BAB I - Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu Kajian Pragmatik

  PENDAHULUAN

  Linguistik atau ilmu bahasa merupakan cabang ilmu yang mengaji perihal bahasa. Kajian linguistik ini terbagi dalam beberapa bidang ilmu bahasa yaitu fonologi, semantik, sintaksis, pragmatik, morfologi, dan semiotik. Fonologi adalah kajian tentang bunyi-bunyi bahasa. Semantik mengaji relasi tanda dan objek yang mungkin dimaksudkan. Sintaksis merupakan suatu kajian relasi gramatikal satuan-satuan linguistik dengan yang lain termasuk struktur gramatikal, frase dan kalimat yang merupakan hasil relasi gramatikal.

  Pragmatik merupakan salah satu kajian dari ilmu linguistik yang secara umum mempelajari hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai/penuturnya. Morfologi mengaji tentang bentuk kata. Semiotik mengaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda serta pereferensian dan pemaknaannya dalam wahana kehidupan. Semiotik juga dibagi atas 3 cabang yaitu semantik, sintaksis dan juga pragmatik. Dalam hal ini yang menjadi perhatian penulis adalah pragmatik. Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu berupaya menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian? Apa yang dilakukan penutur dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang beroperasi sehingga bertutur dengan penutur, mitra tutur serta konteks alam tutur itu?. Dalam bidang pragmatik dapat diklasifikasikan 5 bagian yang menjadi topik pembahasan yaitu pra-anggapan, pertuturan, implikatur, deiksis dan struktur wacana (Samsuri,1987/88:2).

  Tidak setiap peristiwa dan tidak semua penutur selalu bersifat eksplisit atau langsung. Berbicara itu ibarat bermain bilyard, lebih lebih bagi remaja. Mereka cenderung menggunakan bahasa teka-teki agar sukar ditebak. Implikatur merupakan tebakan tidak langsung dari suatu penggunaan bahasa atau suatu tindak tutur, mulai dari yang paling sederhana sampai yang rumit. Implikatur adalah satu hal yang sangat penting diperhatikan agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar. Percakapan tersebut dapat berlangsung kontak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan dan berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing kalimat (yang dipersambungkan itu) secara lepas artinya makna keterkaitan itu tidak terungkap secara literal pada kalimat itu sendiri.

  Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai percakapan yang memiliki implikatur dimana pun kita berada. Peneliti memusatkan objek penelitian pada masyarakat yang berada dipasar Sambu. Pasar merupakan tempat berkumpulnya masyarakat yang menjajakan jualannya masing-masing. Seperti kita ketahui dipasar banyak hal yang terjadi, seperti terjadinya tawar menawar antara penjual dan pembeli, pembongkaran barang-barang baru (buka bal) dan lain-lain. Para pedagang yang ada dipasar Sambu datang dari berbagai daerah dan berbagai suku seperti suku batak Toba, batak Karo, Jawa, Aceh, Padang, Melayu dan sebagainya dan bermacam-macam pekerjaan ada disana. Dari beragam pekerjaan dan latar belakang suku banyak kita jumpai bahasa dan kata yang memiliki arti yang baik dan kotor yang diucapkan para pedagang, pembeli, preman atau yang lainnya. Misalnya:

  1. Pembeli: Pak, jambunya sekilo brapa? Penjual: 8 ribu Bu. Ambil 2 kg Rp.15 ribu Bu Pembeli: 2 kg gak bisa Rp 10 ribu pak? Penjual: haha, ibu cari ditempat lain aja lah. Modalnya aja gak dapat segitu malah minta dibawah modal. Lain kali nawar yang betul lah, njing!

  2. A: kau udah makan? B: belum datang mama, masih dijalan.

  Jika kita mengamati kedua contoh diatas terjadi implikasi-implikasi pertuturan. Bila dilihat dari maknanya, kalimat penjual agak aneh. Mengapa penjual mengatakan sesuatu nama binatang yang jelas-jelas mitra tuturnya adalah sesamanya bukan binatang atau sesuatu yang mempunyai kaki 4. Jika memang tidak ingin memberi dagangannya untuk dibeli si Ibu karena tidak menertawakan bahkan memaki si Ibu.

  Pada kalimat 2 dijelaskan bahwa A menanyakan apakah si B sudah makan atau tidak. B sebenarnya belum makan karena ibunya belum datang membawa makanan. Dan ibunya ada didalam perjalanan menuju pasar atau tempat mereka membuka usaha atau berjualan.

  Dari contoh di atas, penulis tertarik melakukan penelitian karena ingin mengetahui dan meneliti adanya penghubung yang hilang dalam sebuah pertuturan atau percakapan di pasar Sambu dan juga ingin meneliti kata atau suatu makna yang seharusnya tidak dikatakan menjadi diucapkan seperti pada contoh di atas. Aturan atau sopan santun dalam sebuah pertuturan pada masyarakat Sambu sudah jarang kita temui. Mereka mengatakan bahasa yang tidak seharusnya diujarkan menjadi bebas diucapkan dan sembarangan, tidak peduli usia, jenis kelamin, pekerjan dan lain sebagainya. Dikarenakan bermacam-macam suku budaya, tingkat pendidikan yang rendah serta kualitas solidaritasnya yang minim atau kurang.

  Teori implikatur dicetuskan oleh H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah dan teori ini dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik yang disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Yang terdiri dari dua pokok kaidah yaitu (1) prinsip kooperatif yang menyatakan didalam percakapan, sumbangkanlah apa yang diperlukan pada saat terjadi percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu, dan (2) empat maksim percakapan yang meliputi maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.

  1. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan yang sebenarnya, Kontribusi peserta percakapan hendaknya disertai bukti-bukti atau fakta-fakta yang memadai.

  Maksim kuantitas memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya yang dibutuhkan si mitra tutur.

  3. Maksim relevansi mengharuskan bahwa setiap peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

  4. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, jelas, tidak kabur, tidak berlebih-lebihkan serta runtut. Implikatur percakapan merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal (Levinson, 1983:97) yaitu: a.

  Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.

  b.

  Konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah.

  c.

  Konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik.

  d.

Konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat

  Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R.Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language. Ia mengatakan tindak tutur dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: (1) tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam sebuah ungkapan, (2) tindak ilokusi yang melakukan ssesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, dan (3) tindak perlokusi yang merupakan hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat.

  Dalam setiap tindak tutur haruslah ada pihak pembicara (penulis) dan ada pihak penyimak (pembaca). Setiap situasi tindak tutur tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak baik pada tujuan tertentu. Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

  1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

  2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

  3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti menjanjikan, penawaran.

  4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

  5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah implikatur dan tindak tutur yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu?”.

  1.3 Batasan Masalah

  Suatu penelitian harus dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada implikatur pertuturan atau percakapan pada masyarakat Sambu. Pada penelitian ini penulis akan membatasi tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle dan menentukan implikasi atau implikatur yang dikemukakan oleh Grace. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang lainnya.

  1.4 Tujuan Penelitian

  Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implikatur dan jenis-jenis ilokusi yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Secara Teoritis:  Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami hasil penelitian.

   Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan implikatur dalam bidang pragmatik.

  Secara Praktis:  Dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang implikatur bidang pragmatik.

   Dapat memberikan pengetahuan baru tentang implikatur masyarakat pasar khususnya di Sambu.