32 cairan. Proses filtrasi dengan menggunakan membran sering digunakan untuk
memisahkan padatan yang tidak terlarut dalam produk cair.
Proses filtrasi diklasifikasikan berdasarkan ukuran molekul dari komponen yang tertahan oleh media filter. Filtrasi dibagi menjadi dua bagian yaitu filtrasi
partikel konvensional dead-end filtration dan proses filtrasi membran cross-flow filtration Eykamp 1997. Pemisahan partikel besar yang tersuspensi berukuran
lebih dari 10 μm dapat menggunakan filtrasi partikel konvensional, sedangkan
untuk memisahkan zat berukuran kurang dari 10 μm menggunakan filtrasi
membran Wenten 1999. Wenten 1999 menyatakan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara
filtrasi partikel konvensional dan filtrasi membran, sebagai berikut: 1 Media filtrasi yang digunakan pada proses konvensional berstruktur terbuka
dan tebal, sedangkan pada membran tergantung ukuran pori dan tipis 2 Tekanan filtrasi membran yang digunakan adalah daya pendorong untuk
pemisahan dan pada filtrasi konvensional tekanan digunakan untuk mempercepat proses
3
Desain proses. Aliran umpan pada filtrasi konvensional tegak lurus media penyaring dan dilakukan pada sistem terbuka, sedangkan filtrasi membran
menggunakan desain silang atau aliran tangensial dan dilakukan pada sistem tertutup.
4
Derajat pemisahan. Pada filtrasi konvensional, material yang tersuspensi dapat dipisahkan secara sempurna dari cairan. Filtrasi membran hanya
dapat memekatkan material yang tertahan dalam jumlah kecil terhadap cairan semula.
E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid
Teknologi membran telah digunakan dalam proses penanganan air limbah yang mengandung hormon steroid. Hasil penelitian Nghiem et al. 2002
dan Schaefer et al. 2003 menunjukkan bahwa membran nanofiltrasi dan RO dapat digunakan untuk memisahkan estron dari air limbah.
Pada penanganan air limbah secara konvensional masih dihasilkan air yang mengandung estrogen. Konsentrasi steroid estrogen yang terdapat pada
33
air olahan secondary effluent ini masih cukup berbahaya bagi organisme perairan, khususnya ikan Johnson dan Sumpter 2001 yang dikutip Nghiem et al.
2002. Steroid yang terdapat pada air limbah tersebut berasal dari air limbah rumah sakit dan air limbah rumah tangga. Steroid pada air limbah ini umumnya
disebut endocrine disrupters, karena steroid tersebut dapat masuk dalam sistem endokrin dan menyerupai hormon, sehingga dapat memicu atau menghambat
reseptor. Hal ini dapat mengganggu respon hormon pada manusia dan hewan Nghiem et al. 2002. Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang lebih baik untuk
memenuhi persyaratan yang ketat dalam penanganan air limbah, seperti penggunaan membran nanofiltrasi dan RO untuk menghilangkan steroid
estrogen dari air limbah.
F. Ayam sebagai Hewan Percobaan
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dimanfaatkan sebagai hewan model guna
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik Malole dan Pramono 1989. Ayam
merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam percobaan aprodisiaka. Ha lini disebabkan ayam jantan memberikan respon yang sangat
cepat terhadap perlakuan hormon testosteron, selain itu ayam juga merupakan hewan yang cepat berkembang, mudah dipelihara dalam jumlah banyak serta
sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Pubertas atau dewasa kelamin merupakan suatu periode dalam
kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana proses-proses reproduksi mulai berlangsung Hafez 1992. Periode tersebut ditandai dengan kemampuan
hewan untuk memproduksi benih pertama kali dan kemampuan untuk melakukan perkembangbiakan.
Birahi merupakan kegiatan fisiologis pada hewan yang dimanifestasikan dengan munculnya gejala keinginan untuk melakukan aktivitas kawin. Pada
hewan betina, pada kondisi birahi, folikel akan tumbuh dan berkembang menjadi folikel de Graf dan ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan.
Estradiol yang dihasilkan oleh folikel tersebut menyebabkan perubahan pada saluran reproduksi Tolihere 1981.
Pada hewan jantan kondisi birahi dipengaruhi oleh hormon jantan atau androgen terutama testosteron. Hormon tersebut dihasilkan oleh organ kelamin
primer yaitu testis, yang juga memproduksi spermatozoa. Organ testis terdiri dari
34
tubulus seminiferus dan sel-sel interstitial seperti sel Leydig. Sel Leydig berperan dalam biosintesa hormon testosteron, sehingga memungkinkan berlangsungnya
proses spermatogenesis di dalam testis Turner dan Bagnara 1976. Hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan anabolisme protein
pada jaringan tubuh. Selain mempengaruhi kondisi birahi, jika plasma testosteron cukup dalam tubuh, maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap
berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh McDonald 1980. Hasil penelitian Riani 1990 menunjukkan bahwa pemberian
hormon metil testosteron dan ekstrak gonad jantan ikan mas pada anak ayam jantan yang berusia tujuh hari, memperlihatkan munculnya ciri-ciri seksual
sekunder yang sangat dini, berupa munculnya jengger, munculnya taji pada kaki serta munculnya sifat-sifat kejantanan seperti suara berkokok dan munculnya
keinginan untuk berlaga.
G. Aprodisiaka