Rumah dapat menunjukkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi keluarga yang menempati. Apabila tersebut berbeda dalam hal ukuran dan
kualitas rumah. Rumah dengan ukuran yang besar, permanen dan milik pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi
berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen dan menyewa menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonominya rendah.
Kondisi rumah atau tempat tinggal yang dimaksud oleh peneliti didalam penelitian ini adalah melihat bagaimana keadaan sosial ekonomi
responden berdasarkan kondisi rumah atau tempat tinggalnya. Tinggi rendahnya kondisi sosial ekonomi apabila dilihat dari kondisi rumah atau
tempat tinggal terdiri dari beberapa indikator yaitu: a.
Bentuk atau Jenis Rumah 1. Bentukjenis rumah : permanen, semi permanen, kayupapan, bambu.
2. Jenis lantai : keramik, ubintegel, plester, tanah. 3. Dinding : papan, pagar, tembok, batu paving.
b. Status Rumah: milik sendiri, mengontrak, menempati milik orang lain,
ikut saudara. c.
Luas Rumah : 50 m², 50-99 m², 100-149 m², 149 m².
2.2. Aksesbilitas Wilayah
Kondisi fisik suatu wilayah dapat menjadi pendorong ataupun penghambat bagi aktivitas manusia, wilayah dikatakan menjadi pendorong bagi aktivitas
manusia apabila wilayah tersebut mudah dijangkau atau dihubungkan dengan
wilayah lain. Jika kita membicarakan keterjangkauan suatu wilayah dari wilayah lain maka kita tidak akan lepas dari yang namanya aksesbilitas wilayah.
Aksesbilitas dapat diartikan sebagai berikut, menurut Black dalam Miro, 2005:18:
a. Aksesbilitas merupakan konsep yang menggabungkan mengkombinasikan:
sistem tata guna lahan geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna lahan yang menimbulkan
zona-zona dan jarak geografis disuatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana dan sarana angkutan.
b. Aksesbilitas menurut Tamin dalam Miro, 2005:18 merupakan mudahnya
suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lain lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang ada diatasnya. Dengan
perkataan lain: suatu ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai cara lokasi petak tata guna lahan yang saling berpencar, dapat berinteraksi
berhubungan satu sama lain. Mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat
subyektif, kualitatif dan relatif sifatnya, artinya yang mudah bagi seseorang belum tentu, mudah bagi orang lain.
Variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikaitkan tinggi atau rendah adalah jarak fisik
dua tata guna lahan dalam kilometer. Apabila kedua tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya dikatakan rendah. Demikian
pula sebaliknya. Akan tetapi, faktor jarak ini tidak dapat sendirian saja digunakan
untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat akses dua tata guna lahan. Faktor jarak tidak dapat diandalkan, karena pada kenyataannya bisa terjadi bahwa dua zona
yang jaraknya berdekatan misalkan jaraknya 1,5 Km, tidak dapat dikatakan tinggi aksesnya pencapaiannya apabila antara zona guna lahan yang satu
dengan yang lainnya tidak terdapat prasarana jaringan transportasi yang menghubungkannya. Demikian pula sebaliknya , dua zona yang berjauhan pun
tidak bisa disebut rendah tingkat pencapaiannya, kalau antara kedua zona tersebut terdapat prasarana jaringan jalan dan pelayanan armada angkutan yang cukup
memadai Black, dalam Miro, 2004:19. Dengan pengetahuan bahwa faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor
yang menentukan tinggi rendahnya akses tingkat kemudahan mencapai tujuan seperti digambarkan diatas, maka faktor-faktor lain, diluar jarak perlu kita
pertimbangkan dalam menentukan tinggi rendahnya akses. Faktor-faktor lain tersebut antara lain:
1. Faktor waktu tempuh
Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan reliable transportationsystem. Contohnya
adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas yang menghubungkan asal dan tujuan, diikuti dengan terjaminnya armada angkutan yang siap melayani
kapan saja. 2.
Faktor biayaongkos perjalanan Biaya perjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat
tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan
orang terutama kalangan ekonomi bawah enggan atau bahkan tidak mau melakukan perjalanan.
3. Faktor intensitas kepadatan guna lahan
Padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai
kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut ikut mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.
4. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan
Pada umumnya orang mudah melakukan perjalanan kalau ia didukung oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak secara fisik jauh.
Kaitannya dengan pendidikan anak, aksesbilitas dapat dikatakan sebagai pendorong maupun penghambat kelancaran pendidikan dengan cara melihat:
1. Jarak dari rumah ke sekolah
Jarak dari rumah ke sekolah yang jauh tentu akan membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama jika dibandingkan dengan tempat tinggal anak yang
dekat dengan sekolah. Hal ini merupakan kendala bagi anak yang bertempat tinggal jauh dari sekolah ditambah lagi tidak adanya transportasi yang
mendukung sebagai alat yang digunakan untuk menuju ke sekolah. 2.
Alat transportasi yang digunakan Transportasi yang dimaksud adalah tersedianya sarana transportasi yang dapat
dipakai atau digunakan untuk menuju kesekolah, dapat berupa kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
3. Biaya transportasi
Akan menjadi penghambat bagi kelancaran pendidikan apabila diperlukan biaya transportasi yang tidak sedikit untuk menuju kesekolah, sebaliknya
apabila biaya transportasi yang dikeluarkan tidak memerlukan biaya yang banyak maka kecil kemungkinan untuk ditemui kendala terhadap kelancaran
pendidikan. 4.
Fasilitas jalan Fasilitas jalan disini maksudnya adalah kondisi jalan, apakah kondisi jalan
sulit untuk di lewati ataukah mudah untuk dilewati kendaraan pribadi maupun kendaraan umum
Lokasi SMA Negeri 16 dan SMK Palapa ini jauh dari jalan raya dan tidak ada angkutan umum yang melintas menuju kesekolah tersebut dari jalan raya.
Kaitannya dengan pendidikan, bagi mereka yang tergolong dalam kondisi ekonomi rendah tanpa ada fasilitas transportasi pribadi yang dapat digunakan
untuk sekolah serta tidak ada alat transportasi umum untuk mengakses sekolah, maka hal tersebut akan menjadi penghambat dalam keberlangsungan pendidikan
anak yang bertempat tinggal jauh dari sekolah.
2.3. Motivasi Anak