Proses Hilir PHA H. dan J. F. Wilkinson, 1958 di dalam Lafferty et al.,1988.

rendemen PHA di dalam sel sebesar lebih dari dua kali lipat apabila dibandingkan dengan kultivasi sistem curah. Bahan yang diumpankan pada proses kultivasi adalah hidrolisat pati sagu karena pengumpanan dengan hidrolisat pati sagu pada awal fase stationer menghasilkan konsentrasi sel dan konsentrasi PHA yang tinggi Atifah, 2006. Pada awal kultivasi, warna cairan kultivasi berwarna mendekati warna hidrolisat pati sagunya. Hal ini dikarenakan hidrolisat pati sagu yang dihasilkan pada saat hidrolisis pati sagu berwarna coklat karena tidak dilakukan pemucatan saat proses hidrolisis. Pada jam ke-24, cairan kultivasi mulai mengalami perubahan yakni warna yang semakin memucat dan tidak jernih serta viskositas cairan kultivasi meningkat. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan R. eutropha. Aktivitas pertumbuhan R. Eutropha saat kultivasi juga dapat diketahui dengan penurunan pH cairan kultivasi. Hal ini disebabkan terjadinya pembentukan asam sebagai hasil samping dari proses metabolisme dan adanya penambahan amonia yang merupakan sumber nitrogen bagi bakteri. Namun kondisi pH optimum untuk pertumbuhan R. eutropha adalah 7,0 sehingga saat terjadi perubahan pH saat kultivasi, dilakukan penambahan NaOH 4 M atau H 3 PO 4 1,33 M hingga pH 7,0 kembali tercapai.

3. Proses Hilir PHA

Proses hilir dilakukan setelah proses kultivasi selama 96 jam. Proses hilir bertujuan untuk memisahkan PHA dari komponen pengotor seperti asam nukleat, protein, lemak maupun sisa media yang masih ada. Proses hilir PHA diawali dengan proses ekstraksi melalui digest menggunakan NaOCl dan dilanjutkan dengan proses pemurnian melalui ekstraksi menggunakan kloroform. Proses ekstraksi biomassa dari cairan kultivasi dilakukan dengan cara sentrifugasi lima tahap. Sentrifugasi tahap pertama bertujuan memisahkan biomassa sel dalam cairan kultivasi. Biomassa sel yang diperoleh dicuci dengan menggunakan akuades. Pencucian ini dimaksudkan untuk memperoleh biomassa yang lebih bersih sehingga nantinya dapat meningkatkan kemurnian PHA yang dihasilkan. PHA merupakan produk intraseluler sehingga harus dikeluarkan dari biomassa sel dengan cara digest menggunakan NaOCl. Proses digest dilakukan dengan menambahkan larutan NaOCl ke dalam biomassa sel yang telah dicuci, kemudian larutan biomassa dalam NaOCl diaduk dengan menggunakan shaker. Selama proses digest, dinding sel dan komponen non-PHA akan terlarut dalam NaOCl sementara PHA tidak larut. PHA yang tidak larut tersebut dapat dipisahkan dari larutan NaOCl melalui sentrifugasi. Penambahan methanol pada PHA yang diperoleh akan melarutkan pengotor yang mungkin masih terkandung dalam PHA, seperti lemak dan pigmen yang berasal dari biomassa sel. Selain itu diketahui bahwa methanol tidak dapat melarutkan PHA sehingga pada proses penambahan methanol tidak berpeluang terjadi degradasi molekul PHA. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Senior et al. 1982 yang menyatakan bahwa methanol tidak dapat melarutkan PHA yang terdapat di dalam sel bakteri tetapi dapat melarutkan lemak dan pigmen yang terdapat di dalam sel. Cairan yang tidak dapat melarutkan PHB adalah aseton dan methanol. Pada akhir proses ekstraksi diperoleh PHA kering hasil pengovenan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Rendemen dari proses ekstraksi dengan NaOCl sebesar 4,04 gl cairan kultivasi. Gambar 4. PHA kering hasil ekstraksi dengan NaOCl PHA kering hasil ekstraksi dengan NaOCl tidak dapat membentuk lembaran bioplastik sehingga perlu dilakukan pemurnian PHA lebih lanjut. Pemurnian PHA selanjutnya dilakukan dengan ekstraksi menggunakan kloroform. Kloroform yang digunakan mampu melarutkan PHA sedangkan komponen non-PHA tidak dapat larut pada kloroform. Komponen non-PHA dapat dipisahkan dari larutan kloroform dengan cara penyaringan vakum sehingga filtrat hasil penyaringan merupakan PHA yang terlarut dalam kloroform. Kloroform diuapkan sehingga dihasilkan PHA yang lebih murni. Gambar 5 merupakan PHA hasil ekstraksi dengan kloroform. Proses ekstraksi dengan kloroform menghasilkan PHA sebanyak 25-40 dari PHA kering hasil ekstraksi dengan NaOCl atau sekitar 1,01-1,62 gl cairan kultivasi. Rendemen PHA hasil proses hilir ini lebih rendah dibandingkan dengan Randall et al. 2001 yang menghasilkan 45 dari bobot kering sel dan Lee 1996 yang menyampaikan bahwa Ralstronia eutropha adalah strain bakteri yang mampu menghasilkan PHA lebih dari 80 berat keringnya. Perbedaan rendemen dapat terjadi karena strain bakteri yang digunakan, substrat yang digunakan, waktu pemanenan, kondisi pertumbuhan saat kultivasi, faktor pembatas pertumbuhan dan metode ekstraksi isolasi yang berbeda. Strain bakteri yang tidak segar akan menyebabkan kualitas strain bakteri tersebut menurun sehingga kemampuan pertumbuhan dan kemampuan mensintesa PHA semakin menurun. Pertumbuhan dan kemampuan mensintesa PHA dari strain bakteri dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan bakteri saat kultivasi. Kurang optimalnya kondisi pertumbuhan seperti pH, suhu, aerasi, agitasi, nutrien, lama kultivasi dan waktu pengumpanan menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak maksimal dan proses sintesa PHA dalam bakteri menjadi terhambat. Metoda isolasi dan proses ekstraksi PHA yang kurang optimal juga dapat menyebabkan rendahnya rendemen PHA yang dihasilkan. Selain itu, menurut Anonim 1999, faktor lain yang dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi produk yang dihasilkan dalam bioreaktor adalah adanya media yang merupakan campuran kompleks antara bahan dengan kelarutan yang berbeda dan adanya bahan yang tidak larut dalam media sehingga pembentukan produk PHA menjadi sulit. Gambar 5. PHA hasil ekstraksi dengan kloroform B. PEMBUATAN LEMBARAN BIOPLASTIK Proses pembuatan lembaran bioplastik dilakukan melalui metode pelarutan dengan pemanasan hot mixing. PHA murni hasil ekstraksi dengan kloroform dilarutkan dengan kloroform selama satu jam pada suhu 50 o C. Pelarutan PHA dalam kloroform tidak menyebabkan adanya proses reaksi ataupun pembentukan produk baru karena penambahan pelarut hanya bertujuan untuk melarutkan PHA sehingga dapat dicetak membentuk lembaran bioplastik. Pemilihan kloroform sebagai pelarut disebabkan kelarutan PHA yang tinggi didalam kloroform sedangkan pemilihan pemanasan suhu 50 o C dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan PHA dalam kloroform serta menurunkan viskositas larutan. Jumlah kloroform sebagai pelarut didasarkan pada perbandingan jumlah PHA dan pemlastis DEG yang akan ditambahkan. Perbandingan antara PHA dan pelarut-pemlastis adalah 1 : 35. Tingginya perbandingan ini dilakukan karena jumlah PHA yang digunakan untuk pembuatan bioplastis hanya 0,260 gram sehingga bila menggunakan perbandingan yang lebih kecil akan mengakibatkan sulitnya proses pengadukan dan saat pemanasan, pelarut akan semakin mudah untuk menguap sehingga larutan menjadi sangat kental dan akan sulit untuk dikeluarkan dari wadah pengadukan untuk dicetak. Formulasi bahan dalam pembuatan lembaran bioplastik dibuat sedemikian hingga total komposisi bahan dari tiap konsentrasi adalah sama. Formulasi bahan dalam pembuatan lembaran bioplastik dengan berbagai konsentrasi DEG dapat dilihat pada Tabel 3 dan cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7. No. Konsentrasi DEG yang diinginkan PHA g Kloroform g DEG g Total g 1. 2. 3. 4. 5. 10 20 30 40 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 9,10 9,07 9,03 8,99 8,93 0,00 0,03 0,07 0,11 0,17 9,36 9,36 9,36 9,36 9,36 Hasil pencampuran PHA, kloroform dan DEG kemudian dicetak ke dalam cetakan kaca. Saat dicetak, kloroform diuapkan pada suhu ruang hingga semua kloroform teruapkan. Penguapan kloroform dimaksudkan agar dihasilkan lembaran bioplastik. Proses pembentukan lembaran bioplastik terjadi karena DEG yang ditambahkan pada larutan PHA tersisip secara fisika di antara rantai-rantai polimer PHA. Proses ini diilustrasikan seperti pada Gambar 6. Polimer Polimer + Pelarut Gambar 6. a. Reaksi antara polimer dan pelarut b Reaksi penambahan pemlastis pada polimer Spink dan Waychoff di dalam Modern Plastic Encyclopedia, 1958 Lembaran bioplastik yang baik dihasilkan pada lembaran bioplastik dengan penambahan DEG 0, 10, 20, dan 30 sedangkan dengan penambahan 40 DEG tidak dapat dihasilkan lembaran bioplastik. Penampakan yang terjadi dari penambahan DEG 40 yakni adanya cairan yang tidak mengering pada wadah pencetak dan diduga merupakan pemlastis DEG yang berlebih sehingga lembaran bioplastik tidak dapat terbentuk. DEG yang berlebih tersebut terjadi karena tidak adanya lagi PHA yang dapat berikatan dengan DEG. Oleh karena DEG yang ditambahkan bersifat tidak mudah menguap, DEG yang berlebih akan tetap berada pada cetakan dan menyebabkan timbulnya cairan serta penampakan basah pada hasil pencetakan. Hasil pembuatan lembaran bioplastik dapat dilihat pada Gambar 7 berikut: a b c d Gambar 7. Lembaran bioplastik dengan konsentrasi DEG 10 a, 20 b, 30 c dan 40 d Pada saat pembuatan lembaran bioplastik, penambahan pemlastis mengakibatkan terbentuknya ‘ikatan yang hilang’. Ikatan baru yang terbentuk tersebut adalah ikatan jembatan hidrogen antara PHA dan DEG yang terjadi akibat adanya gaya tarik-menarik elektron dari atom elektronegatif. Ikatan yang terbentuk antara PHA dan DEG tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Ilustrasi struktur kimia polimer PHA dengan penambahan pemlastis DEG Ikatan hidrogen ditandai dengan garis putus- putus Zahra, 2003 C. KARAKTERISASI LEMBARAN BIOPLASTIK Karakterisasi lembaran bioplastik dilakukan setelah proses pembentukan lembaran bioplastik. Pada karakterisasi lembaran bioplastik, akan diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari PHA murni dan lembaran bioplastik. Lembaran bioplastik dibuat dengan penambahan DEG sebagai pemlastis kedalam PHA murni yang dihasilkan. Hasil karakteristik tersebut kemudian dibandingkan dengan PP dan PHB menurut Brandl et al. 1990 Tabel 4. Uji karakteristik yang dilakukan pada lembaran bioplastik yang dihasilkan adalah kuat tarik, perpanjangan putus, sifat termal, derajat kristalinitas, gugus fungsi dan densitas. Tabel 4. Perbandingan sifat fisik dan kimia polipropilen PP, poli- β- hidroksibutirat PHB, PHA dan lembaran bioplastik DEG 20: PARAMETER PP PHB PHA Lembaran bioplastik DEG 20 Titik Leleh Tm o C 171-186 171-182 168,72 167,51 Kristalinitas 65-70 65-80 50,52 31,45 Densitas gcm -1 0,905-0,94 1,23-1,5 0,97 0,67 Kekuatan TarikMpa 39 40 0,12 0,07 Perpanjangan Putus 400 6-8 7,00 7,01 Sumber: Brandl et al 1990 didalam Atkinson dan Mavituna 1991 Hasil karakterisasi PHA dan lembaran bioplastik dari kultivasi R.. eutropha dengan substrat hidrolisat pati sagu

1. Kuat Tarik dan Perpanjangan Putus

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi Tributil Fosfat terhadap Karakteristik Bioplastik dari Poli-B-Hidroksialkanoat (PHA) yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan Substrat Hidrolisat Minyak Sawit

0 5 97

Pengaruh Konsentrasi Pemlastis Dietil Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada Substrat Hidrolisat Minyak Sawit

0 7 94

Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia Eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftlat (DMF)

0 19 102

Produksi bioplastik poli-3-hidroksialkanoat (pha) oleh ralstonia eutropha menggunakan substrat hidrolisat pati sagu (metroxylon.sp) sebagai sumber karbon

0 34 2

Pembuatan Bioplastik Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Yang Dihasilkan Oleh Rastonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu Dengan Pemlastis Isopropil Palmitat

1 12 98

Pengaruh Suhu, Jenis dan Perbandingan Pelarut Terhadap Kelarutan Bioplastik Dari Pha (Poly-Β-Hydroxyalkanoates) yang Dihasilkan Ralstonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu

1 14 132

Produksi Bioplastik Poli-3-Hidroksialkanoat (PHA) oleh Ralstonia Eutropha Menggunakan Substrat Hidrosilat Pati Sagu (Metroxylon sp.) sebagai Sumber Karbon

0 9 1

Pengaruh penambahan polioksietilen-(20)-sorbitan monolaurat pada karakteristik bioplastik poli-hidroksialkanoat (pha) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada substrat hidrollsat pati sagu

0 4 6

Pengaruh Konsentrasi Peg 400 terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (Pha) yang Dihasilkan Oleh Ralstonia Eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu

1 28 96

Pengaruh konsentrasi pemlastis dietil glikol terhadap karakteristik bioplastik dari polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada substrat hidrolisat minyak sawit

0 4 3