Implikatur Percakapan Dalam Acaramarria Raja Pada Upacara Adat Perkawinanmasyarakat Batak Toba : Kajian Pragmatik

(1)

SKRIPSI

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM ACARAMARRIA

RAJA PADA UPACARA ADAT

PERKAWINANMASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: JANDRI BASTIAN SIBARANI

NIM

: 080703002

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2014

Pengesahan Diterima Oleh :

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dalam kajian Ilmu Budaya pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari : Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan,

………

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1... ……….

2……… ……….

3……….... ……….. 4………. ………..


(3)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

JURUSAN SASTRA DAERAH

KETUA,

Drs. WARISMAN SINAGA, M.Hum


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perlindungan-Nya dan kasih Tuhan Yesus Kristus menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implikatur Percakapan Dalam Acara Marria Raja Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kajian Pragmatik”.

Untuk memudahkan pemahaman isi yang dibahas, penulis memaparkan rincian sistematika skripsi sebagai berikut :

Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.Bab II merupakan kajia pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, metode pengumpulan data dan metode analisis data.Bab IV merupakan pembahasan tentang permasalahan yang ada pada rumusan masalah.Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwaskripsi ini sangat sederhana danmasih jauh dari sempurna, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan berupa kritik dan saranyang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, November 2014


(5)

HATA PATUJOLO

Tama do mandok mauliate ahu tu Debata Ama Parasi Roha Nabolon, ala ni denggan ni basa dohot ramotanna boi pasimpulhon ima sikripsi na marjudul “Implikatur Percakapan Dalam Acara Marria Raja Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kajian Pragmatik.”

Ianggo panurathonon ni sikiripsi on, songon on ma partordingna. Bab I mai Pendahuluan ima na mambahas taringot tu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dohot manfaat penelitian. Bab II tinjauan pustaka ima na mambahas taringot tu kajian yang relevan dohot teori yang digunakan. Bab III Metode Penelitian ima metode dasar, metode pengumpulan data dohot metode analisis data. Bab IV ima pembahasan dison ma dibahas aha permasalahan na adong di rumusan masalah. Bab V ima kesimpulan dohot saran.

Sai adong do tutu na hurang torang manang na hurang lobi di isi ni sikiripsi on, ala ni i mangido do panurat tu angka na manjaha sikiripsi on asa dilehon panorangion, asa boi tu dengganna sikiripsi on, botima.

Medan, November 2014


(6)

htpTjolo

tmdomn\dko\mUliateaHTdebtamprsirohnbolno\alnid^egn\nini bsndohto\rmotn\nboIpsmi\pL\hno\sikirpo\sinmr\JdL\”ami\p iliktR\pre\skpn\dlm\asrmr\riyrjpdUpsrpre\kwinn\btk\tobk

jian\perg\mtki\|

Ia^gopNrt\honno\nisikirpi\siano\so<no\ano\mpr\tro\di^nb b\ImIpne\dHLan\Imnmm\hs\tri<to\Tltr\belk^RMsn\mslTJan\p enelitian\dohto\mn\paat\penelitian\bb\IItni\jUan\pS\tkIm nmm\bhs\tri<to\Tkjian\y^relepn\dohto\ln\dsn\teaoribb\III metodepenelitian\Immetodedsr\loksidnsM\bre\dtpenelitian \ani\t\Rmne\penelitianmetodepe<M\Pln\dtdohto\metodeanli ssi\dtbb\IVImpme\bhan\disno\mdibhs\ahpre\mslhn\nad^odiR Msn\mslbb\VImkesmi\Pln\dohto\srn\sIad^odoTTnHr^tor^mn^ nHr^lobidiIsinisikirpi\siano\alniIm<idodopNrt\Ta^knmn\j hsikirpi\siano\asdilehno\pnor<iano\asboITdE^gn\nsikirpi \siano\botim

medn

nopme\bre\2014


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian tentang Implikatur Percakapan Dalam Acara Marria Raja Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kajian Pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pelaksanaan implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba dan untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam implikatur percakapan pada acaramarria raja dalam adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Dalam menganalisis peristiwa marria raja ini mengacu pada teori Pragmatik yang dikemukakan oleh G. Reves, dan juga Teori Pragmatik yang dikemukakan oleh Searle dalam Lavinson.Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskripif. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) faktor penyebab alih kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ada 4 yaitu faktor pembicara atau penutur, pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi pembicaraan dan perubahan topik pembicaraan dan untuk campur kode dibagi menjadi 3 yaitu faktor peran, faktor penutur atau pribadi penutur dan faktor bahasa. (2) jenis alih kode yang terdapat dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan adalah jenis alih kode intern dan untuk jenis campur kode dibagi menjadi dua yaitu campur kode ke luar (out code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Melalui skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pendidikan diantaranya:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, beserta pembantu dekan I, II, dan III.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga. M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah FIB USU, sekaligus sebagai pembimbing II dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr Robert Sibarani, M.S., selaku pembimbing I dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan semua yang penulis butuhkan, serta adik-adikku yang terkasih

5. Buat teman-teman terbaikku Anke, Dewi, Girson, Hafizh, Immanuel, Michael, Ayu, Jufriadi.

6. Buat adik-adik stambuk 09, 10, 11, 12, 13.

7. Terakhir buat yang paling penulis sayangi dan cintai melebihi apa pun di dunia ini.


(9)

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1LatarBelakangMasalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 11

1.3Tujuan Penelitian ... 11

1.4Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 13

2.2 Teori yang Digunakan ... 15

2.3 Maria Raja ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Metode Dasar ... 36

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.3 Metode Analisis Data ... 37

BAB IV PEMBAHASAN ... 39

4.1Tahapan Pelaksanaan Maria Raja pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba... 39


(10)

4.2 Implikatur Percakapan Maria Raja ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1Kesimpulan ... 62

5.2Saran ... 64


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian tentang Implikatur Percakapan Dalam Acara Marria Raja Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kajian Pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pelaksanaan implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba dan untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam implikatur percakapan pada acaramarria raja dalam adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Dalam menganalisis peristiwa marria raja ini mengacu pada teori Pragmatik yang dikemukakan oleh G. Reves, dan juga Teori Pragmatik yang dikemukakan oleh Searle dalam Lavinson.Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskripif. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) faktor penyebab alih kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ada 4 yaitu faktor pembicara atau penutur, pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi pembicaraan dan perubahan topik pembicaraan dan untuk campur kode dibagi menjadi 3 yaitu faktor peran, faktor penutur atau pribadi penutur dan faktor bahasa. (2) jenis alih kode yang terdapat dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan adalah jenis alih kode intern dan untuk jenis campur kode dibagi menjadi dua yaitu campur kode ke luar (out code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.Setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.Dalam upacara perkawinan dalam Batak Toba kita mengenal acara mariaraja.Mariaraja itu adalah acara yang dilakukan sebelum acara perkawinan dimulai.Mariarajaadalah suatu kegiatan prapesta atau acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk:mempersiapkan kepentingan pesta atau acara yang bersifat teknis dan non teknis. Mariaraja juga merupakan pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan, memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

Maria raja bertujuan mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi acara adat dan resepsi pernikahan. Jika sudah disepakati, pihak parboru sebagai penyelenggara pesta (istilah adatnya dialap jual), akan melakukan maria raja. Sedangkan pihak paranak melakukan maria raja. Acara dilakukan di kediaman masing-masing, yang pada intinya pembagian


(13)

tugas kerja pada acara adat nantinya dan penyebaran undangan. Pertemuan biasanya dilakukan sedikitnya 2 minggu sebelum upacara untuk memperoleh komitmen dukungan para tetua dongan sabutuha, haha – anggi, serta boru – bere.

Acara maria raja lazimnya dihadiri oleh dongan tubu dan boru–bere (kerabat dari bapak calon pengantin). Acara ini sering diadakan setelah jamuan makan siang atau sore dan turut menyajikan makanan yaitu lappet atau makanan lainnya yang ditemani dengan kopi atau teh.Beberapa hal pokok yang dibicarakan mengenai pembagian tugas kerja pada acara adat dan resepsi pernikahan yaitu:

1. Menetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk memeriksa runutan atau agenda.

2. Memberikan kata sambutan (mandok hata) di gereja pada hari yang di tentukan.

3. Menjadi sihunti ampangpada acara marsibuha-buhai, menerima ulos Herbang.

4. Orang penyimpan atau penerima ulos pengantin.

5. Orang penerima beras dan dengke (makanan dari ikan mas).

6. Orang yang membawa dan membagi makanan dan minuman untuk marsibuha-buhai.

7. Orang yang membawa dan membagi makanan dan minuman untuk acara adat.


(14)

8. Orang yang mempersiapkan makanan tamu nasional atau prasmanan. 9. Orang penerima tamu dan souvenir.

10. Orang yang memegang kado atau amplop dari para tamu di meja tamu, dan hal-hal penting lainnya.

Masyarakat Batak Toba mempunyai beberapa upacara adat, diantaranya: acara adat perkawinan, kematian, dan memasuki rumah baru. Acara adat memiliki peranan penting dalam bersosialisasi dengan sesama manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Tanpa adanya acara adat di masyarakat Batak Toba tidak akan terjadi suatu acara. Acara akan terjadi bila ada percakapan yang sejalan. Percakapan itu akan menghasilkan sebuah hasil. Dan itulah yang dinamakan dengan implikatur.

Implikatur adalah maksud suatu ucapan atau apa yang diimplikasikan atau diucapkan dan penting dicatat bahwa penuturlah yang menyampaikan makna lewat implikatur dan pendengarlah yang mengenali makna yang disampaikan lewat inferensi itu dan kesimpulan yang sudah dipilih ialah kesimpulan yang mempertahankan asumsi kerja sama(Yule, 2006:70).

Implikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan daripada yang dikatakan. Supaya implikatur tersebut dapat ditafsirkan, maka beberapa prinsip kerja sama dasar harus lebih dini diasumsikan dalam pelaksanaannya. Pada pembahasan sebelumnya kita berasumsi bahwa penutur dan pendengar yang terlibat dalam percakapan


(15)

umumnya saling bekerja sama. Misalnya, untuk keberhasilan suatu referensi, diharapkan kerja sama menjadi faktor utama. Bentuk kerja sama ini ialah kerja sama yang sederhana di mana orang orang yang sedang berbicara umumnya tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain, serta pengulangan kata tanpa menambah kejelasan. jika ungkapan itu dipakai dalam percakapan, dengan jelas penutur bermaksud untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak daripada yang dikatakan.

Penting bagi kita untuk mengetahui maksim-maksim ini sebagai asumsi yang tidak dinyatakan dalam suatu percakapan, karena prinsip-prinsip ini diasumsikan dalam interaksi normal, maka penutur jarang menyebutkan mereka. Akan tetapi ada beberapa jenis ungkapan tertentu yang dipakai oleh penutur untuk menandai bahwa ungkapan-ungkapan itu berbahaya bila tidak sepenuhnya mengikuti prinsip- prinsip itu. Dan jenis ungkapan - ungkapan itu disebut pembatas.

Maksim kualitas untuk interaksi kerja sama dalam bahasa daerah paling baik diukur dengan sejumlah ungkapan-ungkapan yang kita gunakan untuk menunjukkan bahwa apapun yang sedang kita katakan mungkin tidak sepenuhnya tepat. Tanda- tanda yang terkait dengan harapan relevansi dari maksim relasi dapat ditemukan di tengah-tengah pembicaraan ketika penutur mengatakan sesuatu.


(16)

Kedudukan bahasa daerah atau percakapan perlu dipertimbangkan sebagai alat komunikasi penuturnya, sebagai bagian kebudayaan dan pemerkaya bahasa nasional. Percakapan atau bahasa daerah merupakan dasar kebudayaan daerah yang pada gilirannya merupakan unsur penyumbang dalam kebudayaan nasional.

Percakapan atau bahasa merupakan pikiran, perasaan seseorang yang teratur serta yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat. Percakapan atau bahasa itu sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu bagian lahir dan bagian makna.Bagian lahir yang nyata adalah merupakan bunyi yang teratur dan dinamakan bentuk bahasa. Bagian makna adalah merupakan bentuk pikiran dan perasaan manusia dan inilah yang dinamakan isi bahasa atau percakapan.

Penjelasan Undang Undang Dasar 1945 yang berhubungan dengan Bab XV, pasal 36, menyatakan bahwa bahasa- bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat penghubung yang hidup dan dibina oleh masyarakat pemakainya dihargai dan dipelihara oleh negara,karena bahasa-bahasa itu adalah bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara. Selain menjadi alat komunikasi,bahasa Batak Toba juga berfungsi sebagai identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya. Disamping itu,


(17)

bahasaBatak Toba juga merupakan bahasa pendukung budaya bagi masyarakat yang menggunakannya dalam upacara-upacara atau pesta-pesta adat dan peristiwa -peristiwa penting lainnya.

Percakapan atau bahasa adalah komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984:16). Penggunaan bahasa atau percakapan yang sama dalam lingkungan tertentu bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat yang berguna untuk menciptakan rasa keakraban, rasa satu bangsa, rasa satu wilayah, dan rasa sepenanggungan. Dengan adanya kenyataan ini, maka benarlah ungkapan bahasa menunjukkan bangsa. Kenyataan ini, juga terlihat pada bahasa bahasa daerah.

Bahasaadalah alat komunikasi yang memiliki peran penting dalam bersosialisasi dengan sesama manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Tanpa bahasa atau percakapan dimasyarakat tidak dapat terjadi interaksi ataupun hubungan timbal balik antara sesama manusia.

Bahasa adalah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota masyarakat bahasa untuk komunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Sistem pada definisi ini menunjuk adanya elemen-elemen beserta hubungan satu


(18)

sama lainnya yang akhirnya membentuk suatu konsisten yang bersifat hierarkis.

Objek kajian linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Misalkan dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap sebagai bahasa skunder, yaitu rekaman dari bahasa lisan. Oleh karena itu, bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik (Nababan, 1987:15).

Konsekuensi logis dari anggapan bahkan keyakinan ini adalah dasar analisis cabang-cabang linguistik apa pun (fonologi, morfologi, sintaksis, pragmatik, semantik). Berkiblat pada korpus data yang bersumber dari bahasa lisan, walaupun yang dikaji sesuai dengan konsentrasinya masing-masing. Misalnya, fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan susunan kata dan kalimat, pragmatik pada makna kata, semantik pada persoalan makna kata.Dari sini dapat dipahami bahwa implikatur percakapan berkaitan erat dengan bahasa, sebab kalau tidak adanya bahasa percakapan pun tidak akan terjadi. Oleh sebab itu, implikatur percakapan berkaitan erat dengan bahasa itu sendiri .

Pragmatik adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Sebagai akibatnya cabang ilmu ini lebih banyak berhubungan


(19)

dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah cabang ilmu tentang maksud penutur.

Tipe cabang ilmu ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang didalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara dimana, kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah cabang ilmu tentang makna kontekstual.

Pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interprestasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe cabang ilmu ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata bagian yang disampaikan.George Yule mengatakan bahwa cabang ilmu ini adalah cabang ilmu yang pencarian makna yang tersamar. Pragmatik adalah cabang ilmu tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Dan pandangan ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa yang menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan. Jawaban yang mendasar terikat pada gagasan jarak keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan


(20)

adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Pragmatik adalah cabang ilmu tentang ungkapan dari jarak hubungan, Inilah empat ruang lingkup yang tercakup dalam pragmatik.

Suatu perbedaan tradisional tentang analisis bahasa membedakan pragmatik dengan sintaks dan semantik. Sintaks adalah cabang ilmu tentang hubungan antara bentuk kebahasaan, bagaimana menyusun bentuk-bentuk kebahasaan itu dalam suatu tatanan atau urutan dan tatanan mana yang tersusun dengan baik. Tipe cabang ilmu inilah yang biasanya terjadi tanpa mempertimbangkan dunia referensi atau pemakai bentuk-bentuk itu. Semantik adalah cabang ilmu tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dengan entitas didunia, yaitu bagaimana hubungan kata-kata dengan sesuatu secara harafiah. Analisis semantik juga berusaha membangun hubungan antara deskrifsi verbal dan pernyataan-pernyataan hubungan didunia secara akurat atau tidak, tanpa menghiraukan siapa yang menghasilkan deskripsi tersebut.

Pragmatik adalah cabang ilmu tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Diantara ketiga bagian tersebut perbedaannya hanya ada pada pragmatik sajalah yang memungkinkan orang kedalam suatu analisis. Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkanorang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan


(21)

jenis-jenis tindakansebagai contoh permohonan yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

Jadi, pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena cabang ilmu ini mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada didalam pikiran mereka. Kerugian yang besar adalah bahwa semua konsep manusia ini sulit dianalisis dalam suatu acara yang konsisten dan objektif. Sebagian dari keteraturan ini berasal dari kenyataan bahwa manusia adalah anggota kelompok sosial dan mengikuti pola-pola tingkah laku umum yang diharapkan dalam kelompok itu. Didalam suatu kelompok sosial yang akrab, biasanya kita akan mudah untuk berlaku sopan dan mengatakan sesuatu yang sebaliknya didalam suasana lingkungan sosial baru yang belum akrab, kadang-kadang kita tidak yakin tentang apa yang dikatakan dan kita khawatirkan jangan-jangan kita mengatakan sesuatu yang salah.

Sumber keteraturan lain dalam penggunaan bahasa berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan orang-orang didalam suatu masyarakat linguistik memiliki pengalaman-pengalaman dasar yang sama tentang dunia dan saling memberikan banyak pengetahuan non-linguistik. Jenis keteraturan yang baru saja diuraikan tadi adalah yang sederhana dari pemakaian bahasa yang sebagian besar diabaikan oleh kebanyakan analisis


(22)

linguistik. Untuk memahami mengapa penelitian aspek-aspek penggunaan yang biasa ini, dan banyak aspek lain, telah menjadi bidang ilmu pragmatik.

Dalam jangka waktu yang panjang dalam ilmu bahasa, sudah ada keinginan kuat dalam sistem-sistem analisis yang formal, dan seringkali berasal dari matematika dan logika. Penekanannya ada pada penemuan beberapa prinsip abstrak yang bertumpu pada intisari bahasa itu juga. Dengan menempatkan penemuan ciri-ciri bahasa yang abstrak, secara potensial universal, para ahli bahasa dan filsafat bahasa cenderung untuk menyingkirkan catatan apa saja yang mereka temukan tentang pemakaian bahasa setiap hari. Pendekatan sintaksis terhadap kalimat ini akan berkesesuaian dengan aturan-aturan yang menentukan struktur yang benar dan meniadakan susunan yang tidak benar, analisis sintaksis juga disyaratkan untuk menunjukan bahwa ada elemen yang hilang dan untuk menerapkan aturan-aturan yang membolehkan celah kosong, semantik juga berkenaan dengan kondisi nyata dari proposisi yang dinyatakan di dalam kalimat. Proposisi ini biasanya berhubungan dengan arti harafiah dasar dari suatu klausa sederhana dan disajikan secara konvensional.

Ada banyak prinsip lain dari tipe ini yang akan kita bahas dalam bab– bab berikut ini. Memulai dengan suatu prinsip yang sangat sederhana lebih dari dua penutur secara bersama, lebih sedikit bahasa yang akan mereka butuhkan untuk dipakai mengenali sesuatu yang dikenal.


(23)

Oleh sebab itu, penulis tertarik memilih judul “ Implikaturpercakapandalamacaramartonggorajapadaupacaraadatperkawina nmasyarakatBatakToba: kajianpragmatik” .

1.2 Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan pelaksanaan implikatur percakapan dalam acara marriaraja pada upacara perkawinan adat masyarakat Batak Toba?

2. Makna apakahyang terkandung dalam implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui tahapan pelaksanaan implikatur percakapan dalam acara marriarajapada upacara adat perkawinanmasyarakat Batak Toba.

2. Untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam implikatur percakapan pada acaramarria raja dalam adat perkawinan masyarakat Batak Toba


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas maka manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui lebih luas tentang implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

2. Sebagai sarana untuk meningkatkan penelitian tentang implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

3. Bagi masyarakat umumnya, sebagai bahan informasi agar terus-menerus menjalankan implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

4. Bagi penulis sendiri, untuk menambah wawasan tentang implikatur percakapan dalam acara marria raja pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penulis karya ilmiah. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini.

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep yang mendukung pemecahan permasalahan dalam suatu penelitian, paparan atau konsep itu bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman peneliti) dan daya nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.Didalam ilmu pragmatik ada tiga tindak tutur melakukan suatu percakapan, yaitu: 1. Tindak lokusi ialah penutur yang melakukan tindak bahasa dengan

mengatakan sesuatu yang pasti.

Contoh : Jari tangan jumlahnya lima.

2. Tindak ilokusi ialah tindakan dalam melakukan sesuatu.

Contoh : Saya berjanji akan menghadiri pesta perkawinannya . 3. Tindak perlokusi ialah tindakan untuk mempengaruhi lawan tutur.

Contoh : Saya membujuk adik agar menghentikan tangisannya.

Implikatur percakapan diistilahkan juga dengan implikatur konversasi (Implicature conversational). Di dalam implikatur ini dikaji maksud suatu


(26)

ucapan sesuai dengan konteksnya. Implikatur percakapan ini dipergunakan untuk menerangkan makna implisit di balik apa yang diucapkan atau dituliskan sebagai sesuatu yang diimplikasikan.Grice (1957).berpendapat bahwa ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan sebagai suatu tindak berbahasa. Seperangkat aturan itu disebut oleh Grice aturan percakapan (maxim of conversation). Aturan percakapan itu terdiri atas empat, yaitu:

1. Aturan kuantitas, menetapkan bahwa setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang secukupnya.

2. Aturan kualitas, menetapkan bahwa peserta percakapan harus mengatakan sebenarnya.

3. Aturan hubungan, menetapkan bahwa setiap peserta percakapan harus memberikan kontribusi yang berhubungan.

4. Aturan cara, menetapkan setiap peserta pembicara berbicara secara langsung, dan tidak kabur.

Jenny (1995) dalam Wijana (1996) mengatakan bahwapragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri. Selain itu, Leech (1983:5-6) menyatakan, “Pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan), menanyakan apa yang seseorang


(27)

maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana”

Richard (dalam Suyono, 1990) menyatakan bahwa tindak tutur adalah the thing we actually do when we speak atau the minimal unit of speaking which can be said to have a function, tindak tutur adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan pada saat kita berbicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi, fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.

2.2 Teori yang Digunakan

Secara etimologi, teori berasal dari bahasa Yunani theoria yang berarti kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab.

George Yule (1996:3)mengatakan, ”Pragmatik adalah cabang ilmu tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan


(28)

oleh pendengar atau pembaca”.Oleh karena itu, ada beberapa pengertian pragmatik yang mendukung tulisan ini. Nababan (1987:2) mengatakan“Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu”.

Searle (1969:13-14) dalam Wijana (1996), mengemukakan secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Selain itu Leech (1983) dalam Wijana (1996:19) pragmatik sebagai ilmu cabang bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari Fonologi, Sintaksis, dan Semantik. Kemudian Jenny(1996) dalam Wijana (1996:19) mengatakan bahwa “Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri”.

Istilah tindak tutur (speech acts) sebenarnya lebih sering dipakai dalam filsafatbahasa dan pragmatik. Tindak tutur awalnya dikemukakan oleh J.L.Austin(1962) dalam karyanya yang terkenal “ How to do thinks with words” untuk menjelaskan bahwa melakukan sesuatu bisa.Tindak tutur merupakan suatu analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1983:5-6)


(29)

menyatakan pragmatik mempelajari maksud ujaran, menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain dibidang ini seperti peranggapan, prinsip kerjasama, dan prinsip kesantunan.

Implikatur adalah maksud suatu ucapan atau apa yang diimplikasikan atau diucapkan dan penting dicatat bahwa penuturlah yang menyampaikan makna lewat implikatur dan pendengarlah yang mengenali makna yang disampaikan lewat inferensi itImplikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan daripada yang dikatakan. Supaya implikatur tersebut dapat ditafsirkan, maka beberapa prinsip kerja sama dasar harus lebih dini diasumsikan dalam pelaksanaannya. Pada pembahasan sebelumnya kita berasumsi bahwa penutur dan pendengar yang terlibat dalam percakapan umumnya saling bekerja sama. Misalnya, untuk keberhasilan suatu referensi, diharapkan kerja sama menjadi faktor utama. Bentuk kerja sama ini ialah kerja sama yang sederhana di mana orang orang yang sedang berbicara umumnya tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain, serta pengulangan kata tanpa menambah kejelasan. jika ungkapan itu dipakai dalam percakapan, dengan jelas penutur bermaksud untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak daripada


(30)

yang dikatakanu dan kesimpulan yang sudah dipilih ialah kesimpulan yang mempertahankan asumsi kerja sama (Yule, 2006:70).

Tindak tutur adalah tindak komunikasi dengan tujuan khusus, cara khusus, aturan khusus, sesuai kebutuhan, sehingga memenuhi derajat kesopanan, baik dilakukan dengan tulus maupun basa basi. Richards (dalam Suyono,1990) menyatakan tindak tutur adalah “ the things which can be said to have a function”. Tindak tuturan adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan saat kita berbicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan yang berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.

Tindak tutur dalam komunikasi mencakup tindak: konstatif, direktif, komisif, dan, persembahan. Sedangkan Searle (dalam Wijana, 1996) mengemukakan bahwa tindak tutur secara pragmatik ada tiga jenis, yaitu: tindak lokusi, tindak ilokusi, tindak perlokusi. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.

Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan yaitu: tindak tutur lokusi, yaitutindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna didalam kamus dan menurut kaidah


(31)

sintaksisnya. Tindak tutur ilokusi yaitu tindak tutur yang mengandung maksud, berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan dimana tindak tutur itu dilakukan. Tindak tutur perlokusi yaitutindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang digunakan untuk membina dan membimbing serta memberi arahan agar dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Pragmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadai sebuah pertuturan. Dengan mendasarkan pada gagasan Leech(1983:13-14), Wijana (1996) menyatakan konteks yang semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contexts). Konteks situasi tutur, menurutnya mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

Penutur dan lawan tutur Konteks tuturan

Tujuan tuturan :


(32)

2. Tuturan sebagai produk tindak verbal(Wijana , 1996:10-11)

Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori tindak tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur. Pembagian fungsi menurut menurut para ahli yaitu:

G. Reves, 1956. The origins of prehistoric of language fungsi bahasa ada 3 yaitu:

a. Fungsi indikatif (menunjuk) b. Fungsi imperative (menyuruh) c. Fungsi interogatif (menanyakan)

Searle dalam Lavinson (1983) membagi fungsi bahasa menjadi 5 yaitu: 1. Fungsi ekspresif

2. Fungsi direktif 3. Fungsi komisif 4. Fungsi representative 5. Fungsi deklaratif


(33)

Prinsip kerja sama (PK)merupakan suatu prinsif pragmatik yang menjelaskan hubungan antara makna dan daya untuk mencari kebenaran, dalam arti cara pengungkapan atau penyampaian sesuatu yang tidak langsung. Sedangkan prisip sopan santun(PS) adalah suatu prinsif pragmatik yang berfungsi sebagai penyelamat dari prinsip kerja sama (PK). Menurut Finegan (12004:3004), kesopanan terbagi dalam dua aspek yaitu menghargai orang yang diajak bicara dan melibatkan orang lain dalam suatu situasi.

Dari pendapat tersebut dapat dilihat juga yang ada dalam data tersebut ataupun bisa dibuktikan apakah itu benar atau salah. Bila dicermati lagi maka benar yang dikatakan oleh Finegan tersebut, karna di dalam teks tersebut adanya komunikasi yang baik antara penutur dan petutur. Karena dibarengi dengan jawaban yang benar-benar sangat sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Dalam tindak tutur, aspek menghargai orang lain sangat ditekankan yaitu pada saat penutur melakukan suatu kesalahan sengaja maupun tidak. Maka secara langsung penutur akan mengatakan maaf atau sorry kepada orang yang diajak bicara. Hal ini akan memberikan rasa penghargaan kepada orang lain dalam suatu percakapan. Dalam data atau pun teks tidak ada dikatakan maaf ataupun sorry, tetapi bila dilihat dari jawaban yang dikemukakan itu sama halnya dengan ungkapan maaf yang di utarakan kepada lawan bicaranya saat peristiwa tutur terjadi.


(34)

Hal ini juga didukung oleh pendapat dari beberapa ahli diantaranya yaitu Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu sebuah prinsip kerja sama(cooperative principle), (Yule 1996:36-37 dan Thomas 1995:61) berpendapat kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal (maksim) yaitu: Bidal kuantitas, memberi informasi yang sesuai. Bidal kualitas, menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya. Bidal relasi, memberi sumbangan informasi yang relevan. Dan Bidal cara, menghindari ketidakjelasan ungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara singkat dan secara beruntun atau beraturan.

Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis prinsip kesantunan adalah menurut Grice,karena dianggap paling mendukung dalam penyelesaian penelitian ini. Grice merumuskan prinsip kesantunan menjadi empat maksim antara lain:

1. Maksim kuantitas, dimana seorang penutur dapat memberikan informasi yang cukup, relatif, dan seinformatif mungkin.

2. Maksim kualitas, dimana seorang penutur diharapkan dapat menyelesaikan sesuatu yang bersifat nyata sesuai fakta yang sebenarnya dalam bertutur.

3. Maksim relevansi, yang dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing hendaknya dapat


(35)

memberikan kontribusi yang sifatnya relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan tersebut.

4. Maksim pelaksanaan, yang mengharuskan peserta tutur secara langsung, jelas serta tidak kabur.

Adapun teori yang penulis gunakan adalah teori John R.Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: AnEssay in The Philosophy of language menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Tindak lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa dan kalimat itu. Contoh tuturan tanganku gatal misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberi tahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu tangan penutur sedang dalam keadaan gatal.

2. Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. Tuturan tanganku gatal yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberi tahu mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan itu rasa gatal sedang bersarang pada tangan penutur, namun lebih daripada itu bahwa penutur


(36)

menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa sakit gatal pada tangannya itu.

3. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting someone. Tuturan tanganku gatal misalnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut ini muncul misalnya, karena yang menuturkan tuturan itu berprofesi sebagai tukang pukul yang nada kesehariannya sangat erat dengan kegiatan memukul dan melukai orang lain.

Teori fungsi yang dipergunakan ialah teori dari Searle dalam Lavinson, (1983)mengklasifikasikan tindak tutur itu menjadi lima fungsi yaitu:

1. Fungsi ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan tingkah laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti bertrima kasih, ucapan selamat, simpati, dan permintaan maaf.

2. Fungsi direktif yaitu untuk mengekspresikan sesuatu yang sifatnya berorientasi pada penutur selain itu memberi tahukan kepada penutur melakukan sesuatu yang berorientasi pada petutur (lawan bicara).

3. Fungsi komisif yang mengacu pada beberapa tindakan akan datang yang sifatnya menjanjikan, ancaman, atau tawaran.


(37)

5. Fungsi deklaratif yaitu suatu hal yang menghasilkan suatu hubungan antara muatan propesional keputusan dan kenyataan.

2.3 MarriaRaja

Marriaraja adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :

1. Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis

2. Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.

3. Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

Marria rajamerupakan suatu acara yang sangat dibutuhkan bila ada rencana pesta adat atau pesta pernikahan pada satu keluarga maka terlebih dahulu diadakan marria raja.

Acara marria raja dibahas secara terbatas yaitu secara khusus untuk acara pesta pernikahan, karena marria rajaini sering dilakukan pada acara pesta adat pernikahan orang batak yang telah bermukim diperantauan.


(38)

Ada perbedaan antara martonggo raja dan maria raja?

Menurut para tua-tua adat mengenai perbedaan perkataan martonggo raja dan maria raja adalah:

Martonggo raja, tuan rumah atau suhut bolahan amak yang akan menyelenggarakan pesta atau pihak yang mengundang acara, tonggo raja adalah merupakan tuan rumah penyelenggara pesta baik pihak suhut paranak maupun suhut parboru.

Maria raja adalah kebalikan dari tonggo raja mata acara pesta yang akan dilaksanakan bukan dihalaman rumahnya atau dia bukan tuan rumah, dengan kata lain apabila dia pihak paranak maka acara pesta diadakan ditempat pihak parboru atau sebaliknya apabila dia pihak parboru maka acara pesta diadakan dihalaman pihak paranak.

Demikian keterangan yang didapat mengenai perbedaan perkataan martonggo raja dan marria raja, namun demikian penjelasan sebenarnya mengenai perbedaan tersebut belum tentu kebenarannya karena ada berbagai macam pendapat.

Marria raja artinya mengundang dan memohon petunjuk dan dukungan dari para raja-raja adat antara lain raja ni dongan sahuta, raja ni dongan sabutuha, raja ni boru dan bere, serta seluruh kumpulan-kumpulan atau kerabat dekat dan dikumpulkan pada suatu waktu untuk membicarakan rencana pesta adat yang diselenggarakan oleh pihak tuan rumah.


(39)

Pihak hasuhuton atau tuan rumah menyediakan makanan yang sudah biasa dilaksanakan yaitu berupa pinahan lobu atau disebut namarmiakmiak dan sudah dipersiapkan tudu-tudu ni sipanganon ( namargoar) untuk diberikan kepada para undangan yang dihormati oleh tuan rumah karena acara tersebut adalah untuk memohon doa, dukungan, dan arahan dari para undangan kepada tuan rumah demi terselenggaranya pesta yang akan direncanakan, biasanya acara marria raja secara khusus disatukan pada saat acara partumpolon (perjanjian nikah di gereja), dan setelah selesai acara gereja lalu secara bersama-sama datang kehalaman tuan rumah untuk melanjutkan acara marria raja, tetapi karena tidak seluruh gereja menyelenggarakan acara partumpolon maka ditentukan suatu hari yang tepat untuk menyelenggarakan acara marria raja.

Tata cara Maria Raja.

1. Marsipanganon atau makan bersama.

Setelah para undangan berkumpul demikian juga pihak keluarga hasuhuton atau tuan rumah maka diadakanlah acara makan bersama.Sebelum pembacaan doa makan terlebih dahulu disampaikan tuan rumah tudu-tudu ni sipanganon kehadapan para raja-raja yang diundang, sebagai penghargaan pada para raja-raja undangan, tudu-tudu ni sipanganon bersama tempatnya diputar tiga kali kehadapan para raja-raja undangan, setelah semua makanan tersedia atau dihidangkan kepada para undangan dengan baik, maka tuan rumah membacakan doa makan bersama dan


(40)

setelah selesai doa dipersilahkan untuk makan bersama. Wakil dari tuan rumah berdiri dan mengucapkan terima kasih atau mengucapkan kata yang kira-kira berbunyi seperti berikut “ ba songonima da rajanami, raja nidongan sabutuha, raja nidongan sahuta, raja ni parboruan dohot inanta soripada”songon nidokni angka natua tua :

Sititi ma si gompa

Golang-golang pangarahutna

Ba tung songon dia pe nuaeng na tupa Ba sai godang ma pinasuna

Botima!

2. Mambagi jambar (membagi daging).

Setelah acara makan bersama selesai sebelum melanjutkan pembicaraan maka dibagi jambar (daging) sesuai dengan aturan adat yang diambil dari tudu-tudu nisipanganon dan dibagikan kepada para raja undangan.

3. Percakapan ( Manghatai)

Biasanya pihak undangan dari teman sekampung atau dongan sahuta yang lebih dulu bertanya, atau dari pihak teman satu marga (dongan sabutuha) yang lebih dulu membuka pembicaraan atau mereka akan berdiskusi dan bersepakat siapa yang berbicara.


(41)

Manghatai ma hita suhut nami,

“Gokkon sipaimaon, jou-jou sialusan; ia nunga ro hami manggohi gokkon dohot jou-jou muna tu bagasta na marampang marjual on, bagas sibagandingtua panjaloan sangap dohot tua sian Tuhanta, jala nunga hundul iba di amak tiar, ba, sai tiar ma tutu panggabean parhorasan di hita tu joloansa on tumpahon ni Amanta Debata. Nunga bosur iba huhut mangan indahan na las na pinarade muna i, sagat huhut marlompan juhut na tabo i, sombu uas marhite aek sitio-tio”, onpe amang suhut nami, songon nidok ni sijolo-jolo tubu : Sai jolo ni nangnang do asa ni nungnung, Sai jolo pinangan do asa sinungkun.

Ba nuaeng pe, na manungkun ma hami dihasuton : Dia ma matana, dia ma haltona

Dia ma hatana, dia nidokna Botima!

Artinya kira kira demikian;

Kami sudah datang memenuhi undangan tuan rumah, dirumah yang penuh dengan keberkahan ini, dan kami sudah dipersilahkan duduk diatas tikar yang terhempang lebar dan kami sudah dijamu dengan makanan dan minuman dan sekarang kami mau bertanya, apakah arti dari semuanya ini? Wakil dari suhut menjawab,

“Gabe ma hita jala horas. Ba ia nunga manungkun hamu dihata dohot lapatan ni sipanganon, tung so sadia pe nuaeng na pinatupa ni suhutta ba, sai pamurnas mai tu pamatangta, saudara tu bohi, sipasindak paniali ma i,


(42)

sipaneang holi-holi. Sai mamasu-masu ma Tuhanta lam ditambai dihami hagabeon dohot pansamotan tu joloansa on, asa boi dope nian patupaon nami sipanganon na gumodang jala na tumabo. Ia taringot di sungkun-sungkun muna i Hahadoli / anggidoli, taringot di hata ni sipanganon i, ba sipanganon panggabean parhorasan do lapatanna”. Boti ma hahadoli / anggidoli”.

Artinya kira-kira demikian;

Semoga berkat-berkat makin bertambah bagi kita semua, para undangan kami bertanya mengenai jamuan makan dan minum yang telah kami berikan mudah-mudahan menjadi berkat bagi kita semua, dan Tuhan selalu menyertai kita dikemudian hari.

Panungkun(bertanya).

“Ba molo songon i do hape ba na uli ma i tutu, sai asi ma roha ni Tuhanta pardenggan basa i, sai ditambai dope pasu-pasu di hamu tu joloansa on. Bagot na marhalto ma na tubu di robean

Ba sai horas ma hami na manganhon Sai lam tamba ma dihamu na mangalean

Alai ale amang, sai marangkup do ninna na uli, mardongan do na denggan. Nuaeng pe tangkasma paboa hamu siangkupna songon na hundul,


(43)

sidonganna songon na mardalan, asa tung torang huboto hami sangkap dohot tujuanna na mambahen parpunguanta on”. Botima!

Artinya kira-kira demikian;

Kita patut bersyukur pada Tuhan atas berkat-berkat yang telah kita terima, mudah-mudahan Tuhan memberi rezeki kepada tuan rumah dikemudian hari, namun demikian kami mau bertanya apakah arti sebenarnya dari semua ini, kami mohon supaya tuan rumah memberi penjelasan yang sesungguhnya.

Paidua ni suhut mangalusi(wakil tuan rumah menjawab).

“I do tutu, rajanami, toho do nanidokmunai, sai marangkup do na uli, mardongan do na denggan. Jadi nuaeng pe paboaon nami ma tangkas dia dohot aha do alana hubahen hami parpunguan on. Songon naung tangkas tarida di surat gokkon dohot jou-jou nami tu hamu, tonggo raja do

parpunguanta on. Na marbonsir do i ala adong ulaon adat si patupaonta ndang pola sadia leleng nari be. Molo asi roha ni Tuhanta, jala molo so adong ambat bingkolangna be, na marsangkap do hami (dipaboa ma ulaon adat aha sibahenon i). Jadi mardomu tusi, aturanna ma i, molo adong sangkap ni roha mangula manang aha, denggan jala na patut do tahe paboaon i huhut pasungkunhononhon tu raja ni dongan sabutuha, dongan sahuta dohot tutur ulaon i. Asa na pasungkunhon ma hami parjolo tu hamu


(44)

angka na pinarsangapan manang songon dia pandapot dohot

pingkiranmuna taringot tu sangkap nami songon naung pinaboa nangkin. Jala molo nunga satolop hita disiulaon i, ba, na laos mangido ma hami tu hamu angka napinarsangapan, tarlobi raja ni dongan sabutuha, raja ni dongan sahuta, raja ni parboruon, asa rade nian hamu saluhutna

mangalehon tingki dohot pingkiran mangurupi hami patulushon ulaon i. Ba, i ma da angka rajanami umbahen na hupatupa hami tonggo raja on”. Botima.

Artinya kira-kira demikian;

Beginilah para raja undangan kami alangkah baiknya kami menjelaskan dengan sebenarnya sesuai dengan surat undangan yang telah kami berikan acara ini adalah martonggo raja atau maria raja. Kami berencana akan mengadakan pesta adat yang akan diselenggarakan tidak lama lagi kalau Tuhan mengizinkan dan tidak ada halangan kami berencana; (tuan rumah menjelaskan pesta adat apa yang akan diselenggarakan) dan oleh sebab itu sepatutnyalah kami memberitahukan dan bertanya kepada para raja undangan kami, raja ni dongan sabutuha, dongan sahuta, supaya kiranya bersedia memberikan waktu dan pikiran membantu kami tuan rumah untuk melaksanakan pesta tersebut.


(45)

“Hamu suhut nami, nunga torang huantusi hami hatamuna i. Ndada pola ganjang be dohonon hata. Pendek ma ni alusan: ‘Satolop ma hami

disangkap muna I, jala rade do hami mangalehon tingki, nang angka pingkiran mangurupi hamu olat ni na tarbahen’. On pe ba paaboa jala rimangi haamu ma sude angka na porlu bahenonta, ima:

- andigan mata ni ulaon i

- di dia do inganan / alaman ni ulaon i - sipatupaon tu pesta i

- hira piga halak ma torop ni siundangon tu pesta i

Jala dung dipaboa hamu i annon sude, ba pintor tatontuhon ma parbagi ni ulaon i dohot angka na martugas tu ganup bagianna. Songon i ma jolo hata sian hami. Botima!”

Artinya kira-kira demikian;

Kami sudah sangat jelas mengerti tentang niat tuan rumah, kami tidak berpanjang kata, dan kami menyatakan setuju dan dapat membantu pihak tuan rumah dalam menyelenggarakan pesta adat yang akan datang dan kami juga akan meringankan langkah, memberikan waktu dan pikiran kami demi kelancaran pesta tersebut. Dengan demikian tuan rumah menjelaskan apa saja yang perlu pada acara pesta yang akan datang;

- Kapan waktu pesta diselenggarakan. - Dimana tempat acara tersebut.


(46)

- Kira-kira berapa orang banyaknya undangan.

Setelah semuanya itu dijelaskan maka kita akan menentukan orang yang bertanggung jawab pada setiap tugas yang diberikan, demikian kata yang kami sampaikan dan terima kasih.

Paidua ni suhut mangalusi(wakil tuan rumah menjawab).

“Mauliate ma rajanami dihatamuna i, sai diurupi Tuhanta ma hita diulaonta on. Ba nuaeng pe, satahi saoloan ma hita mamillit dohot manotophon songon pandohan muna i”.

Artinya kira-kira demikian;

Terima kasih para raja undangan kami, semoga Tuhan melindungi dan menyertai kita sekalian dari acara ini hingga terselenggaranya pesta adat nantinya.

Marilah kita sepakat untuk memilih dan menetapkan mata acara yang akan diselenggarakan nantinya. Setelah itu pihak tuan rumah menjelaskan kapan pesta dilakukan dan tempat yang disediakan dan sajian makan apa yangakan diselenggarakan. Setelah pihak tuan rumah selesai menjelaskan tentang acara pesta yang diselenggarakan maka diharuskan untuk membicarakan dan menetapkan siapa yang bertugas dalam acara pesta tersebut antara lain:


(47)

- Protokol( pandai mengatur acara pesta). - Raja parhata(parsinabung).

- Pataru pinggan panukkunan dohot mic(sian boru).

- Koordinator penerima tamu undangan terutama hula-hula. - Koordinator penerima dengke siuk.

- Koordinator penerima beras sipiritondi. - Dll.

Tidak lupa juga disinggung semua keperluan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar jangan sampai ada yang terlupakan. Setelah selesai acara dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai tata cara paradaton orang batak yang sudah dilakukan secara turun-temurun terutama pada kebiasaan adat yang dianut pada kumpulan marga atau tuan rumah sipenyelenggara pesta.

4. Suhut mangampu hata(tuan rumah mengucapkan kata terima kasih). Setelah pembicaraan selesai dilaksanakan maka pihak penyelenggara pesta(suhut bolon) mengucapkan kata terima kasih kepada para raja


(48)

“Hamu angka na pinarsangapan, tung mandok mauliate godang do hami parjolo di Tuhan pardenggan basa i, na mangalehon tu hamu angka na pinarsangapan roha holong gabe rade hamu sude mangalehon tingki dohot pingkiran laho mangurupi hami di ulaonta na naeng ro. Mauliate

malambok pusu do dohononnami nang tu hamu sude na pinarsangapan ala ni rade ni rohamuna mangalehon pangurupion i. Sai dipargogoi Tuhanta ma hita patupahon ulaonta i jala dipasu-pasu ulaon i. Botima!”.

Artinya kira kira demikian;

Kepada para raja undangan yang kami hormati, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan kekuatan dan kasih kepada para undangan kami sehingga dapat memberikan waktu dan pikiran untuk membantu kami dalam menyelenggarakan pesta adat yang nantinya akan kita laksanakan, dengan demikian semoga Tuhan yang akan membalas kebaikan dan ketulusan kalian dikemudian hari, dan atas penyertaan Tuhan semoga pesta nantinya dapat berjalan dengan lancar, terima kasih.

5. Pangunjungi(penutup).

Acara martonggo raja atau maria raja tersebut diakhiri dengan lagu puji-pujian dan doa penutup, setelah selesai berdoa, berjabatan tangan antara undangan dengan tuan rumah dan membubarkan diri.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode yang bertujuan agar penelitian tersusun secara sistematis. Metode adalah sebagai cara kerja haruslah dijabarkan sesuai dengan alat yang dipakai (Sudaryanto, 1992:26), sedangkan penelitian (riset) dewasa ini berarti pencarian teori, pengujian teori, atau pemecahan masalah (Tuwu, dkk 1993:2).

Penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris yaitu research yang berarti usaha atau pekerjaan yang mencari kembali yang dilakukan dengan menggunakan metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis, serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan atau menjawab masalah tersebut.

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa yunani methodos dan logos. Methodos berarti cara atau jalan, logos berarti ilmu. Jadi, metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang dikehendaki atau tujuan dalam pemecahan suatu masalah.

Metode artinya adalah sesuatu yang menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan (Narbuko, 1997:1). Sedangkan meneliti dimaksud sebagai melakukan kerja penyelidikan secara cermat terhadap suatu sasaran untuk memperoleh hasil tertentu.


(50)

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode penelitian ialah cara kerja untuk mendapatkan data dalam penelitian untuk mencari kebenaran yang objektif dalam pokok permasalahan.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaplikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini adalah deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data yang ada, juga menyajikan data dan menginterpresikan data. Dan perlu dicatat bahwa penelitian deskriptif ini tidak mempertimbangkan benar dan salahnya penggunaan bahasa oleh penuturnya sehingga data bahasa tersaji apa adanya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah metode pupuan lapangan meliputi pencatatan langsung dan perekaman. Pada teknik pencatatan peneliti secara langsung mencatat berian yang dijawab oleh informan, dan menerjemahkan data ke dalam bahasa indonesia.


(51)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan, yaitu pencatatan langsung serta perekaman.

Adapun langkah-langkah teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode kepustakaan (library research) yaitu dengan mencari data dari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

2. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan terhadap lokasi penelitian.

3. Studi lapangan yang mencakup:

a. Bertanya langsung ke hal yang ditanyakan.

b. Cakapan terarah, yaitu memulai pembicaraan dengan hal-hal yang sangatumum kemudian ke hal yang ditanyakan.

c. Bertanya untuk memperoleh jawaban berganda. d. Rekaman dan wawancara.

Metode pengumpulan data adalah cara peneliti dalam mengumpulkan data. Mengumpulkan data merupakan cara berikutnya yang dilakukan oleh peneliti. Teknik pengumpulan data tentu berbeda-beda sesuai dengan metode kerja yang dilakukan dan sesuai dengan objek yangditeliti.


(52)

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan cara dalam pengolahan data, fakta, atau fenomena yang sifatnya mentah dan belum dianalisis. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis sehingga menjadi data yang cermat, akurat, dan ilmiah.

Metode analisis data juga merupakan proses pengaturan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dari suatu uraian dasar. Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga data diperoleh untuk mendapat kebenaran yang diperlukan dalam pengolahan hasil penelitian. Dimana dalam penelitian diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga dapat diuji kemampuan peneliti dalam mengkaji sesuatu. Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif .

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskripsi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memilih data dari informan yang dianggap paling sesuai dengan objek yang diteliti.

2. Menganalisis data yang diperoleh dari informan . 3. Menarik kesimpulan dari data yang ada.


(53)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Maria Raja pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba

Masyarakat Batak Toba yang ada di Kabupaten Toba Samosir sebelum melakukan upacara adat perkawinan, terlebih dahulu melakukan kegiatan yang disebutmariaraja. Dalam hal ini, seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, tujuan maria raja adalahawal pembicaraan tentang adat itu sendiri. Pada kesempatan ini akan dibahas segala sesuatu yang diperlukan mulai dari persiapan perlengkapan, gonghon (undangan),parjambaran, acara, hewan yang dipotong, dan urutan acara yang akan dilaksanakan esok harinya. Di Desa Sigumpar Kabupaten Toba Samosir, ada 2 versi yang dilakukan dalam upacara maria raja, yaitu pada siang hari dan malam harinya. Tetapi, masalah waktu tidaklah mengurangi dan menambahi proses pembicaraan dalam maria raja, akan

tetapi hanyakesepakatan tentang waktu saja.

Perkawinan pada masyarakat Batak Toba tidak hanya urusan ayah dan ibu kedua calon pengantin, tetapi merupakan urusan semua keluarga. Karena itu, orang tua calon pengantin akan mengumpulkan semua anggota keluarga di rumah mereka masing-masing, menyangkut dalihan na


(54)

toluyaitu hula-hula, boru, dongan sabutuha, dan dongan sahuta (teman sekampung).

Berikut ini proses maria raja masyarakat Batak Toba di Desa Sigumpar, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir.

1. Marsipanganon(makan)

Setelah seluruh undangan berkumpul baik antara golongan pihak tuan rumah disajikanlah makanan, dan biasanya sebelum melakukan upacara makan bersama diawali dengan doa, setelah itu dilakukanlah sambutan pertama dengan menyebutkan : kepada seluruh undangan raja ni dongan sabutuha, raja ni dongan sahuta, raja ni boru serta inanta soripada, inilah yang dapat kami sajikan, kiranya dapat memberikan kesehatan dan berkat untuk kita semua. Setelah seluruh undangan dan seluruh pihak suhut (tuan rumah) sudah hadir maka dilakukan makan bersama. Proses makan bersama ini diawali dengan penyajian makanan yang sudah diatur sedemikian rupa (tudu-tudu ni sipanganon) yang bertujuan untuk menghargai dan mencari perhatian dari para undangan supaya mereka juga ikut terlibat dalam upacara itu sendiri, menghormati dan melayani mereka dengan baik. Penyajian makan yang dipersiapkan harus sesuai dengan adat yang biasanya dilakukan dilokasi tersebut. Setelah penyerahan atau penyajian pihak suhut langsung meninggalkan nya dan berdiri di tengah undangan dan menyampaikan sambutan kepada seluruh undangan.


(55)

“Songoni ma angka raja nami, raja ni dongan sabutuha, raja ni dongan sahuta, raja ni boru dohot inanta soripada, songon na didokni umpasa ni angka natua-tua“

Sititi ma sigompa

Golang-golang pangarahutna

Ba tung songon I ma nuaeng na patupa hami Ba sai godang ma pinasuna. Botima

Dung marpugu sude na niontang (na niundang) suang songon i sude horong ni suhut, dipatupa ma rap marsipanganon. Andorang so martangiang jumolo ma dipasahat hasuhuton tudu-tudu ni sipanganon tu adopan ni sude raja na niontang disirapdohotinasoripada. Songon patamahon na diadophon tudu-tudu ni sipanganon i tu sude raja na niontang, dihaliangkon (diputar) ma inganan ni tudu-tudunisipanganonitolu hali. Dung rade sude sipanganon jala dung ditangiangkon hasuhuton, mangan ma. Dung i jongjong ma wakil ni hasuhuton manghatahon huhuasi ni sipanganon, didok ma: “Ba songon i ma da rajanami, raja ni dongan sabutuha, raja ni dongan sahuta, raja ni parboruon dohot inanta soripada”, songon nidokniangkanatua-tua.“Imatutu”,ninnasudena mangan i.

Komunikasi yang terjadi pada pembicaraan diatas memiliki beberapa tujuan khusus dan cara khusus serta aturan yang khusus sesuai dengan kebutuhan sehingga mempengaruhi derajat kesopanan karena dilakukan dengan tulus. Sesuatu tuturan dapat berfungsi apabila penutur melakukannya dengan baik. Seperti pada pembicaraan diatas dapat dilihat hubungan penutur dengan tindak tutur secara langsung dengan rasa dan tanggung jawab sebagai salah satu pelaku adat dalam kegiatan sebuah pesta.


(56)

Kedekatan dan rangsangan yang disampaikan oleh penutur mampu diserap dengan baik sehingga tidak muncul kesalahpahaman antara seluruh pelaku adat.

2. Marbagijambar(pembagian jambar)

Gambar 1.. Tata cara pembagian jambar


(57)

Marbagi jambar biasanya dilakukan setelah makan siang. Jambar ialah bagian dari daging yang dipotong-potong kecil dan dibagi rata kepada seluruh undangan sesuai dengan posisi dan kedudukan mereka dalam dalihan na tolu. Biasanya jambar ini diambil dari sebagian tudu-tudu ni sipanganon yang disajikan sebelumnya oleh pihak suhut.

Jambar ini berupa daging babi yang dipotong, dan biasanya jambar ini terdiri dari kepala bagian atas(ulu/namarsanggulan), rahang(osang), leher(aliang), upa suhut(bagian belakang sampai ekor), pangkal paha(soit), rusuk, tanggalan rungkung(bagian leher), dan bagian organ dalamnya.

Dalam pembagian parjambaran ini penulis mengemukakan beberapa macam pembagian parjambaran yaitu:

1. Pembagian jambar juhut dalam upacara adat perkawinan. 2. Pembagian jambar juhut dalam pesta tugu.

3. Pembagian jambar juhut memasuki rumah baru. 4. Pembagian jambar juhut dalam pesta di rumah.

5. Pembagian jambar juhut pada acara kematian, yaitu saur matua dan sari matua.

Setelah selesai makan bersama, pihak paranak dan parboru duduk berhadapan beserta keluarga turunan saompu. Disebelah kanan duduk tulang (paman) dari pihak laki-laki didampingi bona tulang dan bona niari.


(58)

Disebelah kiri duduk boru. Demikian pihak perempuan duduk bersama kerabat sesuai dengan dalihan na tolu dan suhi ni ampang na opat.

Pembagian jambar ini dapat dilihat dari undangannya. Apabila pihak paranak (pihak laki-laki) yang mengundang, maka acara ini disebut mangalangdekke, sedangkan pihak parboru (pihak perempuan) yang mengundang maka acara ini disebut mangalang juhut.

Menggunakan jambar juhut na marmiak-miak, karena penulis merujuk pada upacara perkawinan, parjambaran yang digunakan pada upacara perkawinan ini berupa sigagat duhut (kerbau atau lembu). Adapun jambar juhut tersebut terdiri dari:

1. ulu (kepala)

2. tanggalan rungkung atau haliang (leher) 3. somba-somba (rusuk)

4. ihur (ekor)

Adapun komponen-komponen penerima jambar juhut adalah: a. Dongan Sabutuha

- Suhut yaitu yang hajatan

- Pamarai yaitu saudara laki-laki suhut


(59)

- Panambol yaitu keturunan laki-laki kakek bersaudara

- Pangalapa yaitu keturunan laki-laki dari ama mangulahi bersaudara - Pomparan ompu parsadaan marga yaitu kumpulan marga

b. Hula-hula

- Hula-hula pangalapan boru suhut yaitu mertua suhut atau keturunannya laki-laki

- Tulang yaitu saudara laki-laki ibu suhut atau keturunannya laki-laki - Bona tulang yaitu saudara laki-laki dari nenek pihak ayah suhut

keturunannya laki-laki

- Bona ni ari yaitu saudara laki-laki inang tua mangulahi suhut atau keturunannya laki-laki

- Tulang rorobot yaitu tulang dari hula-hula c. Boru.

- Boru suhut yaitu saudara perempuan suhut - Boru tubu yaitu putri atau menantu suhut

- Boru na tua-tua yaitu saudara perempuan dari kakek suhut atau keturunannya laki-laki

- Boru torop yaitu saudara perempuan yang semarga dengan suhut Ketiga komponen di atas merupakan kelompok penerima jambar-jambar pokok yang harus disebut nama dari jambar tersebut.


(60)

Pariban ini termasuk ke dalam golongan dongan sabutuha, namun harus dibedakan karena pariban merupakan kelompok kerabat yang ditarik dari garis perempuan dan bukan dari garis laki-laki.

e. Bere dohot ibe bere

Yang dimaksud dengan bere adalah keponakan laki-laki, sedangkan ibebere adalah keponakan perempuan.

Adapun tanda atau makna dari bagian-bagian jambar juhut dalam upacara adat perkawinan ini sebagai berikut:

1. Ulu (kepala) diberikan kepada tulang pengantin perempuan, ini merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki sahala atau wibawa dimana tulang sebagai debata na ni ida yang memberkati serta memberikan pasu-pasu. Jadi ulu dapat dikatakan memegang peranan penting dalam seluruh gerak kehidupan.

2. Tanggalan rungkung atau haliang (leher) diberikan kepada kelompok boru yang menandakan atau bermakna sebagai mediator sejak awal sampai akhir upacara adat perkawinan yang berlangsung, serta melambangkan penghubung atau pemersatu diantara hula-hula bila terjadi perselisihan paham. Oleh karena itu, setiap ada urusan musyawarah adat, kelompok boru ini akan selalu diminta pendapatnya, karena apa saja yang menjadi keputusan dalam acara itu pelaksanannya


(61)

cepat akan diserahkan kepada boru. Dengan kata lain,boru adalah kelompok pekerja kepada hula-hula dalam setiap pekerjaan adat yang dilaksanakan.

3. Somba-somba atau handang (rusuk) bagian tengah yang berbentuk lingkaran dan menyerupai telapak tangan yang menyebar diberikan kepada kumpulan hula-hula yaitu (bona tulang, bona niari, tulang rorobot), ini menandakan atau bermakna dialah yang melingkari dan yang melindungi martabat parboru, serta melambangkan orang yang terhormat.

4. Ihur (ekor) merupakan bagian tubuh hewan paling belakang diberikan kepada suhut ini menandakan atau bermakna sebagai tumpuan atau pokok yang paling berkompeten dalam hidup maupun kehidupan kedua pengantin.

Dung sidung mangan (andorang so manghatai dope) dipature (dibagi) ma parjambaran ima sian tudu-tudu ni sipanganon i. Laos diuduti ma muse manghatai.

Artinya, setelah siap makan sebelum melakukan pembicaraan berikutnya jambar dibagi sesuai dengan hasil pembicaraan sebelumnya dan setelah itu dimulailah pembicaraan tentang acara berikutnya.


(62)

3. Manghatai/manise(pembicaraan).

Manise merupakan kata pembukaan yang dilakukan oleh dongan sahuta dari pihak suhut yang berpesta. Dalam acara manise ini akan berlangsung percakapan antara pihak suhut kepada seluruh tatanan adat dalihan na tolu. Tujuan percakapan disini adalah mencari kesepakatan dan mencegah tumpang tindihnya acara yang akan dilaksanakan. Dalam pembahasan ini pada manghatai akan terlihat jelas hubungan manghatai interaksi antara tatanan dalihan na tolu yang saling menghormati diantara hula-hula, dongan sabutuha, dan secara tidak lansung dapat diketahui kesiapan dan sikap tolong- menolong yang sangat tinggi. Bagi pihak dalihan na tolu kesalahan yang terjadi pada acara martonggo raja adalah sebuah kesalahan yang fatal akibatnya bisa menimbulkan rasa malu diantara keluarga suhut, danboru. Berikut ini acara panghataion:

Dongan sabutuha:

Manghatai ma hita suhut nami

Somalna tar sian angka dongan sahuta ma panungkun, ia so i sian dongan sabutuhama(mardosnirohamadisi.

Manungkundongansabutuha,

Manghataimahitasuhutnami,“Gokkon sipaimaon, jou-jou sialusan; ia nunga ro hami manggohi gokkon dohot jou-jou muna tu bagasta na marampang marjual on, bagas sibagandingtua panjaloan sangap dohot tua sian Tuhanta, jala nunga hundul iba di amak tiar, ba, sai


(63)

tiar ma tutu panggabean parhorasan di hita tu joloansa on tumpahon ni Amanta Debata. Nunga bosur iba huhut mangan indahan na las na pinarade muna i, sagat huhut marlompan juhut na tabo i, sombu uas marhite aek sitio-tio”, onpe amang suhut nami, songon nidok ni sijolo-jolo tubu : Sai jolo ni nangnang do asa ni nungnung, Sai jolo pinangan do asa sinungkun. Banuaengpe,namanungkunmahamidihasuton :Dia ma matana, dia ma haltona Diamahatana,dianidokna. Botima!

Teman Semarga ( Dongan Sabutuha ) Marilah kita bicara suhut kami,

Biasanya untuk mengawali pembicaraan tentang acara adat masyarakat Batak yang pertama bicara dimulai dari pihak teman semarga atau teman seperadatan.Undangan yang datang alangkah lebih baik kita hadiri, dan pada kesempatan ini kami telah hadir sesuai dengan pemberitahuan dan undangan yang disampaikan kepada kami, dirumah yang indah ini, dan kita telah memperoleh berkat dari Tuhan masih diberi kesempatan bagi kita dapat berkumpul untuk membicarakan adat yang akan kita laksanakan dalam waktu dekat. Terimakasih atas undangan dan tempat yang diberikan kepada kami, makanan yang enak, air putih yang sangat segar, seperti pepatah leluhur mengatakan setelah kita melihat maka akan kita akan tanyakan, setelah kita makan kami ingin bertanya apakah makna dari semua ini, begitulah!


(64)

Inti dari seluruh pembicaraan diatas ialah bahwa pihak dongan sabutuha telah menyampaikan rasa terima kasih atas undangan serta makanan yang disuguhkan kepada pihak suhut. Dan pada kesempatan itulah dongan sabutuha menanyakan apa maksud dari acara tersebut. Pembicaraan diatas juga menunjukan makna yang sangat luas dan mampu menunjukan sikap gotong-royong dan sikap saling menghargai. Dari sini muncul implikatur percakapan yang berkaitan erat dengan ungkapan bahasa yang sangat indah dan halus. Hal itu terlihat dalam kutipan diatas. Selain dari pada itu percakapan diatas menunjukan sikap responsif kepada lawan bicaranya. Secara tidak langsung tampak jelas memberikan hubungan yang baik diantara kelompok Dalihan na Tolu dimana bentuk kehadiran mereka dapat menunjukan sikap tanggung jawab yang utuh. Dari beberapa hal yang diuraikan pada percakapan diatas jelaslah bahwa sebuah tuturan tidaklah senantiasa merupakan representasi langsung oleh elemen yang menyinggung unsur-unsurnya.

Paiduanisuhut mangalusi

“Gabe ma hita jala horas. Ba ia nunga manungkun hamu dihata dohot lapatan ni sipanganon, tung so sadia pe nuaeng na pinatupa ni suhutta ba, sai pamurnas mai tu pamatangta, saudara tu bohi, sipasindak paniali ma i, sipaneang holi-holi. Sai mamasu-masu ma Tuhanta lam ditambai dihami hagabeon dohot pansamotan tu joloansa on, asa boi dope nian patupaon nami sipanganon na gumodang jala na tumabo. Ia taringot di sungkun-sungkun muna i


(65)

Hahadoli / anggidoli, taringot di hata ni sipanganon i, ba sipanganon panggabean parhorasan do lapatanna”. Boti mahahadoli, anggidoli”. Pihak kedua dari suhut menjawab :

Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan, setelah kalian menanyakan apa maksud dari makanan yang telah kami sajikan tadi, walalupun itu semua ala kadarnya semoga itu dapat memberi berkat untuk kita semua yang dicurahkan oleh Tuhan dan semoga makin diberi lebih berkatnya kepada kita ke hari yang akan datang. Untuk menjawab pertanyaan itu ialah makanan kebahagiaan dan tanda suka cita untuk kita semuanya. Begitulah abang kami!

Panungkun,

“Ba molo songon i do hape ba na uli ma i tutu, sai asi ma roha ni Tuhanta pardenggan basa i, sai ditambai dope pasu-pasu di hamu tu joloansa on

Bagotnamarhaltomanatubudirobean Basaihorasmahaminamanganhon Sailamtambamadihamunamangalean

Alai ale amang, sai marangkup do ninna na uli, mardongan do na denggan. Nuaeng pe tangkasma paboa hamu siangkupna songon na hundul, sidonganna songon na mardalan, asa tung torang huboto hami sangkap dohot tujuanna na


(66)

Penanya

Baiklah jika itu maksud dan tujuanya, semoga Tuhan memberkati dan mencurahkan rahmatnya untuk kita di hari yang akan datang.Tetapi, segala sesuatu yang baik akan memberikan hasil yang baik pula, sekarang jelaslah disampaikan kepada kami apa maksud dan makna yang sebenarnya biar semuanya kita dapat mengetahui apa rencana yang akan dilakukan kedepan atas segala penyajian makanan dan undangan itu. Begitulah!

Paiduanisuhutmangalusi:

“I do tutu, rajanami, toho do nanidokmunai, sai marangkup do na uli, mardongan do na denggan. Jadi nuaeng pe paboaon nami ma tangkas dia dohot aha do alana hubahen hami parpunguan on. Songon naung tangkas tarida di surat gokkon dohot jou-jou nami tu hamu, tonggo raja do parpunguanta on. Na marbonsir do i ala adong ulaon adat si patupaonta ndang pola sadia leleng nari be. Molo asi roha ni Tuhanta, jala molo so adong ambat bingkolangna be, na marsangkap do hami (dipaboa ma ulaon adat aha sibahenon i). Jadi mardomu tusi, aturanna ma i, molo adong sangkap ni roha mangula manang aha, denggan jala na patut do tahe paboaon i huhut pasungkunhononhon tu raja ni dongan sabutuha, dongan sahuta dohot tutur ulaon i. Asa na pasungkunhon ma hami parjolo tu hamu angka na pinarsangapan manang songon dia pandapot dohot pingkiranmuna taringot tu sangkap nami songon naung pinaboa nangkin. Jala molo nunga satolop hita disiulaon i, ba, na laos mangido ma hami tu hamu angka napinarsangapan, tarlobi raja ni dongan sabutuha, raja ni dongan sahuta, raja ni parboruon, asa rade nian hamu saluhutna mangalehon tingki dohot pingkiran mangurupi hami patulushon ulaon i.


(67)

Ba, i ma da angka rajanami umbahen na hupatupa hami tonggorajaon”.Botima.

Pihak ke dua dari tuan rumah menjawab :

Benar, apa yang disampaikan oleh pihak undangan kami, segala yang baik akan menghasilkan yang baik pula. Dan sekarang akan kami meyampaikan hal yang sebenarnya tentang makna dari perkumpulan, makan bersama itu. Seperti yang kami sampaikan pada surat undangan bahwa ini adalah adat martonggo raja yang bertujuan bahwa dalam waktu dekat ini akan kita adakan pesta adat pernikahan dari anak kami. Jika Tuhan memberikan izin dan menjauhkan segala marabahaya, jadi menurut adat kita perlu kami sampaikan itu kembali agar kita selalu bekerjasama demi terlaksananya pesta tersebut. Itulah sebabnya mengapa kami melaksanakan acara ini. Begitulah!

Panungkun,

“Hamu suhut nami, nunga torang huantusi hami hatamuna i. Ndada pola ganjang be dohonon hata. Pendek ma ni alusan: ‘Satolop ma hami disangkap muna I, jala rade do hami mangalehon tingki, nang angka pingkiran mangurupi hamu olat ni na tarbahen’. On pe ba paaboa jala rimangi hamu ma sude angka na porlu bahenonta,ima:

- Andiganmataniulaoni

- Didiadoinganan/alamanniulaoni - Sipatupaontupestai


(68)

- Hirapigahalakmatoropnisiundangontupestai

Jala dung dipaboa hamu i annon sude, ba pintor tatontuhon ma parbagi ni ulaon i dohot angka na martugas tu ganup bagianna. Songon i ma jolo hata sian hami. Botima!”

Panungkun ( Tindak tutur )

Suhut kami, kami sudah mengetahui dengan jelas apa yang menjadi rencana berikutnya. Tidak perlu diperpanjang lagi, kami siap dengan apa yang akan kami kerjakan nantinya baiktenaga maupun pikiran, sekarang beritahukanlah kepada kami kapankah acara itu dilakukan dan persiapan apa yang harus kota siapkan. Seperti :

 Kapan pesta itu dilaksanakan

 Dimana lokasi pesta itu berlangsung

 Apa yang akan di siapkan pada pesta tersebut  Dan para undangan seberapa banyak.

Setelah itu nanti diberitahukan, tentukan jugalah petugas sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Itulah yang perlu kami sampaikan. Begitulah !


(69)

“Mauliate ma rajanami dihatamuna i, sai diurupi Tuhanta ma hita diulaonta on. Ba nuaeng pe, satahi saoloan ma hita mamillit dohot manotophon songon pandohanmunai”.Dung i dipaboa hasuhuton ma pangalaho ni pesta, ari ni ulaon i,inganan dohot angkasipatupaontupestai. Udut tusi dihatai ma angka na martugas di sude si ulaon jala dipillit huhut ditotophon ma manang angka ise do halakna, ima :

- Protokol(pandemangatur) - Rajaparhata(parsinabung)

- Patarupingganpanungkunandohotmik(sianboru)

- Koordinator manjalo haroro ni hula-hula (sian horong hasuhuton) - Koordinatormanjalodengkesiuk

- Koordinatormanjaloborassipirnitondidohotangkanaasingnai.

Laos disungguli ma muse angka na ringkot siparadeon ni hasuhuton na porlu tu ulaon i, mamungka sian hal na metmet sahat tu na balga asa unang adong na lupa. Dung sidung i laos hataan do muse angka paradaton naung ditontuhon ditonga-tonga ni Punguan marga dohot parsahutaon.

Pihak Suhut II

Terimakasih banyak atas kesiapan kritik dan saran itu kami sampaikan, kiranya tuhan juga dapat memberi pertolongan untuk kita untuk pelaksanaan pesta itu nantinya. Dan pada kesempatan ini akan kami sampaikan petugas pada acara yang akan kita laksanakan yaitu :

 Pande mangatur ( protokol )  Parsinabul ( juru bicara )


(1)

disangkap muna I, jala rade do hami mangalehon tingki, nang angka pingkiran mangurupi hamu olat ni na tarbahen’. On pe ba paaboa jala rimangi hamu ma sude angka na porlu bahenonta,

Fungsi Representative yang Lebih Berorientasi pada Pesan

Sebuah tindakan yang berorientasi terhadap sebuah pesan tidak terlepas dari sebuah pembicaraan. Pesan dan pengharapan kedepan akan hadir secara bersamaan sesuai hal yang dibicarakan. Mungkin karena banyaknya waktu yang terbuang atau bisa juga karena keterbatasan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu hal. Apalagi masalah jalannya sebuah adat bagi masyarakat Batak Toba terkadang susah untuk dipecahkan akibat perbedaan jalannya sebuah upacara adat. Tindakan muncul bagi petutur yang menyimak sebuah ide dan pendapat yang disampaikan sehingga pengharapan yang berupa pesan akan muncul pula. Pengharapan yang seperti ini bukan hanya tertuju kepada kehadiran dan tanggung jawab pihak yang ditugaskan saja tetapi pengharapan kepada Tuhan karena Dialah yang menjadikan acara tersebut terlaksana dengan baik. Hal itu dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

- Andiganmataniulaoni

- Didiadoinganan/alamanniulaoni - Sipatupaontupestai


(2)

Jala dung dipaboa hamu i annon sude, ba pintor tatontuhon ma parbagi ni ulaon i dohot angka na martugas tu ganup bagianna. Songon i ma jolo hata sian hami. Botima!”

Fungsi deklaratif yaitu suatu hal yang menghasilkan suatu hubungan antara muatan propesional keputusan dan kenyataan.

Udut tusi dihatai ma angka na martugas di sude si ulaon jala dipillit huhut ditotophon ma manang angka ise do halakna, ima :

- Protokol (pandemangatur) - Rajaparhata(parsinabung)

- Patarupingganpanungkunandohotmik(sianboru)

- Koordinator manjalo haroro ni hula-hula (sian horong hasuhuton) - Koordinatormanjalodengkesiuk

- Koordinatormanjaloborassipirnitondidohotangkanaasingna i.

Laos disungguli ma muse angka na ringkot siparadeon ni hasuhuton na porlu tu ulaon i, mamungka sian hal na metmet sahat tu na balga asa unang adong na lupa. Dung sidung i laos hataan do muse angka paradaton naung ditontuhon ditonga-tonga ni Punguan marga dohot parsahutaon


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang terdapat didalam penelitian ini penulis bertitik tolak pada hasil observasi, wawancara dan dokumentasi maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hula – hula adalah kelompok masyarakat tempat asal usul ibu yangmelahirkan kita dan merupakan kelompok orang – orang yangposisinya sangat dihormati, dalam kehidupan sehari - hari kita dapatijuga istilah yang disebut somba marhula – hula yang berarti hormatkepada pihak hula – hula agar memperolah keselamatan dankesejahteraan.

2. Hula – hula memiliki peranan penting dalam pelaksanaan perkawinanmenurut adatBatak Toba salah satu diantaranya adalah untukmemberika ulos kepada pihak pengantin dan keluarganya. Ulos

dalamhal ini adalah sebagai simbol adat Batak Toba yang mempunyai artitertentu. Manfaat ulos yang diberikan oleh hula – hula kepada


(4)

boruyaitu Ulos yang diberikan oleh hula – hula merupakan tanda kasihsayang terhadap boru yang berfungsi untuk melindungi boru dan padawaktu memberikan ulos tersebut hula – hula menyampaikan dengandisertai pantun – pantun yang mempunyai makna tertentu. Jadi 60mangulosi artinya hula – hula memberikan pasu – pasu

kepadaborunya asa horas jala gabe.

3. Hula – hula sangat berperan dalam pelaksanaan adat mulai dari awalhinggaberakhirnya suatu adat perkawinan. Tanpa kehadiran hula

hula dalam pesta perkawinan maka pesta tersebut tidak berjalandengan baik. Sehingga Untuk mengakhiri suatu pesta perkawinan hula– hula juga sangat berperan artinya sebelum selesai pesta maka hula –hula tidak boleh meninggalkan pesta tersebut.

4. Perkawinan bagi masyarakat Batak Toba adalah Perkawinan mengikatkedua belah pihak tersebut dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru,yang juga berarti membentuk satu dalihan na tolu yang baru. Dalihanna tolu muncul karena perkawinan yang menghubungkan dua keluargabesar, dimana akan terbentuk sistem kekerabatan baru.

5. Tahapan – tahapan pelaksanaan upacara adat perkawinan di dalammartonggo raja sebagai berikut:


(5)

b. Marbagi jambar (pembagian jambar)

c. Manghatai/manise (pembicaraan)

d. Suhut mangampu hata

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat, khususnya generasi muda, disarankan untuk lebihaktifdalam kegiatan adat-istiadat sehingga semakin paham mengenai adatdan budaya Batak Toba untuk melestarikan adat Batak Toba secara turun

2. Kepada para penatua adat atau raja adat yang lebih mengatahui tentang adat, sebaiknya bersedia mengajari generasi muda tentang adat-istiadat sebagai genarasi penerus, sehingga adat itu tidak punah dan setiap orang dalam masyarakat Batak Toba dapat mengetahui fungsi dan peranannya berdasarkan struktur sosial dalam dalihan na tolu.

3. Dalam melaksanakan upacara – upacara adat, khususnya pelaksanaan Perkawinan, hendaknya dilaksanakan berdasarkan ketentuan adat, dan setiap orang menjalankan kewajibannya sesuai dengan peranannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Allan Keith, 1986. Linguistic Meaning, London: Routlege.

Austin, J.L., 1962. How to DO THINGS with WORDS, J.O. Urmson, New York

Bell, R.T., 1976. Sociolinguistics: Goals,Approaches, and Problems,

London: Batsford.

Grice, 1957. Prinsip Kerja Sama, Jakarta.

Halliday, M.A.K., 1985. Language, Context, and Text: Of Languagein Social, Melbourne.

Kaswanti Purwo, Bambang, 1990. PragmatikdanPengajaran Bahasa:

Menyibak Kurikulum 1984, Yogyakarta: Kanisius. Keraf, 1984.TataBahasa Indonesia, Jakarta.

Leech, G.N., 1983. Principles of Pragmatics, New York: Longman.

Nababan, P.W.J., 1987. Ilmu Pragmatik, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Narbuko, 1997. Metodologi Penelitian, Jakarta.

Reves, G., 1956. The Origins Of Prehistoric Of Language, Melbourne. Searle, J.R., 1969. Speech Acts, London: Cambridge University Press. Suyono, 1990, Teori Dan Konsep Dasar, Jakarta.

Sudaryanto, 1992,Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik (Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992)