26
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan 4.1.1 Sejarah Kedatangan Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah kumpulan sekelompok manusia yang bertempat tinggal dalam kurun waktu yang lama di suatu daerah tertentu yang megikuti
aturan-aturan yang ada untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan Soekanto 2001:187. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat
sebagai wadah pendukungnya. Masyarakat
merupakan kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama Koenjaraningrat, dalam Oetomo 2002:146. Masyarakat Tionghoa adalah salah satu etnis yang ada di indonesia yang
sebelumnya adalah etnis pendatang yang menetap dan berbaur dengan penduduk asli Indonesia. Masyarakat Tionghoa atau biasa yang disebut juga Cina menyebut
diri mereka dengan istilah Tenglan Hokkien, Tengnan Tiochiu, atau Thongnyin Hakka.
Orang Tionghoa atau yang disebut Tangren atau lazim disebut dengan Huaren ini adalah orang Tionghoa yang berasal dari Cina Selatan juga menyebut
Universitas Sumatera Utara
27
dirinya sebagai orang Tang, sementara orang Cina Utara menyebut dirinya sebagai orang Han.
Sejak ribuan tahun yang lalu, leluhur masyarakat tionghoa bermigrasi melalui kegiatan perniagaan secara bergelombang. Mereka memiliki peran dalam
sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia terbentuk dan terdeklarasi. Pada awalnya, Belanda datang ke indonesia tidak secara besar-besaran. Oleh
karena itu kekuatan asing selalu memerlukan mitra dagang. Cina menjadi mitra dagang Belanda, khususnya dibidang distribusi dan di bidang perdagangan
perantara. Migrasi masyarakat tionghoa ke Indonesia khususnya Medan melalui 3
gelombang. Dimana kedatangan mereka disebabkan oleh latar belakang tertentu yang datang dari negara Cina sendiri maupun Indonesia.
Kedatangan gelombang pertama yaitu pada saat Belanda datang ke Indonesia. Tujuannya adalah sebagai kelompok pedagang tetapi karena beberapa
faktor,kelompok tersebut akhirnya inggal dan menetap di Indonesia. Gelombang pertama ini disebut sebagai etnis Cina peranakan, dimana budaya asli mereka
mulai berkurang dan mereka lebih banyak mengikuti budaya lokal. Kedatangan gelombang kedua terjadi karena faktor dari dalam yaitu pada
masa eksploitasi Belanda terhadap sistem perekonomian Indonesia. Aktivitas yang dilakukan mereka yaitu sebagai pedagang perantara. Perdagangan ini dibuka
oleh Belanda, khususnya kongsi dagang VOC. Pada masa itu kelompok migran Cina berpusat di Pulau Jawa sesuai dengan aktivitas VOC yang juga berpusat di
Pulau Jawa. Pada masa ini, kaum pribumi sebagai penghasil dan distributor
Universitas Sumatera Utara
28
pertama yaitu Cina dan seterusnya akan diserahkan kepada distributor kedua yaitu VOC.
Kedatangan masyarakat tionghoa pada gelombang ketiga karena faktor tenaga kerja yang dijadian sebagai buruh di perkebunan. Hal ini merupakan
aktivitas baru bagi masyarakat Tionghoa. Mereka yang didatangkan langsung dari negeri Cina ke Medan sebagai buruh yang siap kerja di perkebunan. Orang yang
bertanggung jawab penuh kepada masyarakat Tionghoa selama masa kontrak di perkebunan milik Belanda tersebut yaitu Tjong A Fei. Tjong A Fei adalah orang
Tiongkok yang sangat berjasa dalam membangun Kota Medan yang pada saat itu dinamakan Deli Tua. Tjong A Fei dan kehidupan di perlebuhanlah yang
mengawali aktivitas masyarakat etnis Tionghoa di Medan.
4.1.2 Bahasa
Orang Cina yang ada di Medan lebih senang disebut sebagai orang Tionghoa. Hal ini dikarenakan Tionghoa menunjukkan makna kultural dibanding
dengan penyebutan orang Cina yang menunjukkan makna geografis. Sebutan Tionghoa juga sesuai dengan keputusan presiden No.6 Tahun 2000 yang
mencabut keputusan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1867 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina, dimana pengesahan baru diberlakukan dengan
pengeluaran surat Keputusan Presiden yang diberlakukan pada tanggal 12 Maret 2014 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu:
“... Dengan berlakunya keputusan Presiden ini, maka dalam semua kegiatan penyelengaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang atau komunitas
TjinaChinaCina diubah menjadi orang dan atau komunitas Tionghoa, dan untuk
Universitas Sumatera Utara
29
penyebutan negara Republik Rakyat Cina diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok”.
Masyarakat Tionghoa dikota Medan mengunakan Bahasa Hokkian, bukan Bahasa Mandarin. Hal ini karena mereka lebih akrab dengan Bahasa Hokkien.
Kedua bahasa ini juga tetap diajarkan dan diperaktekkan kepada anak-anak mereka atau generasi muda Tionghoa.
4.1.3 Sistem Kemasyarakatan dan Mata Pencaharian
Dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia ada perbedaan antara lapisan buruh dan lapisan majikan, tetapi perbedaan ini tidak begitu ditunjukkan karena
masih adanya ikatan kekeluargaan antara mereka. Tionghoa Peranakan yang kebanyakan terdiri dari orang Hokkien, merasa
dirinya lebih tinggi dari Tionghoa Totok yang berasal dari kuli dan buruh. Demikian juga sebaliknya Tionghoa Totok menganggap rendah Tionghoa
Peranakan karena mereka dianggap mempunyai darah campuran. Mata pencaharian masyarakat Tionghoa di kota medan adalah bekerja
sebagai pedagang dan di bidang bisnis, seperti yang kita ketahui pada sejarah kedatangan masyarakat Tionghoa ke Medan, mata pencaharian mereka sebagai
pedagang dan bekerja di bidang bisnis. Mereka dikenal ulet, gigih dan memiliki jaringan yang baik dengan sesama ereka sehingga membuat masyarakat setempat
atau pribumi merasa iri hati atas keberhasilan mereka.
Universitas Sumatera Utara
30
4.2 Yin Yang 4.2.1 Teori dan Simbol Yin Yang