dengan kedudukannya atau perannya di dalam cerita. Ini adalah contoh ketiga, yaitu ketika seorang pemain menyimpang dengan sengaja dari code pengujaran di dalam teater. Efek yang tercipta adalah bangunnya penonton dari kebiasaannya karena ia diharuskan untuk berfikir, untuk mereka-reka sendiri makna yang tampil ditampilkan oleh tokoh.

2. Mimik - Tingkahan - Gerak