PUNG Jari-jari saling mengun PUT

Gambar 4.14 5 moment cuci tangan WHO Bagaimana cara melakukannya? Dengan menggunakan TEPUNG SELACI PUPUT 1. TE lapak tangan dengan telapak tangan

2. PUNG

gung tangan dengan telapak tangan 3. SELA sela jari-jari

4. Jari-jari saling mengun

CI 5. PU tar-putar sekeliling ibu jari

6. PUT

ar-putar ujung dan kuku jari Berapa lama dilakukan ? Hand rub : 20 – 30 detik dan Hand wash 40 – 60 detik. Gambar 4.15 Foto ceramah materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan . Gambar 4.16 Foto demonstrasi materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi risiko infeksi di klinik Trio Husada Kota Batu, peneliti mengajak semua unit untuk mempraktekan cara menggunakan antiseptik dengan langkah yang sudah dijelaskan, dimana manfaatnya adalah untuk semua unit dapat mematuhi SOP 5 momen cuci tangan dan mengurangi risiko infeksi. Setelah melakukan demonstrasi SKP 5 peneliti melakukan pengecekan check dengna melakukan tanya jawab kepada para responden apakah sudah paham atau belum. Peneliti meminta responden 1 orang CS cleaning service untuk di minta keterangan apakah sudah dapat melakukan cuci tangan dan dicoba di praktekan. Gambar 4.17 Foto demonstrasi materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Dari hasil wawancara dengan CS dikatakan bahwa “ kalau diajari seperti ini kita jadi tahu maksut info yang ada di tiap kamar pasien tentang cuci tangan , dan sekarang kami su dah bisa , dan akan kami laksanakan sesuai SOP Informan “ CS ” Responden sangat merespon positif dari penambahan ilmu baru ini sehingga mereka tampak aktif dan antusias dalam mengikuti acara implementasi patient safety 6 sasaran. Materi selanjutnya diberikan materi SKP 6 tentang pengurangan risiko pasien jatuh. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana mengurangi risiko pasien jatuh di Klinik Trio Husada terutama tentang seluruh pasien rawat inap dengan menggunakan pengukuran yang dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya. Peneliti menggunakan beberapa metode untuk pengukuran metode pasien risiko jatuh diantarnya yaitu : a Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuhnya dengan menggunakan checklist penilaian risiko b Pasien anak memakai formulir checklist penilaian risiko pasien anak: skala humpty dumpty. Dijelaskan pada tabel 4.7 dibawah ini. Tabel 4.7 Skala Humpty Dumpty parameter kriteria nilai skor Usia  3 tahun  3– 7 tahun  7 – 13 tahun  ≥ 13 tahun 4 3 2 1 Jenis Kelamin  Laki laki  perempuan 2 1 Diagnosis  Diagnosis neurologis  Perubahan oksigenasi  Gangguan perilaku  Gangguan lainya 4 3 2 1 Gangguan kognitif  Tidak menyadari keterbatasan dirinya  Lupa akan adanya keterbatasan  Orientasi baik terhadap dirinya sendiri 3 2 1 Faktor lingkungan  Riwayat jatuh bayi ditempatkan di tempat tidur dewasa  Pasien menggunakan alat bantu  Pasien di letakan di tempat tidur  Area di luar rumah sakit 4 3 2 1 Respon terhadap :  Pembe dahan Sedasi anaste si.  Pengg unaan medik ament os  Dalam 24 jam  Dalam 48 jam  48 jam dan tidak menjalani pembedahan  Penggunaan multipel sedatif , obat hipnosis,barbiturat, anti depresan , diuretik.  Penggunaan salah satu obat diatas  Penggunaan medikasi lainyatidak ada medikasi 3 2 1 3 2 1 Skor asessment risiko jatuh : minimum 7 , maksimum 23 Skor 7-11 risiko rendah Skor ≥ 12 risiko tinggi c Pasien dewasa memakai formulir: skala jatuh MorseMorse Fall Scale MFS, dapat dilihat di tabel 4.8 dibawah ini. Tabel 4.8 Skala Jatuh Morse Faktor Risiko Skala Poin Skor Riwayat Jatuh Ya Tidak 25 Diagnosis Sekunder ≥ 2 diagnosa medis Ya Tidak 15 Alat bantu  Berpegangan terhadap perabot  Tongkat alat penopang  Tidak ada bantuan dari alat dan perawat 30 15 Terpasang infus Ya Tidak 20 Gaya berjalan  Terganggu  Lemah  Normal mobilisasi 20 10 Status mental  Seringlupa dengan keterbatasan yang dimiliki  Sadar akan kemampuan sendiri 15 Kategori risiko :  Risiko tinggi ≥ 45  Risiko sedang 25 – 44  Risiko rendah 0 – 24 Pengkajian tersebut dilakukan oleh perawat dan kemudian dapat dijadikan dasar pemberian rekomendasi kepada dokter untuk tatalaksana lebih lanjut. Perawat memasang tanda risiko berwarna kuning di bed pasien dan juga mengedukasi pasien dan atau keluarga dengan maksud pemasangan tanda di bed tersebut. Gambar 4.18 Foto Ceramah Materi SKP 6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh. Langkah selanjutnya peneliti melakukan demostrasi bekerjasama dengan dokter dan perawat lainya untuk simulasi pasien dan perhitungan skor dengan menggunakan skala morse . Gambar 4.19 Foto Demonstrasi Materi SKP 6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh. Setelah melakukan ceramah dan demostrasi peneliti melakukan pengecekan check dengan melakukan tanya jawab kepada responden . dari hasil pengamatan responden tampak sudah paham dengan materi dan demostrasi yang disampaikan oleh peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan penjadwalan untuk penyusunan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan dokumen akreditasi bab 4 bersama unit – unit terkait dari pihak Klinik Trio Husada Kota Batu. Gambar 4.20 Foto Penyusunan Dokumen Setelah penyusunan dokumen yang berlangsung selama 1 minggu dihasilkan data dokumen yang dinginkan oleh peneliti masih kurang bebrapa dokumen dengan checklist dokumen 6 sasaran keselamatan pasien. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini. Tabel 4.9 Checklist Dokumen Sasaran Keselamatan Pasien No STD Dokumen Ya Tidak Ket 1 SKP 1 Kebijakan Panduan Identifikasi pasien v SPO pemasangan gelang identifikasi v SPO identifikasi sebelum memberikan obat, darahproduk darah, mengambil darahspecimen lainnya, pemberian pemberian pengobatan dan tindakanprosedur. v 2 SKP 2 Kebijakan PanduanKomunikasi pemberian informasi dan edukasi yang efektif v SPO komunikasi lisan lisan via telp metode SBAR v 3 SKP 3 Kebijakan Panduan Prosedur mengenai obat-obat yang high alert minimal mencakup identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat high alert v Daftar obat-obatan high alert v Daftar Obat LASANORUM v 4 SKP 4 Kebijakan Panduan SPO pelayanan bedah untuk untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi dental v SPO penandaan lokasi operasi v Dokumen: Surgery safety Check list di laksanakan dan dicatat di rekam medis pasien operasi v 5 SKP 5 Kebijakan Panduan Hand hygiene v SPO Cuci tangan v SPO lima momen cuci tangan v Bukti Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci tangan v 6 SKP 6 Kebijakan PanduanSPO asessment dan asesmen ulang risiko pasien jatuh v SPO pemasangan Tanda risiko jatuh v Dokumen Implementasi: Form monitoring dan evaluasi hasil pengurangan cedera akibat jatuh v Sumber : Studi Dokumen Klinik Trio Husada Batu, 2016 Pada siklus 1 ini peneliti melakukan refleksi dari hasil pemberian materi, dimana dengan waktu yang cukup panjang untuk melaksanakan implementasi tersebut membutuhkan proses dan komitmen dari semua unit sehingga dari siklus 1 ini mendapatkan hasil yang bagus. Selanjutnya pada siklus ke -2 yang akan dilaksanakan selama kurang lebih 1 bulan kedepan peneliti dan responden akan melakukan implementasi langsung kepada pasien . 3 Siklus 2 Implementasi Patient safety Pada siklus 2 peneliti akan melakukan pengecekan langsung dan implementasi langsung bersama responden kepada pasien dan juga memastikan seluruh kesiapan dokumen sudah terlengkapi semua. Pada akhir pelaksanaan akan dilakukan post test untuk semua responden. Pada langkah selanjutnya untuk menjadikan sebuah komitmen yang akan dilaksanakan dalam implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan mempersiapkan akreditasi klinik bab 4 peneliti melakukan perubahan penanggung jawab dalam susunan organisasi dan tim sasaran keselamatan pasien yang sudah ada, di mana akan dirubah sedikit untuk meningkatkan tanggung jawab antar sesama unit. Pembentukan tim disetujui oleh semua unit dan manajemen, di bawah ini bagan susunan tim 6 sasaran keselamatan pasien. Diharapkan dari bagan tersebut dapat meningkatkan komunikasi dan saling berkaitan antar setiap unit dan segala informasi dapat tersampaikan bukan hanya di petugas medis, tetapi juga di petugas non medis. Gambar 4.21. Struktur Organisasi tim mutu dan keselamatan pasien Sumber : Data Administrasi Struktur Organisasi Patient safety Klinik Trio Husada Batu Selanjutnya peneliti melakukan rapat kembali bersama tim dan unit terkait untuk melakukan kelengkapan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan dokumen akreditasi bab 4 yang belum terbuat sampai selesai. Setelah dokumen lengkap pelaksanaan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan SOP yang diinginkan. Tim Medis Manajer Penanggung jawab Mutu dan keselamatan pasien Dokter Umum Koordinator mutu dan keselamatan pasien Perawat Tim Non Medis Seluruh Karyawan Setelah semua dokumen sudah terseleseikan responden dan peneliti menjadwalkan untuk melakukan implementasi pada pasien secara langsung mulai dari SKP1 sampai dengan SKP 6. Pada tahap implementasi SKP 1 responden perawat melaksanakan pemasangan gelang untuk identifikasi pasien di ruang rawat inap, seperti pada gambar dibawah ini : Gambar 4.22 Implementasi SKP 1 pemasangan gelang dan identifikasi sebelum meberikan injeksi Dari hasil implementasi yang dilakukan kepada pasien didapatkan responden sudah mampu melaksanakan dengan baik dan sesuai SOP, mulai dari pengidentifikasian sebelum memberikan obat dan melakukan double check sebelum melakukan tindakan injeksi. Perbedaan hasil dalam implementasi skp 1 ini dijelaskan pada hasil wawancara dengan kepala ruang perawat bahwa : “ Sebelum diinformasikan dan diajari tentang identifikasi pasien kami masih menulis pada gelang tidak sesuai dengan standar, melakukan identifikasi ulang juga hampir tidak pernah ,ya langsung saja di injeksi tanpa di lihat gelang ataupun di tanya ulang memastikan identitas pasien. Setelah kemarin mendapatkan pelatihan bagaimana caranya identifikasi pasien sekarang semua perawt sudah mau merubah kebiasaan dalam identifikasi pasien dan penulisan identitas di gelang dan RM juga sudah berubah Informan “ Ka.Ru ” Pada tahap implementasi SKP 2 responden perawat dan dokter bekerjasama dalam melakukan komunikasi efektif pada kasus yang terjadi yaitu perawat mengkonsulkan kepada dokter untuk mendapatkan solusi dari permasalahan perkembangan pasien rawat inap. Perawat yang bertugas pada saat itu melakukan pencatatan menggunakan metode SBAR yang dilampirkan di rekam medis pasien. Hasil implementasi tersebut juga ditanyakan oleh peneliti kepada pasien terhadap penjelasan identifikasi yang dilakukan perawat kepada pasien yang dijelaskan pada wawancara dengan pasien bahwa : “ sekarang jadi tau kenapa kok di rumah sakit atau klinik di pasang gelang gunanya untuk apa, sehingga saya dapat mengetahui bahwa obat yang dimasukan perawat sudh benar dimasukan ke saya tidak salah orang Informan “ Pasien ” Implementasi yang kedua perawat melakukan komunikasi efektif dengan rekan perawat pada saat operan dinas dan melaporkan dengan jelas kondisi pasien dengan metode SBAR dan mengoperkan kepada perawat selanjutnya untuk melakukan tugas yang di perintahkan sesuai rekomendasi dari dokter. Dibawah ini adalah contoh hasil tulisan metode SBAR yang telah dilakukan perawat setelah melakukan komunikasi efektif dengan DPJP dokter penanggung jawab pasien . Dari hasil data studi dokumen rekam medis sebelum dilakukan implementasi, masih belum ada dan terdapat format komunikasi menggunakan SBAR yang dilakukan antar unit ataupun dalam komunikasi di unit rawat inap sehingga tidak tercatat dengan baik, hal ini juga disampaikan oleh kepala ruang rawat inap bahwa : “ sekarang komunikasi menjadi lebih enak dan detail , dan tidak hilang , dulunya hanya di lembaran kertas ketika konsul dokter, sekarang semuanya tercatat menggunakan metode SBAR dan ketika operan selalu dibacakan ulang untuk memastikan informasi tersebut benar da n dapat dilanjutkan. Informan “ Ka.Ru ” Gambar 4.23 Implementasi SKP 2 komunikasi efektif menggunakan metode SBAR Metode komunikasi dengan SBAR juga menjadikan perawat lebih teliti dengan melakukan pengecekan ulang dan konfirmasi kepada dokter sehingga di rekam medis apabila terdpat penulisan yang tidak terbaca perawat langsung menanyakan dengan dokter agar dapat dijelaskan dan dikomunikasikan kepada perawat selanjutnya. Pada tahap implementasi SKP 3 responden terutama khususnya unit apotek mulai mengimplementasikan dari pengerjaan memberikan penandaan obat dan penataan beberapa dokumen daftar obat yang telah diperbarui. Pada implementasi SKP 3 dalam kewaspadaan terhadap high alert beberapa obat yang dulunya disimpan di dalam etalase sekarang beberapa dipindah ke lemari yang terkunci. Pada implementasi selanjutnya pihak apotek juga menjelaskan kepada perawat sebelum menyerahkan beberapa obat high alert sehingga perawat juga mengetahui bahwa ada beberapa obat yang namanya hampir mirip dan tidak salah dalam pemberian obat. Dibawah ini contoh implementasi dari beberapa obat sudah di berikan penandaan LASA dan juga high alert dan juga komunikasi menjelaskan kepada perawat. Gambar 4.24 Implementasi SKP 3 Kewaspadaan obat High Alert LASA double check. Pada tahap Implementasi SKP 4 responden yang melakukan implementasi yaitu dari dokter dan perawat. Dalam implementasi tepat lokasi tepat prosedur dan tepat pasien operasi di Klinik Trio Husada Batu pada saat penelitian tidak ada pasien yang akan di lakukan operasi sehingga implementasi yang dapat dilakukan hanya penyusunan dokumen dan SOP saja serta nantinya akan ada pengembangan ruang khusus untuk tindakan operasi. Peneliti pada SKP 4 ini tidak dapat memaksimalkan implementasi langsung kepada pasien. Pada tahap Implementasi SKP 5 tentang mengurangi risiko infeksi responden yang melakukan implementasi ke pasien yaitu dilakukan oleh perawat dan juga oleh cleaning service pada saat membersihkan raungan rawat inap. Implementasi dilakukan penggunaan antiseptik oleh perawat dengan 5 moment yang sudah menjadi SOP dan juga perawat melakukan sosialisasi kepada keluarga pasien ataupun pengunjung yang nantinya informasi yang diberikan oleh perawat akan di tanda tanngai oleh keluarga pasien sehingga harapanya semua tenaga medis dan non medis serta pasien dapat membantu mengurangi risiko infeksi nosokomial di Klinik Trio Husada. Berikut ini adalah foto implementasi pada saat perawat melakukan impelementasi dan sosialisasi 5 moment , serta CS pada saat membersihkan ruangan pasien menggunakan APD untuk mengurangi risiko infeksi. Gambar 4.25 Implementasi SKP 5 Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan. Pada tahap implementasi SKP 6 tentang risiko jatuh responden yang melakukan implementasi dalam hal ini bekerjasama dengan dokter dan juga perawat. Pada saat pelaksaaan implementasi perawat melakukan pemberian informasi tentang risiko jatuh kepada pasien dan juga keluarga sehingga untuk saling menjaga terutama dalam penggunaan pengaman bed dan juga bel perawat. Gambar 4.26 Implementasi SKP 6 Pengurangan Risiko pasien Jatuh edukasi dan bukti laporan Implementasi selanjutnya dilakukan oleh perawat dengan melakukan pengukuran risiko jatuh menggunakan metode skala jatuh morse. Dari hasil tersebut agar dapat ditentukan intervensi sesuai dari skala risiko yang didapatkan, perawat sudah mampu mengisi metode skala jatuh morse , dimana sebelumnya tidak pernah menggunakan skala jatuh untuk pasien yang terindikasi risiko jatuh. Gambar 4.27 Implementasi SKP 6 Serah Terima Perawat Dalam Pengisian Skala Morse. Dari hasil implementasi SKP 1 sampai SKP 6 semua responden sudah mampu melaksanakan dengan baik. Selanjutnya peneliti melakukan pengecekan dokumen dan hasilnya semua dokumen sasaran keselamtan pasien sudah terpenuhi sesuai dengan harapan. Untuk menunjang hasil dari implementasi penelitian peneliti melakukan post test untuk menilai sudah seberapa paham responden dalam memahami dan mematuhi SOP. Dibawah ini didapatkan hasil post test dari responden Klinik Trio Husada tentang 6 sasaran keselamatan pasien. Data hasil post test dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini. Tabel 4.10 Hasil Postest Sasaran Keselamatan Pasien 6 Standar SKP 1 Identifikasi Pasien n Sebelum n Sesudah Kurang 6 30 2 10 Cukup 12 60 Baik 2 10 18 90 SKP 2 Komunikasi Efektif n Sebelum n Sesudah Kurang 8 40 2 10 Cukup 12 60 1 5 Baik 17 85 SKP 3 High Alert Medications n Sebelum n Sesudah Kurang 20 100 4 20 Cukup 3 15 Baik 13 65 SKP 4 Tepat Lokasi , Prosedur, pasien operasi n Sebelum n Sesudah Kurang 20 100 5 25 Cukup 1 5 Baik 14 70 SKP 5 Pengurangan Risiko Infeksi n Sebelum n Sesudah Kurang Cukup 15 75 5 25 Baik 5 25 15 75 SKP 6 Pengurangan Risiko jatuh n Sebelum n Sesudah Kurang 11 55 3 15 Cukup 9 45 3 15 Baik 14 70 Sumber : Data Analisis Kuisioner Post Test 6 Sasaran Keselamatan Pasien di Klinik Trio Husada Batu Dari hasil post test didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan dari hasil nilai yang didapatkan oleh responden. Hasil tersebut menjadikan tolak ukur bahwa responden dapat melakukan dari 6 sasaran keselamatan pasien dengan sangat baik. Peneliti juga melakukan pengecekan beberapa fasilitas yang ada di Klinik Trio Husada dan juga informasi – informasi pendukung untuk patient safety Gambar 4.28 Foto Fasilitas pendukung Pasien Safety di Klinik Trio Husada Batu. Selanjutnya peneliti melakukan studi dokumen dengan melakukan pengecekan dokumen, setelah dilakukan pengecekan ke ruang arsip didapatkan bahwa semua dokumen sudah tercetak dan dijilid dalam bentuk map tersendiri, seperti gambar dibawah ini. Gambar 4.29 Foto Dokumen 6 Sasaran Keselamatan Pasien Panduan , SK, dan SOP. Pada tahap selanjutnya peneliti melakukan survey internal akreditasi klinik bab 4 bersama direktur dan penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien serta manajemen untuk melakukan pengecekan dokumen dan telusur ke pasien. Data yang didapatkan dari hasil survey akreditasi klinik bab 4 dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini; Tabel 4.11 Hasil Survey Interrnal Akreditasi Klinik Bab 4

Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien FKTP : Klinik Trio Husada Batu