BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep pasien fraktur yang dirawat di RSUPH Adam Malik pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional.
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pasien
Definisi : Setiap individu yang dirawat di RSUPH. Adam Malik
Medan. Cara ukur
: Membaca rekam medik. Alat ukur
: Rekam medik. Skala ukur
: Nominal
3.2.2. Usia
Definisi : Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
pasien yang dirawat di RSUPH Adam Malik sebelum dibawa ke Rumah Sakit.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Pasien fraktur yang dirawat di RSUPH.
Adam Malik Medan pasca penanganan awal
oleh pengobatan tradisional
Kriteria eksklusi pasien tanpa
penanganan awal oleh pengobatan tradisional
1. Jenis Kelamin 2. Usia
3. Tingkat
Pendidikan 4. Suku
5. Pekerjaan 6. Tempat Tinggal
7. Jenis Fraktur 8. Lokasi Fraktur
9. Lama Pengobatan 10. Komplikasi
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.3. Jenis Kelamin
Definisi :Kelas
atau kelompok
yang terbentuk
dalam suatu spesies sebagai
sarana atau
sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual pada pasien fraktur yang dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah
dibawa ke pengobatan tradisional. Cara ukur
: Membaca rekam medik. Alat ukur
: Rekam medik. Skala ukur
: Nominal
3.2.4. Tingkat Pendidikan
Definisi : Pendidikan terakhir yang dilalui oleh pasien fraktur yang
dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.5. Suku Ras
Definisi : Identitas kebudayaan pasien fraktur yang dirawat di
RSUPH Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.6. Pekerjaan
Definisi : Cara pasien fraktur yang dirawat di RSUPH Adam Malik
yang pernah
dibawa ke
pengobatan tradisional.
mendapatkan biaya untuk membayar biaya berobat.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
3.2.7. Tempat Tinggal
Definisi : Lokasi tinggal pasien fraktur yang dirawat di RSUPH.
Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
Skala ukur : Nominal
3.2.8. Jenis Fraktur
Definisi : Tipe pasien fraktur dilihat dari fraktur terbuka atau
fraktur tertutup, dan derajat keparahan frakturnya. Cara ukur
: Membaca rekam medik. Alat ukur
: Rekam medik. Skala ukur
: Nominal
3.2.9. Lokasi Fraktur
Definisi : Daerah pada tubuh yang terkena fraktur pada pasien yang
dirawat di RSUPH. Adam Malik yang pernah dibawa ke pengobatan tradisional.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
3.2.10. Lama Rawatan di Yankesrad
Definisi : Waktu yang dibutuhkan pasien saat dirawat di Yankesrad
sebelum dibawa ke RSUPH Adam Malik. Cara ukur
: Membaca rekam medik. Alat ukur
: Rekam medik. Skala ukur
: Nominal
3.2.11. Komplikasi
Definisi : Penyakit akhir yang lebih parah yang ditimbulkan karena
pengobatan tradisional pada pasien yang dirawat di Yankesrad sebelum dibawa ke RSUPH Adam Malik.
Cara ukur : Membaca rekam medik.
Alat ukur : Rekam medik.
Skala ukur : Nominal
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif yang artinya penelitian ini akan mengungkapkan fenomena atau data-data yang ditemukan dalam pengamatan
rekam medik. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1. Waktu Penelitian
Waktu persiapan proposal penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret 2015 hingga Mei 2015. Waktu pengambilan, pengumpulan serta hasil
penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai bulan November 2015.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional sejak 2012 hingga 2014 yang ada di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah rekam medik semua pasien fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional sejak 2012 hingga 2014 yang ada di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pencatatan data– data yang dibutuhkan penulis sehingga data yang akan didapat berupa sekunder
yang akan diambil dari rekam medik pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik sejak 2012 hingga 2014.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Pada penelitian ini, data yang telah terlampir dari bagian rekam medik dikumpulkan terlebih dahulu dan langsung dilakukan pencatatan.
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2015. Data yang diambil adalah data sekunder, yaitu data rekam medis pada pasien
fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional pada tahun 2012 hingga tahun 2014 di RSUPH. Adam Malik Medan.
5.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan
Tuntungan di Instalasi Rekam Medis lantai 1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dan yang telah terakreditasi
dengan nilai A. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dan rumah sakit pendidikan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Penelitian ini diteliti pada pasien fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan tradisional dengan jumlah responden sebanyak 52 orang, sehingga
didapati karakteristik sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Jenis Kelamin.
Variabel n
Jenis Kelamin
Pria 27
51.9 Wanita
25 48.1
Karakteristik dari 52 sampel berdasarkan jenis kelamin sampel didapati 27 sampel 51,9 berjenis kelamin pria, sedangkan yang berjenis kelamin wanita
berjumlah 25 sampel 48,1 .
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Usia.
Variabel n
Usia
0 – 20 Tahun 10
19.2 21 – 40 Tahun
15 28.8
40 Tahun 27
51.9
Karakteristik usia sampel pada penelitian ini yang berusia 40 tahun merupakan usia terbanyak yaitu 27 sampel 51,9 dan yang paling sedikit adalah
usia 0 – 20 tahun yaitu sebanyak 10 sampel 19,2.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Tingkat
Pendidikan. Variabel
n Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 6
11.5 SD
10 19.2
SMP 11
21.2 SMA
18 34.6
Perguruan Tinggi 7
13.5
Karakteristik sampel berdasarkan tingkat pendidikan dari 52 sampel dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan SMA merupakan sampel terbanyak, yaitu
18 sampel 34,6, kemudian sampel yang paling sedikit adalah yang tidak bersekolah, yaitu sebanyak 6 sampel 11,5.
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Suku.
Variabel n
Suku
Batak Toba 16
30.8 Batak Karo
12 23.1
Batak Simalungun 5
9.6 Batak Pakpak
3 5.8
Batak Mandailing 4
7.7 Melayu
5 9.6
Jawa 7
13.5
Karakterisitik sampel penelitian berdasarkan suku yang paling banyak masuk kedalam sampel adalah suku Batak Toba yakni sebanyak 16 sampel
30,8 dan suku terendah adalah suku Batak Pakpak dengan sampel sebanyak 3 sampel 6,6.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Pekerjaan.
Variabel n
Pekerjaan
Petani 8
15.4 Wiraswasta
11 21.2
Pelajar 7
13.5 Pensiunan
9 17.3
PNS 7
13.5 Ibu Rumah Tangga
9 17.3
Tidak Bekerja 1
1.9
Pekerjaan terbanyak sampel penelitian ini adalah sebagai wiraswasta dengan jumlah 11 sampel 21,2, dan yang terendah adalah yang tidak bekerja
yaitu sebanyak 1 sampel 1,9.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Tempat
Tinggal. Variabel
n Tempat Tinggal
Kab. Labuhanbatu 6
11.5 Kab. Padanglawas Utara
4 7.7
Kab. Asahan 2
3.8 Kab. Dairi
2 3.8
Kab. Tapanuli Tengah 2
3.8 Kab. Langkat
2 3.8
Non Sumut 2
3.8 Kab. Karo
3 5.8
Kota Pematangsiantar 10
19.2 Kota Tebing Tinggi
1 1.9
Kab. Toba Samosir 2
3.8 Kota Padangsidempuan
3 5.8
Kab. Simalungun 4
7.7 Kab. Tapanuli Selatan
5 9.6
Kab. Deliserdang 3
5.8
Karakteristik sampel berdasarkan tempat tinggal dapat disimpulkan bahwa yang menempati urutan tertinggi adalah Kota Pematangsiantar dengan banyak 10
sampel 19,2 dan daerah terendah adalah Kota Tebing Tinggi dengan jumlah sampel 1 sampel 1,9.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Jenis Fraktur.
Variabel n
Jenis Fraktur
Closed 46
88.5 Open
6 11.5
Pada penelitian ini ditemukan jenis fraktur terbanyak yaitu fraktur tertutup closed fracture sebanyak 46 sampel 88,5 dan terendah adalah fraktur terbuka
open fracture sebanyak 6 sampel 11,5.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Lokasi
Fraktur. Variabel
n Lokasi Fraktur
Galeazzi 1
1.9 Fibula
4 7.7
Humerus 3
5.8 Femur
38 73.1
Tibia 6
11.5
Pada penelitian ini didapati lokasi fraktur terbanyak ditemukan pada fraktur femur dengan jumlah 38 sampel 73,1 dan lokasi terendah adalah
Galeazzi yakni sebanyak 1 sampel 1,9.
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Lama
Pengobatan. Variabel
n Lama Pengobatan
≤ 1 minggu
10 19.2
1 minggu - 1 bulan 19
36.5 1 bulan
23 44.5
Pada penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa lama pengobatan tradisional yang dilakukan oleh sampel dengan kurun waktu terbanyak adalah
lebih dari 1 bulan yaitu sebanyak 23 sampel 44,5 dan diikuti dengan pengobatan ≤ 1 minggu sebagai sampel terendah dengan jumlah 10 sampel
19,2.
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Fraktur Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional Berdasarkan Komplikasi.
Variabel n
Komplikasi
Malunion 5
9.6 Neglected
18 34.6
Nonunion 10
19.2 Perdarahan
5 9.6
Dislokasi 10
19.2 Tidak ada komplikasi
4 7.7
Karakteristik sampel berdasarkan komplikasi, didapati bahwa komplikasi terbanyak adalah neglected sebanyak 18 sampel 34,6, diikuti dengan
komplikasi terendah adalah sampel yang tidak ada komplikasi dengan banyak sampel 4 sampel 7,7.
5.2. Pembahasan
Fraktur dapat terjadi karena cidera atau benturan dan adanya kondisi patologik karena tumor, kanker, dan osteoporosis. Risiko cidera meningkat dapat
terjadi karena kondisi lalu lintas di tempat tinggal, pekerjaan, dan lainnya. Sedangkan kondisi patologik dapat meningkat karena meningkatnya usia dari
seseorang Price dan Wilson, 2006 ; Depkes RI, 2007 Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa sampel terbanyak adalah pria. Hal
ini mungkin terjadi karena aktivitas yang lebih berat yang dilakukan oleh pria dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan juga karena jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh sampel pria berbeda dengan yang dilakukan oleh wanita. Pada penelitian ini ditemukan bahwa sampel terbanyak berusia diatas 40
tahun. Hal ini mungkin terjadi karena jarak usia ini adalah usia produktif seseorang untuk beraktivitas diluar ruangan, sehingga risiko untuk terjadinya
fraktur lebih besar,kemudian adanya faktor penurunan kekuatan tulang pada usia menopause sesuai dari penelitian yang dilakukan oleh Flynn dan Skaggs 2014 di
Amerika, 90 kasus fraktur femur dialami oleh pasien berusia 50 tahun, dan ini terjadi karena adanya faktor osteoporosis.
Tingkat pendidikan terbanyak yang dimiliki oleh sampel penelitian ini adalah SMA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari 2012,
bahwa tingkat pendidikan rendah - sedang yaitu : tidak bersekolah, SD, SMP, dan SMA merupakan sampel terbanyak yang mengalami fraktur.
Penelitian ini mendapatkan bahwa sampel bersuku Batak Toba dan Batak Karo merupakan suku terbanyak yang didapati pada sampel penelitian ini. Hal ini
mungkin terjadi karena faktor budaya seseorang memengaruhi pola berfikir dalam mengambil keputusan serta kebiasaan yang berlaku dilingkungan tempat tinggal
mereka. Pekerjaan terbanyak yang mengalami kasus fraktur ini adalah wiraswasta,
hal ini terjadi karena faktor penggolongan wiraswasta yang tidak spesifik pada rekam medis. Mungkin saja wiraswasta yang disebutkan dalam rekam medis
adalah pedagang, buruh, kuli bangunan ataupun supir yang merupakan faktor risiko paling tinggi untuk terjadinya kasus fraktur ini dan memingat kondisi
ekonominya yang rendah menjadikan mereka lebih memilih pengobatan tradisional.
Berdasarkan tempat tinggal, Kota Pematangsiantar merupakan daerah terbanyak yang mengalami fraktur pasca penanganan awal oleh pengobatan
tradisional. Hal ini dikarenakan Kota Pematangsiantar merupakan Kotamadya terbesar kedua setelah kota Medan, sehingga penduduknya lebih padat dan
aktivitasnya yang lebih sibuk sehingga mengakibatkan faktor risikonya lebih tinggi. Mengingat Kota Pematangsiantar merupakan daerah yang luas dan masih
banyak penduduknya berekonomi rendah serta akses ke kota yang sulit menyebabkan mereka lebh memilih pengobatan tradisional.
Jenis fraktur terbanyak yang dialami sampel adalah closed fracture sehingga sampel lebih memilih untuk melakukan terapi atau pengobatan
tradisional karena tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar pada jenis fraktur ini Mansjoer A, 2002.
Pada penelitian ini, fraktur tersering terjadi pada tulang femur. Hal ini mungkin dikarenakan jenis aktivitas fisik seseorang yang lebih mengandalkan
ekstremitas inferior sehingga memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya fraktur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Evans dan McGrory 2002 dan
hasil penelitian Flynn dan Skaggs 2014, yang menyatakan bahwa fraktur tersering terjadi pada tulang femur. Di Amerika didapati bahwa angka kejadian
fraktur femur sebanyak 220.000-250.000 setiap tahunnya dan didapati sebanyak 90 kasus terjadi pada pasien yang berusia diatas 50 tahun. Hal ini terjadi karena
adanya riwayat osteoporosis. Hal ini bisa juga disebabkan karena trauma fisik yang berat, misalnya karena kecelakaan lalu lintas.
Lama pengobatan tradisional paling banyak dilakukan dalam kurun waktu lebih dari 1 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan jenis fraktur yang dialami oleh
sampel, yaitu closed fracture dan lokasi tersering adalah pada tulang femur. Serta pengobatan tradisional sering dilakukan karena total pengetahuan, keterampilan,
dan praktek- praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik
dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta pencegahan,
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental WHO, 2000.
Komplikasi terbanyak yang dialami sampel adalah neglected seperti sudah dijelaskan, neglected itu adalah fraktur dengan atau tanpa dislokasi yang tidak
ditangani atau ditangani tidak semestinya, sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan penanganan atau kondisi lebih buruk, bahkan kecacatan. Hal ini
mungkin terjadi karena pasien-pasien trauma patah tulang di Indonesia kebanyakan masih memercayakan pengobatannya pada pengobatan patah tulang
tradisional, karena dianggap lebih terjangkau dalam hal biaya dan jarak, dan menghindari tindakan bedah yang invasif Wahyudiputra, et al, 2015.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan