Kajian Koefisien Rembesan Pada Saluran Irigasi Tersier Di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang

(1)

SKRIPSI OLEH : DARWANA

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

SKRIPSI

OLEH: DARWANA

100308001/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S) (

Ketua Anggota

Nazif Ichwan, STP, M.Si)

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

ABSTRAK

Darwana : Kajian Koefisien Rembesan Pada Saluran Irigasi Tersier Di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Sistem penyaluran air ke lahan di Desa Kuala Simeme dilakukan melalui saluran tersier (merupakan saluran tanah). Hal ini dapat megakibatkan terjadinya Kehilangan air melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan yang dapat mempengaruhi dalam efisiensi penyaluran air. Faktor-faktor kehilangan air tersebut dapat menentukan koefisien rembesan yang terjadi pada saluran irigasi tersier. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji koefisien rembesan dengan menggunakan dua saluran irigasi tersier di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang.

Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh nilai koefisien rembesan pada tepi kanan saluran 1 sebesar 3.775,68 mm/hari, tepi kiri saluran sebesar 10.368,8 mm/hari, tepi kanan pada saluran 2 sebesar 34.621,51 mm/hari dan tepi kiri saluran sebesar 9.562,13 mm/hari. Efisiensi penyaluran air pada saluran 1 dan 2 sebesar 91,02% dan 81,02%.

Kata Kunci : Saluran Tersier, Kehilangan air, Efisiensi Penyaluran air dan Koefisien Rembesan.

ABSTRACT

Darwana : Review of Tertiary Irrigation Canals in the Kuala Simeme village

Namorambe, Deli Serdang district, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

The distribution system of water in the field of Kuala Simeme villages is done throught tertiary canal (a soil canal). This can resulted in water loss throught evapotranspiration, percolation and seepage so that effecting the efficiency of water distribution. Factor-factor of water losses the seepage coefficient is more difficult to determine. This research was aimed to study the value of the seepage coefficient using empirical formulas in two tertiary canals in Kuala Simeme village, Namorambe district of Deli Serdang.

The result showed that seepage coefficient in the right edge of the first canal was 3.775,68 mm/day, and the left edge was 10.368.8 mm/day, at the right edge of second canal was 34.621,51 mm/day, and the left edge was 9.562,13 mm/day. Efficiency on first that canal and second canal were 91,02% and 81,02%

Key Word : Tertiary canal, Water loss, Water Conveyence Efficiency and Seepage Coefficient


(4)

RIWAYAT HIDUP

Darwana, dilahirkan di Sei Penggantungan pada tanggal 04 Maret 1989, dari Ayah Imron Nasution dan Alm Ibu Masliana Hasibuan. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Panai Hilir dan pada tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan (PMP). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BKM Al-MUKHLISIN (Badan Kemunadziran Mushalla) dan IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PKS. SOCFINDO KEBUN MATA FAO Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Koefisien Rembesan Pada Saluran Irigasi Tersier Di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2014


(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Irigasi... 4

Jaringan Irigasi ... 6

Efisiensi Penyaluran Air ... 6

Tekstur Tanah... 7

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 8

Kerapatan Partikel Tanah(Particel Density) ... 9

Porositas ... 10

Bahan Organik Tanah ... 11

Debit Air... 13

Evapotranspirasi ... 14

Perkolasi ... 16

Rembesan ... 17

Faktor-faktor yang mempengaruhi Rembesan ... 22

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Alat dan Bahan Penelitian ... 23

Alat Penelitian ... 23

Bahan Penelitan ... 23

Metode Penelitian... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Parameter Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Tanah... 28

Bahan Organik Tanah ... 29

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density ... 30

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) ... 31

Porositas Tanah ... 32

Debit Air ... 33

Evapotranspirasi ... 34

Perkolasi ... 35

Rembesan ... 36


(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(8)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Koefisien Rembesan untuk Beberapa Jenis Tanah ... 21

2. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 28

3. Hasil Analisa Kandungan Bahan Organik ... 29

4. Hasil Analisa Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 30

5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel Tanah (particle Density) ... 31

6. Hasil analisa porositas ... 31

7. Debit Saluran Tersier 1 dan 2 ... 33

8. Hasil Pengukuran Evapotranspirasi ... 34

9. Hasil Pengukuran Perkolasi ... 34

10.Hasil Pengukuran Koefisien Rembesan ... 35


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Hal 1. Sketsa penampang melintang saluran irigasi Bendungan ... 19


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Flow Chart Penelitian ... 41

2. Hasil Analisa Teksur tanah dan bahan organik tanah ... 42

3. Data iklim bulanan... 43

4. Peta jaringan irigasi ... 44

5. Perhitungan kerapatan massa, kerapatan partikel dan Porositas ... 45

6. Perhitungan Debit pada saluran 1 dan saluran 2 ... 53

7. Perhitungan Ukuran Saluran Tersier ... 56

8. Perhitungan Kehilangan Air ... 57

9. Perhitungan Evapotranspirasi ... 58

10.Perhitungan perkolasi ... 59

11.Perhitungan koefisien rembesan ... 67

12.Perhitungan efisiensi saluran ... 70


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air adalah begitu penting bagi kehidupan manusia, bagi pertanian, perikanan, peternakan, transportasi industri dan bagi kepentingan-kepentingan lainnya. Air merupakan hal yang mutlak dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup dalam berbagai kegiatan. Namun tidak semua tempat memperoleh air yang cukup untuk kebutuhan tersebut. Untuk itu diperlukan sistem pemberian air yang dapat dikontrol, sehingga mencukupi dalam penggunaannya dalam arti tidak berlebih atau kurang. Sistem pemberian air ini dapat dilakukan dengan pembangunan sistem irigasi.

Irigasi merupakan bentuk kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, dan penggunaan air untuk pertanian dengan menggunakan satu kesatuan saluran dan bangunan berupa jaringan irigasi. Dalam cakupan pengertian pengembangan irigasi berkelanjutan (sustainable irrigation development), pengertian pertanian harus diartikan bukan hanya pertanian tumbuhan dan tanaman pangan, tetapi mencakup pertanian ternak dan ikan (perikanan) (Pusposutardjo, 2001).

Kebutuhan air di petak tersier di salurkan melalui saluran tersier. Suatu sistem irigasi meliputi satu kesatuan saluran dan bangunan berupa jaringan irigasi dari mulai jaringan irigasi primer hingga jaringan irigasi tersier, jaringan irigasi tersier akan membagi kebutuhan air di petak tersier yang pengelolannya di salurkan kepada petani melalui perkumpulan petani pemakai air (P3A) (Kementrian Pertanian, 2012).


(12)

Agar dapat menyalurkan air melalui saluran tersier dalam jumlah yang cukup dan tidak terjadi kehilangan air yang besar pada saluran atau untuk mendapatkan efisiensi penyaluran air lebih tinggi, maka perlu dilakukan perancangan saluran irigasi tersier yang baik khusunya pada lapisan saluran tanah. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi maka hal yang perlu diperhatikan yaitu debit air yang tersedia dari saluran utama, kebutuhan air sawah, ukuran saluran, kecepatan air mengalir dan luas petak tersier karena saluran ini merupakan saluran tanah maka peluang terjadinya kehilangan air cukup besar yaitu limpasan, Evapotranspirasi, Perkolasi dan Rembesan sehingga mempengaruhi efisiensi penyaluran air.

Untuk mendapatkan efisiensi penyaluran yang optimum perlu diketahui besarnya masing-masing faktor kehilangan air tersebut didalam upaya menekan atau besarnya kehilangan air. Dilapangan sering mengalami kesulitan dalam menentukan besarnya rembesan air secara akurat. Besarnya rembesan ini biasanya dinyatakan dengan koefisien rembesan atau koefisien permeabilitas. Dengan dapat ditentukannya nilai koefisien permeabilitas di lapangan akan membantu mengurangi kesulitan tersebut.

Salah satu sistem irigasi yang dibangun secara teknis yaitu sistem irigasi Namorambe di Kabupaten Deli Serdang, yang mengairi 12 desa, salah satunya adalah desa Kuala Simeme yang merupakan penghasil beras di daerah tersebut. Irigasi ini termasuk jenis irigasi teknis, dimana pembuatan dan perawatan saluran primer dan saluran sekundernya menjadi tanggung jawab pemerintah, sementara saluran tersier ditangani sendiri oleh masyarakat (petani pemakai air) yang sebagian besar salurannya adalah saluran tanah sehingga peluang terjadinya


(13)

kehilangan air cukup besar yang pada gilirannya akan mengganggu kecukupan ketersedian air irigasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis koefisien rembesan pada saluran irigasi tersier di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, Sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai koefisien rembesan terhadap efisiensi penyaluran air pada saluran irigasi.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan saluran irigasi.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi

Menurut Pusposutardjo (2001) yang dimaksud dengan irigasi secara umum yaitu pemberian air kepada tanah dengan maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan umum irigasi kemudian dirinci lebih lanjut, yaitu menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab un tuk pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya kekeringan, mencuci atau melarutkan garam dalam tanah dan menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi.

Jaringan Irigasi

Menurut Pasandaran (1991), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air, dan kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan yaitu :

1. Jaringan Irigasi Sederhana

Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir kesaluran pembuang alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam.Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.


(15)

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Untuk jaringan irigasi semi teknis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigasi sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana.Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

3. Jaringan Irigasi Teknis

Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya.Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang.Dalam hal ini saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi kesawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah kesaluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis.Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien. Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier.


(16)

Efisiensi Penyaluran Air

Efisiensi penyaluran air (water conveyance efficiency) merupakan perbandingan antara jumlah air yang sampai di petak persawahan terhadap jumlah air yang dialirkan dari sumber melalui pintu pengambilan utama. Efisiensi penyaluran air dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya, kehilangan air banyak terjadi pada waktu pengaliran baik karena penguapan maupun peresapan. 2. Adanya penyadapan secara liar oleh petani pada saluran sekunder dan

primer guna dialirkan secara langsung kepetak persawahan (Dumairy, 1992).

Daerah irigasi kerapkali terletak pada jarak yang jauh dari sumber persedian airnya permukaan, biasanya harus disalurkan lebih jauh daripada yang diperoleh dari reservoir dibawah tanah.Saluran induk proyek berbeda dari beberapa kilometer sampai 150 km atau lebih panjangnya. Air irigasi disalurkan baik dalam saluran terbuka maupun tertutup, secara hidrolika kedua cara itu sama namun sedikit perbedaan bentuk persamaan terjadi sebab pada aliran didalam pipa perbedaan-perbedaan tinggi tekanan dan tingkat elevasi biasanya diukur dengan menentukan hasil aliran, sedangkan di dalam suatu aliran saluran terbuka tinggi tekanan tidak berubah dan kemiringan permukaan airmerupakan kriteria aliran (Hansen, dkk., 1992).

Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

Ec =��

��x 100 % ... (1) Dimana :


(17)

Ec = Efisiensi penyaluran

Wf = jumlah air yang di salurkan

Wr = jumlah air yang diambil dari sungai / sumbernya (Sumadiyono, 2011).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatip (dalam persen) fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah penting diketehui, oleh karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika kimia dan kimia tanah (Hakim, dkk., 1986).

Menurut Islami dan Utomo (1995), tekstur tanah adalah bagian padatan tanah yang terdiri dari bahan anorganik dan bahan organik tanah.Untuk tanah-tanah mineral, yang merupakan bagian terbesar tanah-tanah pertanian, sebagian besar bahan anorganik, dan hanya sebagian kecil (pada umumnya ≤ 5 %) merupakan bahan organik.Untuk keperluan pertanian, berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel atau juga disebut separat penyusun tanah, yaitu pasir, debu, dan liat.Ketiga parat tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen secara bersama-sama menyusun tanah dan disebut sebagai tekstur tanah.Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah berpasir, yaitu tanah dengan kandungan pasir 70 %, porositasnya rendah (< 40 %), sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga


(18)

disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya > 35 %, porositasnya relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil. Akibatnya daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi.Air yang diserap dengan energi yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan terutama bila kering, sehingga juga kurang tersedia untuk tanaman.Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah.Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikan rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat.Jadi aerasi dan tata udara serta air cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi.

Ukuran partikel menentukan susunan tekstur tanah.Partikel-partikel ini ukurannya berkisar dari kerikil halus sampai lumpur. Partikel yang diameternya lebih besar dari 1, 00 mm adalah kerikil, partikel dari 0, 05 sampai 1, 00 mm adalah pasir dan dari 0, 002 saampai 0,05 mm adalah lempung dan yang lebih kecil dari 0, 002 mm adalah lumpur (Hansen, dkk, 1992).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah, maka semakin tinggi bulk density-nya artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2007).

Bulk Densityjuga merupakan berat suatu massa tanah persatuan volume tertentu, dimana volume kerapatan tanahtermasuk di dalamnya adalah ruang pori, yang satuannya adalah g/cm3. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut yaitu :

ρb=Ms


(19)

Dimana :

ρb = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Ms = Massa tanah kering (g)

Vt = Volume total tanah (volume ring) (cm3)

(Foth, 1951).

Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density)

Partikel Density (PD) adalah berat tanah kering persatuan volume.Partikel-partikel tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu :

ρs =Ms

Vs………...(3)

Dimana :ρs = Kerapatan partikel tanah (g/cm3) Ms = Massa tanah Kering (g)

Vs = Volume partikel tanah (cm3) (Foth, 1951).

Pada umumnya kisaran partikel density tanah-tanah mineral adalah 2,6-2,93 g/cm3. Hal ini disebabkan mineral kwarsa, feldspart dan silikat koloida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah terdapat mineral-mineral berat seperti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline dan

hornblende, partikel density dapat melebihi 2,75 g/cm3. Besar ukuran dan cara teraturnya partikel tanah tidak dapat berpengaruh dengan partikel density. Ini salah satu penyebab tanah lapisan atas mempunyai nilai partikel density yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawahnya karena banyak mengandung bahan organik (Hakim, dkk., 1986).


(20)

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus porositas. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah dipilih menjadi 3 kelas yaitu makropori, (pori-pori makro) apabila berdiameter > 90 mm, mesopori (90-30 mm), dan mikropori (< 30 mm).

Dalam masalah porositas persatuan volume tanah ini ada tiga fenomena yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu :

1. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (dari 5.700 partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per g tanah), sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah masuk keluar tanah, hanya sedikit air yang bertahan. Pada kondisi lapangan, sebagian lapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permeabilitas) disebut juga sebagai pori drainase.

2. Dominasi fraksi liat akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro (dari 90. 250,853 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 22.500 juta pori mikro) sehingga pada luas sentuhnya menjadi sangat luas. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori terisi air, sehingga pori-pori mikro ini disebut juga pori kapiler.


(21)

3. Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang (dari 5, 776 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.250 pori meso) sehingga luas sentuhannya menjadi cukup luas. Dilapangan sebagian besar ruang pori terisi oleh udara dan air dalam jumlah yang seimbang, sehingga pori-pori meso termasuk juga pori-pori drainase menjadi cukup permiabel (Notohadiprawiro, 1986).

Untuk menghitung persentase ruang pori yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan partikel dengan persamaan :

n = 100(1-ρs

ρb)………(4)

dimana :

n = persentase ruang pori ρs = Particle density

ρb = bulk density

(Hansen, dkk, 1992).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah.Bahan organik adalah lahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya.Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik.Bahan organik merupakan unsur hara tanaman, disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah.Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dekomposisi itu sendiri.Sumber primer bahan organik tanah adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun


(22)

bunga dan buah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan

terangkut kelapisan bawah serta di inkorporasikan dengan tanah (Hakim, dkk 1986).

Peranan bahan organik tanah ada yang bersifat secara langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Pengaruh langsung bahan organik pada tumbuhan sebetulnya dapat diabaikan sekiranya kemudian tidak ditemukan bahwa bebebrapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Adapun pengaruh bahan organik pada ciri fisika tanah yaitu kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi cokelat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, dan menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat (Hakim, dkk 1986).

Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara.Bahan padatan ini meliputi mineral berukuran pasir, debu dan liat serta bahan organik.Bahan organik biasanya menyusun 5% bobot total tanah.Meskipun hanya sedikit tetapi memegang kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis tanah.Komponen tanah berfungsi sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikroba tanah sebagai sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005).


(23)

Debit Air

Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan bnayaknya air yang mengalir dari suatu sumber per satu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :

1. Pengukuran debit dengan bending

2. Pengukuran berdasarkan kerapatn lautan obat

3. Pengukuran berdasarkan kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis dan sebagainya

(Dumairy, 1992).

Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang dan kecepatan aliran. Rumus yang biasa digunakan adalah:

Q = V x A………(5) Di mana :

Q = Debit air (m3/detik)

V = kecepatan aliran air rata-rata (meter/detik) A = luas penampang aliran (m2).

(Soewarno, 1991).

Untuk sekat ukur segitiga 900 (tipe Thompson) persamaannya adalah;


(24)

dimana Q adalah debit (liter per detik) dan H adalah tinggi muka air pada sekat ukur (sentimeter). Sekat ukur segitiga 900 (tipe Thompson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak lebih dari 112 1/detik atau aliran dengan debit relative kecil, selain itu sekat ukur segitiga 900 (tipe Thompson) juga sangat mudah konstruksi dan pengaplikasiannya (Lenka, 1992).

Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekatukur tipe Cipolleti atau Thompson (segitiga 900). Persamaan Cipolleti yang menunjukan pengaliran adalah:

Q = 0,0186 LH3/2………...(7)

Dimana Q merupakan debit dalam liter , merupakan lebar ambang dan H merupakan tingi muka air pada sekat ukur dalam sentimeter.

Pada alat pengukur tipe Thompson seperti halnya alat pengukur Cipoletti harus dipasang tegak lurus pada pada sumbu saluran pengukur.Pemasangan alat pengukur betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku di sebelah bawah (Soekarto dan Hartoyo, 1991).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan proses gabungan proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan trasnpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui akar, batang dan daun (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).

Perhitungan besarnya transpirasi biasanya juga dinyatakan dalam satuan mm/hari. Besar kecilnya transpirasi dipengaruhi oleh factor-faktor kadar


(25)

kelembaban tanah dan jenis tanamannya. Evapotranspirasi merupakan faktor dasar yang penting untuk menentukan kebutuhan air dalam suatu rencana irigasi.Perhitungan evapotranspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat Lysimeter.Sedangkan rumus atau metode perhitungannya bermacam-macam, diantaranya yang dikenal adalah metode Penman, metode Blaney-Criddle dan lain-lain (Dumairy, 1992).

Menurut Michael (1978) salah satu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kebutuhan air tanaman adalah dengan menggunkan metode Blaney-Criddle.Blaney dan Criddle meneliti besarnya kebutuhan air tanaman dengan menghubungkan temperatur bul siang hari bulanan.

Hubungan yang dikembangkan oleh Blaney-Criddle dapat dinyatakan sebagai berikut::

U = Kp (45,7t+813)

100 ………...(8)

Dimana: U = Evapotranspirasi bulanan (mm) K = Koefisien tanaman bulanan t = suhu rata-rata bulanan (0C)

p = persentase bulanan jam hari-hari terang dalam setahun (Soemarto, 1995).

Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977 dalam Sunarya, 2009) K = Kt x Kc

Kt = 0,0311t + 0,240……….(9) dimana: Kc = koefisien tanaman


(26)

Perkolasi

Menurut Dumairy (1992) perkolasi adalah jika curah hujan tiba dipermukaan tanah, maka senagian akan terserap masuk kedalam tanah dan sebagian lagi akan bergerak mengalir dipermukaan tanah. Air yang masuk kedalam tanah sebagian akan segera kembali keluar menjadi aliran intra (interflow) sedangkan sebagian lainnya masuk lebih dalam mengsisi celah-celah atau lapisan tanah menjadi air tanah (groundwater). Sementara itu curah hujan yang tidak masuk kedalam tanah, yang langsung bergerak dipermukaan tanah, akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff). Proses masuknya air yang lebih dalam kedalam tanah dinamakan perkolasi. Kapasitas atau curah hujan yang berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permiabel, cukup mudah ditembus air maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin singkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya. Secara terinci faktor-faktor yamg mempengaruhinya adalah sebagai berikut :

1. Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebalnya lapisan jenuh 2. Kelembaban tanah pada lapisan atas (top soil)

3. Pemampatan oleh curah hujan

4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus

5. Pemampatan oleh bahan-bahan halus dan hewan 6. Struktur tanah

7. Tumbuh-tumbuhan


(27)

Salah satu cara menentukan laju perkolasi adalah dengan metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu Dengan membenamkan pipa ketanah sedalam 30-40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (H1). Laju perkolasi dihitung

dengan rumus : P = ℎ1−ℎ2

�1−�2 ��/ℎ���………...(10)

Dimana P = Laju perkolasi (mm/hari)

h1-h2 = beda tinggi air dalam silinder waktu t1 dan t2 (mm)

t1-t2 = Selisih waktu pengamatan tinggi air (hari) Rembesan

Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius bukan karena hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan yang drainase adalah kerapkali membebani daerah sekitarnya atau yang lebih rendah.Kadang-kadang air yang merembes keluar dari suatu saluran masuk kembali kesungai yang dilembah dimana air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk kesuatu aquiefer yang dipakai lagi.Adalah merupakan kehilangan rembesan air yang tidak dapat ditampung lagi.Namun persoalan hukum yang serius dapat dilangsungkan dari suatau hasil dari air rembesan yang dipergunakan kemudian. Pemakai dari suatu aliran kembali (Return flow) pada sungai boleh jadi mengembangkan peraturan pengairan sehingga air yang dapat dihemat oleh lapisan suatu saluran yang lebih tinggi akan masih harus dibagikan pada pemakai yang lebih rendah juga pertanggung jawaban secara ekonomi dan hokum dapat terjadi dari rembesan air saluran yang lebih tinggi menyebabkan persoalan drainase pada daerah yang terletak lebih rendah. Persoalan ekonomi dan hokum yang berhubungan dengan rembesan dari saluran kerapkali sangat rumit (Hansen, dkk 1992).


(28)

Hansen, dkk (1992) juga menyatakan bahwa beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengukur besarnya rembesan yaitu :

1. Metode inflow-outflow

Terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran keluar dari suatu penampang saluran. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan banyaknya hasil aliran yang masuk dengan yang keluar.

2. Metode Empang

Terdiri dari pembuatan tanggul di saluran, mengisi air diantara tanggul dan mengukur penurunan permukaan air tiap jam. Ini merupakan pengukuran yang ran paling teliti, dengan catatan kebocoran melalui tanggul dijaga maupun diukur dan diperhitungkan adanya hujan serta penguapan yang terjadi.

3. Meteran Rembesan

Dipakai untuk memperoleh ukuran rembesan dan daerah permukaan saluran yang relatif kecil.Pengukuran dapat dilaksanakan tanpa mengganggu aliran dalam saluran kecuali jika kecepannya besar.

Tanah terdiri atas butiran-butiran dengan rongga yang saling berhubungan di antara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabilitas, yaitu air dapat mengalir atau merembes melalui butiran, walaupun dengan kecepatan yang sangat lambat pada jenis tanah berbutir halus (lempung dan liat). Rembesan terjadi akibat dari perbedaan potensial energi. Konsep ini sama dengan konsep aliran air di dalam pipa pada mekanika fluida. Hukum Darcy menyatakan bahwa kecepatan rembesan dalam tanah sebanding dengan gradien hidrolik dan dituliskan sebagai :


(29)

Volume :q1t = kiAt

q1 = kiA .... ………...(11)

dimanaq1= debit aliran

i= gradien hidrolik

A = luas penampang aliran

k=sifat fisik tanah yang disebut koefisien rembesan atau koefisien permeabilitas. Juga disebut konduktivitas hidrolik.

Gradien hidrolik adalah perbandingan perubahan tinggi hidrolik terhadap jarak horizontal, yaitu :

i = h

L

dimana h adalah perubahan tinggi hidrolik dan L adalah jarak perubahan tersebut terjadi.


(30)

Menurut Hardiyatmo (1992) hukum Darcy dapat juga diterapkan untuk menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan (Gambar 1). Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh bendungannya. Berikut adalah cara untuk menentukan rembesan lewat bendungan dengan cara Dupuit (1863), dimana besarnya rembesan per satuan panjang arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy pada persamaan (5) di atas, adalah menganggap bahwa gradien hidrolis (i) adalah sama dengan kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya, yaitu i = dz/dx. Maka dapat ditulis,

L = dz/dx

q = k��

��z

∫ �0� dx = ∫ ����

�1

�2 q = �

2� (H1

2 –

H22)

Kalau H2 = 0

k = 0

q = �

2� H1

2

k = � 2� �12

...(13) Dimana :

q = Debit rembesan per satuan panjang bendungan k = koefisien rembesan


(31)

d = jarak mendatar diukur dari titik kontak permukaan air di hulu bendungan dengan bidang kemiringan bendung hingga dasar lapisan kedap air di hilir bendungan

H1 = tinggi air di hulu bendungan

H2 = tinggi air di hilir bendungan

(Suprapto, 2003).

Besar rembesan juga dihitung dengan menggunakan rumus:

Rembesan = (Kehilangan Air)-(P+E)………..(14) di mana: Kehilangan Air = Pengurangan debit di hulu dengan debit di hilir

(mm/hari) P = Perkolasi

E = Evapotranspirasi (mm/hari)

Beberapa nilai koefisien rembesan pada beberapa jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.koefisien rembesan untuk beberapa jenis tanah

Bahan Koefisien Rembesan

(m/detik) Uraian

Kerikil ≥0,01 Dapar dikeringkan

dengan pemompaan, yaitu, air akan keluar dari rongga karena gravitasi.

Pasir kasar 10-2 sampai 10-3 Pasir sedang 10-3 sampai 10-4 Pasir halus 10-5 sampai 10-6

Lanau 10-6 sampai 10-7 Air tidak dapat mengalir

keluar dari rongga karena gravitasi Lempung kelanauan 10-7 sampai 10-9

Lempung 10-8 sampai 10-11 Hampir tidak dapat

dirembes air (Wesley, 2012).


(32)

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Rembesan

Koefisien rembesan tergantung pada beberapa faktor yaitu, kekentalan cairan, distribusi ukuran butir pori, kekasaran permukaan tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien rembesan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung (Vidayanti, 2009).

Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah yang mengandung butiran-bituran halus memiliki harga k yang lebih rendah daripada tanah yang memiliki butiran kasar (Craig, 1987).


(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2014 di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang, sedangkan analisis tekstur tanah dan bahan organik tanah akan dilakukan di laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian

Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu, tape yang digunakan untuk mengukur panjang saluran, waterpass digunakan untuk mengukur kemiringan saluran, sekat ukur Segitiga 900 (tipe Thompson) digunakan untuk mengukur debit saluran, silinder besi untuk mengukur laju perkolasi pada saluran,

ring sample untuk analisis sifat fisik tanah tabung erlen mayer untuk mengukur kerapatan pertikel, kalkulator untuk perhitungan dan alat tulis.

Bahan Penelitian

1. Deskripsi jaringan irigasi diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA).

2. Peta jaringan irigasi diperoleh dari Dinas PSDA

3. Data rata-rata suhu bulanan dan data persentase jam siang hari bulanan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika.


(34)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasi lapangan dengan mengukur parameter-parameter yang diteliti selanjutnya dilakukan analisis koefisien rembesan pada saluran tersier di Desa Kuala Simeme.

Pelaksanaan Penelitian

1. Mendeskripsikan saluran irigasi yang meliputi a. Letak saluran irigasi

b. Keadaan Iklim

2. Menetapkan lokasi pengukuran saluran irigasi

3. Menghitung efisiensi penyaluran air irigasi dengan cara:

a. Diukur debit air pada pangkal dan ujung saluran dengan sekat ukur segitiga 900 (tipe Thompson)

b. Dihitung efisiensi penyaaluran dengan menggunakan persamaan (1) 4. Luas penampang saluran

a. Menghitung luas penampang saluran dengan menggunakan rumus: a1. Untuk penampang berbentuk persegi

A = panjang x lebar

a2. Untuk penampang berbentuk Trapesium:

A = 1

2 (jumlah sisi sejajar)

b. Mengukur lebar permukaan tebing yang merupakan batas saluran dan sawah.

c. Mengukur tinggi air dalam saluran dan dalam sawah. 5. Tekstur Tanah (Metode Hydrometer)


(35)

Tekstur tanah dari saluran tersier 1 dan saluran tersier 2 dianalisa di laboratorium dengan sampel tanah kering udara 50 g. kemudian dari hasil laboratorium ditentukan tekstur tanah menggunakan segitiga USDA

6. Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

- Mengambil tanah dengan ring sampel di dalam dan tepi saluran tersier 1 dan saluran tersier 2.

- Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105 0C dan di timbang berat tanah kering oven.

- Mengukur diameter dan tinggi ring sampel. - Menghitung volume ring dengan rumus V = ��2 t

- Menghitung kerapatan massa tanah dengan persamaan (2) 7. Kerapatan partikel (partikel density)

- Memasukkan kedalam erlenmayer tanah kering oven

- Memadatkan tanah dengan cara diketuk-ketuk hingga volumenya tetap dan hasilnya dicatat sebagai volume tanah dalam ml.

- Mengeluarkan tanah dan menimbang hasilnya sebagai berat tanah. - Mengisi erlenmayer dengan air sebanyak 300 ml dan di catat sebagai

volume air.

- Memasukkan tanah ke dalam gelas ukur dan hasilnya dicatat sebagai volume air tanah.

- Menghitung kerapatan partikel dengan persamaan (3) 8. Porositas Tanah

Menghitung nilai porositas tanah dengan menggunakan persamaan (4) 9. Bahan Organik


(36)

Bahan organik tanah dianalisis di Laboratorium dengan sampel tanah kering udara.

10.Evapotranspirasi

- Menentukan temperatur rata-rata bulanan (0C)

- Menentukan koefisien tanaman menurut jenis tanaman (K)

- Menentukan persentase lama penyinaran matahari rataan bulanan (0C) - Menghitung besar evapotranspirasi dengan menggunakan persamaan

(8) dan persamaan (9). 11.Perkolasi

- Membenamkan silinder ke dasar saluran sedalam 30-40 cm - Mencatat penurunan permukaan air selama 24 jam

- Melakukan perulangan sebanyak 3 kali

- Menghitung laju perkolasi dengan menggunakan persamaan (10) 12.Rembesan

- Menghitung besar kehilangan air per satuan waktu

- Menghitung nilai rembesan dengan menggunakan rumus: Rembesan = Kehilangan Air-(Evapotrasnpirasi+Perkolasi) - Menghitung nilai rembesan dengan persamaan (13) dan (14)

- Membandingkan hasil perhitungan dilapangan menggunakan persamaan (13) dengan perhitungan yang menggunakan persamaan (14).


(37)

Parameter

1. Tekstur Tanah

Tekstur Tanah dianalisa di Laboratorium.

2. Efisiensi Penyaluran Air dihitung dengan menggunakan persamaan (1) 3. Kerapatan Massa (Bulk Density)

Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (2) 4. Kerapatan Partikel (Particle Density)

Kerapatan Partikel tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (3) 5. Porositas

Porositas tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (4) 6. Bahan Organik

Kandungan bahan organik dianalisa di Laboratorium. 7. Debit

Besarnya debit dihitung dengan menggunakan persamaan (5) dan (7) 8. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan persamaan (8) dan (9) 9. Perkolasi

Perkolasi dihitung dengan menggunakan persamaan (10) 10.Rembesan


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Kuala Simeme merupakan salah satu desa yang diairi oleh sistem irigasi Lau Simeme. Desa Kuala Simeme berada dalam Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang sebelah utara berbatasan dengan Desa Sibiru-biru, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tuntungan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Deli Tua dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pancur Batu.

Keadaan topografi Desa Kuala Simeme yaitu, untuk lahan sawah memiliki topografi datar (<5%). Berdasarkan data Stasiun BMKG Ngumban Surbakti, Desa Kuala Simeme memiliki suhu rata-rata bulanan 26,40C dan besar persentase lama penyinaran matahari bulanan 4,8 (Penyuluh Pertanian Deli Serdang, 2008).

1. Tekstur Tanah

Analisa tekstur tanah ini dilakukan pada dua saluran irigasi tersier, dimana Tanah yang dianalisis adalah tanah pada bagian tepi kanan, kiri, dan dalam saluran. Hasil analisis tekstur tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Tekstur Tanah Lokasi

Fraksi

Tekstur Pasir Debu Liat

(%) (%) (%)

Tepi kanan saluran 1 39,84 47,28 12,88 Lempung Tepi kiri saluran 1 43,84 43,28 12,88 Lempung

Dalam saluran 1 53,84 35,28 10,88 Lempung Berpasir Tepi kanan saluran 2 39,84 43,28 16,88 Lempung

Tepi kiri saluran 2 37,84 43,28 18,88 Lempung


(39)

Tabel 2 menunjukkan bahwa tanah pada saluran tersier dua bagian tepi kanan, kiri dan dalam saluran tersier memiliki tekstur lempung. Tekstur tanah ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA. Tanah berlempung merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat (Islami dan Utomo, 1995).

Dari Tabel 2 juga dapat dilihat tekstur pada bagian tepi kanan dan kiri saluran tersier memiliki tekstur lempung, tetapi pada bagian dalam saluran tersier 1 berbeda yaitu bertekstur lempung berpasir. Perbedaan tekstur di masing-masing bagian saluran dapat dilihat dari perbedaan persentase kandungan fraksi-fraksi disetiap bagian saluran yaitu pada bagian dalam saluran 1 terdapat kandungan fraksi pasir yang lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena didalam saluran air terus mengalir, sehingga terjadi pengangkutan fraksi-fraksi yang memiliki berat jenis yang lebih ringan dari pada pasir seperti debu dan liat disebabkan berat jenis pasir lebih besar dari pada berat jenis debu dan berat jenis liat.

2. BAHAN ORGANIK

Kandungan bahan organik pada dua saluran tersier dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Kandungan Bahan Organik Tanah

Lokasi % C-Organik (%) Tepi kanan saluran 1 1,39

Tepi kiri saluran 1 0,56 Dalam saluran 1 0,86 Tepi kanan saluran 2 0,86 Tepi kiri saluran 2 1,35 Dalam saluran 2 1,13

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada kedua saluran tersier, % C Organik pada tepi saluran lebih tinggi dibandingkan dengan dalam saluran. Hal ini


(40)

disebabkan oleh banyaknya tumbuhan yang tumbuh dibagian tepi saluran tersebut. Menurut Foth (1994) banyaknya tanaman akan meningkatkan bahan organik pada tanah karena sisa-sisa tanaman dapat diuraikan oleh jasad renik. Adanya kandungan bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan total ruang pori pada tanah, menurunkan kepadatan tanah yang menyebabkan kemampuan untuk untuk mengikat air lebih tinggi.

3. Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Hasil analisis struktur tanah di Desa Kuala Simeme dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungan pada lampiran 5.

Tabel 4. Kerapatan Massa Tanah

Lokasi Kerapatan Massa (g/cm3) Tepi kanan saluran 1 1,32

Tepi kiri saluran 1 1,19 Dalam saluran 1 1,11 Tepi kanan saluran 2 1,13 Tepi kiri saluran 2 1,35 Dalam saluran 2 1,19

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan massa pada dua saluran berada diantara 1,11 g/cm3 sampai 1,32 g/cm3. Hal ini sesuai dengan pernyataan Islami dan Utomo (1995) besarnya kerapatan massa tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3 sampai 1,6 g/cm3.

Hasil pengukuran kerapatan massa yang paling besar terdapat pada bagian tepi kanan saluran 1 dan dan tepi kiri saluran 2. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai bahan organik yang lebih tinggi terdapat pada tepi kanan saluran 1 dan tepi kiri saluran 2. Hal tersebut juga dapat dilihat Pada Tabel 2 berkaitan dengan komposisi fraksi teksturnya dimana kandungan fraksi pasir pada tepi kanan


(41)

saluran 1 dan pada tepi kiri saluran 2 lebih kecil. Besarnya liat dan debu yang terkandung pada tepi saluran juga mempengaruhi kerapatan massa. Pada Tabel 2 dapat dilihat tepi kanan saluran 1 dan tepi kiri saluran 2 kandungan liat dan debu lebih besar, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kandungan liat dan debu yang terdapat pada saluran maka akan semakin tinggi kepadatan tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (2007) kerapatan massa merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin tinggi kerapatan massanya, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar.

4. Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Pengukuran kerapatan partikel tanah pada dua saluran tersier dapat dilihat pada Tabel 5 dan perhitungan pada Lampiran 5.

Tabel 5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Lokasi Kerapatan Partikel (g/cm3) Tepi kanan saluran 1 2,19

Tepi kiri saluran 1 2,12 Dalam saluran 1 1,69 Tepi kanan saluran 2 2,17 Tepi kiri saluran 2 2,28 Dalam saluran 2 2,16

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan partikel untuk kedua saluran pada bagian tepi lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam saluran. Nilai kerapatan partikel pada kedua saluran berada diantar 1,69 g/cm3 sampai 2,28 g/cm3.

Besarnya nilai kerapatan partikel akan semakin rendah dengan adanya bahan organik. Kerapatan partikel pada bagian tepi kedua saluran lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam saluran, sementara kandungan bahan organik pada bagian tepi saluran lebih tinggi. Kerapatan partikel juga ditentukan oleh komposisi fraksi teksturnya. Dimana ukuran fraksi pasir yang lebih besar dan


(42)

ukuran fraksi debu dan liat yang lebih kecil pada bagian dalam saluran dibandingkan dengan bagian tepi saluran, sehingga kerapatan partikelnya relatif rendah.

5. Porositas Tanah

Nilai porositas tanah pada 2 saluran tersier dapat dilihat pada Tabel 6 dan perhitungan pada Lampiran 5.

Tabel 6. Hasil Analisa Porositas Tanah

Lokasi Porositas (%) Tepi kanan saluran 1 39,72 Tepi kiri saluran 1 43,86 Dalam saluran 1 34,31 Tepi kanan saluran 2 37,78 Tepi kiri saluran 2 50,43 Dalam saluran 2 44,90

Dari Tabel 6 diperoleh bahwa pada kedua saluran nilai porositas dalam saluran lebih rendah dibandingkan dengan bagian tepi saluran kecuali tepi kanan saluran 2 dengan bagian dalam saluran 2. Berdasarkan rumus pada persamaan 2 kerapatan massa berbanding terbalik dengan porositas tanah dan porositas tanah berbanding lurus dengan kerapatan partikel. Porositas dalam saluran lebih rendah karena selisih perbedaan kerapatan partikel dengan kerapatan massa bagian dalam saluran lebih rendah daripada bagian tepi saluran. Demikian pula antara tepi kanan saluran 2 dengan bagian dalam saluran 2.


(43)

6. Debit Air

Hasil pengukuran debit air pada saluran 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengukuran debit saluran

Lokasi Saluran 1 (l/det) Saluran 2 (l/det) Hulu 2,34 2,19 Hilir 2,13 1,79

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai debit pada bagian hulu dengan bagian hilir berbeda karena terjadi kehilangan air pada sepanjang saluran (dapat dilihat pada Lampiran 6) sehingga debit air di hilir akan selalu lebih kecil daripada debit air di hulu. Kehilangan air pada saluran irigasi disebabkan oleh rembesan, perkolasi, dan evapotranspirasi sehingga mengakibatkan berkurangnya air di bagian hilir saluran (dapat dilihat pada Lampiran 8).

Pada Tabel 7 dapat dilihat hasil pengukuran debit pada saluran 2 terjadi kehilangan air yang cukup besar dikarenakan komposisi fraksi pasir pada bagian dalam saluran 2 lebih besar dari pada bagian tepi kanan dan tepi kiri saluran 2 sehingga pada saluran 2 terjadi kehilangan air yang cukup besar yang disebabkan oleh perkolasi. Hal ini dipengaruhi oleh porositas tanah, dimana porositas bagian dalam saluran 2 lebih besar dibandingkan dengan porositas bagian dalam saluran 1 sehingga ruang pori yang tersedia untuk menyerap air lebih banyak pada bagian dalam saluran 2.

Berkurangnya debit air pada saluran 2 juga disebabkan terjadinya rembesan dimana pada saluran 2 rembesan yang paling besar terjadi pada saluran 2 yaitu pada bagian tepi kanan saluran 2 dibanding tepi kanan pada saluran 1. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jenis saluran yang digunakan masih menggunakan jenis saluran tanah sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan air akan lebih besar terjadi disepanjang saluran 2.


(44)

7. Evapotranspirasi

Hasil perhitungan evapotranspirasi pada dua saluran tersier dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungan pada Lampiran 6.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Evapotranspirasi

No Lokasi Vegetasi Evapotranspirasi (mm/hari) 1 Saluran 1 Rumput 2,90

2 Saluran 2 Rumput 2,90

Pada Tabel 8 dapat dilihat hasil perhitungan evapotranspirasi pada kedua saluran irigasi adalah sama (Perhitungan evapotranspirasi dapat di lihat pada Lampiran 9). Pada sepanjang kedua saluran terdapat berbagai jenis tanaman, yang digolongkan ke dalam tanaman rumput. Menurut Hansen (1992) nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman rumput yaitu 0,85, berdasarkan data tersebut maka kedua saluran nilai evapotranspirasinya sama sebesar 2,90.

8. Perkolasi

Hasil pengukuran perkolasi pada saluran 1 dan saluran 2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pengukuran perkolasi

No Lokasi Perkolasi (mm/hari) 1 Saluran 1 6,22

2 Saluran 2 11,11

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perkolasi pada saluran satu lebih kecil dibanding dengan saluran dua. Hal ini dipengaruhi oleh porositas tanah, dimana porositas bagian dalam saluran 1 lebih kecil dibandingkan dengan porositas bagian dalam saluran 2 (Tabel 5, Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 10).


(45)

Kandungan pasir pada tanah mempengaruhi besar air yang lolos akibat perkolasi. Tanah pasir memiliki daya hantar air yang lebih cepat tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah.

9. Rembesan

Hasil pengukuran rembesan pada saluran 1 dan saluran 2 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil pengukuran koefisien rembesan

No Lokasi Koefisien Rembesan (mm/hari) 1 Tepi kanan saluran 1 3.775,68 2 Tepi kiri saluran 1 10.368,8 3 Tepi kanan saluran 2 34.621,51 4 Tepi kiri saluran 2 9.562,13

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai koefisien rembesan tiap saluran berbeda. Saluran tersier di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang yang terbuat dari saluran tanah menyebabkan kehilangan air akibat rembesan (dapat dilihat pada Lampiran 11) juga dapat dilihat bahwa jumlah debit rembesan yang terjadi pada saluran 1 lebih kecil dari pada saluran 2. Hal ini disebabkan oleh ukuran saluran yang berbeda serta komposisi fraksi liat yang lebih kecil pada saluran 1.

Pada saluran 2 terdapat perbedaan nilai koefisien rembesan antara tepi kanan dan tepi kiri saluran (dapat dilihat pada Lampiran 11). Hal ini terjadi karena nilai porositas bagian tepi kiri saluran 2 lebih besar dibandingkan dengan bagian tepi kanan saluran 2 (Tabel 5), sehingga ruang pori yang tersedia untuk menyerap air lebih banyak pada bagian tepi kiri saluran daripada bagian tepi kanan saluran.

Pada saluran 1 juga terdapat perbedaan nilai koefisien rembesan antara tepi kanan dan tepi kiri pada saluran (dapat dilihat pada Tabel 10). Nilai koefisien


(46)

rembesan pada tepi kanan saluran 1 lebih kecil dari pada tepi kiri saluran 1, hal ini disebabkan oleh porositas pada bagian tepi kanan lebih kecil dari tepi kiri saluran 1 dikarenakan meskipun kandungan fraksi pasir lebih cepat daya hantar airnya tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah.

Perbedaan yang terjadi pada nilai koefisien rembesan pada tiap saluran, dimana bagian tepi kanan saluran 1 lebih kecil dari pada tepi kiri saluran 1 dan bagian tepi kanan saluran 2 lebih besar dari pada tepi kiri saluran 2. Hal ini dipengaruhi oleh nilai d (nilai jarak mendatar dari titik kontak permukaan air di hulu bendung dengan di hilir bendung), nilai debit rembesan per satuan panjang bendung serta nilai ketinggian muka air disaluran. Nilai d berbanding lurus dengan nilai koefisien rembesan, semakin besar nilai d maka nilai koefisien rembesan akan semakin besar juga. Hal ini dapat dilihat nilai d pada saluran 2 lebih besar dari pada nilai d pada saluran 1 (dapat dilihat pada Lampiran 11). Nilai debit rembesan per satuan panjang juga berbanding lurus dengan nilai koefisien rembesan, semakin besar nilai debit rembesan maka nilai koefisien rembesan akan semakin besar. Nilai ketinggian muka air di saluran berbanding terbalik dengan nilai koefisien rembesan, sehingga semakin besar nilai ketinggian muka air saluran maka nilai koefisien rembesan akan semakin kecil.


(47)

10. Efisiensi Irigasi

Besar efisiensi pada saluran tersier 1 dan saluran tersier 2 di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Efisiensi Saluran Tersier

No Lokasi Jarak pengukuran Efisiensi(%) 1 Saluran 1 30 m 91,02 2 Saluran 2 30 m 81,73

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada jarak saluran yang sama yaitu 30 m efisiensi yang dihasilkan berbeda. Hal ini disebabkan pada jumlah air yang hilang disaluran, meliputi evapotranspirasi, perkolasi maupun rembesan yang berakibat terhadap rendahnya efisiensi penyaluran air. Kehilangan air pada saluran menyebabkan berkurangnya efisiensi pada saluran irigasi (pada Lampiran 8 dapat dilihat perhitungan kehilangan air) yaitu pada saluran 2 kehilangan air lebih besar disebabkan oleh rembesan jika dibandingkan dengan saluran 1.

Menurut Direktorat Jendral Pengairan (2010) efisiensi irigasi yang baik pada tingkat tersier adalah 80% - 87,5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di saluran 1 dan 2 dengan jarak 30 m dalam kategori baik.


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tanah pada bagian tepi kanan dan tepi kiri saluran tersier 1 bertekstur lempung sedangkan bagian dalam saluran bertekstur lempung berpasir dan pada saluran 2 bagian tepi kanan, tepi kiri dan dalam saluran bertekstur lempung.

2. Nilai evapotranspirasi saluran 1 dan 2 sebesar 2,90 mm/hari dan nilai perkolasi untuk saluran 1 sebesar 6,22 mm/hari dan pada saluran 2 adalah 11,11 mm/hari.

3. Nilai koefisien rembesan pada tepi kanan saluran 1 adalah 3.775,68 mm/hari, tepi kiri saluran 1 adalah 10.368,8 mm/hari, tepi kanan saluran saluran 2 adalah 34.621,51 mm/hari dan tepi kiri saluran 2 adalah 9.562,13 mm/hari. nilai evapotranspirasi saluran 1 dan 2 adalah 2,90 mm/hari, nilai perkolasi saluran 1 adalah 6,22 mm/hari dan saluran 2 adalah 11,11 mm/hari.

4. Efisiensi penyaluran air dengan jarak 30 m saluran 1 sebesar 91,02 % dan pada saluran 2 sebesar 81,73 %.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya perlu:

1. Memperhatikan waktu penjadwalan pemberian air irigasi ke saluran yang akan digunakan.

2. Untuk membandingkan debit atau efisiensi pada kedua saluran perlu diukur pada jarak yang berbeda.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Craig, R. F., 1987. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.

Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum, 2010. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03. Pekerjaan Umum, Jakarta.

Doorenbos, J., and W. O. Pruit. 1984. GGuidelines For Predicting Crop Water Requitmen. FAO, Rome

Dumairy, 1992.Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta.

Foth , H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Foth, H. D., 1951. Fundamentals of Soil Science Sixth Edition, John Wiley & Sons, New York.

Hakim, dkk., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Hanafiah K. A., 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Hansen, V. E., O.W. Israelsen dan G. E. Stringham, 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah: Endang. Erlangga, Jakarta.

Hardiyatmo, H.C., 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hardjowigeno, S., 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995.Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Malang.

Kementrian Pertanian, 2012. Peraturan Mentri Pertanian No. 79/Peementan/OT.140/12/2012, Tentang Pedoman Pembinaan dan Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air.

Lenka, D., 1991. Irrigation and Drainase.Kalyani Publishers, New Delhi.

Michael, A. M., 1978. Irrigation Theory and Practice. Vikas Publishing House PVTLTD, New Delhi.

Notohadiprawiro, T., 1998.Tanah dan Lingkungan.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.


(50)

Pasandaran, E., 1991. Irigasi di Indonesia, Strategi dan Pengembangan. LP3ES, Jakarta.


(51)

Penyuluh Pertanian Deli Serdang, 2008. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Deli Serdang, Tentang Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang.

Pusposutardjo, S., 2001.Pengembangan Irigasi Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Soekarto dan I. Hartoyo, 1981. Ilmu Irigasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Soewarno, 1991.Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai. PT Nova, Bandung.

Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, 2006.Cetakan ke sepuluh. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sumadiyono, A., 2011. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah.[Jurnal].

Suprapto, 2003.Pengaruh Penambahan Abu Layang Pada Inti Bendungan Terhadap Besarnya Debit Rembesan. Universitas Diponegoro, Semarang. [Tesis]

Vidayanti, D., 2009. Mekanika Tanah. Pusat Pengembangan Bahercu Bauana, Jakarta.


(52)

Lampiran 1. Flow Chart Penelitian

Mulai

Menentukan lokasi pengukuran

Menghitung luas penampang saluran

Mengukur nilai parameter

Parameter :

1. Bulk Density 2. Particle

Density 3. Tekstur Tanah 4. Struktur

Tanah 5. Bahan Organik 6. Evapotransp

irasi 7. Perkolasi 8. rembesan

Selesai


(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

Lampiran 5. Perhitungan kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas

Saluran

BTKO Volume Volume Bulk Particle Porositas (gr) total partikel Density Density

(cm3) (cm3) (g/cm3) (g/cm3)

Tepi kanan saluran 1 252,61 192,33 105 1,32 2,19 39,72 Tepi kiri saluran 1 228,72 192,33 100 1,19 2,12 43,86 Dalam saluran 1 212,67 192,33 100 1,11 1,69 34,31 Tepi kanan saluran 2 260,02 192,33 115 1,13 2,17 37,78 Tepi kiri saluran 2 217,23 192,33 100 1,35 2,28 50,43

Dalam saluran 2 228,10 192,33 100 1,19 2,16 44,90 BTKO = Berat tanah kering oven (massa tanah kering)

Volume total = volume sing sample Volume Total = 1

4��

2

t

= 1

4 (3,14)(7 cm)

2

(5 cm)

= 1

4 (769,3 cm

3

) = 192,33 cm3 Saluran 1

Kerapatan Massa (Bulk Density) Tepi Kanan Saluran

Ms = 252,61 g

ρ

b

=

Ms


(58)

=

252,61 g/cm

3

192,33 g/cm3

= 1,32 g/cm

3

Tepi Kiri Saluran Ms = 228,72 g

ρ

b

=

Ms

Vt

=

228,72g/cm

3

192,33 g/cm3

=

1,19 g/cm

3

Dalam Saluran

Ms = 212,22 g

ρ

b

=

Ms

Vt

=

212,22 g/cm3

192,33 g/cm3

= 1,11 g/cm

3

Kerapatan Partikel Tepi Kanan Saluran

Berat Tanah = 228,72 g Volume Tanah = 250 ml Volume air = 200 ml Volume air tanah = 340 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volume tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml+ 250ml) – 340 ml


(59)

= 110 ml

ρs = berat tanah

(volume tanah−volume pori )

=

228,72 g/cm

3

200 ml−110 ml

= 2,19 g/cm

3

Tepi Kiri Saluran

Berat Tanah = 212,67 g Volume Tanah = 200 ml Volume air = 200 ml Volume air tanah = 300 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volume tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml + 200 ml) – 300 ml

= 100 ml

ρs = berat tanah

(volume tanah−volume pori )

=

212,67 g/cm

3

200 ml−100 ml

= 2,12 g/cm

3

Dalam Saluran

Berat Tanah = 252,61 g Volume Tanah = 350 ml


(60)

Volume air = 200 ml Volume air tanah = 350 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volume tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml + 350 ml) – 350 ml

= 200 ml

ρs = berat tanah

(volume tanah−volume pori )

=

252,61 g/cm

3

350 ml−200 ml

= 1,69 g/cm

3

Porositas

Tepi kanan saluran 1 Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,32 g/cm

3

2,19 g/cm3�x100%

= 39,72 % Tepi kiri saluran 1 Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,19 g/cm

3

2,12 g/cm3�x100%


(61)

Dalam saluran 1

Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,11 g/cm

3

1,69 g/cm3�x100%

= 34,31 % Saluran 2

Kerapatan Massa (Bulk Density) Tepi Kanan Saluran

Ms = 217,23 g

ρ

b

=

Ms

Vt

=

217,23g/cm

3

192,33 g/cm3

=

1,13 g/cm

3

Tepi Kiri Saluran Ms = 260,02 g

ρ

b

=

Ms

Vt

=

260,02 g/cm

3

192,33 g/cm3


(62)

Dalam Saluran

Ms = 228,10 g

ρ

b

=

Ms

Vt

=

228,10 g/cm

3

192,33 g/cm3

= 1,19 g/cm

3

Kerapatan Partikel Tepi Kanan Saluran

Berat Tanah = 217.23 g Volume Tanah = 250 ml Volume air = 200 ml Volume air tanah = 300 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volu me tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml+ 250ml) – 300 ml

= 150 ml

ρs = berat tanah

(volume tanah−volume pori )

=

217,23 g/cm

3

250 ml−150 ml

= 2,17 g/cm

3 Tepi Kiri Saluran

Berat Tanah = 228,10 g Volume Tanah = 250 ml


(63)

Volume air = 200 ml Volume air tanah = 300 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volume tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml + 250 ml) – 300 ml

= 150 ml

ρs = berat tanah

(volume tanah−volume pori )

=

228,10 g/cm

3

250 ml−150 ml

= 2,28 g/cm

3

Dalam Saluran

Berat Tanah = 260,02 g Volume Tanah = 250 ml Volume air = 200 ml Volume air tanah = 320 ml

ρ

s

=

berat tanah

(volume tanah−volume pori )

Volume Ruang Pori = (volume air + volume tanah) – volume air tanah Volume Ruang Pori = (200 ml + 250 ml) – 320 ml

= 150 ml

ρs = berat tanah


(64)

=

260,02 g/cm

3

250 ml−130 ml

= 2,16 g/cm

3 Porositas

Tepi kanan saluran 2 Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,35 g/cm

3

2,17 g/cm3�x100%

= 37,78 % Tepi kiri saluran 2 Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,13 g/cm

3

2,28 g/cm3�x100%

= 50,43 % Dalam saluran 2

Porositas = �1−ρb

ρs�x100% = �1−1,19 g/cm

3

2,16 g/cm3�x100%


(65)

Lampiran 6. Perhitungan debit

Perhitungan debit pada saluran satu dan dua

Lokasi Saluran 1 (l/det) Saluran 2 (l/det) Hulu 2,34 2,19 Hilir 2,13 1,79

Saluran 1 Hulu

a. Cara Tampung

Ulangan Waktu (t) Volume (v) Debit (Q) (det) (l) (l/det) I 1,99 6,43 3,232 II 2,22 6,52 2,937 III 1,72 6,40 3,721

Q rata-rata =

Q1+Q2+Q3 3

=

3,232 l/ det + 2,937 l/ det + 3,721 l/det

3

= 3,296 l/det

b. Sekat Ukur Thompson H = 7,8 cm

Q = 0,0138 H5/2

= 0,0138 (7,8 cm)5/2 =2,34 l/det


(66)

Hilir

a. Cara Tampung

Ulangan Waktu (t) Volume (v) Debit (Q) (det) (l) (l/det) I 2,41 5,87 2,436 II 2,08 5,82 2,798 III 2,42 5,92 2,446

Q rata-rata =

Q1+Q2+Q3 3

=

2,436 l/ det + 2,798 l/ det + 2,446 l/det

3

= 2,56 l/det

b. Sekat Ukur Thompson H = 7,5 cm

Q = 0,0138 H5/2

= 0,0138 (7,5 cm)5/2 =2,13 l/det

Saluran 2 Hulu

a. Cara Tampung

Ulangan Waktu (t) Volume (v) Debit (Q) (det) (l) (l/det) I 2,23 5,18 2,322 II 2,67 5,62 2,104 III 3,20 6,28 1,962

Q rata-rata =

Q1+Q2+Q3 3

=

2,322 l/ det + 2,104 l/ det + 1,96 l/det

3

= 2,129 l/det


(67)

b. Sekat Ukur Thompson H = 7,6 cm

Q = 0,0138 H5/2

= 0,0138 (7,6 cm)5/2 = 2,19 l/det

Hilir

a. Cara Tampung

Ulangan Waktu (t) Volume (v) Debit (Q) (det) (l) (l/det) I 2,75 4,90 1,810 II 1,69 3,19 1,887 III 2,54 4,20 1,653

Q rata-rata =

Q1+Q2+Q3 3

=

1,810 l/ det + 1,887 l/ det + 1,653 l/det

3

= 1,783 l/det

b. Sekat Ukur Thompson H = 7 cm

Q = 0,0138 H5/2 = 0,0138 (7 cm)5/2 = 1,79 l/det


(68)

Lampiran 7. Ukuran saluran tersier Saluran 1

Kedalaman = 16,1 cm +18,5 cm +16,2 cm 3

= 16,93 cm

= 0,17 m

Lebar = 133 cm +135 cm +132 cm 3

= 133,34 cm

= 1,334 m

Saluran 2

Kedalaman = 16,1 cm +16,3 cm +15,2 cm 3

= 15,86 cm

= 0,16 m

Lebar = 124 cm +129 cm +125 cm 3

= 126 cm


(69)

Lampiran 8. Kehilangan Air Perhitungan Kehilangan Air

Lokasi Kehilangan air (l/det) Saluran 1 0,219

Saluran 2 0,408 Kehilangan Air

Saluran 1

Kehilangan Air = Qhulu – Qhilir

= (2,344 – 2,125) l/det

= 0,219 l/det

= 0,219 x 10-3 m3/det Kehilangan Air

Saluran 2

Kehilangan Air = Qhulu – Qhilir

= (2,197 – 1,789) l/det

= 0,408 l/det


(70)

Lampiran 9. Perhitungan Evapotranspirasi Saluran 1dan saluran2

Kc Rumput = 0,85

Temperatur (t) = 26,35 0C

Lama Penyinaran Matahari (P) = 4,79 Kt = 0,031 lt + 0,240

= 0,031 l(26,35 0C) + 0,240 = 1,06

K = Kt x Kc K = 1,06 x 0,85 = 0,901

U = KP (45,7+813)

100

= 0,901 x 4,79 (45,7(26,35) + 813)

100

= 87, 057 mm/bln

= 2,90 mm/hari


(71)

Lampiran 10. Perhitungan Perkolasi Saluran 1

Ulangan Perkolasi(mm/hari) I 5,66

II 7 III 6 Rata-rata 6,22 Ulangan 1

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 20,5 cm

h2 = 20 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(20,5 cm −20 cm ) 1 hari P1 = 0,5 cm/hari

= 5 mm/hari

- P2 (Perkolasi di titik 15 m)

h1 = 21 cm

h2 = 20,3 cm

P2 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P2 =

(21 cm −20,3 cm ) 1 hari P2 = 0,7 cm/hari

= 7 mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 21 cm


(72)

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(21 cm −20,5 cm ) 1 hari P3 = 0,5 cm/hari

= 5 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan 1 = (P1+P2+P3) 3

=

(5+7+5) mm /hari 3

= 5,66 mm/hari

Ulangan II

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 20 cm

h2 = 19,3 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(20 cm −19,3 cm ) 1 hari P1 = 0,7 cm/hari

= 7 mm/hari

- P2 (Perkolasi di titik 15 m)

h1 = 20,2 cm

h2 = 19,6 cm

P2 =

h1 h2

t1 t2

mm/hari

P2 =

(20,2 cm −19,6 cm )


(73)

P2 = 0,6 cm/hari

= 6 mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 20,4 cm

h2 = 19,6 cm

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(20,4 cm −19,6 cm ) 1 hari P3 = 0,8 cm/hari

= 8 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan II = (P1+P2+P3) 3

=

(7+6+8) mm /hari 3

= 7 mm/hari

Ulangan III

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 19,3 cm

h2 = 18,5 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(19,3 cm −18,5 cm ) 1 hari P1 = 0,8cm/hari

= 8 mm/hari


(74)

h1 = 19,5 cm

h2 = 19 cm

P2 =

h1 h2

t1 t2

mm/hari

P2 =

(19,5 cm −19,cm ) 1 hari P2 = 0,5 cm/hari

= 5 mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 19,8 cm

h2 = 19,2 cm

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(19,8 cm −19,2 cm ) 1 hari P3 = 0,5 cm/hari

= 5 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan III = (P1+P2+P3) 3

=

(8+5+5) mm /hari 3

= 6 mm/hari

Nilai rata-rata Perkolasi Saluran 1 = (5,66+7+6 ) mm /hari 3


(75)

Saluran 2

Ulangan Perkolasi(mm/hari) I 13,67

II 11 III 8,66 Rata-rata 11,11 Ulangan 1

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 22,5 cm

h2 = 21,4 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(22,5 cm −21,4 cm ) 1 hari P1 = 1,1 cm/hari

= 11 mm/hari

- P2 (Perkolasi di titik 15 m)

h1 = 22 cm

h2 = 20,5 cm

P2 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P2 =

(22 cm −20,5 cm ) 1 hari P2 = 1,5 cm/hari

= 15mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 22 cm


(76)

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(22 cm −20,5 cm ) 1 hari P3 = 1,5 cm/hari

= 15 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan 1 = (P1+P2+P3) 3

=

(11+15+15) mm /hari 3

= 13,67 mm/hari

Ulangan II

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 21 cm

h2 = 20,5 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(21 cm −20,5 cm ) 1 hari P1 = 0,7 cm/hari

= 7 mm/hari

- P2 (Perkolasi di titik 15 m)

h1 = 20,5 cm

h2 = 19 cm

P2 =

h1 h2

t1 t2

mm/hari

P2 =

(20,5 cm −19 cm )


(77)

P2 = 1,5 cm/hari

= 15 mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 20,5 cm

h2 = 19,3 cm

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(20,5 cm −19,3 cm ) 1 hari P3 = 1,2 cm/hari

= 12 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan II = (P1+P2+P3) 3

=

(7+15+12) mm /hari 3

= 11 mm/hari

Ulangan III

- P1 (Perkolasi di titik 0 m)

h1 = 20,5 cm

h2 = 19,3 cm

P1 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P1 =

(20,5 cm −19,3 cm )

1 hari

P1 = 1 cm/hari

= 10 mm/hari


(78)

h1 = 19 cm

h2 = 18,1 cm

P2 =

h1 h2

t1 t2

mm/hari

P2 =

(19 cm −18,1 cm ) 1 hari P2 = 0,9 cm/hari

= 9 mm/hari

- P3 (Perkolasi di titik 30 m)

h1 = 19,2 cm

h2 = 18,5 cm

P3 =

h1 − h2

t1 − t2

mm/hari

P3 =

(19,2 cm −18,5 cm ) 1 hari P3 = 0,7 cm/hari

= 7 mm/hari

Perkolasi Rata-rata Ulangan III = (P1+P2+P3) 3

=

(10+9+7) mm /hari 3

= 8,66 mm/hari

Nilai rata-rata Perkolasi Saluran 2 = (13,67+11+68) mm /hari 3


(79)

Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Rembesan

No Lokasi Koefisien Rembesan (mm/hari) 1 Tepi kanan saluran 1 3.775,68 2 Tepi kiri saluran 1 10.368,8 3 Tepi kanan saluran 2 34.621,51 4 Tepi kiri saluran 2 9.562,13 Saluran 1

Perkolasi = 6,22 mm/hari x Luas saluran = 6,22 mm /hari

86,400 x 37,8 m

2

= 2,72 x 10-6 m3/det = 2,72 x 10-3 l/det

Evapotranspirasi = 2,90 mm/hari x Luas saluran = 2,90 mm /hari

86,400

x 37,8 m

2

= 1,27 x 10-6 m3/det = 1,27 x 10-3 l/det

Debit Rembesan = Kehilangan air – (Perkolasi + Evapotranspirasi) = 0,219 x 10-3 m3/det – (2,72 x 10-3 + 1,27 x 10-3 m3/det) = 0,215 x 10-3 m3/det

= 0,215 l/det

q2 = Debit rembesan per satuan panjang saluran

= 0,215 x 10 −3 m3

30 m

= 7,2 x 10-6 m2/det d kanan = 45 cm

= 0,45 m


(80)

= 1,24 m

h1 = 38,5 cm

= 0,385 m

Perhitungan koefisien rembesan Tepi kanan = q2 x 2d

h12

= 7,2 x 10

−6 m2/ det x 2 x 0,45m

(0,385 m )2

= 4,37 x 10-4 m/detik = 3.775,68 mm/hari Tepi kiri = q2 x 2d

h12

= 7,2 x 10

−6/ det x 2 x 1,24 m

(0,385 m )2

= 1,20 x 10-3 m/detik = 10.368,8 mm/hari Saluran 2

Perkolasi = 11,11 mm/hari x Luas saluran = 11,11 mm /hari

86,400 x 40,02 m

2

= 5,15 x 10-6 m3/det = 5,15 x 10-3 l/det

Evapotranspirasi = 2,90 mm/hari x Luas saluran = 2,90 mm /hari

86,400

x 40,02 m

2

= 1,34 x 10-6 m3/det = 1,34 x 10-3 l/det


(81)

Debit Rembesan = Kehilangan air – (Perkolasi + Evapotranspirasi) = 0,408 x 10-3 m3/det – (5,15 x 10-3 + 1,34 x 10-3 m3/det) = 0,401 x 10-3 m3/det

= 0,401 l/det

q2 = Debit rembesan per satuan panjang saluran

= 0,218 x 10 −3 m3

30 m

= 7,26 x 10-5 m2/det d kanan = 105 cm

= 1,05m

d kiri = 29 cm

= 0,29 m

h1 = 26,5 cm

= 0,265 m

Perhitungan koefisien rembesan Tepi kanan = q2 x 2d

h12

= 1,34 x 10

−5/ det x 2 x 1,05m

(0,265 m )2

= 4,0 x 10-4 m/detik = 34.621,51 mm/hari Tepi kiri = q2 x 2d

h12

= 1,34 x 10

−5/ det x 2 x 0,29 m

(0,265 m )2

= 1,1 x 10-4 m/detik = 9.562,13 mm/hari


(82)

Lampiran 12. Perhitungan efisiensi saluran

No Lokasi Jarak pengukuran Efisiensi(%) 1 Saluran 1 30 m 91,02 2 Saluran 2 30 m 81,02 Saluran 1

Q hulu = 2,34 l/det Q hilir = 2,13 l/det W = Qhilir

Qhulu

x 100%

= 2,13 l/det

2,34 l/det

x 100%

W = 91,02% Saluran 2

Q hulu = 1,79 l/det Q hilir = 2,19 l/det W = Qhilir

Qhulu

x 100%

= 1,79 l/det

2,19 l/det

x 100%

W = 81,73%


(83)

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

Pengukuran Debit Saluran 1


(84)

Pengukuran Perkolasi Saluran 1


(1)

Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Rembesan

No Lokasi Koefisien Rembesan (mm/hari) 1 Tepi kanan saluran 1 3.775,68 2 Tepi kiri saluran 1 10.368,8 3 Tepi kanan saluran 2 34.621,51 4 Tepi kiri saluran 2 9.562,13 Saluran 1

Perkolasi = 6,22 mm/hari x Luas saluran = 6,22 mm /hari

86,400 x 37,8 m

2

= 2,72 x 10-6 m3/det = 2,72 x 10-3 l/det

Evapotranspirasi = 2,90 mm/hari x Luas saluran = 2,90 mm /hari

86,400 x 37,8 m

2

= 1,27 x 10-6 m3/det = 1,27 x 10-3 l/det

Debit Rembesan = Kehilangan air – (Perkolasi + Evapotranspirasi) = 0,219 x 10-3 m3/det – (2,72 x 10-3 + 1,27 x 10-3 m3/det) = 0,215 x 10-3 m3/det

= 0,215 l/det

q2 = Debit rembesan per satuan panjang saluran

= 0,215 x 10

−3 m3

30 m

= 7,2 x 10-6 m2/det

d kanan = 45 cm


(2)

= 1,24 m

h1 = 38,5 cm

= 0,385 m

Perhitungan koefisien rembesan Tepi kanan = q2 x 2d

h12

= 7,2 x 10

−6 m2/ det x 2 x 0,45m

(0,385 m )2

= 4,37 x 10-4 m/detik = 3.775,68 mm/hari Tepi kiri = q2 x 2d

h12

= 7,2 x 10

−6/ det x 2 x 1,24 m

(0,385 m )2

= 1,20 x 10-3 m/detik = 10.368,8 mm/hari Saluran 2

Perkolasi = 11,11 mm/hari x Luas saluran = 11,11 mm /hari

86,400 x 40,02 m

2

= 5,15 x 10-6 m3/det = 5,15 x 10-3 l/det

Evapotranspirasi = 2,90 mm/hari x Luas saluran = 2,90 mm /hari

86,400 x 40,02 m

2

= 1,34 x 10-6 m3/det = 1,34 x 10-3 l/det


(3)

Debit Rembesan = Kehilangan air – (Perkolasi + Evapotranspirasi) = 0,408 x 10-3 m3/det – (5,15 x 10-3 + 1,34 x 10-3 m3/det) = 0,401 x 10-3 m3/det

= 0,401 l/det

q2 = Debit rembesan per satuan panjang saluran

= 0,218 x 10

−3 m3

30 m

= 7,26 x 10-5 m2/det

d kanan = 105 cm

= 1,05m

d kiri = 29 cm

= 0,29 m

h1 = 26,5 cm

= 0,265 m

Perhitungan koefisien rembesan Tepi kanan = q2 x 2d

h12

= 1,34 x 10

−5/ det x 2 x 1,05m

(0,265 m )2

= 4,0 x 10-4 m/detik = 34.621,51 mm/hari Tepi kiri = q2 x 2d

h12

= 1,34 x 10

−5/ det x 2 x 0,29 m

(0,265 m )2


(4)

Lampiran 12. Perhitungan efisiensi saluran

No Lokasi Jarak pengukuran Efisiensi(%) 1 Saluran 1 30 m 91,02 2 Saluran 2 30 m 81,02 Saluran 1

Q hulu = 2,34 l/det Q hilir = 2,13 l/det W = Qhilir

Qhulu x 100%

= 2,13 l/det

2,34 l/det x 100%

W = 91,02% Saluran 2

Q hulu = 1,79 l/det Q hilir = 2,19 l/det W = Qhilir

Qhulu x 100%

= 1,79 l/det

2,19 l/det x 100%

W = 81,73%


(5)

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

Pengukuran Debit Saluran 1


(6)

Pengukuran Perkolasi Saluran 1