Pada bangunan tanggul exsisting yang ada pada muara sungai Belawan perlu dilakukan evaluasi terhadap fungsinya sebagai penahan limpasan air akibat
kenaikan muka air laut ke daratan. Hal ini mengingat masih sering terjandi banjir akibat pasang surut di daerah studi sehingga akan diteliti oleh penulis apakah
tanggul banjir pasang surut masih berfungsi secara maksimal untuk menahan limpasan air laut.
1.3 Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam pembahasan ini tidak terlalu luas maka dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:
1.
penulis hanya membahas banjir yang terjadi pada Kawasan muara sungai Belawan
2.
Pada curah hujan digunakan dengan metode Rasional.
3.
Perhitungan debit banjir rencana digunakan metode nakayasu. 4. Perhitungan elevasi pasang surut digunakan metode admiralty.
5. Perhitungan tinggi muka air banjir ROB dengan hecras.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan penelitian pada Tugas Akhir Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir ROB Kota Belawan ini adalah :
1. Untuk mengevaluasi keberadaan fungsi tanggul banjir ROB apakah masih dapat dipertahankan atau perlu di rekonstruksi ulang.
2. mengevaluasi apakah tinggi tanggul sudah mencukupi dalam
mengatasi kenaikan muka air laut akibat pasang surut.
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam menilai fungsi tanggul sebagai penahan limpasan kenaikan muka air laut ke arah pemukiman
kota Belawan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrologi
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar outflow. Air menguap ke udara dari permukaan
tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum
tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi
mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui
dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus hidrologi.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
2.1.1 Curah Hujan
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian
diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran
atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu point rainfall. Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat
curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.
Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos
penakar atau pencatat. 1. Rata-rata aljabar
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung arithmatic mean pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal
studi.
d = =
2.1
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d
1
, d
2
. . . d
n
= tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing
pos penakar tidak me areal.
2. Cara Poligon Thie
Cara ini berdasarkan penakar mempunyai
garis-garis sumbu tega penakar. Gambar 2.2
poligon Thiessen dala
Gambar 2.2 Poligon T
Curah hujan pada suat
dimana d = tinggi cur hujan mm, A
n
= lua total DAS km
2
.
1 1
1
A A
d .
A d
A d
. A
d
1 1
menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh
hiessen kan rata-rata timbang weighted average.
ai daerah pengaruh yang dibentuk dengan m tegak lurus terhadap garis penghubung di antar
2.2 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, da n dalam Daerah Aliran Sungai DAS.
gon Thiessen pada DAS
suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan be 2.2
curah hujan rerata daerah mm, d
n
= hujan pa luas daerah pengaruh pos penakar hujan km
2
n 2
n n
2 2
A .....
A d
. A
..... d
. A
A d
. A
..... d
. A
n n
2 2
uh pos di seluruh
. Masing-masing menggambarkan
ntara dua buah pos 2, dan 3 dari skema
n berikut: 2.2
2.3 pada pos penakar
km
2
, dan A = luas
3. Cara isohyet
Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama isohyet, seperti terlihat pada Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Peta Isohyet
Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yeng berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut:
2.4
2.5
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A
1
+ A
2
+ A
3
+ ...+ A
n
, dan d
0,
d
1,
..., d
n
= curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n. Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya
n 2
1 n
n 1
n 2
1 1
...A A
A A
2 d
d ...
A 2
d d
A 2
A d
d d
i
i i
1 i
A A
2 d
d d
juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan hujan orografik.
2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu:
A. Distribusi Normal B. Log Normal
C. Gumbel D.Log Pearson Type III
A. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan
persamaan sebagai berikut: X
T
= X + k.Sx 2.6
Dimana: X
T
: Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
X: Harga rata–rata dari data
n X
n 1
i
K: Variabel reduksi
Sx : Standard Deviasi
1 n
X X
n 1
i n
1 2
i
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss
sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37
B. Distribusi Log Normal
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:
Log X
T
= Log X + k.Sx Log X 2.7
Dimana: Log X
T
: Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.
Log X : Harga rata – rata dari data
n X
log
n 1
i
SxLog X: Standard Deviasi
1 n
X Log
LogX
n 1
i n
1 2
i
K : Variabel reduksi
Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal
Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37
C. Distribusi Gumbel
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:
X
T
= X + K.Sx 2.8
Dimana: X
T
: Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
X: Harga rata – rata dari data
n X
n 1
i
Sx: Standard Deviasi
1 n
X X
n 1
i n
1 2
i
K: Variabel reduksi.
Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga: K
n n
T
S Y
Y
2.9
Dimana: Y
T
: Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T
Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data N
Sn: Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N
Tabel 2.3 Standar Deviasi Yn untuk Distribusi Gumbel
Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 51
Tabel 2.4 Reduksi Variat YTR sebagai fungsi periode ulang Gumbel
Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52
Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi Sn untuk Distribusi Gumbel
Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52
D. Distribusi Log Person III
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:
Log X
T
=
X Log
+ Ktr. S1 2.10
Dimana:
Log X
T
: Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.
Log X : Harga rata – rata dari data,
X Log
n X
Log
n 1
i i
S
1
: Standard Deviasi, S
1
=
1 n
X Log
X Log
n 1
i 2
i
dengan periode ulang T.
3 i
n 1
i 3
i
S .
2 n
1 n
X Log
X Log
. n
Cs
Dimana : Cs = Koefisien kemencengan
Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson
Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 43
2.2 Metode Perhitungan Debit Banjir
2.2.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha.Untuk daerah yang alirannya lebih luas
sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode
rasional yang diubah. Rumus metode rasional: Q = f x C x I x A 2.20
dimana, C: Koefisien pengaliran, I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi mmjam, A: Luas daerah aliran km
2
dan f: Faktor konversi = 0,278.
2.2.2 Metode Hidrograf Banjir
Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang
tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan,
dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan
bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu time invariant.Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak
memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:
1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan interception 2. Tampungan di cekungan depression storage
3. Pengisian lengas tanah replenisment of soil moisture 4. Pengisian air tanah recharge dan
5. Evapotranspirasi Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu
unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak
lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR Automatic Water Level Recorder. Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut
hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit.Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran
langsung air hujan, dan aliran dasar base flow.Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.
a. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap
selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya
limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih
pendek dari periode naik hidrograf waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak. Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira
sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.
Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan.Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan
hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan.Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan
bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:
1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas
hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran. 2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu
memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif
yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan
ordinat sebesar n kali lipat. 3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif
berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan danatau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi
beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi.
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat.Namun
demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak
dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.
b. Hidrograf Satuan Sintetik