1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Kusumayudha, sebagaimana dikutip olehFebria Sismanto 2009, morfologi daerah karst Gunungsewu yang terletak di wilayah Wonogiri
merupakan kawasan perbukitan batugamping limestone dengan bentangan alam berupa karst yang tandus dan kekurangan air permukaan. Karakteristik fisik
formasi karst memberikan sistem drainase yang unik dan didominasi oleh aliran bawah permukaan Suryatmojo, 2006.Kawasan karst merupakan kawasan yang
mudah rusak.Secara geomorfologis, kawasan karst merupakan daerah yang dominan berbatuan karbonat. Proses geologi pada kawasan karst ini dapat
terbentuk pada batuan karbonat yang mudah bereaksi dan larut dalam air, terutama air yang bersifat asam.Batuan karbonat merupakan batuan yang
penyusun utamanya mineral karbonat atau biasa disebut sebagai batugamping. Batuan karbonat berpotensial menghasilkan airtanah karenaporositas sekunder
hasil pelarutan tersebutakan membentuk rongga dengan diameter yang cukup besar sehingga air di atas permukaan akan mudah lolos ke bawah permukaan dan
mengalirkan air dalam volume yang cukup besar. Batuan karbonat pada dasarnya mudah larut sehingga mudah sekali terbentuk gua-gua bawah tanah dari celah dan
retakan.Air yang mengalir menembus batuan kapur di bawah permukaan akan
2
membentuk suatu pola aliranmenyerupai sungai permukaan dengan melewati lorong-lorong gua yang dikenal sebagai aliran sungai bawah tanah.
Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan, hal ini dikarenakan seluruh makhluk hidup membutuhkan air untuk keberlangsungan
hidupnya.Kebutuhan akan air selalu meningkat dengan berkembangnya pembangunan dan berkembangnya jumlah penduduk. Di Indonesia ketersediaan
air semakin berkurang bahkan pada musim kemarau banyak daerah yang mengalami kekeringan dan kesulitan untuk mendapatkan air karena banyak daerah
yang sekarang menjadi tandus. Akibat belum adanya solusi untuk mengatasi keadaan ini, sehingga banyak warga masyarakat daerah tersebut terpaksa membeli
air dengan harga yang mahal untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-sehari. Daerah yang mengalami kondisi kekeringan adalah daerah yang rata-rata memiliki
struktur geologi mayoritas karst. Apabila menggunakan alternatif sumur pompa atau sumur bor hal ini sulit dilakukan mengingat karakteristik sistem akifer karst
sulit untuk ditebak Karunia et al.,2012. Daerah Dusun Mudal, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro
menurut Karunia et al. 2012 merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki struktur geologi mayoritas karst.Pada kawasan karst terdapat
permasalahan utama yakni kekeringan, terutama saat musim kemarau tiba.Kekeringan merupakan salah satu bencana alam yang dampaknya sangat
dirasakan oleh masyarakat.Terlebih lagi bencana kekeringan mengakibatkan kurang tersedianya air bersih untuk keperluan sehari-hari bagi masyarakat. Warga
Dusun Mudal dalam memenuhi kebutuhan air biasa mengandalkan sistem
3
tadahhujan dengan membuat bak penampungan yang letaknya di atas pemukiman dalam ukuran besar untuk menampung air hujan saat musim hujan datang,
sehingga warga di daerah tersebut sangat tergantung dengan turunnya hujan. Airtanah adalah air yang terdapat pada lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Pemanfaatan airtanah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di masa sekarang dan masa yangakan datang pada daerah karst
sebagai upaya menanggulangi kekeringan yang sering terjadi di daerah ini. Tak hanya itu, pemanfaatan airtanah juga dapat digunakan sebagai alternatif yang
terbaik apabila air di permukaan sudah tidak mencukupi atau terjangkau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Airtanah juga merupakan persediaan air bersih
yang alami, oleh sebab itu airtanah bebas dari penularan penyakit dan lebih terlindung dari polusi atau pencemaran serta pengotor lainnya.
Karst merupakan suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya
yang intensif Ford William,1992. Sistem drainase atau tata air kawasan karst sangat unik karena didominasi oleh drainase bawah permukaan, dimana air
permukaan sebagian besar masuk ke jaringan sungai bawah tanah melalui inlet. Berdasarkan kondisi tersebut pada musim penghujan, air hujan yang jatuh ke
daerah karst tidak dapat tertahan di permukaan tanah tetapi akan langsung masuk ke jaringan sungai bawah tanah melalui ponor atau luweng Suryatmojo,2006.
Sumber air di kawasan karst hanya diperoleh dari hujan yang turun dan sungai bawah tanah yang keluar ke permukaan, contohnya adalah Luweng.Di daerah
Mudal terdapat Luweng bernama Luweng Sapen.Luweng Sapen merupakan gua
4
vertikal dengan sungai bawah tanah yang menjadi sumber air untuk memenuhi kehidupan sehari-hari warganya.
Menurut Sismanto Hartantyo, sebagaimana dikutip oleh Febria Sismanto 2009, untuk mengetahui jalur sungai bawah tanah yang melewati
lorong-lorong gua tersebut diperlukan suatu metode geofisika yang efektif dan efisien sesuai dengan keadaan topografi di daerah Pracimantoro. Pengukuran
geofisika untuk pendugaan bawahpermukaan sangat bervariasi metode pengukurannya,metode pengukuran geofisika didasarkan pada sifat kelistrikan
bumi, sifat kemagnetan bumi, getaran bumi dan gelombang elektromagnetik. Metode VLF Very Low Frequency merupakan salah satu dari berbagai macam
metode geofisika yang memanfaatkan parameter frekuensi. Metode tersebut diharapkan dapat membantu melaksanakan pemetaan regional potensi sungai
bawah tanah di kawasan karst dan dapat menghasilkan respon yang jelas dan akuisisi data yang relatif lebih mudah walaupun medan cukup berat, sehingga
metode elektromagnetik VLF ini cukup menjanjikan untuk digunakan dalam pemetaan sungai bawah tanah seperti di daerah Pracimantoro, Kabupaten
Wonogiri. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul
“PEMETAAN DISTRIBUSI ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA VLF
VERY LOW FREQUENCY DAERAH KARST PRACIMANTORO KABUPATEN
WONOGIRI”.
5
1.2 Rumusan Masalah