Akustik Ruangan Auditorium yang Memenuhi Syarat

2. Bunyi jam: ambillah sebuah jam yang bunyinya keras. Jika tak ada gunakan kotak dari logam. Dengan pulpen atau alat keras yang digerakkan ke kiri dan ke kanan akan dihasilkan bunyi seperti jam. 3. Bunyi halilintar : ambillah seng, jatuhkan atau pukullah sehingga berbunyi seperti halilintar. 4. Bunyi tembakan: Pecahkan sebuah balon karet, atau barang keras lainnya yang dipukul. Dengarkan lewat mikirofon, pilih mana yang mirip dengan bunyi tembakan. 5. Bunyi kapal terbang : Yang paling baik ialah merekam bunyi di lapangan terbang. Atau lipatlah kertas, letakkan di dekat kipas angin listrik. Bila mikrofon didekatkan pada lipatan kertas, diperbanyak atau dikurangi, suara ini mirip baling-baling kapal terbang. 6. Bunyi kebakaran dan hujan: kertas selofan digosok-gosokkan atau diremas-remas di dekat mikrofon. Masih banyak contoh dan cara pembuatannya; ini hanya sebagian saja. Jika kita banyak bereksperimen dalam pembuatannya, kita mungkin akan menemukan bunyi-bunyi lain yang tidak kita duga sebelumnya.

5.2 Musik

Musik mempunyai peranan dalam teater. Dengan diperdengarkannya musik, penonton akan bertambah daya dan pengaruh imajinasinya. Musik yang baik dan tepat bisa membantu aktor membawakan warna dan emos; peranannya dalam adegan. Dalam pada itu, sutradara hendaklah memilih momen-momen ketika justru musik itu ditiadakan, karena dalam sementara naskah dramatik ada jenis adegan yang justru harus sepi dari segala macam efek bunyi. Musik juga dapat dipakai sebagai awal dan penutup adegan, sebagai jembatan antara adegan yang satu dengan yang lainnya. Dalam mempergunakan musik ini hendaklah kita berpedoman untuk memilih satu jenis tema musik saja. Jika pada permulaan memakai musik daerah, gunakan musik, daerah untuk seluruh lakon, jangan dicampur dengan musik barat atau asing lainnya, kecuali jika dalam suatu adegan memang diperlukan musik Barat. Cara lain menyusun musik ialah dengan merangkai variasi dalam kesatuan, yaitu merangkaikan berbagai musik atau lagu dengan kesamaan gaya dan dengan memperhitungkan asal musiknya sehingga hasil rangkaian itu tidak sedemikian menyolok pergantiannya.

5.3 Akustik Ruangan

Arsitektur gedung atau tempat teater kuno menunjukkan bahwa orang ketika itu telah memikirkan dan berusaha agar pentas dan tempat penonton memenuhi syarat-syarat akustik pendengaran. Tempat memainkan lakon di alam terbuka, tempat penontonnya dibuat bertingkat-tingkat hingga kita mendapatkan suatu amphi-theatre yang berada lebih tinggi dari ruang perlakonan. Konstruksi begini akan menahan bunyi dan suara yang datang dari ruang perlakonan sehingga memiliki daya pantul ke arah telinga penonton. Demikian pula sering kita lihat bahwa di depan pentas dibuat sebuah kolam air dengan akibat adanya daya pantul dari air di atas bunyi dan suara. Di dalam gedung-gedung teater yang tertutup, sampai ke seluruh daerah ruang penonton tanpa digunakannya alat- alat pengeras suara seperti sekarang. Tentu saja segala sarana itu bisa dicapai karena terdapatnya teknik berbicara, teknik berdialog para aktor yang demikian baiknya. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 8 Masa kini, ketika kita telah memiliki alat-alat bunyi elektronika yang sempurna, sering membuat para aktor justru kurang memiliki suara alamiah yang terlatih baik karena secara tidak sadar mereka sangat menggantungkan diri pada kehadiran sound system yang kompleks itu.

5.4 Auditorium yang Memenuhi Syarat

Ruang teater yang baik ialah yang dibangun sedemikian rupa sehingga bunyi yang timbul di pentas bisa dengan mudah terdengar di segala tempat penonton. Hal ini bergantung pad a jarak waktu timbulnya bunyi secara lestari di dalam ruangan. Istilah teknisnya reverberationperiod atau periode bergema. Sebagai suatu percobaan kita membuat suatu pukulan keras pada suatu benda, bisa juga suatu tembakan pistol, kemudian kita hitung dengan stopwatch jarak antara terjadinya bunyi dan terdengarnya bunyi. Apabila periode bergemanya lama, maka ruang tersebut tidak baik akustiknya. Hal yang demikian akan terjadi apabila pada ruangan di balik dinding auditorium terdapat ruangan kosong yang banyak atau apabila langit-langit gedung dan lantai disusun paralel secara lengkap. Konstruksi begini memantulkan gelombang bunyi serta memperpanjang bunyi sehingga mereka tertindih-tindih dan memotong satu dengan lainnya sehingga mengakibatkan bunyi-bunyi yang kabur. Sebaliknya, sebuah periode bergema yang ideal adalah satu seperempat hingga satu setengah detik. Tugas arsitek adalah mengusahakan adanya jaminan kesempurnaan kemampuan dengar audibility dari pertunjukkan, sementara itu juga melindungi penonton dari bunyi-bunyi yang tidak diingini kehadirannya noise seperti suara kenderaan bermotor, tapak kaki, bunyi bel telepon, kipas angin, angkut-mengangkut peralatan pentas, pendeknya suara dan bunyi yang sebenarnya tidak termasuk ke dalam acara tontonan. Dalam pada itu, harus kita perhitungkan pula tentang ruangan dalam keadaan belum ada penonton, misalnya pada waktu kita mengadakan latihan di tempat yang akan kita gunakan untuk memainkan lakon kelak, dan di dalam ruangan yang sama pada pertunjukkan itu digunakan erkes musik atau gamelan. Ilmu akustik arsitektur adalah baru, terutama apabila ilmu ini dijuruskan ke arah teater dengan segala masalah tata bunyinya yang unik. Karenanya, banyak pula arsitek yang memakai presedur kerja, build in first and fixed it later, artinya mereka menambahkan di sana-sini, setelah gedungnya jadi dengan bahan atau perubahan kecil-kecil untuk menghilangkan gema. Dan tidak akan ada gedung teater yang memenuhi syarat-syarat akustik yang baik dengan cara kerja demikian itu. 5.5 Keseimbangan Bunyi Yang dimaksud dengan keseimbangan bunyi adalah teraturnya beraneka bunyi yang ditimbulkan dalam suatu lakon teater sehingga tidak akan merupakan suatu gangguan dari macam bunyi yang satu terhadap yang lainnya. Hal ini bisa tercapai apabila kita menyiapkan segala sarana bunyi dengan saksama.

5.6 Terjadinya Bunyi