BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Berbagai Macam Pemanfaatan Tumbuhan
Masyarakat Suku Angkola hidup selaras dengan alam sudah sejak lama. Hal itu dapat terlihat dari penyebaran masyarakat suku Angkola umumnya bertempat
tinggal di daerah pengunungan, karena sebagian besar kawasan Tapanuli bagian Selatan merupakan pegunungan yang merupakan hutan yang bertipe hutan hujan
tropik. Masyarakat suku Angkola sangat erat hubungannya dengan hutan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masyarakat suku Angkola memanfaatkan
berbagai jenis tumbuhan mulai dari pangan, obat-obatan, kayu bakar, perlengkapan kegiatan adat, pakan ternak, tanaman hias dan kegunaan lain yang
umumnya berasal dari hutan. Masyarakat suku Angkola khususnya di desa Padang Bujur menggunakan
tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Dari hasil penelitian, terdapat 93 spesies tumbuhan yang digunakan, yang terbagi menjadi 11 kelompok
kegunaan, yaitu tumbuhan penghasil bahan pangan, penghasil energi, obat, pakan ternak, kegiatan adat, hias, bahan pewarna, pestisida nabati, aromatik, tali temali,
anyaman dan kerajinan, serta bahan bangunan Gambar 2.
Gambar 2 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.
10 20
30 40
50 60
70 pangan
obat energi
pakan ternak adat
hias pewarna
pestisida nabati aromatik
tali, anyaman, kerajinan bahan bangunan
49 67
8 5
25 11
6 7
12 6
14
Jumlah Spesies K
eg un
a a
n tum
bu ha
n
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
suku Angkola tidak terlalu banyak Tabel 2. Jumlah spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu status kawasan
konservasi dan luas areal penelitian yang hanya terdiri dari satu desa. Tabel 2 Jumlah spesies tumbuhan berguna hasil penelitian etnobotani di sekitar
kawasan konservasi
No. Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan jumlah spesies
Sumber 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
1. TN Wasur
97 125
20 14
25 18
8 4
6 59
30 Inama
2008 2.
TN Bukit
Tigapulah 73
138 5
9 13
18 4
1 6
22 47
Fakhrozi 2009
3. Suaka Alam
Lambusongo 80
83 36
12 41
55 8
- 17
11 37
Hamidu 2009
4. CA Gunung
Simpang 62
74 9
12 19
43 4
5 12
14 14
Handayani 2010
5. CA
Dolok Sibual-buali
49 67
8 5
25 11
6 7
12 6
14 Penelitian
ini 2011 Keterangan : 1 pangan; 2 obat; 3 energi; 4 pakan ternak; 5 adat; 6 hias; 7 zat pewarna; 8
pertisida nabati; 9 aromatik; 10 tali, anyaman dan kerajinan; 11 bahan bangunan
Masyarakat Padang Bujur sangat tergantung pada hutan untuk memenuhi keperluannya sehari-hari, namun sekarang tumbuhan tersebut tidak diperoleh
secara langsung dari hutan, karena status kawasan hutan yang telah menjadi cagar alam. Sebelum status kawasan hutan menjadi cagar alam, hutan Sibual-buali
berstatus hutan lindung, namun masyarakat masih leluasa untuk masuk ke kawasan hutan tersebut. Setelah mengalami perubahan status kawasan hutan
lindung menjadi cagar alam menyebabkan akses masyarakat untuk memasuki kawasan hutan semakin terbatas.
Keterbatasan akses tersebut sesuai dengan Undang-Undang no. 5 tahun 1990 yang menyebutkan bahwa kegiatan yang boleh dilakukan di dalam kawasan
cagar alam hanya terbatas untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya. Pembatasan interaksi
masyarakat dengan hutan, menyebabkan masyarakat tidak dapat memperoleh tumbuhan yang berguna secara langsung, sehingga mayarakat hanya mengunjungi
hutan sekitar yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Dolok Sibual-buali.
Kebanyakan masyarakat memasuki hutan untuk menyadap aren. Masyarakat ke hutan juga untuk mengambil tumbuhan untuk obat, bahan tali, anyaman, dan
kerajinan, serta untuk adat. Pengambilan tumbuhan ke hutan untuk tanaman hias jarang dilakukan dan untuk bahan bangunan tidak pernah lagi dilakukan di hutan
cagar alam. Adat masyarakat setempat melarang kegiatan penebangan pohon tua. Tumbuhan pangan sebagian besar diperoleh dari budidaya dan sebagian lagi
diperoleh dari tumbuhan yang hidup liar di hutan. Jumlah spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagian besar dimanfaatkan untuk obat yaitu
sebanyak 67 spesies dan bahan pangan sebanyak 49 spesies. Sebagian besar hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi
menunjukkan bahwa spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah untuk obat dan kedua adalah untuk pangan Inama 2008;
Fakhrozi 2009; Hamidu 2009; Handayani 2010. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan oleh masyarakat tidak jauh berbeda, walaupun
lokasi dan adat istiadatnya berbeda.
5.1.1 Tumbuhan penghasil pangan
Dari seluruh jenis tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat, terdapat 49 jenis tumbuhan untuk pangan yang berasal dari 25 famili Lampiran
2. Famili yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah
solanaceae yakni sebanyak 6 spesies. Masyarakat suku Angkola di Desa Padang
Bujur memperoleh kebutuhan pangan dari tumbuhan, baik makanan pokok seperti padi Oryza sativa yang dijadikan nasi, maupun makanan tambahan seperti
tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan dan tumbuhan sayur-sayuran. Pada umumnya tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pangan
merupakan hasil dari budidaya sendiri. Masyarakat desa Padang Bujur juga memanfaatkan tumbuhan penghasil pangan lainnya yang hidup secara liar di
hutan Tabel 3. Salah satu spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam frekuensi penggunaan yang besar adalah Rotan Calamus manan yang diambil
bagian batang mudanya yang dibakar dan dijadikan sebagai pelengkap masakan dan lalapan setelah dibakar terlebih dahulu yang disebut pakkat Gambar 3.
Gambar 3 Rotan Calamus manan a rotan di alam b rotan siap dikonsumsi. Spesies tumbuhan pangan lain yang hidup secara liar di hutan yang banyak
dimanfaatkan adalah takokak Solanum torvum yang disebut masyarakat setempat rimbang hampir ada dalam setiap masakan masyarakat suku Angkola
terutama pada sayur daun singkong tumbuk yadvvng disebut “simarata diduda”,
yang merupakan masakan wajib dalam acara-acara adat masyarakat suku Angkola. Penggunaan takokak oleh masyarakat suku Angkola sangatlah tinggi,
karena menurut masyarakat takokak rimbang adalah penetral racun dalam yang mungkin terkandung pada tumbuhan bahan pangan lainnya yang digunakan secara
bersamaan. Masyarakat suku Angkola yang ada di Sumatera Utara menggunakan takokak sebagai bahan masakan yang wajib digunakan pada saat memasak sayur.
Takokak yang hidup secara liar di hutan dan dibudidayakan di kebun masyarakat. Banyak dari tumbuhan pangan ini merupakan obat, namun masyarakat lebih
sering menggunakannya sebagai tumbuhan pangan. Tabel 3 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9.
10. 11.
12. 13.
14. 15.
16. Aren
Asam gelugur Bambu buluh
Bayam duri Cengkeh
Durian Jengkol
Kayu manis Kelapa
Petai Rotan
Salak Salam
Senduduk Sirsak
Takokak Arenga pinnata
Garcinia antroviridis Schizostachyum brachycladum
Amaranthus spinosus Syzygium aromaticum
Durio zibethinus Pithecellobium jiringa
Cinnamomum burmanni Cocos nucifera
Parkia speciosa Calamus manan
Salacca zalacca Syzygium polyanthum
Melastoma affine Annona muricata
Solanum torvum Buah, air nira
Buah Bambu muda
Daun Biji
Buah Buah
Kulit batang dan daun Buah
Buah Batang
Buah Daun
Daun Buah
Buah
A B
5.1.2 Tumbuhan penghasil obat
Tumbuhan berguna yang dimanfaatkan sebagai obat memiliki jumlah spesies terbanyak dibandingkan kelompok kegunaan lainnya, yaitu sebanyak 67
spesies Lampiran 3. Spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat berasal dari famili solanaceae. Famili solanaceae sangat mudah
ditemukan oleh masyarakat dan sebagian besar telah dibudidayakan oleh masyarakat, baik di kebun maupun di pekarangan rumah. Selain untuk obat,
tumbuhan obat dari famili solanaceae ini memiliki kegunaan sebagai bahan pangan, yaitu untuk bumbu masakan dan sayuran. Berdasarkan hasil penelitian
Munawaroh dan Purwanto 1998 di desa lainnya yang berada di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali yaitu di desa Hutaraja, masyarakat suku Angkola di desa
tersebut memanfaatkan tumbuhan untuk obat tradisional sebanyak 40 spesies tumbuhan dari 23 famili. Spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan
sebagai obat juga berasal dari famili solanaceae yaitu sebanyak 4 spesies. Cara pengolahan tumbuhan obat oleh masyarakat dapat dipakai secara
tunggal ataupun dengan menggunakan campuran dengan bahan obat lainnya. Sebagian besar masyarakat menggunakan tumbuhan obat secara langsung untuk
mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, demam, dan luka. Sedangkan untuk pengobatan penyakit yang cukup berat, harus menggunakan berbagai macam jenis
ramuan yang hanya bisa dilakukan oleh dukun di desa setempat yang disebut dengan “datu”.
Dalam kebiasaan masyarakat suku Angkola, ada suatu kepercayaan apabila seseorang mengalami masalah, sebelum melaksanakan suatu pekerjaan,
mendirikan rumah atau terkena penyakit yang berat terlebih dahulu mendatangi datu. Hal ini bertujuan untuk meminta nasehat petunjuk agar pekerjaan yang akan
dilakukan bisa berjalan dengan aman dan untuk mengobati penyakit berat yang susah untuk disembuhkan.
Kepercayaan masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur terhadap datu dukun untuk mengobati berbagai jenis penyakit masih tinggi. Datu
menggunakan berbagai jenis tumbuhan obat dalam mengobati masyarakat yang sakit. Tumbuhan obat yang digunakan oleh datu tersebut sudah dipergunakan
secara turun temurun. Dalam budaya masyarakat suku Angkola di desa Padang
Bujur, banyak pantangan yang tidak boleh dilakukan di dalam hutan Sibual-buali, seperti membuang sampah sembarangan, menebang pohon tua dan memburu
binatang yang bukan binatang buruan. Masyarakat yang melanggar pantangan tersebut akan langsung kesurupan atau sakit. Datu akan mengobatinya dengan
menggunakan pucut kuda Stachytarpheta jamaicensis yang memiliki nama daerah tappar begu. Datu yang menggunakan obat herba dalam mengobati
berbagai jenis penyakit lebih dipercaya oleh masyarakat dari pada obat-obatan medis, karena masyarakat suku Angkola masih hidup secara tradisional dan
selaras dengan alam. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat diperoleh di pekarangan rumah,
kebun maupun dari hutan. Tumbuhan obat paling banyak diperoleh dari hutan yaitu sebanyak 32 spesies yaitu 49 . Untuk penyakit yang ringan, umumnya
memanfaatkan jenis tanaman yang berada di pekarangan rumah ataupun kebun yang berada di sekitar pemukiman yang merupakan hasil budidaya. Cara
pengolahan tumbuhan obat tersebut dilakukan dengan cara ditumbuk, direbus, digosokkan, dibakar, diparut dan dimakan secara langsung.
Terdapat spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat karena sejarah pemanfaatannya, seperti putri malu Mimosa pudica. Masyarakat
memanfaatkan tumbuhan tersebut untuk mengobati susah tidur, karena dulunya upacara adat untuk pernikahan margondang masyarakat suku Angkola
dilakukan selama 7 hari, sehingga masyarakat mengkonsumsi kopi agar malamnya bisa menahan kantuk. Masyarakat mengalami susah tidur setelah acara
margondang tersebut selesai, masyarakat mengkonsumsi putri malu, dan hal tersebut secara turun temurun terus dilakukan untuk mengobati susah tidur. Salah
satu kandungan dari putri malu yaitu asam pipekolinat dapat mengobati insomia atau susah tidur Bensky Gelbe 1992.
5.1.3 Tumbuhan penghasil energi
Masyarakat desa Padang Bujur sebagian besar memasak menggunakan tungku. Terdapat 8 spesies tumbuhan dari 6 famili yang digunakan sebagai
penghasil energi yaitu kayu bakar Lampiran 4. Penggunaan tumbuhan sebagai kayu bakar umumnya berupa ranting atau batang kecil yang telah kering. Spesies
tumbuhan yang paling sering digunakan sebagai penghasil energi berupa kayu
bakar adalah suren Toona sureni. Suren diambil untuk dijadikan kayu bakar dengan memotong atau menebang kayu pada bagian percabangan batang kayu
serta ranting kayu. Suren lebih banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar karena suren masih banyak terdapat di hutan sekitar pemukiman dan mudah diperoleh.
Masyarakat suku Angkola menanam pohon suren di sekitar kebun. LIPI 1980 menyatakan bahwa suren jika ditanam dengan pohon buah-buahan dan sebagai
pohon pelindung di perkebunan dapat mengurangi serangan hama. Terdapat 6 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil energi yang berasal dari
hutan Tabel 4. Tabel 4 Spesies tumbuhan penghasil energi yang berasal dari hutan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Beringin Aren
Jamuju Kelapa
Suren Tusam
Ficus benjamina Arenga pinnata
Dacrycarpus imbricatus Cocos nucifera
Toona sureni Pinus merkusii
Batang, ranting Batang, daun
Batang, ranting Batang, ranting
Ranting Ranting
Adat masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur melarang masyarakatnya untuk menebang pohon secara keseluruhan, sehingga untuk
keperluan kayu bakar masyarakat hanya menebang percabangan pohon. Kayu bakar biasanya diletakkan masyarakat di kolong rumahnya, karena umumnya
rumah di desa Padang Bujur adalah rumah panggung Gambar 4.
Gambar 4 Penyimpanan kayu bakar di bawah rumah panggung.
5.1.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak adalah sebanyak 5 spesies tumbuhan dari 4 famili Lampiran 5. Umumnya spesies yang digunakan
adalah rumput, sehingga sebagian besar spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari famili Poaceae atau bangsa rerumputan. Spesies tumbuhan yang paling
banyak digunakan sebagai pakan ternak adalah alang-alang Imperata cylindrica dan padi Oryza sativa berupa dedak halus atau kasar yang diperoleh dari sisa
penggilingan padi atau pada saat penumbukan padi. Tabel 5 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang
digunakan Pakan ternak
1. 2.
3. 4.
5. Alang-alang
Padi Rumput teki
Singkong Murbei
Imperata cylindrica Oryza sativa
Cyperus rotundus Manihot esculenta
Morus alba Daun
Jerami, dedak Herba
Daun Daun
Kambing, lembu, kerbau Ulat sutra
Ayam, bebek Kambing, lembu, kerbau
Kambing, lembu, kerbau
Umumnya spesies yang digunakan adalah rumput, yang dapat diberikan langsung pada hewan ternak atau ditumbuk terlebih dahulu yang merupakan
percampuran dari berbagai jenis tumbuhan, seperti untuk pakan lembu yang menggunakan campuran alang-alang dan rumput teki Gambar 5. Masyarakat
suku Angkola menggunakan rumput teki karena menurut masyarakat rumput teki dapat menjaga sistem pencernaan dari hewan ternak. Kandungan kimia umbi
rumput teki yang diduga memberikan efek khasiatnya antara lain adalah senyawa Siperon, Aselinen, Siperen, Siperotundon, Patkhulenon, Sugeonol, Kobuson, dan
Isokobuson. Di dalam konsep pengobatan tradisional China, umbi teki mempunyai sifat yang mendinginkan. Secara empiris umbi teki telah digunakan
masyarakat China dan India sebagai peluruh haid. Sebuah studi di China menunjukkan bahwa pemakaian umbi teki sebanyak 6-9 gram, baik secara tunggal
maupun dalam kombinasi dengan tanaman lain dapat mengatasi gangguan saluran pencernaan Bensky Gelbe 1992.
Gambar 5 Pakan lembu dari alang-alang dan rumput teki a tidak ditumbuk b telah ditumbuk.
5.1.5 Tumbuhan untuk kegiatan adat
Upacara adat masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur masih sangat sering dilakukan terutaman untuk upacara pernikahan Margondang, upacara
kematian Kanduri untuk para keturunan raja, aqiqah Mangayun, dan syukuran Mangupa-upa. Terdapat 25 spesies tumbuhan yang digunakan dalam upacara
adat Lampiran 6. Terdapat 10 Spesies tumbuhan yang dapat diperoleh dari hutan Dolok Sibual-buali yang berada di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali Tabel
6. Beberapa spesies tumbuhan yang paling sering digunakan untuk kegiatan adat adalah kelapa Cocos nucifera.
Tabel 6 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk kegiatan adat yang berasal dari hutan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9.
10. Aren
Beringin Kemenyan
Kenanga Kelapa
Salam Senduduk
Suren Takokak
Tembakau Arenga pinnata
Ficus benjamina Styrax paralleloneurum
Cananga odorata Cocos nucifera
Syzygium polyanthum Melastoma affine
Toona sureni Solanum torvum
Nicotiana tabacum Air nira
Daun, ranting Getah
Bunga Daun, batok
Daun Buah
Daun, ranting Buah
Daun
Hubungan antara masyarakat suku Angkola dengan alam sekitarnya dapat terlihat dari penggunaan berbagai spesies tumbuhan untuk rangkaian upacara adat.
Beberapa penggunaan jenis tumbuhan dalam upacara adat memiliki makna tertentu, sehingga keberadaannya penting bagi masyarakat suku Angkola.
A B
Masyarakat sangat menjaga kuantitas dari tumbuhan tersebut, sehingga tumbuhan yang sebelumnya merupakan tumbuhan liar, akan dibudidayakan. Hal ini sangat
mendukung upaya konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan berguna, dimana masyarakat memanfaatkan tumbuhan secara lestari dan menjaga populasi dari
tumbuhan tersebut.
5.1.6 Tumbuhan hias
Tumbuhan yang dijadikan sebagai tumbuhan hias adalah hanya sebanyak 11 spesies tumbuhan Lampiran 7. Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang
berasal dari hutan yang dijadikan sebagai tanaman hias Tabel 7. Penggunaan spesies tumbuhan berguna oleh masyarakat sebagai tumbuhan hias sangat sedikit.
Hal ini disebabkan oleh tipe rumah masyarakat yang umumnya merupakan rumah panggung, sehingga tempat untuk menyimpan tumbuhan hias di depan rumah dan
pekarangan rumah tidak begitu luas. Umumnya pekarangan rumah penduduk ditanami tanaman pangan dan obat yang paling sering dipergunakan, sedangkan
untuk tanaman hias sangat jarang ditemukan. Tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat tanaman hias adalah lidah buaya, karena menurut
masyarakat lidah buaya mudah tumbuh tanpa perlu perawatan yang khusus dan memiliki fungsi lain sebagai obat.
Tabel 7 Spesies tumbuhan sebagai tanaman hias yang berasal dari hutan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
Anggrek Euphorbia
Kenanga Kumis kucing
Paku payung Pandan
Patah tulang Suji
Liparis terrestris J.B. Comber Euphorbia milii Ch
Cananga odorata Hook Orthosiphon aristatus Benth
Dipteris conjugata Reinw. Pandanus amarylifolius Roxb
Euphorbia tirucalli L. Pleomene angustifolia N.E. Brown
Bunga Bunga
Bunga Bunga
Daun Daun
Batang Daun
5.1.7 Tumbuhan penghasil zat pewarna
Tumbuhan berguna sebagai penghasil zat pewarna berjumlah 6 spesies dari 6 famili Lampiran 8. Tumbuhan penghasil zat pewarna ini umumnya digunakan
untuk mewarnai makanan dan dijadikan sebagai bumbu masakan. Pemberian zat warna dari tumbuhan digunakan untuk meningkatkan daya tarik masakan dan
merupakan hal yang penting, karena warna tertentu pada makanan akan
melambangkan sesuatu, hal tersebut sangat terlihat pada masakan di upacara- upacara adat masyarakat suku Angkola.
Tabel 8 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai zat pewarna
No. Nama lokal
Nama ilmiah Warna yang dihasilkan
Bagian yang digunakan
1. 2
3. 4.
5. 6.
Aren Jambu biji
Kunyit Nenas
Pandan Suji
Arenga pinnata Psidium guajava
Curcuma longa Ananas cosmosus
Pandanus amarylifolius Pleomene angustifolia
Cokelat Cokelat
Kuning Kuning dan orange
Hijau Hijau
Nira Daun
Rimpang Buah
Daun Daun
5.1.8 Tumbuhan pestisida nabati
Penggunaan tumbuhan untuk pestisida nabati yaitu mengatasi hama dengan menggunakan tumbuhan alami semakin jarang dilakukan, karena masyarakat
petani lebih memilih penggunaan pestisida sintesis, hal itu disebabkan oleh masyarakat ingin lebih praktis dan mudah dalam penggunaannya. Terdapat 7
spesies tumbuhan yang berguna sebagai pastisida alami Lampiran 9. Tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
pestisida nabati adalah sirsak Annona muricana dan bawang putih Allium sativum. Masyarakat suku Angkola di desa padang Bujur mengolah tumbuhan ini
untuk pestisida nabati dengan cara daun sirsak ditumbuk dan dihaluskan, direndam dengan air selama 2 hari, kemudian air disemprotkan ke tanaman.
Sudarmo 2005 menyatakan bahwa daun sirsak mengandung annonain dan resin, pestisida alami dari daun sirsak sangat efektif untuk menghilangkan
hama trip. Ciri-ciri tumbuhan yang terserang hama trip adalah pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering.
Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Akibat kondisi tersebut, kuantitas dan kualitas produktivitas tidak akan sesuai harapan.
Bawang putih yang digunakan untuk pestisida nabati ditumbuk terlebih dahulu, kemudian diperas untuk diambil airnya. Tandan bunga pohon aren yang
diikat setelah dipukul-pukul untuk mengeluarkan air nira dilumuri dengan air perasan bawang putih agar tandan tidak berjamur dan tidak dihinggapi semut
maupun serangga.
Tabel 9 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida nabati
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. Aren
Bawang putih Cengkeh
Jarak Pepaya
Sirsak Tempuyung
Arenga pinnata Allium sativum
Syzygium aromaticum Ricinus communis
Carica papaya Annona muricata
Sonchus arvensis Tangkaipelepah
Umbi Biji
Biji Daun
Daun Daun
5.1.9 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan berguna yang digunakan oleh masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur adalah sebanyak 12 spesies tumbuhan Lampiran 10.
Tumbuhan berguna tersebut berasal dari 9 famili. Famili yang paling banyak jumlah spesiesnya adalah dari famili Zingiberaceae. Tumbuhan aromatik ini
umumnya digunakan oleh masyarakat untuk campuran pada masakan, menghilangkan aroma tak sedap pada masakan, contohnya adalah Salam Eugenia
polyantha dan jeruk nipis Citrus auratifoia. Masyarakat suku Angkola memanfaatkan tumbuhan aromatik untuk obat terapi untuk pengobatan berbagai
macam penyakit, pewangi ruangan dan melindungi rumah dari roh jahat. Somaatmadja 1983 menyatakan bahwa tumbuhan aromatik digunakan untuk
obat-obatan medis karena memiliki kandungan aroma terapi yang dapat membantu penyembuhan beberapa penyakit.
Tabel 10 Lima contoh spesies tumbuhan aromatik
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. Jeruk nipis
Lengkuas Pandan
Salam Serai
Citrus auratifoia Alpinia galanal
Pandanus amarylifolius Eugenia polyantha
Andropogon nardus Buah
Rimpang Daun
Daun Daun
5.1.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan
Pembuatan tali, kerajinan, dan anyaman tidak begitu banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar, namun ada beberapa peralatan rumah tangga yang
dihasilkan dari kegiatan ini, seperti tas untuk ke ladang bohal, keranjang karanjang tempat nasi sambong-sambong, pengayak nasi sisiri, sapu, tikar
lage dan baskom losung. Diperoleh 6 jenis tumbuhan yang digunakan untuk penghasil bahan tali, anyaman dan kerajinan Lampiran 11.
Gambar 6 Hasil anyaman dan kerajinan masyarakat desa Padang Bujur a tikar atau lage dari pandan b keranjang atau karanjang dari rotan .
Wijaya et al 1989 menyatakan bahwa pada banyak upacara adat suku- suku di Indonesia beberapa kerajinan memegang peranan penting. Tikar yang
disebut masyarakat setempat dengan lage adalah salah satu anyaman yang digunakan oleh masyarakat suku Angkola dalam upacara adat, lage terbuat dari
anyaman pandan. Lage digunakan untuk tempat duduk pada saat upacara adat, tempat menulis pengumuman pada saat upacara adat dan sebagai identitas upacara
adat apa yang sedang berlangsung. Salah satunya adalah jika lage ditulis dengan kalimat “horas tondi mandingin”, maka upacara adat yang sedang berlangsung
adalah pernikahan. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk
bahan tali, anyaman, dan kerajinan ini mulai menurun, karena kebanyakan pengrajin sudah lanjut usia dan hampir tidak ada generasi muda yang
meneruskannya. Kendala lainnya adalah pemasaran hasil produksinya yang tidak terlalu luas, sehingga masyarakat tidak menjadikannya sebagai pekerjaan pokok.
Tabel 11 Spesies tumbuhan berguna sebagai tali, anyaman, dan kerajinan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Aren Bambu tali
Padi Pisang
Rotan tali Suren
Arenga pinnata Gigantochloa apus
Oryza sativa Musa paradisiaca
Colamus caesius Toona sureni
Daun, ijuk Batang
Daun Daun, batang
Batang Batang
A B
5.1.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Tumbuhan yang digunakan untuk bahan bangunan adalah 14 spesies tumbuhan Lampiran 12. Rumah penduduk masyarakat suku Angkola di desa
Padang Bujur sebagian besar merupakan rumah panggung yang sederhana, dimana dindingnya umumnya terbuat dari kayu suren Toona sureni dan atapnya
dari lapisan ijuk dari pohon aren Arenga pinnata, atap ijuk digunakan agar rumah tersebut tetap sejuk dan pada malam hari tetap terasa hangat. Bambu tali
Gigantochloa apus digunakan sebagai pengikat antar kayu dan pengikat kayu sebagai pancang rumah Gambar 7.
Gambar 7 Rumah masyarakat desa Padang Bujur.
Pohon-pohon di hutan merupakan sumber bahan bangunan yang dapat digunakan secara berkesinambungan. Pemanfaatan kayu oleh masyarakat Dayak
Meratus biasanya dilakukan apabila ingin membuat rumah. Biasanya pemilihan jenis kayu tersebut berdasarkan pertimbangan kekuatan kayu dan ketahanan
terhadap rayap Kartikawati 2004. Rumah-rumah di desa padang Bujur umumnya adalah rumah yang sudah
tua dan diwariskan secara turun temurun, sehingga untuk pembangunan rumah sudah jarang terjadi, hal tersebut terkait dengan adat istiadat masyarakat setempat,
dimana anak perempuan yang telah menikah harus tinggal bersama suaminya, sedangkan anak laki-laki yang sudah menikah tinggal bersama orang tua bersama
istrinya atau tinggal dirumah orang tua yang lain, yang diwarisi secara turun temurun. Masyarakat suku Angkola menganggap pantang tidak boleh menjual
tanah mereka pada masyarakat pendatang, apalagi diluar suku mereka, sehingga
sangat sedikit kemungkinan adanya bangunan baru di desa tersebut. Seluruh tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil bahan bangunan berasal dari hutan
Tabel 12. Tabel 12 Spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang berasal dari hutan
No. Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang digunakan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11. 12.
13. 14.
Aren Bambu tali
Beringin Durian
Ganda rukem Jamuju
Jengkol Kenanga
Kedondong Kelapa
Petai Rotan tali
Suren Tusam
Arenga pinnata Merr. Gigantochloa apus Kurz.
Ficus benjamina L. Durio zibethinus Murr.
Flacourtia rukam Zoll. Dacrycarpus imbricatus Blume.
Pithecellobium jiringa Benth. Cananga odorata Hook.
Spondias dulcissolard Forst. Cocos nucifera L.
Parkia speciosa Hassk. Colamus caesius Blume.
Toona sureni Merr. Pinus merkusii Jungh.
Batang, ijuk Batang
Batang Batang
Batang Batang
Batang Batang
Batang Batang
Batang Batang
Batang Batang
5.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili