Tetapi kejadian tersebut tidak selalu menimbulkan masalah atau bencana bila tidak disertai oleh faktor lain yang menyebabkan spring tide tadi melampaui
kondisi rata-rata.
a. Pengaruh perigee dan apogee
Kekuatan gaya gravitasi suatu benda ditentukan oleh jarak. Demikian juga gaya gravitasi bulan, besarnya bergantung pada jarak dari bulan garis orbit ke pusat
inti bumi. Orbit bulan berbentuk elip, karena itu jarak bulan dengan bumi selalu berubah. Jarak terjauh bulan dari pusat bumi ketika berevolusi mengelilingi bumi
pada orbitnya disebut apogee, sedangkan jarak terdekatnya disebut perigee Gambar 1
Jarak perigee terdekat adalah 356,375km sedangkan jarak apogee terjauh adalah 406.720km. Jadi, selisih jarak apogee dengan perigee dapat mencapai
45.000km lebih besar darpada keliling bumi. Selisih ini memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap efek gravitasi bulan di permukaan bumi.
Ketika posisi bulan berada pada titik perigee, efek gaya gravitasi bulan di bumi akan sangat besar. Bila kondisi itu bersamaan pula dengan situasi bulan
dan matahari berada pada satu garis lurus maka terbentuklah pasang yang
sangat tinggi yang disebut perigean spring tide. Pasang jenis inilah yang
sering menimbulkan masalah bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pantai. Bila pasang tersebut disertai tiupan angin kencang yang durasinya
panjang maka terjadilah fenomena gelombang pasang.
b. Pengaruh inklinasi orbit bulan dan sumbu bumi
Faktor lain yang menentukan terjadi atau tidaknya perigean spring tide di suatu tempat adalah apakah tempat tersebut berada di bawah lintasan bulan
atau tidak. Bidang orbit bulan selalu berinklinasi tetap terhadap bidang orbit bumi dengan sudut 5
o
8’ Gambar 9.11A, karena itu suatu ketika bulan dapat berada tepat pada bidang orbit bumi saat berevolusi.
Titik dimana posisi bulan berada tepat di bidang orbit bumi saat dia bergerak turun jika dilihat dari atas kutub utara disebut simpul turun
descending node; sedangkan titik dimana posisi bulan tepat di bidang orbit bumi saat ia bergerak naik disebut simpul naik ascending node. Ketika
berada di simpul turun atau simpul naik itulah lintasan bulan sejajar dengan lintasan matahari Gambar 2
.
Tempat-tempat yang dapat berada di bawah simpul naik atau simpul turun itu selalu berubah secara siklik karena pengaruh inklinasi sumbu bumi terhadap
bidang orbitnya. Seperti diketahui, ketika berevolusi mengelilingi matahari kemiringan sumbu bumi terhadap bidang orbitnya selalu berubah. Perubahan
maksimum sumbu bumi bila dilihat dari atas kutub utara adalah 23,5
o
. Peristiwa itu menyebabkan bidang equator bumi berubah secara siklik
terhadap bidang orbitnya. Ketika sumbu bumi condong ke arah matahari dengan besar sudut 23,5
o
maka lintasan matahari bila dilihat dari garis equator katulistiwa berada pada garis 23,5
o
Lintang Utara LU. Sebaliknya, bila sumbu bumi condong menjauhi matahari sejauh 23,5
o
maka lintasan matahari berada pada garis 23,5
o
Lintang Selatan LS.
Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 15 hari dengan pembacaan ketinggian air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada 2 lokasi yaitu di muara
Sungai Belawan dan Sungai Deli yang secara teknis memenuhi syarat untuk
kebutuhan pemodelan. Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 satu cm. Hasil pengamatan pada papan peilschall dicatat
pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut yang telah disediakan. Elevasi tersebut kemudian diikatkan levelling ke patok pengukuran topografi terdekat
pada salah satu patok seperti Gambar 2.3, untuk mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Hal ini dilakukan agar pengukuran
topografi, bathimetri, dan pasang surut mempunyai datum bidang referensi yang sama.
Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2 dimana:
T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan pelischaal
BT.1 = Bacaan benang tengah di patok
BT.1 = Bacaan benang tengah di peilschaal
Gambar 2.8 Pelischaal rambu pengamatan pasang surut di 2 lokasi
Gambar 2.9 Pengikatan levelling peilschaal
Perhitungan konstanta pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Admiralty. Hasil pencatatan yang diambil dengan interval 1 jam
sebagai input untuk Admiralty dan konstanta pasang surut. Analisis pasang surut meliputi:
• uraian komponen-komponen pasang surut
• penentuan tipe pasang surut yang terjadi
• peramalan fluktuasi muka air akibat pasang surut
• perhitungan elevasi muka air penting
Patok BT. 1
BT. 2
Peilschaal
Gambar 2.10 Pekerjaan pengikatan levelling pelischaal
menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass
Komponen-komponen pasang surut didapat dengan menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya.
Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah
Metoda Admiralty. Dengan konstanta pasang surut yang ada pada proses sebelumnya dilakukan
penentuan jenis pasang surut dengan menggunakan rumus berikut:
2 2
1 1
S M
O K
NF
Dimana jenis pasut untuk nilai NF: 0....0,25
= semi diurnal 0,25....1,5
= mixed type semi diurnal dominant
1,5....3,0 = mixed type diurnal dominant
3,0 = diurnal
Gambar 2.11 Bagan alir perhitungan dan peramalan perilaku pasang surut laut
Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut untuk 15 hari yang dipilih bersamaan dengan masa pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan tersebut
dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang didapatkan dilakukan pula peramalan
pasang surut untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi penting pasang surut yang menjadi ciri
daerah tersebut sebagaimana disajikan pada Gambar 2.17 sd 2.18 lihat sub bab 2.4.1.
Dari elevasi penting pasang surut yang ada maka ditetapkan nilai LLWL sebagai elevasi nol acuan. Disamping itu dari peramalan untuk masa 20 tahun ke depan
akan didapatkan nilai probabilitas dari masing-masing elevasi penting di atas.
Tabel 2.7 Elevasi muka air pasang dan surut
2.6 Tanggul