2.2 Landasan Teori 2.2.1.
Pengertian Pemeriksaan Akuntan Auditing
Profesi Akuntan bekerja bukan hanya demi kepentingan klien tetapi juga untuk kepentingan masyarakat umum pihak ketiga, sebab akuntan
publik adalah pihak yang dipercaya sebagai orang yang dapat meyakinkan pihak di luar perusahaan bahwa laporan keuangan yang telah dibuat oleh
manajemen perusahaaan adalah wajar dan dapat dipercaya. Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke 1996: 1 mendefinisikan
auditing adalah pengukuran dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entitas ekonomi yang dilakukan
seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang
ditetapkan. Bila ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah
pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut Mulyadi dan
Puradirejda,1998: 9. Tujuan auditing menurut Standar Profesional Akuntan Publik 2001:
110 dinyatakan bahwa tujuan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.2.2. Etika Profesional
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ethos yang berarti “karakter”. Nama lain untuk etika adalah moralitas yang berasal dari bahasa
latin yaitu mores yang berarti “kebiasaan” moralitas terfokus pada prilaku manusia yang “benar” dan “salah”. Jadi etika berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana seseorang bertindak terhadap orang lain. Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan etika professional setiap
profesi adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi, terlepas dari anggota
profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Mulyadi,1998: 45 Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa kode etik berpengaruh
besar terhadap reputasi serta kepercayaan masyarakat pada profesi yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu pemeriksaan akuntan
akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntansi publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan yang
dilakukan oleh anggota profesinya. Kode etik akuntan juga dimaksudkan untuk membantu para anggotanya dalam mencapai kualitas pekerjaan
sebaik-baiknya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.3. Kode Etik Akuntan Indonesia
Kelangsungan hidup profesi auditor di Indonesia sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat terutama pada pengguna jasa auditor
terhadap kualitas jasa yang dihasilkan profesi. Oleh karena itu, Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan kode etik akuntan Indonesia untuk
mengatur para anggotanya. Kode etik akuntan Indonesia dibagi menjadi tiga bagian
Mulyadi,1992: 45 : 1.
Kode etik profesi akuntan secara umum 2.
Kode etik khusus untuk profesi akuntan publik 3.
Penutup Bagian kedua kode etik akuntan Indonesia yang mengatur etika khusus
profesi akuntan publik berisi pasal-pasal yang mengatur mengenai : 1.
Kepribadian 2.
Kecakapan professional 3.
Tanggungjawab kepada klien 4.
Tanggungjawab kepada rekan seprofesi 5.
Tanggungjawab lainnya Karena penelitian ini menitikberatkan pada analisis kompetensi dan
independensi akuntan publik, maka pasal-pasal yang dibahas adalah bagian pertama dan kedua saja yaitu pasal-pasal yang mengatur mengenai
kepribadian dan kecakapan profesional.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.4. Kompetensi Akuntan Publik
2.2.4.1. Definisi kompetensi Akuntan Publik
Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi, “Good quality audit require both competency expertise and
independence. These qualities havedirect effecs on actual audit quality, as well as potential interactive effects in addition, financial statement users
perception of audit quality are a function of their perceptions of both auditor independence and expertise” AAA Financial Accounting Standard
Committee 2000 dalam Christiawan 2000: 83.
Bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi keahlian dan independensi. Kedua hal ini mempunyai pengaruh langsung dan pengaruh
interaktif yang potensial pada kualitas audit yang sebenarnya. Selanjutnya pengguna laporan keuangan mengartikan kualitas audit sebagai hasil dari
persepsi auditor terhadap independensi dan keahlian. Menurut kamus Besar bahasa Indonesia 1996: 433 kompetensi
merupakan kewenangan kekuasaan untuk menentukan memutuskan sesuatu, sedangkan kompeten adalah cakap mengetahui, berwenang;
berkuasa memutuskan, menentukan sesuatu. Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam
bidang auditing dan akuntansi. Dalam melaksanakan audit, akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli dibidang akuntansi dan auditing.
Menurut Shanteau dalam Mayangsari 2003: 5 kompetensi dapat didefinisikan sebagai keahlian audit yang dimiliki seseorang untuk dapat
mencapai tujuan audit dengan baik. Kemampuan berpikir yaitu kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa informasi. Karakteristik
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kemampuan berpikir adalah kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru dan ambisius serta kemampuan untuk mengabaikan atau menyaring
informasi-informasi yang tidak relevan. Kompetensi sendiri melibatkan proses berkesinambungan antara pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Hal ini diperkuat oleh Bebard yang menyatakan bahwa kompetensi keahlian adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian
prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
2.2.4.2. Komponen Kompetensi Akuntan Publik
Hayes-Roth dalam Mayangsari 2003: 4 mendefinisikan kompetensi sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu,
pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut dan ketrampilan untuk memecahkan masalah tersebut.
Namun demikian, secara umum belum ada kesepakatan mengenai definisi kompetensi diantara peneliiti. Konsekuensinya, konsep dari
kompetensi harus dioperasionalkan dengan melihat beberapa variabel atau ukuran, seperti lamanya pengalaman seseorang bekerja dibidang tertentu
Mayangsari,2003: 4. Dalam perkembangan berikutnya, variabel kompetensi diukur dengan
memasukan unsur kinerja, seperti kemampuan ability, pengetahuan knowledge, dan pengalaman experience. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Libby Mayangsari,2003: 5 yang mengatakan bahwa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengalaman, kemampuan, dan kinerja yang baik harus dimiliki oleh seseorang yang memiliki keahlian expert daripada seorang pemula
novice. Hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti tersebut
menunjukkan adanya konsistensi bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi akuntan publik ternyata faktor pengetahuan
kognitif merupakan faktor yang sangat penting bagi auditor. Faktor lain yang juga penting adalah psikologi dan strategi dalam pengambilan
keputusan. Sedangkan faktor-faktor seperti kemampuan kognitif dan analisis tugas bukan merupakan faktor penting. Hasil penelitian Murtanto
dalam Mayangsari 2003: 5 menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
1. komponen pengetahuan yang merupakan komponen penting dalam suatu
kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman juga
mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan.
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreatifitas,
kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbins dan Larocque’s juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi dan kemampuan
untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Kemampuan berfikir, merupakan kemampuan untuk mengakumulasi
dan mengolah informasi. Beberapa karakteristik kemampuan berpikir misalnya kemampuan beradaptasi, perhatian terhadap fakta-fakta yang
relevan dan kemampuan untuk mengabaikan fakta yang tidak relevan merupakan suatu kemampuan yang efektif untuk menghindari tekanan-
tekanan. 4.
Strategi penuntuan keputusan baik secara formal maupun informal akan membantu dalam membuat keputusan yang sistematis dan membantu
keahlian dalam mengatasi keterbatasan manusia. 5.
Analisis tugas banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman audit dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan
keputusan. Kompleksitas tugas akan mempengaruhi pilihan terhadap bantuan keputusan oleh auditor yang lebih tinggi pengalamannya.
2.2.4.3. Pencapaian Kompetensi Profesionalime Akuntan Publik
Kompetensi merupakan faktor yang menentukan profesionalisme akuntan publik. Kompetensi ini sendiri merupakan sesuatu yang sulit untuk
dipahami. Dreyfus dalam Mayangsari 2003: 15 mengatakan bahwa kompetensi seseorang merupakan suatu gerakan yang terus-menerus, yang
berupa proses pembelajaran dari “mengetahui sesuatu” menjadi “mengetahui bagaimana”.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tahap pertama disebut dengan novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap kenyataan dan membuat judgement hanya berdasarkan aturan-
aturan yang tersedia. Kompetensi pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staff audit pemula yang baru lulus dari universitas.
Tahap kedua disebut advanced beginner. Pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk
merasionalkan segala tindakan audit. Namun demikian auditor pada tahapan ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.
Tahap ketiga, disebut competence. Pada tahap ini auditor sudah punya cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan
yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan dan prosedur aturan audit.
Tahap keempat disebut dengan profiency. Pada tahap ini segala sesuatu menjadi rumit, sehingga dalam bekerja auditor cenderung
bergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisi pun mulai digunakan. Akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh elemen
analisis yang substansial. Tahap terakhir adalah expertise. Pada tahap ini auditor mengetahui
sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap praktik yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau menyelesaikan suatu
permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahapan ini
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sangat rasional dan mereka bergantung intuisinya bukan aturan-aturan yang ada.
Keterangan-keterangan tersebut semakin menunjukkan pengaruh pengalaman yang merupakan salah satu unsur dari kompetensi terhadap
profesionalisme akuntan publik. Dreyfus menunjukkan bahwa dalam pembagian jenjang kompetensi, terdapat unsur pengalaman, karena
seseorang yang memiliki keahlian yang berada ditahap novice, untuk sampai ketahap beginner harus mengalami beberapa waktu pengalaman kerja serta
tambahan pengetahuan teknis.
2.2.5. Independensi Akuntan Publik
2.2.5.1. Definisi Independensi Akuntan Publik
Independensi merupakan aspek yang unik bagi profesi akuntan publik. Akuntan publik tidak hanya berpihak kepada klien saja akan tetapi juga
kepada pihak ketiga selaku pemakai laporan keuangan klien. Hal ini sama dengan bahwa akuntan publik tidak boleh berpihak kepada kliennya, pihak
ketiga, dan kepada dirinya sendiri. Independensi dalam melaksanakan pemeriksaan audit merupakan tulang punggung akuntan publik
professional. Mulyadi dan Puradirejda 1998: 25 memberikan definisi independensi
lebih jelas dengan mengemukakan: “independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
lain”. Dengan kata lain, jika akuntan publik mengikuti kehendak klien maka pendapat yang ia berikan tidak mempunyai arti.
Dalam standar Profesional Akuntan Publik 2001: 220.1-220.2 disebutkan bahwa sikap independen, diartikan sebagai sikap yang tidak
mudah dipengaruhi karena akuntan publik melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Akan tetapi independen dalam hal ini tidak
berarti sebagai penuntut, melainkan ia justru harus bersikap mengadili secara tidak memihak dengan tetap menyadari kewajibannya untuk selalu
bertindak jujur, tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan tetapi juga kepada pihak lain yang berkepentingan dengan laporan
keuangan. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam
bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental
independen, tetapi ia harus menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian,
disamping auditor harus benar-benar independen, ia masih juga harus menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa ia benar-benar
independen. Sikap mental independen auditor menurut persepsi masyarakat inilah yang tidak mudah perolehannya. Menurut Mulyadi 1998: 49,
independensi auditor mempunyai 3 aspek, yaitu :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Independensi dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam
mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya. Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam
kenyataan atau independensi in fact. 2.
Independensi ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor. Aspek ini disebut
dengan istilah independent dalam penampilan atau perceived independence atau independence in appearance.
3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya. Seseorang dapat
mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta tersebut. Kompetensi auditor menentukan
independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya.
2.2.6. Profesionalisme Akuntan Publik
2.2.6.1. Definisi Profesionalisme Akuntan Publik
Profesi akuntan adalah profesi yang didasarkan kepada public trust kepercayaan masyarakat. Masyarakat sangat berharap para akuntan akan
melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan menggunakan seluruh pengetahuan teknis yang dipersyaratkan kepadanya secara optimal. Oleh
karena itu akuntan dituntut untuk bisa bersikap dan bertindak professional dalam segala tindakannya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Istilah profesionalisme berarti tanggung jawab untuk berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat Arens dan Loebbecke,1996: 78. Sebagai professional, akuntan publik
mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat,
sekalipun ini berarti pengorbanan pribadi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996: 789 profesionalisme
adalah mutu, kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ari suatu profesi atau orang yang profesional. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian ketrampilan, kejujuran dan sebagainya tertentu, dan professional adalah: 1 bersangkutan dengan profesi; 2 memerlukan
kepandaian khusus dalam menjalankannya; 3 mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukan lawan amatir. Jadi dapat disimpulkan
bahwa profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak-tanduk seseorang yang merupakan ari dari suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan
keahlian tertentu dalam menjalankannya. Kalbers dan Fogarty dalam Guntur,2002: 1 mengidentifikasikan
profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan
sesama profesi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah kualitas seseorang yang berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya yang berlandaskan pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan
profesi dan hubungan dengan sesama profesi.
2.2.6.2 Syarat dan Ciri Profesionalisme
Kinerja jasa profesionalisme yang dihasilkan profesi sangat tergantung kecermatan dan keseksamaan anggota profesi dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, auditor memerlukan pengalaman yang luas, dan telah memperoleh pendidikan yang memadai termasuk pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan. Adapun syarat dan ciri tertentu dari profesi dalam Regar 1993: 8
antara lain: 1.
Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijasah
keahlian dan memiliki kewenangan dalam keahliannya. 2.
Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki monopoli dalam memberikan pelayanan.
3. Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau
pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur anggotanya serta memiliki budaya profesi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Suatu ciri yang membedakannya dengan perusahaan yaitu tidak
mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi lebih mengutamakan pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu
dengan balas jasa yang setimpal. Selain dari persyaratan umum yang dijelaskan diatas untuk menjadi
akuntan harus lebih dulu mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan. Dan izin kerja hanya dapat diberikan bila dianggap
yang berangkutan telah cakap untuk melakukan fungsi akuntan publik dengan meneliti pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan teori yang
diperoleh selama proses pendidikan dianggap tidak cukup untuk melakukan fungsi akuntan publik. Pengalaman yang relevan merupakan modal yang
penting untuk dapat melakukan fungsi sebagai akuntan publik. Oleh sebab itu tepat sekali apabila seseorang berminat untuk menjadi akuntan publik,
keharusan untuk memiliki pengalaman merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi.
Hal ini juga dikemukakan oleh Mulyadi dan Puradirejda 1998: 24 dalam norma pemeriksaan akuntan bahwa disamping akuntan harus telah
menjalani pendidikan formal sebagai akuntan seperti diatur dalam UU No. 34 tahun 1945 tersebut, norma umum yang pertama mensyaratkan akuntan
publik harus menjalani latihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan prosedur pemeriksaan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.7. Pengaruh Kompetensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme
Akuntan Publik.
Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawab, setiap akuntan publik harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan
kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme yang disyaratkan oleh Prinsip Etika.
Akuntan publik dalam mempertahankan kompetensi professional harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya
kendali mutu atas pelaksanakan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional Mulyadi,2002: 58.
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa kompetensi memiliki kaitan erat dengan profesionalisme yaitu kemampuan
melaksanakan tugas-tugas yang merefleksikan adanya persyaratan- persyaratan tertentu.
2.2.8. Pengaruh Independesi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme
Akuntan Publik.
Dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik harus selalu mempertahanan sikap mental independen di dalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dalam model yang dikembangkan oleh Antle 1982, maka pemilik bertindak sebagai prinsipal dan auditor bertindak sebagai agen. Dengan
adanya kondisi ini maka auditor diharapkan untuk dapat mempertahankan independensinya dalam menjalankan tugas audit agar profesionalisme
seorang auditor dapat tetap terjaga. dikutip dalam Bumiarini, 2005
2.2.9. Pengaruh kompetensi dan Independensi Akuntan publik Terhadap
Profesionalisme Akuntan Publik.
Dalam profesi akuntansi, keandalan professional ditentukan oleh kompetensi anggota profesi dalam bidang akuntansi dan bidang lain yang
berkaitan langsung dengan akuntansi serta karakter anggota profesi yang berkaitan dngan kepatuhan anggota profesi terhadap etika professional
dalam hal ini adalah independensi. Informasi dari suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak internal
maupun eksternal perusahaan. Pihak internal mempunyai akses langsung dalam memperoleh informasi akuntansi sedangkan bagi pihak eksternal
terutama dalam hal perusahaan publik, informasi akuntansi agar dapat dipertanggung jawabkan kelayakannya terlebih dahulu harus melalui audit
yang dilaksanakan oleh akuntan publik yang mempunyai kompetensi dalam bidang akuntansi dan auditing sesuai dengan standar professional serta telah
menjujung tinggi kode etik profesi akuntansi yang berlaku.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Peran profesi akuntansi dalam hal ini akuntan publik yang strategis menuntut para akuntan untuk dapat bekerja dengan lebih baik, tertib, tidak
menyalahi aturan yang berlaku, serta mampu menghasilkan prediksi strategis secara lebih tepat, mampu memberikan saran membangun dan
pemecahan berbagai msalah keuangan yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan.
Sejalan dengan besarnya peranan tersebut, profesi akuntan publik juga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mengemban
kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Oleh karena itu akuntan publik dituntut untuk selalu mengutamakan profesionalisme dalam
menjalankan setiap tugasnya. Sikap professional akuntan publik tercemin dalam kompetensi, independensi dan integritas moralnya.
Suatu pedoman yang penting bagi semua profesi Regar,1993: 12 adalah bahwa seseorang pofesional tidak akan memberikan jasa diluar
bidang keahliannya. Seseorang yang mengaku professional tanpa memiliki kompetensi yang disyaratkan adalah seorang pemalsu profesi, oleh karena
itu kompetensi dan independensi yang merupakan dua karakteristik yang saling bergantung sangat mempengaruhi profesionalisme seorang akuntan
publik.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.10. Teori yang Melandasi Pengaruh kompetensi dan Independensi
Akuntan publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik
Teori motivasi Mc. Clelland menyatakan bahwa ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi manusia Hanafi, 2003: 312 yaitu:
1. Need for achievement yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan dorongan rasa tanggung jawab untuk memecahkan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi
cenderung mengambil resiko. Kebutuhan dasar untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai
prestasi yang lebih tinggi. 2.
Need for affilitation yaitu kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang
lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3.
Need for power yaitu kebutuhan untuk kekuasaan, merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas, untuk memiliki pengaruh
terhadap orang lain. Ketiga macam kebutuhan manusia diatas sangat mempengaruhi
pelaksanaan tugas tenaga kerja pada umumnya dan para akuntan publik pada khususnya. Teori tersebut memotivasi para akuntan publik agar
meningkatkan kompetensinya, sehingga bisa melakukan audit sesuai dengan standar auditing yang dibuat oleh Ikatan Akuntansi Indonesia. Dengan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pemenuhan segala kriteria yang telah ditetapkan dalam standar tersebut maka akuntan publik bisa lebih profesional di bidangnya.
2.2.11. Pendapat Auditor
2.2.11.1. Pengertian Pendapat Auditor
Menurut Arens dan Loebbecke 1997: 38 mendefinisikan pendapat sebagai kesimpulan dari hasil laporan audit dan proses
pengambilan keputusan dalam bidang audit. Bagian ini sangat penting sehingga seringkali keseluruhan laporan audit hanya disebut sebagai
pendapat auditor. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kesimpulan tersebut didasarkan atas pertimbangan profesional.
Mulyadi dan Kanaka 1998: 18 menjelaskan paragraf ini auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan
keuangan auditor, dalam semua hal yang material, yang didasarkan atas kesesuaian laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansi
berterima umum. Jika auditor tidak dapat mengumpulkan bukti komponen yang cukup atau jika hasil pengujian auditor menunjukkan
bahwa laporan keuangan yang diauditnya disajikan tidak wajar, maka auditor perlu menerbitkan laporan audit selain laporan yang berisi
pendapat wajar tanpa pengecualian.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.11.2. Jenis-Jenis Pendapat
Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor menurut Mulyadi dan Kanaka 1998: 18 :
1. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian unqualified
opinion report Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika
tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan
prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum
tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian
adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor.
Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai makna a.
Bebas dari keraguan-keraguan dan ketidakjujuran b.
Lengkap informasinya. 2.
Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan unqualified opinion with explanatory language
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
keuangan dan hasil usaha perusahan klien, auditor dapat menerbitkan laporan keuangan audit bentuk baku.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian qualified opinion report
Jika auditor mempunyai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit,
yaitu : a. Lingkup audit dibatasi oleh klien
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi
yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor. c. Laporan kekuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum. d. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. Dalam pendapat ini auditor menyatakan bahwa laporan
keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 4.
Pendapat Tidak Wajar adverse opinion report Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia dibatasai
lingkup auditnya, sehingga ia tidak dapat mengumpulkan bukti-bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak
dapat dipercaya, sehingga tidak dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
5. Pernyataan tidak memeberikan pendapat Disclaimer opinion report
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat non
oponion report. Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah :
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap ruang lingkup audit. b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.3. Kerangka Pikir