Pembahasan Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien FKTP : Klinik Trio Husada Batu

B. Pembahasan

Peneliti melakukan pembahasan berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti yang dilaksanakan pada Bulan Februari sampai dengan April terkait analisis implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan menghadapi akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada Batu. 1. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Ketepatan Identifikasi Pasien Hasil penelitian terkait ketepatan identifikasi pasien menunjukan bahwa responden sebelum diberikan implementasi 6 sasaran keselamatan pasien tidak mengetahui apa manfaat dari identifikasi pasien sehingga hanya melakukan sesuai SOP tanpa memahami dengan jelas. Suzanne 2003 menyebutkan bahwa identifikasi pasien adalah hal yang sangat mendasar yang harus dilakukan oleh tenaga medis. Setelah peneltini memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi ketepatan identifikasi pasien didapatkan bahwa semua unit sudah dapat melakukan identifikasi pasien secara benar mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang, hal ini juga dijelaskan oleh Aprilia 2011 bahwa identifikasi pasien adalah proses pencatatan data pasien yang benar sehingga dapat menetapkan dan mempersamakan data tersebut dengan individu yang bersangkutan, identifikasi tersebut dilakukan mulai pasien datang sampai pasien pulang. Dari data subjek penelitian ini melibatkan dari semua unit terkait untuk mendapatkan hasil yang keseluruhan. Ketepatan identifikasi pasien dalam penelitian ini didasarkan pada indikator ketepatan identifikasi pasien secara verbal untuk menyebutkan dua identitas pasien baik di pendaftaran rawat jalan maupun rawat inap untuk mempermudah pencarian rekam medis, untuk di unit rawat inap pasien diminta menyebutkan nama dan tanggal lahir dimana perawat secara verbal meminta menyebutkan dua identitas pasien sebelum melakukan tindakan keperawatan, memberikan obat – obatan, dan juga pengambilan darah. Indikator lainya tentang pemasangan gelang pada pasien untuk memudahkan proses identifikasi dan pasien juga dijelaskan manfaat dipasang gelang tersebut agar pasien tidak selalu dilakukan secara verbal tetapi cukup bisa dilihat dari gelang pasien sehingga lebih mudah dalam melakukan identifikasi. Dari hasil ceramah dan demontrasi terkait indentifikasi pasien sudah disesuaikan menurut beberapa sumber dari pertanyaan kusioner diantaranya adalah : Tabel 4.14 Daftar Pertanyaan Kuisioner SKP 1 Identifikasi Pasien SKP 1 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien nama pasien sesuai tanda pengenal dan tanggal lahir pasien Setiap pasien yang diobservasi memakai gelang identitas Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan Pasien diidentifikasi sebelum melakukan prosedur tindakan Sumber : Kuisioner penelitian ,2016 Dari data pernyataan tersebut juga dijelaskan Aprilia 2011 dalam penelitian mengenai elemen penilaian ketepatan identifikasi pasien sebagai berikut : a Identifikasi dilakukan dengan 2 cara menggunakan nama pasien sesuai tanda pengenal dan juga tanggal lahir. b Pasien diidentifikasi pada saat memberikan obat medis c Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah responden atau spesimen d Pasien diidentifikasi sebelum melakukan tindakan keperawatan dan tindakan medis. e Pasien diidentifikasi menggunakan gelang identitas f Adanya SOP sebagai kebijakan atau prosedur yang mendukung praktik yang konsisten di semua situasi dan semua unit. Hasil dari implementasi didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.15 dibawah ini Tabel 4.15 Hasil Penilaian SKP 1 SKP 1 identifikasi pasien n sebelum n Sesudah kurang 6 30 2 10 cukup 12 60 baik 2 10 18 90 Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi pengikatan dalam perilaku dalam ketepatan identifikasi pasien jika dilihat dari prosentase sebelum terdapat dari 20 responden 30 diantaranya kurang , 60 cukup dan 10 baik. Jika dibandingakn dengan sesudah diberikan implementasi terdapat 18 responden dari semua unit resepsionis, apotek sampai dengan tenaga medis mereka memahami dan melaksanakan identifikasi pasien dengan baik, 2 responden yang mendapatkan nilai kurang adalah unit cleaning service yang memang tidak memahami dengan detail untuk pelaksanaanya karena bukan pada bidangnya. Hal tersebut didukung karena adanya penambahan ilmu tentang identifikasi pasien dengan metode ceramah dan demonstrasi serta perubahan perilaku dan dukungan dari manajemen untuk melaksanakan program 6 sasaran keselamatan pasien diantaranya adalah ketepatan identifikasi pasien. Dalam penelitian Ariyani 2009 didapatkan adanya hasil signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung program patient safety . Dari hasil penelitian wawancara pasien juga dijelaskan bahwa pasien sudah mendapatkan informasi mengenai manfaat identifikasi pasien oleh perawat. Hal ini menunjukan bahwa perawat sudah memahami tentang identifikasi pasien dan juga mampu menjelaskan kepada pasien dan hasilnya sudah cukup baik. Hal ini menjadi salah satu tugas perawat dalam memberikan penjelasan tentang identifikasi yang dilakukan petugas, sehingga pasien dan keluarga memahami semua prosedur identifikasi di rumah sakit ataupun klinik dan ikut mendukung proses identifikasi tersebut. Keselamatan dalam pemberian pelayanan meningkat dengan keterlibatan pasienkeluarga pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Dengan adanya sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien akan memaksimalkan pemberian pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien Bonas, 2013. 2. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Peningkatan Komunikasi Efektif Hasil penelitian terkait peningkatan komunikasi efektif pada saat telusur dokumen menunjukan bahwa tidak adanya penggunaan komunikasi efektif dengan menggunakan metode apapun, kebijakan dan SOP juga belum tersedia, dan semua komunikasi masih menggunakan catatan asuhan keperawatan dan harus membolak – balik lembar asuhan keperawatan untuk konsul dengan dokter ataupun pada saat operan dinas sehingga komunikasi menggunakan SOAP kurang maksimal. Sebelum diberikan implementasi tentang komunikasi efektif menggunakan metode SBAR di Klinik Trio Husada peneliti melakukan pretest dan didapatkan bahwa dari 20 responden hanya 12 orang 60 mendapatkan nilai cukup dan sisanya mendapatkan nilai kurang 8 orang 40. Pentingnya standar komunikasi dalam praktik keperawatan sangat dibutuhkan di Klinik Trio Husada untuk meningkatkan mutu komunikasi dan keselamatan pasien. Manojlovich, 2007 menyatakan komunikasi dokter dan perawat mempunyai peran penting dalam menentukan derajat kesehatan pasien, dan kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin baik komunikasi diantara perawat dan dokter semakin baik hasil perawatan yang diberikan. Setelah peneliti memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi peningkatan komunikasi efektif di Klinik Trio Husada untuk unit medis didapatkan bahwa semua unit terkait diantaranya apotek, perawat dan juga dokter sudah menggunakan dan dapat melakukan penulisan metode SBAR secara benar mulai dari komunikasi konsultasi dengan dokter, komunikasi dengan RS rujukan dan juga operan dengan perawat shift selanjutnya. Seperti halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Ira 2014 menyebutkan bahwa pelatihan komunikasi SBAR efektif dalam meningkatkan mutu operan jaga di bangsal wardah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit 2. Perbedaan mutu operan jaga yang menjadi lebih baik dari sebelumnya dikarenakan telah diberikan sebuah perlakuan pelatihan komunikasi SBAR pada perawat. Hasil dari implementasi komunikasi efektif didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.19 dibawah ini Tabel 4.16 Hasil Penilaian SKP 2 SKP 2 Komunikasi Efektif n Sebelum n Sesudah Kurang 8 40 2 10 Cukup 12 60 1 5 Baik 17 85 Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi peningkatan dalam pemahaman dan peningkatan perilaku dalam komunikasi efektif yang dilakukan pada unit yang terkait antara dokter dan perawat serta perawat pada perawat. Jika dilihat dari prosentase hasil pretest terdapat 17 responden 85 dari perawat, dokter dan apoteker mendapatkan nilai baik dan 1 responden 5 unit resepsionis mendapatkan nilai cukup dan 2 orang responden 10 dari unit cleaning service yang memang tidak memahami dengan detail untuk pelaksanaanya karena tidak jelaskan komunikasi efektif secara detail dalam penggunaan sehari – hari untuk unit cleaning service hanya via lisan saja. Hal tersebut didukung karena adanya penambahan ilmu tentang peningkatan komunikasi efektif dengan metode ceramah dan demonstrasi serta perubahan perilaku dan dukungan dari manajemen untuk melaksanakan program 6 sasaran keselamatan pasien diantaranya adalah peningkatan komunikasi efektif. Dalam penelitian Ariyani 2009 didapatkan adanya hasil signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung program patient Ssfety . Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Reese , 2009 yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pelayanan, komunikasi yang mendukung keselamatan tidak terlepas dari standar dan prosedur komunikasi yang digunakan dan aspek keselamatan yang diinformasikan. Komunikasi yang akurat tentang pasien harus diinformasikan pada saat operan jaga, kurangnya informasi ataupun tidak tersampaikannya informasi penting terkait kondisi terkini pasien dapat menimbulkan risiko terjadinya kesalahan dan ketidaksinambungan asuhan keperawatan pada pasien. Dari hasil wawancara dengan responden kepala ruang perawat dijelaskan bahwa komunikasi menggunakan metode SBAR lebih efektif dan detail informasinya yang disampaikan oleh dokter ke perawat dan juga sebaliknya, begitu juga dengan operan dinas perawat sekarang menjadi akurat dan detail sehingga mengurangi kesalahan dalam pemberian tindakan dan dalam penulisan di rekam medis. Dari hasil obervasi lapangan juga didapatkan dari 10 rekam medis acak yang diambil peneliti semuanya sudah terdapat catatan komunikasi menggunakan metode SBAR, berbeda dari sebelumnya yang sama sekali tidak terdapat catatan komunikasi yang baik. Hal ini menunjukan bahwa perawat sudah memahami tentang manfaat komunikasi efektif menggunakan metode SBAR. Komunikasi dan membagikan informasi adalah bagian penting dari praktik keperawatan. Salah satu komunikasi efektif dapat dibuktikan pada pemakaian dokumentasi SBAR Renkola Hietala, 2014 . 3. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai High Alert Medications. Hasil penelitian terkait peningkatan keamanan obat pada saat telusur dokumen dan implementasi menunjukan bahwa tidak adanya peningkatan keamanan obat. Obat yang berada di apotek masih dalam etalase dan belum di kelompokan sesuai aturan obat high alert , semua masih campur sesuai abjad untuk memudahkan pengambilan. Menurut Kemenkes 2011, obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen klinik harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Nama obat, rupa dan ucapan mirip NORUM, yang membingungkan staf pelaksana merupakan salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat medication error. Sebelum diberikan implementasi tentang peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, peneliti melakukan pretest dan didapatkan bahwa dari 20 responden didapatkan semua responden 20 orang 100 mendapatkan nilai kurang dikarenakan hal tersebut masih belum disosialisasikan oleh apoteker dan apoteker jarang sekali datang sehingga tidak maksimal dalam peningkatan keamanan obat dan juga SOP penanganan obat HAM juga tidak masksimal baik di rawat jalan, UGD maupun juga di rawat inap karena tidak ada serah terima dan penjelasan dari petugas apotek. Hal ini juga dijelaskan oleh DEPKES bahwa Untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dalam pelayanan, perlu dilakukan upaya – upaya agar tidak terjadi kesalahan dengan mengorientasi tenaga – tenaga baru dengan mengenalkan obat – obat yang masuk dalam kategori high alert dan upaya lainnya berupa pelabelan dan memindahkan obat -obat dengan elektrolit pekat maupun obat high alert lainnya dari unit pelayanan ke unit farmasi Depkes, 2011. Setelah peneliti memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dengan melakukan sosialisasi obat HAM dan juga mengarahkan dalam pemberian label obat HAM sampai dengan pengelolaan dan penyimpanan obat HAM kepada apoteker dan petugas apotek dan unit terkait lainya seperti perawat, didapatkan bahwa semua unit terkait diantaranya apotek rawat inap dan juga UGD sudah mulai menerapkan komunikasi dalam pemberian obat high alert antar unit. Unit instalasi farmasi apotek paling banyak berubah sejak dibuatnya surat keputusan direktur yang menyangkut tentang penanganan dan pendistribusian obat high alert, mulai dari penyimpanan obat high alert, pemberian label terkait pada obat – obatan NORUM Nama Obat Rupa Mirip atau LASA Look Alike Sound Alike. Hasil dari implementasi peningkatan kewaspadaan dalam pengambilan obat HAM didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.17 dibawah ini : Tabel 4.17 Hasil Penilaian SKP 3 SKP 3 High Alert Medications n Sebelum n Sesudah Kurang 20 100 4 20 Cukup 3 15 Baik 13 65 Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi peningkatan dalam pemahaman dan peningkatan pengetahuan serta perilaku dalam peningkatan kewaspadaan terhadap obat high alert oleh petugas apoteker dan unit terkait lainya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermanto 2015 intervensi berupa sosisalisai dalam bentuk pelatihan, penyusunan daftar obat HAM, pelabelan obat HAM serta sistem penyimpanan obat terbukti dapat meningkatkan pengelolaan obat di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit 2, sebelum dilakukan intervensi sebebsar 27,5 dan setelah dilakukan intervensi sebesar 69 dengan jumlah peningkatan sebesar 41,5 yaitu terjadi peningkatan signifikan setelah dilakukan intervensi. Klinik Trio Husada khususnya di unit apotek sudah terkondiskan untuk penandaan pada semua obat, terdapat labeling dan pemisahan obat high alert, dan juga komunikasi double check sudah dilakukan antara petugas apotek dan juga perawat. 4. Pembahasan Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, dan Tepat pasien Operasi. Hasil penelitian terkait kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi pada saat telusur dokumen menunjukan bahwa tidak adanya dokumen SOP dan juga kebijakan karena di Klinik Trio Husada Batu memang tidak melayani tindakan operasi sampai saat ini. Semua tindakan operasi kecil maupun besar akan dilakukan pengiriman ke Puskesmas dan RS terdekat. Sesuai dengan peraturan PERMENKES tentang KLINIK 2014 dijelaskan bahwa klinik pratama dilarang melakukan tindakan bedah yang diharuskan menggunakan anastesi. Kasus tindakan operasi di Klinik Trio Husada Batu tanpa anastesi lokal juga jarang ada kasus sehingga klinik tidak membuat kebijkan khusus terkait tindakan operasi. Dari hasil wawancara yang dijelaskan oleh dokter dijelaskan bahwa memang belum ada penjelasan terkait tindakan operasi yang dilakukan di Klinik Trio Husada karena klinik tidak membolehkan melakukan tindakan operasi diluar batas kewenangan klinik pratama. Setelah dilkukan sosialisasi menggunakan metode ceramah dan demostrasi oleh peneliti terkait sasaran keselamatan pasien tentang SKP 4 tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan pengetahuan tenatng pentingnya kebijakan dan sop tentang tindakan operasi. Seperti dilihat pada tabel 4.18 Tabel 4.18 Hasil Penilaian SKP 4 SKP 4 Tepat Lokasi , Prosedur, pasien operasi n Sebelum n Sesudah Kurang 20 100 5 25 Cukup 1 5 Baik 14 70 Sumber : Data Primer, 2016 Menurut Kemenkes 2011, salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tim bedah yang kurang atau tidak melibatkan pasien saat penandaan lokasi. Di samping itu, ada beberapa faktor yang sering terjadi, antara lain: pengkajian pasien yang tidak adekuat, penulisan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi antar anggota tim bedah sehingga dari data yang disampaiakn peneliti tersebut Klinik Trio Husada merespon positif tentang sosialisasi yang diberikan mengenai pembelajaran tentang bagaimana melakukan penandaan operasi, SOP sebelum melakukan operasi sehingga seluruh dokter dan perawat dapat mengerti tentang tindakan sebelum melakukan operasi, meskipun sampai saat ini Klinik Trio Husada belum bisa menangani kasus tindakan operasi sesuai yang dijelaskan oleh PERMENKES 2014. Hasil dari implementasi penjelasan SKP 4 oleh peneliti dan pihak klinik yaitu membuat penyusunan dokumen kebijakan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi dan juga terkait SOP dan juga pengetahuan tentang surgery safety checklist agar kedepanya nanti dapat menambah pengetahuan dan juga apabila klinik berkembang hal tersebut sudah dipahami oleh seluruh dokter dan tenaga medis di Klinik Trio Husada. 5. Pembahasan Pengurangan Risiko Infeksi Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan danatau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit Kemenkes, 2011. Begitu halnya yang ada di rumah sakit, Klinik Trio Husada juga berupaya dalam mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan mulai dari unit tenaga medis maupun non medis sesuai dengan aturan kebijakan dan SOP yang telah dibuat. Pasien yang dirawat di rumah sakit klinik sangat rentan terhadap infeksi nosokomial atau dikenal dengan Health Care Associated Infections HCAI yang dapat terjadi karena tindakan perawatan selama pasien dirawat di rumah sakit ataupun klinik, kondisi lingkungan disekitar rumah sakit klinik, dan daya tahan tubuh pasien. Penularan dapat terjadi dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dampak dari HCAI dapat memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menambah biaya perawatan WHO, 2009. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa fasilitas penunjang untuk mencegah terjadinya infeksi berupa cairan antiseptik, poster, cara cuci tangan sudah terpasang diseluruh ruangan rawat inap, wastafel dan jalur umum, semua informasi tersebut sudah disosialisasikan kepada pasien maupun keluarga pasien oleh perawat. Kegagalan melakukan hand hygiene yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi rumah sakit dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah. Terdapat 6 langkah dalam teknik cuci tangan dengan air dan sabun yang dikeluarkan oleh WHO. Durasi untuk melakukan cuci tangan adalah selama 40-60 detik. Sedangkan durasi untuk melakukan hand hygiene dengan alcohol based formulation adalah selama 20-30 detik Boyce, 2002. Untuk mencegah kegagalan dalam pelaksanaan hand hygiene peneliti memberikan demonstrasi cara cuci tangan menggunakan sabun dan antiseptik, dari hasil penelitian menjelaskan bahwa semua unit sudah dapat memahami dan dapat melaksanakan hand hygiene dengan baik, dimana hal tersebut adalah salah satu hal untuk cara mengurangi risiko infeksi di Klinik Trio Husada. Hal ini juga digambarkan pada tabel 4.19 hasil pretest dan post test pengurangan risiko infeksi sebagai berikut, Tabel 4.19 Hasil Penilaian SKP 5 SKP 5 Pengurangan Risiko Infeksi n Sebelum n Sesudah Kurang Cukup 15 75 5 25 Baik 5 25 15 75 Sumber : Data Primer, 2016 Ada 5 lima momen cuci tangan menurut WHO yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan prosedur aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekeliling pasien WHO, 2009. Dari hasil observasi tentang 5 waktu cuci tangan sebelum dan sesudah kepada perawat didapatkan bahwa masih belum seluruh perawat melakukan cuci tangan 5 waktu sebelum dan sesudah, tetapi dibandingkan dengan sebelum diberikan intervensi sudah berbeda sangat jauh tingkat kepatuhan dalam melakukan hand hygiene karena juga dukungan dan komitmen dari semua karyawan. Klinik Trio Husada juga menekankan kepada perawat bahwa seluruh pasien rawat inap dan rawat jalan wajib diberikan penyuluhan antiseptik, utamanya adalah pasien rawat inap, dengan dibuatkan sebuah buku dokumentasi untuk setiap penjelasan yang diberikan dan harus ditandatangai oleh pasien sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan pasien tentang risiko infeksi dan juga mencegah terjadinya infeksi nosokomial yang ada di klinik trio husada. Pemberdayaan pasien adalah konsep baru di pelayanan kesehatan yang sekarang sudah diperluas menjadi bidang patient safety. Dalam rangka pengembangan baru guideline WHO mengenai cuci tangan di pelayanan kesehatan, untuk mengidentifikasi bukti yang mendukung program yang bertujuan untuk mendorong pasien mengambil peran aktif dalam perawatan mereka. Pemberdayaan pasien merupakan bagian yang utuh dari strategi multimodal hand hygiene WHO. Strategi promosi hand hygiene membuktikan keberhasilan pemberdayaan pasien termasuk satu atau semua komponen berikut: alat pendidikan, motivasi dan alat pengingat serta contoh teladan, yang penting adalah program dan model yang mendukung pasien harus dikembangkan dan dievaluasi untuk menilai keberhasilan tersebut Guckin et,al , 2010. 6. Pembahasan Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Hasil peneltian terkait pengurangan risiko jatuh di Klinik Trio Husada didapatkan bahwa perwat sudah mampu dalam melakukan asessment awal dalam pengukuran pasien risiko jatuh, serta dilakukan serah terima untuk dilakukan pengkajian ulang setiap operan dinas perawat. Hal ini dijelaskan juga oleh KEMENKES, bahwa rumah sakit menerapkan proses asessment awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asessment dianggap berisiko jatuh. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit Kemenkes, 2011. Dengan adanya kebijkan dari klinik serta aturan sop dalam pengkajian risiko jatuh, Klnik Trio Husada menggunkan skala MFS untuk pengkajian pasien risiko jatuh pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak. Dari hasil kuisioner dan juga pengamatan yang dilakukan peneliti dim dapatkan bahwa perawat sudah mampu melakukan pengukuran risiko jatuh menggunakan skala jatuh MFS, dimana sebelumnya tidak menggunakan skala jatuh MFS. Hal ini terdapat dalam tabel 4.20 dibawah ini, Tabel 4.20 Hasil Penilaian SKP 6 SKP 6 Pengurangan Risiko jatuh n Sebelum n Sesudah Kurang 11 55 3 15 Cukup 9 45 3 15 Baik 14 70 Sumber : Data Primer, 2016 Dalam melakukan penilaian asessment awal untuk pasien dengan risiko jatuh terdapat beberapa alat yang digunakan. Alat untuk asessment awal risiko jatuh yang memiliki sensitivitas tinggi dan spesifisitas tinggi adalah yang menilai kestabilan dalam berjalan, kelemahan anggota gerak bawah, agitasi, frekuensi inkontinensia urin, riwayat jatuh, dan penggunaan obat yang menyebabkan mengantuk atau hipnosis. Salah satu yang tinggi sensitivitas dan spesifisitasnya adalah Morse Fall ScaleMFS. MFS ini memiliki sensitivitas 78 dan spesifisitas 83 Gardner, 2013. Instrument penilaian risiko jatuh yang dapat digunakan yaitu morse fall scale MFS untuk pasien dewasa dan humpty dumpty untuk pasien anak. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, perawat sudah memasangkan tanda risiko jatuh kepada pasien bukan dengan gelang warna kuning melainkan tanda stiker warna kuning mulai dari RM dan juga di bed pasien, perawat juga memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang tanda risiko jatuh yang diberikan serta perawat memberikan edukasi tentang risiko jatuh kepada pasien dan didokumentasikan sehingga dapat dimengerti oleh pasien maupun keluarga pasien. Asessment pasien dengan risiko jatuh sudah dilakukan oleh perawat pada saat pasien masuk UGD hingga pindah ke rawat inap, terdapat perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh dan dilakukan dengan jarak yang teratur. Klinik Trio Husada sudah melakukan upaya untuk mencegah kejadian pasien cedera akibat jatuh, upaya yang dilakukan yaitu tempat tidur dengan pengaman, kamar mandi dengan pengaman, bel dekat dengan pasien, dan peringatan berupa tulisan yang diletakkan di lantai klinik pada saat dibersihkan. Hal ini juga dijelaskan dalam pedoman pencegahan cedera dan pasien jatuh Universitas Hospitals Birmingham menyebutkan untuk menurunkan risiko pasien jatuh dilakukan beberapa hal yaitu skrining risiko cedera dan pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan fisioterapi untuk pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan terapi okupasi untuk pasien yang mengaku telah jatuhberisiko jatuh, pedoman obat terutama dalam pemberian obat yang meningkatkan risiko pasien jatuh, penilaian untuk penggunaan pengaman tempat tidur pasien jatuh dari ketinggian, penggunaan alas kaki yang aman bagi pasien, duduk pasien yang aman bagi pasien, penyebaran leaflet tentang pencegahan pasien jatuh, memberikan bantuan mengantarkan dan menunjukkan ke toilet dan mendekatkan bel dengan pasien UHB, 2012 7. Pembahasan Dokumen Akreditasi Klinik Bab 4 Pelaksanaan akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada sangat membutuhkan kerjasama dan komitmen dari seluruh karyawan, dengan pembagian tugas dan terbentuknya tim mutu dan keselamatan pasien sangat membantu persiapan akreditasi klinik bab 4 dalam penyusunan dokumen dan juga implementasi dalam pelaksaan sesuai dengan tujuan akreditasi klinik bab 4 . Hasil capaian yang didapatkan dari survey internal yang dilakukan oleh direktur dan juga penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien mendapatkan skor 520 dari total 580 skor total dari elemen penilaian akreditasi klinik bab 4, dan mendapatkan capaian nilai 89,66. Dari data tersebut terdapat beberapa instrumen yang belum terpenuhi dimana memang ada beberapa dokumen terkait pelaksanaan KTD, KPC, PNC memang belum dilaksanakan oleh peneliti dan juga di implementasikan oleh penanggung jawab mutu karena saat ini fokus ke 6 sasaran keselamatan pasien. Dalam permenkes akreditasi klinik dijelaskan dalam penilaian kareditasi klinik dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian pada tiap kriteria. Pencapaian terhadap elemen – elemen penilaian pada setiap kriteria diukur dengan tingkatan sebagai berikut : 1 Terpenuhi : bila pencapaian elemen ≥ 80 dengan nilai 10, 2 Terpenuhi sebagian : bila pencapaian elemen 20 - 79 , dengan nilai 5, 3 Tidak terpenuhi : bila pencapaian elemen 20 , dengan nilai 0. Penilaian tiap bab adalah penjumlahan dari nilai tiap elemen penilaian pada masingmasing kriteria yang ada pada bab tersebut dibagi jumlah elemen penilaian bab tersebut dikalikan 10, kemudian dikalikan dengan 100 Permenkes, 2015. Penjelasan diatas dapat menjelaskan bahwa penilaian akreditasi klinik di Klinik Trio Husada sudah terpenuhi dengan nilai capaian 80 yaitu 89,66 pada bab 4. 8. Pembahasan Refleksi implementasi Sasaran Keselamatan Pasien dan persiapan akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada Kota Batu. Implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan akreditasi klinik bab 4 yang dilakukan di Klinik Trio Husada Batu mendapatkan respon positif dari pemilik dan tim independen dan mendapatkan penilaian berdasarkan data hasil dari peneliti dijelaskan bahwa implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan akeditasi klinik bab 4 yang dilakukan di Klinik Trio Husada Kota Batu sudah tercapai. Indikator keberhasilan yang di dapatkan adalah : a Dokumen SKP 90 dari target hanya 80 Seluruh dokumen sudah terpenuhi sesuai checklist sebelumnya hanya 2 SKP yang sudah ada. b Sikap dan Perilaku 80 Perubahan perilaku ditunjukan dari hasil post test mendapatkan hasil perubahan yang cukup bagus dimana dari total 20 responden, 17 responden mendapatkan nilai baik 85 dan hasil wawancara dengan tim independen dan hasil observasi kepada pasien didapatkan responden melakukan sesuai dengan SOP. c Akreditasi Klinik Bab 4 89,66 Semua dokumen serta telusur implementasi dari hasil survey tiap kriteria dari instrumen akreditasi klinik bab 4 sudah tercapai, dengan total skor 520 dari total skor 580 EP dan hasil capaian nilai 89,66. . 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN