PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013

(1)

PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA

TAHUN AJARAN 2012-2013

Oleh BERLINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan Konseling Jurusan Iilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI

DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE

BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013

Oleh Berlina

Masalah dalam penelitian ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru. Permasalahannya “Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

Metode yang digunakan dalam penelitian quasi eksperimen desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian enam orang siswa kelas XI yang mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru mengalami penurunan setelah pemberian treatment. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai P (presentase peningkatan) sebesar -51%, yang artinya tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menurun sebesar 51%.

Kesimpulan dari penelitian, penggunaan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. Saran yang diberikan: (1) Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru hendaknya mengikuti layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi. (2) Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. (3) Bagi peneliti lain yang meneliti masalah kecemasan dapat melakukan penelitian dengan treatment berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan.

Kata kunci: cognitive behavior therapy, kecemasan siswa saat berkomunikasi, relaksasi


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 5

3. Pembatasan Masalah ... 5

4. Rumusan Masalah ... 6

B. Tujuan... ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

C. Kerangka Pikir ... 7

D. Hipotesis……. ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi Komunikasi... 12

1. Kecemasan ... 12

2. Komunikasi ... 13

3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru ... 14

4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi ... 15

B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy ... 16

1. Pendekatan Behavioral ... 16

2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy 17

3. Penggunaan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) ... 19

4. Teknik dalam Cognitive Behaviour Therapy (CBT)... 20

5. Penggunaan Teknik Relaksasi ... 21

6. Macam-macam Bentuk Relaksasi ... 23

7. Tahap-tahap Pelaksanaan Relaksasi ... 24

C. Kaitan Antara Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dengan Kecemasan dalam Komunikasi ... 26


(7)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Subjek Penelitian ………. ... 32

D. Variabel Penelitia ... 33

E. Definisi Operasional………... .... 33

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35

G. Uji Validitas dan Reabilitas Instrument ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian... ... 41

1. Gambaran Hasil Pra Pelaksanaan Layanan Konseling MenggunakanPendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi ... 41

2. Data Hasil Base-Rate dan Post-Rate ... 43

3. Uji Hipotesis ... 45

4. Pelaksanaan Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy Teknik Relaksasi ... 46

5. Deskripsi Hasil yang Diperoleh dari Setiap Siswa ... 49

B. Pembahasan... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan... ... 66

1. Kesimpulan Statistik ... 66

3. Kesimpulan Penelitian ... 66

B. Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Latar Belakang dan Masalah

Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2002).

Dalam dunia pendidikan, sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang, dan dalam pelaksanaannya peran komunikasi sangatlah penting dan mutlak diperlukan sebagai penambah dan pengembang kemampuan siswa. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan dengan tampa adanya komunikasi. Menurut Mailani (2011), ketika seseorang belajar, berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan komunikasi.


(9)

Sebuah proses belajar mangajar mengutamakan dialog antara siswa dan guru. Namun pada pelaksanaanya hanya guru saja yang aktif menjelaskan, sementara siswa hanya cenderung pasif. Agar kita dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi secara langsung dengan guru.

Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi secara lisan sangatlah besar artinya. Kesempatan ini juga dapat menjadi latihan untuk siswa dalam mengemukakan kritik yang konstruktif dan dapat juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan, dimana hal ini menuntut siswa untuk membuat dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau permasalahan. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka, siswa dapat mengemukakan gagasan dari berbagai informasi dengan mendeskripsikan keputusan dan mengajukan permasalahan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru Bimbingan Konseling disalah satu sekolah saat peneliti mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Way Lima, dapat diketahui ada beberapa siswa yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi, contohnya saat siswa diminta untuk berkomunikasi dengan guru dan hal ini juga diperkuat oleh keterangan guru mata pelajaran bahwa siswa lebih cenderung pasif. Ketika guru memberikan latihan tertulis pada siswa, siswa mampu untuk mengerjakannya, namun ketika latihan tersebut diberikan dalam bentuk lisan, siswa lebih memilih untuk diam.


(10)

Respon yang juga ditunjukkan oleh siswa pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat, ide dan gagasannya yaitu siswa masih merasa takut, gugup, gelisah, dan berkeringat dingin. Reaksi tersebut terjadi karena siswa beranggapan bahwa apa yang hendak ia komunikasikan akan salah dan akan dimarahi guru. Siswa takut dianggap sebagai pembangkang, diremehkan oleh guru dan teman-temanya, serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon pernyataan yang diberikan oleh guru.

Jika rasa cemas muncul saat siswa berkomunikasi dengan guru, maka proses komunikasi antara siswa dengan guru akan terganggu dan pesan yang disampaikan siswa belum bisa sempurna diterima oleh guru. Menurut Rochaini dan Indah (2010), siswa yang mengalami kecemasan dalam komunikasi cenderung mengalami gangguan psikis seperti: perasaan takut, sulit konsentrasi, panic, tegang, dan gelisah.

Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan yang dihadapi siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi tersebut.

Kecemasan bagi sebagian besar orang mungkin dianggap tidak bermasalah, padahal jika perasaan cemas berkepanjangan dan seseorang tidak mampu mengatasi kecemasannya, maka hal ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap hasil dari belajar. Dalam hal ini diperlukan sebuah pendekatan khusus yang dapat membantu mengurangi kecemasan tersebut.


(11)

Salah satu strategi yang dapat mengurangi kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru adalah pendekatan Cognitive Behavioral Therapy. Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat, 2008), “Modifikasi perilaku-kognitif efektif untuk mengatasi individu yang mengalami kecemasan komunikasi antar pribadi”. Komunikasi antar pribadi adalah interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil (Changara, 2003).

Melihat dari penelitian Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat, 2008), dapat disimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku kognitif dapat membantu mengurangi masalah kecemasan berkomunikasi. Dalam menangani masalah kecemasan pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT) menggabungkan antara terapi kognitif dan modifikasi perilaku, dimana konselor membantu konselee untuk mengubah pola pikirnya yang tidak adaptif menjadi pola fikir yang adaptif sekaligus memodifikasi perilakunya.

Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian tentang penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan pendekatan Cognitive Behaviorl Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima tahun ajaran 2012-2013.


(12)

2. Indentifikasi Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasikan sebagai berikut:

1. Ada siswa yang merasa takut, gelisah, dan berkeringat dingin pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dengan mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya.

2. Terdapat siswa yang gugup dalam berkomunikasi dengan guru baik di kelas ketika proses belajar mangajar berlangsung mapun di luar kelas. 3. Beberapa siswa beranggapan bahwa pendapatnya akan salah dan akan

dimarahi guru apabila ia mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya. 4. Ada siswa yang takut dianggap sebagai pembangkang bila ia bertanya

pada guru.

5. Beberapa siswa takut dianggap remeh oleh guru dan teman-temanya jika ia bertanya pada guru, mengemukaan pendapat, ide dan gagasanya.

6. Terdapat siswa yang merasa malu dan dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon materi yang diberikan oleh guru.

3. Pembatasan Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka untuk lebih efektif penulis membatasi masalah dengan mengkaji mengenai penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013.


(13)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru, adapun permasalahnya adalah:

“Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”

B. Tujuan

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ditinjau dari dua hal, sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep bimbingan konseling kususnya layanan konseling individual pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.


(14)

2. Manfaat secara praktis

1) Bahan masukan guru bimbingan konseling dalam memberikan bantuan yang tepat terhadap siswa-siswi yang memiliki masalah kecemasan saat berkomunikasi dengan guru di sekolah.

2) Dapat dijadikan suatu sumbangan informasi, pemikiran bagi guru pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya dalam upaya mengatasi masalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru di sekolah menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik relaksasi.

C. Kerangka Pikir

Pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Idealnya melalui pendidikan seseorang dapat dimanusiakan menjadi manusia yang berkualitas, berkepribadian matang, dewasa, mandiri, dan menghayati dirinya sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Setiap bentuk pendidikan seperti halnya pendidikan informal, pendidikan nonformal, atau pendidikan formal seharusnya terarah pada tujuan pendidikan, yaitu menciptakan suatu komunikasi harmonis dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan hal ini sudah harus mulai diciptakan bagi para pelaku pendidikan itu sendiri, yang dimaksudkan di sini adalah orang tua, guru dan masyarakat pada umumnya.

Sekolah dalam hal ini bertugas untuk menciptakan perimbangan yang harmonis antara berbagai unsur dalam lingkungan sosial dan mengusahakan agar seorang peserta didik dapat keluar dari keterbatasan lingkungan sosialnya. Para guru sebagai koordinator, fasilitator di sekolah tentu dituntut


(15)

untuk berperan lebih menciptakan suatu kondisi demi tercapainya tujuan ini. Kondisi yang seharusnya tercipta untuk tercapainya tujuan itu adalah adanya keharmonisan komunikasi, sehingga pada proses belajar mengajar, sosial masyarakat, dan lingkungan keluarga, siswa mampu berinteraksi dengan baik. Akan tetapi kenyataannya justru berbicara lain. Komunikasi yang baik sebagai tujuan pendidikan kelihatannya hanya merupakan sebuah ungkapan untuk berbasa-basi dan juga merupakan harapan yang sia-sia. Terlihat dari proses pendidikan yang ada di lapangan, para peserta didik dijadikan sebagai bank bangi guru untuk menabung semua pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya padahal seharusnya peserta didik dijadikan sebagai subyek atau pribadi yang bebas untuk mengungkapkan diri dan gagasannya ditengah peserta yang lainnya.

Saat mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Way Lima, peneliti menemukan beberapa siswa mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa siswa, dapat diketahui penyebab kecemasan yang dialami siswa saat berkomunikasi dengan guru dikarenakan siswa mempunyai pikiran-pikiran negatif seperti: takut saat berkomunikasi dengan guru ketika ditanya jawabanya salah dan dimarahi oleh guru, ditertawakan oleh teman-temannya, dianggap sebagai pembangkang, diremehkan oleh guru dan teman-temannya, serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain.

Kecemasan dalam melakukan komunikasi diungkapkan oleh West & Turner (2009) sebagai ketakukan berupa perasaan dan pikiran negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup, panik, ataupun pikiran-pikiran yang buruk ketika melakukan komunikasi.


(16)

Kecemasan komunikasi yang dialami siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Powell & Powell (2010), faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu:

a. Genetika : Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari individu tersebut, dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi, penampilan fisik, bentuk tubuh.

b. Skill acquisition : Individu akan merasa cemas dipengaruhi dengan

keberhasilan individu mengembangkan keterampilan dalam komunikasi.

c. Modelling : Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi

terhadap orang lain yang diamati oleh seseorang didalam interaksi sosialnya.

d. Reinforcement : Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering

individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi dan tidak didorong untuk berkomunikasi akan mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul kecemasan komunikasi.

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi

Siswa yang mengalami kecemasan komunikasi dengan guru akan merasa sulit dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi, sehingga tidak mampu mencerminkan rasa kehangatan, keterbukaan, dan mengapresiasikan

Modelling

Reinforcement

Kecemasan Komunikasi Genetika


(17)

perasaannya melalui kata-kata. Oleh sebab itu diperlukan suatu penanganan agar siswa lebih aktif dan tidak cemas berkomunikasi dengan guru.

Berdasarkan asumi di atas, maka peneliti akan menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) untuk membantu mengurangi kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. Dan alur kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2. Alur Kerangka Pikir Penelitian

Dari gambar diatas terlihat bahwa kecemasan tinggi saat siswa berkomunikasi dengan guru di sekolah sebelum diberikan Pendekatan Cognitive Behavior

Therapy dengan teknik relaksasi. Dan kecemasan rendah saat siswa

berkomunikasi dengan guru di sekolah setelah diberikan Pendekatan Cognitive Behavior Therapy dengan teknik relaksasi.

Kecemasan tinggi saat siswa berkomunikasi

dengan guru

Konseling Individu Pendekatan Cognitive

Behaviour Theraphy

Kecemasan rendah saat siswa berkomunikasi


(18)

D. Hipotesis

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011).”

Bedasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang kebenanrannya harus diuji secara empiris melalui data-data yang terkumpul, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013.

Ho: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru tidak dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy tetknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi 1. Kecemasan

Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan.

Selanjutnya, dikemukakan pula oleh Xun (2008) bahwa kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan system saraf otonom. Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger (2000), ia mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa simtom seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah dan lemas. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuper & Kuper (2000), bahwa


(20)

kecemasan merupakan perasaan takut, gugup, kawatir, panik yang disertai detak jantung meningkat, berkeringat ketegangan otot, peningkatan pernapasan dan mulut kering.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak nyaman dan kekhawatiran tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah interaksi social yang berbentuk tindakan kolektif dan kerjasama. Komunikasi merupakan proses pembentukan dan bertukar informasi dalam percakapan informal, interaksi grup atau berbicara di depan public, Verbender, V & Sellnow: 2009 (Efendy: 2011)

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Steward: 2006 (Efendy: 2011) mengenai komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Menurut Efendy (2011) istilah komunikasi merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim pesan dan memberikan informasi, pesan, atau gagasan pada orang lain dengan


(21)

maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan, atau gagasan dengan pengirim pesan.

Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan makna maupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.

3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru

Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya. Seperti yang dikemukakan oleh Sellnow, (2005) bahwa kecemasan dalam komunikasi dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009) yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang dialami individu ketika akan berbicara dengan orang lain seperti perasaan gugup.


(22)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan berkomunikasi yaitu ketakutan, kakhawatiran, berupa perasaan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup, ataupun panik yang dialami individu dalam melakukan komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu.

4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi dapat dibagi berdasarkan tipe-tipe dari kecemasan komunikasi, ada 4 tipe dari kecemasan komunikasi menurut Powell & Powell (2010), yaitu:

a. Traitlike adalah derajat kecemasan yang relatif setabil dan relatif panjang

waktunya ketika seseorang dihadapkan pada berbagai konteks komunikasi, seperti misalnya dalam public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi, dan komunikasi kelompok.

b. Audience-Based merupakan kecemasan komunikasi yang dialami

seseorang ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu tampa memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi kecemasan.

c. Situasional adalah kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan

situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa (unusual) dari orang lain.

d. Contex-Based merupakan kecemasan komunikasi hanya pada setting

tertentu. Kecemasan berkomunikasi timbul karena berada dalam tempat-tempat tertentu.

Berdasarkan tipe-tipe kecemasan komunikasi diatas, yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah kecemasan komunikasi Audience-Based. Yaitu kecemasan komunikasi yang dialami siswa ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu seperti figur otoritas atau guru di sekolah tampa memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi kecemasan.


(23)

B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy

1. Pendekatan Behavioral

Cognitive Behaviour Therapy merupakan salah satu teknik dari pendekatan

behavioral. Sebelum memasuki pengertian Cognitive Behaviour Therapy,

sekilas akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai pendekatan behavioral.

Pendekatan behavioral didasari oleh eksperimen yang melakukan investigasi tentang prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Konseling behavioral memiliki asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi untuk berprilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu manusia dipandang sebagai individu yang melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi prilaku orang lain, Walker & Shea, 1988, p. 36 (Komalasari, dkk: 2011).

Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang prespektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para behaviorist yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari tiga trend utama, yaitu: trend I: kondisioning klasikal

(Classical Conditioning), trend II (Operant Conditioning), dan trend III


(24)

Dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru penulis akan menerapkan penggunaan taknik behavioral trend III yaitu Cognitive Behavioral Therapy.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy muncul sekitar tahun 1960, dan dilatar belakangi oleh psikiater Amerika Beck. Beck (Wilding dan Milne: 2008) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat proses pemikiran yang paralel dan inilah yang mempengaruhi perilaku seseorang. Jika digambarkan model dari Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah sebagai berikut:

Kejadian atau peristiwa

Pikiran

Perilaku Perasaan (emosi dan fisik)

Perilaku yang muncul

Gambar 2.1. Model Utama Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Beck (Wilding dan Milne: 2008) menggunakan Cognitive Behavioral Therapy

(CBT) untuk membantu mengatasi masalah depresi. Beck juga menjelaskan

bahwa Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk konseling yang bertujuan membantu klien


(25)

agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan teknik menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku.

Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisi merupakan penentu utama mengenai bagaimana kita merasakan dan berbuat. Beck (Corey: 1990) menulis bahwa, dalam arti yang paling luas, “terapi kognitif terdiri dari semua pendekatan yang menjadikan kepedihan psikologis lebih bisa tertahankan melalui medium mengoreksi konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya sendiri”.

Selanjutnya teori ini tidak menggunakan reinforcement dengan menganggap bahwa individu dapat belajar malakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan mengulang apa yang dilihat. Tingkah laku ditentukan oleh antisipasi terhadap konsekwensi. Teori ini juga menekankan pada kognisi dan regulasi diri. Manusia sebagai pribadi dapat mengatur diri sendiri (self regulation), dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan dukungan kognitif, dan dapat melihat konsekwensi bagi tingkah laku sendiri. Dari penjelasan di atas, secara singkat Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan memperlamah timbulnya perilaku yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan keterampilan copying yang sesuai.


(26)

3. Penggunaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat dipakai untuk penyembuhan

beberapa gangguan yang terjadi pada diri seseorang, terutama gangguan yang terjadi karena pemikiran yang salah terhadap suatu kejadian. Wilding dan Milne (2008) menyatakan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang dapat membantu individu yang mengalami masalah depresi dan kecemasan, Oemarjoedi (2003) menambahkan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan kepribadian, depresi, schizophren, gangguan kecemasan, ganguan panic, pobia, gangguan somatoform, ketergantungan substansi, gangguan makan, gannguan obsesi komulsi, gangguan stress pascatrauma, hipokondria, dan masalah emosi bahkan masalah perkawinan. Selain itu dijelaskan oleh Froggatt (2006) bahwa

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu mengatasi masalah

kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan khusus seperti kecemasan social dan kecemasan pasca trauma.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat membantu seseorang

mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti komunikasi, hubungan interpersonal, kepemimpinan dan manajerial serta peningkatan motivasi (Oemarjoedi: 2003).

Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pendekatan Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) dapat di pakai untuk membantu seseorang dalam


(27)

dan depresi, selain itu pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki seseorang.

4. Teknik dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Setiap pendekatan yang dipakai untuk membantu seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi pasti mempunyai teknik yang berbeda

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) memiliki teknik yang berfariasi untuk

berbagai masalah, Froggatt (2006) menyatakan bahwa ada beberapa teknik dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yaitu:

a. Pemajanan

Pemajanan (exposure) merupakan teknik yang sering dipraktikkan. Tujuannya adalah menguji keyakinan meningkatkan toleransi terhadap ketidak nyamanan dan mengembangkan keyakinan terhadap kemampuan sendiri dalam mengatasi masalah. Biasanya pemajanan dilakukan secara bertahap, langkah ini dimulai dari situasi yang sedikit menakutkan, dilanjutkan dengan hal yang lebih mencemaskan dan berakhir dengan hal yang sangat menakutkan. Biasanya proses ini dilakukan dengan membuat hirarki kecemasan.

b. Pencegahan Reaksi

Pemejanan sering dikaitkan dengan pencegahan reaksi, ini meliputi penghambatan setiap strategi disfungsional yang bisa digunakan dalam menangani situasi yang menakutkan. Contohnya bila takut berada ditempat umum dan terdorong untuk lari dari situasi tersebut, cobalah untuk tinggal sampai rasa panic itu berkurang.


(28)

c. Relaksasi

Usaha untuk mengajari seseorang relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa teknik dalam pendekatan

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) meliputi teknik pemanjanan, teknik

pencegahan reaksi dan relaksasi. Dan dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik relaksasi. Menurut Thantawy (Froggatt: 2006) relaksasi adalah teknik mengatasi kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf, itu terjadi atau bersumber pada objek-objek tertentu. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek sepirit tetap aktif bekerja.

5. Penggunaan Teknik Relaksasi

Chaplin, 1975 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi pengertian relaksasi sebagai kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau, relaksasi adalah satu keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang kuat. Selanjutnya, ia juga member batasan tentang terapi relaksasi, sebagai suatu bentuk terapi yang menekankan pada mengajarkan pasien tentang


(29)

bagaimana rileks, dengan asumsi bahwa keadaan otot yang rileks akan membantu mengurangi ketegangan kejiwaan.

Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi pengertian relaksasi (otot) sebagai usaha mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki. Dengan cara itu seseorang mengalami dan menyadari tentang perasaan-perasaan tersebut untuk beberapa saat lamanya. Dengan adanya perubahan perasaan tegang ke perasaan rileks itu dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, kecepatan jantung, kecepatan pernafasan, dan juga mempengaruhi proses-proses di dalam tubuh serta cara-cara seseorang berbuat atau merespon secara lahiriah. Tujuan jangka panjang dari relaksasi otot adalah agar tubuh dapat memonitor sesegera mungkin semua singnal kontrolnya dan secara otomatis membebaskan tegangan yang tidak diinginkan.

Burn (Subandi, dkk: 2003) mengatakan beberapa keuntungan dari relaksasi, antara lain:

a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stressor.

b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stressor seperti hipertensi, sakitkepala, imsomnia dapat dikurangi atau diobati dengan rileksasi. c. Mengurangi tingkat kecemasan

d. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, dan mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya. e. Meningkatkan penampilan kerja, social, dan keterampilan fisik.

f. Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi.


(30)

g. Kesadaran diri tentang kesadaran fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai latihan rileksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.

h. Relaksasi merupakan bantuan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan oprasi.

i. Konsekwensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil control yang meningkat terhadap reaksi stress.

j. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional.

Dari penjelasan beberapa keuntungan relaksasi diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan serta meningkatkan hubungan interpersonal seseorang.

6. Macam-macam Bentuk Relaksasi

Terapi relaksasi ada beberapa macam, menurut Bernstein dan Borkovec, 1973.et.all (Subandi dkk: 2003) ada tiga macam relaksasi otot, yaitu tension relaxation, letting go, dan difrential relaxation.

a. Tension relaxation

Dalam metode ini individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot, kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati perbedaan antara ketika otot tegang dan ketika otot lemas. Disini individu diberi tahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dia lebih menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan, dan sensasi-sensasi tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan. Individu dilatih untuk melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat, seolah


(31)

-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga individu akan merasakan rileks. Pada mulanya prosedur pelemasan otot-otot dengan cepat ini dikenalkan oleh Lazarus dan Paul dikutip oleh Goldfried dan Davison (Subandi, dkk: 2003). Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, bisep, bahu, leher, wajah, perut dan kaki.

b. Letting go

Bertujuan memperdalam relaksasi. Pada fase ini individu dilatih untuk lebih menyadari ketegangannya dan berusaha sedapat mungkin untuk mengurangi serta menghilangkan ketegangan tersebut menurut Goldfried dan Davidson, 1979 (Subandi, dkk: 2003).

c. Differentioan Relaxation

Digunakan untuk merilekskan otot yang ketegangannya berlebihan dan untuk merilekskan otot–otot yang tidak perlu tegang pada waktu individu melakukan aktivitas itu, menurut Berkin dan Borkanc, 1973.et.all (Subandi, dkk: 2002).

7. Tahap-Tahap Pelaksanaan Relaksasi

Sebelum latihan relaksasi dilakukan, perlu diperhatikan mengenai lingkungan fisik (physical setting), sehingga individu dapat berlatih dengan tenang, Bernstein & Borkovic, 1973: Goldfried.et.all (Subandi, dkk: 2003). Lingkungan fisik tersebut antara lain:

a. Kondisi Ruangan

Ruangan yang digunakan untuk latihan rileksasi harus tenang, segar dan nyaman. Untuk mengurangi suara dan cahaya dari luar, jendela dan pintu


(32)

sebaiknya ditutup. Penerangan ruangan sebaiknya remang-remang saja, dan dihindari adanya sinar langsung yang mengenai mata individu, sehingga memudahkan mereka untuk berkonsentrasi.

b. Kursi

Dalam latihan relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh. Berdasarkan pengalaman menggunakan kursi malas, sofa, atau kursi yang ada sandarannya akan mempermudah individu dalam melakukan relaksasi. Latihan relaksasi juga dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.

c. Pakaian

Pada waktu latihan rileksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar, dan hal-hal yang mengganggu jalannya relkaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pinggang) dilepas dulu.

Cormier & Cormier, 1985 (Subandi, dkk: 2003). Mengemukakan bahwa strategi relaksaasi terdiri atas 7 (tujuh) tahapan sebagai berikut:

1. Rasional penggunaan treatment relaksasi 2. Petunjuk tentang berpakaian

3. Menciptakan suasana yang nyaman 4. Permodelan oleh konselor

5. Petunjuk untuk melakukan relaksasi 6. Penilaian pasca relaksasi

7. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut

Berdasarkan pengamatan Burnstein & Borkovic dalam Nelson, 1982 (Rochhaini, dkk: 2010) bahwa latihan relaksasi dengan memusatkan pada sekelompok otot terdiri atas lima unsur;


(33)

1. focus (Pemusatan perhatian), memusatkan perhatian pada sekelompok otot

2. Tense (tegang), yaitu merasakan ketegangan pada sekelompok otot

3. Hold (tahan), yaitu mempertahankan ketegangan antara 5 sampai 7 detik

4. Release (Lepas), yaitu melepaskan tegangan pada sekelompok otot

5. Relax (Rileks), yaitu memusatkan perhatian pada pelepasan ketegangan

dan lebih lanjut merasakan keadaan rileks pada sekelompok otot

Petunjuk untuk melakukan relaksasi; menutup mata sampai relaksasi selesai, menggenggam tangan, menekuk kedua lengan ke belakang, menggerakkan bahu, mengerutkan dahi dan alis, menutup mata keras-keras, mengatupkan rahang, memoncongkan bibir, menekan kepala, melengkungkan punggung, membusungkan dada dan perut, mengambil nafas panjang, mengencangkan otot perut, meluruskan kedua telapak kaki, menekuk kaki di bagian pergelangan kaki, mengulangi gerakan berbagai kelompok otot, membuka mata, penilaian setelah relaksasi, pekerjaan rumah dan tindak lanjut.

C. Kaitan Antara Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan Kecemasan Komunikasi

Seseorang yang berfikir bahwa kejadian ataupun peristiwa yang terjadi dalam dirinya sebagai hal yang buruk maka seseorang itu akan mengambil jalan yang buruk pula sebagai bentuk konsekuensi yang dibuat atas pikirannya, seperti halnya ketika kita mengganggap interaksi kita dengan orang lain adalah peristiwa yang buruk, maka kita akan merasakan perubahan dalam perasaan dan kondisi fisik kita seperti cemas, depresi, sakit perut, pusing, sehingga kita akhirnya berusaha menghindari terjadinya peristiwa tersebut (Wilding dan Milne, 2008).


(34)

Kecemasan dalam komunikasi berkembang karena seseorang pada awalnya memang sudah berfikir bahwa dirinya tidak mampu melakukan komunikasi tersebut, dari hal diatas akan terlihat gejala fisik yang jelas berupa kekhawatiran, ketika seseorang mulai meyakini bahwa dirinya tidak mampu mengatasi masaalah diatas, maka gejala cemas akan bertambah, jika hal ini terus berkembang, maka yang akan terjadi adalah seseorang akan berfikir untuk menghindari peristiwa tersebut, karena mereka anggap peristiwa ini bias saja membuat depresi, pingsan dan lain-lain. (Wilding dan Milne, 2008)

Berdasarkan hasil sebuah penelitian seorang psikolog Lita Hadiati pada tahun 2002, menyimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku dapat digunakan dan hasilnya efektif untuk menurunkan kecemasan komunikasi antar individu, efektivitas modifikasi perilaku kognitif untuk mengurangi kecemasan komunikasi dapat bertahan selama beberapa waktu lamanya, jadi tidak merupakan perubahan sesaat saja. Hal ini dimungkinkan karena proses modifikasi sendiri mampu direkam oleh sisi kognitif individu yang dapat digunakan sewaktu-waktu.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) membantu kita mengubah pemikiran

kita yang tidak adaptif dalam menilai suatu hal menjadi pemikiran yang adaptif, sehingga dampak akhirnya perilaku yang kita hasilkan berupa perilaku yang adaptif pula. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa Cognitive Behavioral

Therapy (CBT) akan membantu seseorang untuk memikirkan suatu peristiwa

menjadi peristiwa yang positif, tentang berkomunikasi, membantu mengembangkan pemikiran bahwa berkomunikasi bukanlah masalah yang besar daan semua orang pasti bisa mengatasinya.


(35)

D. Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penentuan identitas atau jati diri menjadi semakin rumit. Hal ini disebapkan oleh tuntutan masyarakat maju kepada anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga kematangan mental, psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religious. Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun sebab perubahan cepat terjadi pada masyarakat dan semakin derasnya arus globalisasi komunikasi, akan merupakan tantangan pula bagi individu atau peserta didik. Keadaan semacam inilah yang menuntut diselenggarakannya bimbingan dan konseling di sekolah.

Istilah Bimbingan dan Konseling sangat popular dewasa ini, bahkan sangat penting peranannya dalam sistem pendidikan kita. Ini semua terbukti karena Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam kurikulum dan bahkan merupakan cirri khas dari kurikulum SMP dan SMA/SMK tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan KTSP di seluruh Indonesia (Dewa Ketut Sukardi: 2008).

Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya disekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan apabila dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian


(36)

dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan keterampilan.

Tujuan Bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik dalam tugas perkembangannya, ada dua tujuan dari layanan Bimbingan dan Konseling yaitu tujuan umum dan tujuan kusus. Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang system pendidikan nasional (UUSPN) tahun 2003 (UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, Depdikbud: 2004 (Dewa Ketut Sukardi: 2008).

Secara khusus pelayanan Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karir. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembanngan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi, yang takwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk memncapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang prodiktif.


(37)

Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan berkomunikasi yang dihadapi siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi tersebut agar tujuan dari Bimbingan Konseling dapat tercapai. Dalam hal ini diperlukan sebuah pendekatan Konseling khusus yang dapat membantu mengurangi kecemasan tersebut. Salah satu strategi yang dapat mengurangi kecemasan siswa saat berkomunikasi adalah pendekatan Cognitive Behavioral Therapy.


(38)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima Jln. Baturaja kecamatan Way Lima kabupaten Pesawaran, dan waktu penelitian adalah pada tahun ajaran 2012-2013.

B. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian memegang peranan penting karena salah satu ciri dari karya ilmiah adalah terdapatnya suatu metode yang tepat dan sistematis sebagai penentu arah yang tepat dalam pemecahan masalah. Ketetapatan pemilihan metode merupakan syarat yang sangat penting agar mendapatkan hasil yang optimal. Menurut Sugiyono (2011) secara umum metode penelitian

diartikan sebagai “cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu.”

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.


(39)

eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.“

Menurut Sukardi (2003) metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Di samping itu, penelitian eksperimen juga merupakan salah satu bentuk penelitian yang memerlukan syarat relatif lebih ketat jika dibandingkan dengan jenis penelitian lainnya.

Salah satu hal ciri dari kegiatan ilmiah adalah terdapat suatu motode yang tepat dan sistematis sebagai penentu kearah pemecahan masalah, ketepatan memilih metode merupakan syarat yang utama agar dapat tercapai hasil yang diharapkan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

semu (Quasi eksperiman) dengan desain One-Group Pretest-Posttest. Di

dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengukuran Pengukuran

(Pre-test) Perlakuan (Post-test)

Gambar 3.1. Pre-test and Post-test Group (Arikunto, 2010)


(40)

Keterangan:

O1 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen

X : Perlakuan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy

teknik relaksasi

O2 : Observasi sesudah eksperimen

Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (01) disebut base-rate, dan

observasi sesudah eksperimen (02) disebut post-rate, Goodwin and Coates

(1976). Hasil kedua pengukuran tersebut dibandingkan untuk menguji apakah perlakuan yang diberikan dapat mengurangi kecemasan yang dialami siswa pada saat berkomunikasi dengan guru atau tidak.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah. Penelitian subjek ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Alasan peneliti menggunakan subyek penelitian adalah karena penelitian ini merupakan aplikasi konseling individu dalam menangani kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dan hasil dari proses konseling ini tidak dapat digeneralisasikan antara subjek yang satu tidak dapat mewakili subjek yang lain karena setiap individu berbeda dan unik.

Penjaringan subyek melalui wawancara dengan guru BK, Wali Kelas dan Guru Matapelajaran Matematika. Setelah guru merekomendasikan siswa yang mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi, peneliti melakukan observasi pada siswa, untuk membuktikan siswa yang direkomendasikan oleh guru benar-benar memiliki kecemasan yang tinggi saat berkomunikasi dengan guru.


(41)

D. Variabel Penelitian

Arikunto (2010) variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sedangkan menurut Surapranata (2004) variabel adalah faktor-faktor yang berperan dalam penelitian peristiwa atau gejala yang akan diteliti (objek penelitian).

Dalam penelitian ini bedasarkan judul yang telah ditetapkan oleh penulis

yaitu: “Penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru

menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik

relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran

2012-2013.” Maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik

relaksasi. Dalam hal ini juga menjadi sebagai variabel perlakuan.

2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam pennelitian ini adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

E. Definisi Operasional

Menurut Nazir (2009) definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti


(42)

atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

1. Pendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk

konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Teknik relaksasi (otot) adalah usaha mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki

2. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru

Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru yaitu ketakutan, berupa perasaan negatif yang dirasakan siswa dalam melakukan komunikasi, berupa perasaan tegang, gugup, ataupun panik yang dialami siswa saat melakukan komunikasi ketika berada dikelas maupun diluar kelas.

Secara oprasional kecemasan berkomunikasi dengan guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dengan intensitas yang kuat/tinggi dan bersifat negative baik didalam ataupun diluar kelas. Kecemasan berkomunikasi dengan intensitas yang kuat/tinggi dan bersifat negatif yaitu kecemasan berkomunkasi dengan guru yang dirasakan oleh siswa ditandai oleh beberapa gejala pada beberapa aspek dan indikator, dibawah ini:


(43)

a. Ketakutan, ditandai dengan menghindar saat bertemu dengan guru, enggan menyapa guru.

b. Sulit konsentrasi, ditandai dengan terlalu lama berfikir untuk menanggapi

percakapan guru, tidak melihat kearah guru ketika berkomunikasi dengan guru, sibuk dengan kegiatannya sendiri saat diajak berkomunikasi.

c. Panik, ditandai dengan mengajak teman saat harus berkomunikasi dengan

guru, lebih memilih untuk diam saat ditanya oleh guru.

d. Tagang, ditandai dengan terbata-bata saat berkomunikasi dengan guru,

terlihat gemetar saat berkomunikasi dengan guru.

e. Gelisahan, ditandai dengan mengulang-ngulang kalimat saat menjawab

pertanyaan dari guru, berbelit-belit dengan makna yang tidak jelas saat menyampaikan pendapat pada guru.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Menurut Nazir (2009)

metode pengumpulan data adalah “Teknik atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil data”.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini penulis menggunakan Observasi dalam pengumpulan data. Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Observasi dilakukan pada kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima, hal ini dilakukan guna memperoleh data yang obyektif.


(44)

Observasi dilakukan dengan sitematis, dengan menggunakan pedoman sebagai instrumentasi pengamatan. Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, observer

(pengamat) tinggal memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat

munculnya peristiwa. Cara bekerja seperti ini disebut sistem tanda (sign

system).

Observasi akan dilakukan oleh dua orang observer, agar peneliti dapat membandingkan hasil observasi antara observer satu (peneliti) dengan observer dua (guru matapelajaran matematika). Untuk mengurangi adanya penilaian subjektivitas saat observasi.

KISI-KISI PANDUAN OBSERVASI

Variabel Indikator Deskriptor

Kecemasan Berkomunikasi

1. Timbulnya gejala

fisik ketakutan

1.1. Ragu untuk menyapa guru

1.2.Menghindar saat bertemu

dengan guru karena takut diajak berkomunikasi

1.3.Enggan menyapa saat

berpapasan dengan guru

2. timbulnya gejala

fisik seperti sulit berkonsentrasi

2.1. Terlalu lama berfikir untuk menanggapi percakapan guru

2.2. Tidak melihat kearah guru

ketika berkomunikasi dengan guru

2.3.Sibuk dengan kegiatannya

sendiri saat diajak berkomunikasi

3. timbulnya gejala

fisik seperti kekhawatiran

3.1. Mengajak teman saat harus berkomunikasi dengan guru 3.2. Lebih memilih untuk diam saat

ditanya oleh guru

3.3. Hanya menjawab pertanyaan guru dengan singkat


(45)

4. timbulnya gejala

fisik seperti ketegangan

4.1. Berkeringat saat berkomunikasi

4.2.Terbata-bata saat berkomunikasi

dengan guru

4.3.Gemetar saat berkomunikasi

dengan guru

4.4. Siswa sibuk mengelap keringat

saat berkomunikasi

5. timbulnya gejala

fisik seperti kegelisahan

5.1. Mengulang-ngulang kalimat saat menjawab pertanyaan dari guru

5.2.Berbelit-belit dengan makna

yang tidak jelas saat

menyampaikan pendapat pada guru

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument

Teknik pengelolaan data yang digunakan untuk menilai keampuahn

instrument penelitian. “syarat instrument yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliable” (Arikunto, 2010).

“Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan

untuk mengukur apa yang hendak diukur” (Sugiyono, 2011).

“Instrument yang reliable berarti instrument yang bila digunakan beberapa

kali untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama” (Sugiyono, 2011).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

validitas konstrak (construct validity) yang disusun berdasarkan teori yang


(46)

berkaitan dengan fenomena dan objek yang abstrak, tapi gejalanya dapat diamati dan diukur. Gravitasi, massa, kemampuan matematika, kemampuan bahasa inggris, kebahagiaan, kecemasan, dan kesedihan antara lain temasuk konstruk.

Menurut Sugiyono (2011) untuk menguji validitas konstrak, dapat digunakan

pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrument

dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrument yang telah disusun itu.

Jadi untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Jumlah tenaga ahli yang

digunakan minimal tiga orang dan ketiga ahli tersebut adalah para ahli yang tentunya harus memiliki dasar keilmuan bimbingan dan konseling.

2. Uji Reliabilitas Instrument

Instrumen bisa dikatakan reliabel apabila instrument tersebut jika digunakan beberapa kali untuk mengkur obyek yang sama akan menghasilkan data yang yang sama pula. Menurut Sukardi (2003) reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrument penelitian dikatakan mempuanyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.


(47)

Teknik mencari reabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1 dan pengamat 2 adalah guru matapelajaran matematika disekolah tersebut). Menurut Arikunto (2010) jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:

Keterangan:

KK = Koefisien Kesepakatan

2S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

N1 = Jumlah kode yang dibuat pengamat I

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria reabilitas sebagai berikut:

0,90 – 1,00 = sangat tinggi

0,70 – 0,90 = tinggi

0,40 – 0,70 = sedang

0,20 – 0,40 = rendah

0,00 – 0,20 = sangat rendah


(48)

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam upaya memperoleh penemuan-penemuan yang ingin didapatkan dari hasil penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data catatan lapangan yang berupa catatan / rekaman kata-kata, kalimat atau paragraf yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun dokumentasi yang peneliti lakukan. Yang selanjutnya akan di olah dan di

analisa dengan cara membandingkan nilai-nilai post-rate dan base-rate.

Goodwin and Coates (1976) bahwa :

“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak tretment terhadap

penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase dan suatu treatment atau konseling dikatakan atau efektif bila hasil presentase perubahan adalah

sebesar 50 % atu lebih.”

Untuk mengetahui efektifitas treatment maka digunakan rumus presentase peningkatan sebagai berikut:

Keterangan :

Post–Rate = rata-rata perilaku sesudah diberikan treatment

Base–Rate = rata-rata perilaku sebelum diberikan treatment

P = presentase peningkatan


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Way Lima, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini terbukti dari hasil base-rate dan post-rate yang diuji dengan menggunakan rumus presentase peningkatan. Sehingga diperoleh nilai P (presentase peningkatan) sebesar 51%.

2. Kesimpulan Penelitian

Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku, sebelum diberikan treatment perilaku kecemasannya tergolong tinggi dan setelah diberikan treatment


(50)

dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi terdapat penurunan kecemasan yang disampaikan siswa saat pertemuan terakhir konseling.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima adalah:

1. Kepada Siswa

Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru, akan lebih baik jika mengikuti layanan konseling dengan menggunakan pendekatan

Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi guru Bimbingan dan Konseling dapat menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi sebagai salah satu solusi untuk membantu menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

3. Kepada Para Peneliti

Bagi peneliti lain yang melaksanakan penelitian mengenai masalah kecemasan, dapat melakukan penelitian dengan layanan konseling berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan, antara lain:

Disensitisasi Sistematis, Pendekatan Behaviour, Rational Emotive Therapy


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli dan Manrihu. 1996. Tekhnik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Depatemen Pendidikan dan Kebudayan.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Changara, H. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Corey, G. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: Pacific Grove.

Efendy, O. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Froggatt, W. 2006. Free From Stress. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.

Goodwin, Dwight L, Coates, T J. (1976). Helping Students Help Themselves. New Jersey: Prentice Hall.

Komalasari, Gartina. dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks. Kuper, A., & Kuper, J (2000). Social Science Encyclopedia. New York: Rowan &

Littlefield Education

Mailani, I. (2011). Semiotika Dalam Komunikasi Pendidikan. [On-Line]. http://www.ikrimamailani.co.cc/20011/03/semiotika-dalam-komunikasi-pendidikan.html. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Oemarjoedi, A. Kasandra. 2003. Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam Psikoterapi. Jakarta: Kretif Media.


(52)

Rochhaini, T dan Indah, T. 2010. Penggunaan Strategi Relaksasi untuk Membantu Siswa Menggurangi Perasaan Cemas dalam Situasi Komunikasi Interpersonal. [On-Line].

ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/3._artikel_Fitri_dan_titin.pdf. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Subandi dkk. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempor. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sudrajat. Akhmad. 2008. Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah. [On-Line]. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/. (diunduh tanggal 11 Desember 2012)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2003. Metdologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Imterpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Weiten, W., Lloyd, M., Dunn, D., & Hammer, E. (2009). Psychology Applied To Modern Life. USA: Wadsworth Cengange Learning.

West, R & Turner, L. 2009. Understanding Interpersonal Communication. Canada: Wadsworth Cengange Learning.

Widing & Milne, A. 2008. Cognitive Behavioral Therapy. London: The MCGraw – Hill Companies.

Wulandari, H. L. 2004. Efektifitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk

Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Medan: Universitas

Sumatra Utara. (Skripsi, Tidak Dipublikasikan)


(1)

Teknik mencari reabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1 dan pengamat 2 adalah guru matapelajaran matematika disekolah tersebut). Menurut Arikunto (2010) jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:

Keterangan:

KK = Koefisien Kesepakatan

2S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = Jumlah kode yang dibuat pengamat I

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria reabilitas sebagai berikut:

0,90 – 1,00 = sangat tinggi 0,70 – 0,90 = tinggi

0,40 – 0,70 = sedang 0,20 – 0,40 = rendah 0,00 – 0,20 = sangat rendah (Arikunto, 2010).


(2)

41

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam upaya memperoleh penemuan-penemuan yang ingin didapatkan dari hasil penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data catatan lapangan yang berupa catatan / rekaman kata-kata, kalimat atau paragraf yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun dokumentasi yang peneliti lakukan. Yang selanjutnya akan di olah dan di analisa dengan cara membandingkan nilai-nilai post-rate dan base-rate.

Goodwin and Coates (1976) bahwa :

“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak tretment terhadap penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase dan suatu treatment atau konseling dikatakan atau efektif bila hasil presentase perubahan adalah sebesar 50 % atu lebih.”

Untuk mengetahui efektifitas treatment maka digunakan rumus presentase peningkatan sebagai berikut:

Keterangan :

Post–Rate = rata-rata perilaku sesudah diberikan treatment Base–Rate = rata-rata perilaku sebelum diberikan treatment P = presentase peningkatan

Goodwin and Coates (1976).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Way Lima, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini terbukti dari hasil base-rate dan post-rate yang diuji dengan menggunakan rumus presentase peningkatan. Sehingga diperoleh nilai P (presentase peningkatan) sebesar 51%.

2. Kesimpulan Penelitian

Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku, sebelum diberikan treatment perilaku kecemasannya tergolong tinggi dan setelah diberikan treatment


(4)

67

dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik

relaksasi terdapat penurunan kecemasan yang disampaikan siswa saat pertemuan terakhir konseling.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima adalah:

1. Kepada Siswa

Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru, akan lebih baik jika mengikuti layanan konseling dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi guru Bimbingan dan Konseling dapat menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi sebagai salah satu solusi untuk membantu menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

3. Kepada Para Peneliti

Bagi peneliti lain yang melaksanakan penelitian mengenai masalah kecemasan, dapat melakukan penelitian dengan layanan konseling berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan, antara lain: Disensitisasi Sistematis, Pendekatan Behaviour, Rational Emotive Therapy dan Client Center.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli dan Manrihu. 1996. Tekhnik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Depatemen Pendidikan dan Kebudayan.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Changara, H. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Corey, G. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: Pacific Grove.

Efendy, O. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Froggatt, W. 2006. Free From Stress. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.

Goodwin, Dwight L, Coates, T J. (1976). Helping Students Help Themselves. New Jersey: Prentice Hall.

Komalasari, Gartina. dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks. Kuper, A., & Kuper, J (2000). Social Science Encyclopedia. New York: Rowan &

Littlefield Education

Mailani, I. (2011). Semiotika Dalam Komunikasi Pendidikan. [On-Line]. http://www.ikrimamailani.co.cc/20011/03/semiotika-dalam-komunikasi-pendidikan.html. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Oemarjoedi, A. Kasandra. 2003. Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam Psikoterapi. Jakarta: Kretif Media.


(6)

Powell. R & Powell. D. (2010). Classroom Communication and Diversity. New York : Routledge.

Rochhaini, T dan Indah, T. 2010. Penggunaan Strategi Relaksasi untuk Membantu Siswa Menggurangi Perasaan Cemas dalam Situasi Komunikasi Interpersonal. [On-Line].

ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/3._artikel_Fitri_dan_titin.pdf. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Subandi dkk. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempor. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sudrajat. Akhmad. 2008. Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah. [On-Line]. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/. (diunduh tanggal 11 Desember 2012)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2003. Metdologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Imterpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Weiten, W., Lloyd, M., Dunn, D., & Hammer, E. (2009). Psychology Applied To Modern Life. USA: Wadsworth Cengange Learning.

West, R & Turner, L. 2009. Understanding Interpersonal Communication. Canada: Wadsworth Cengange Learning.

Widing & Milne, A. 2008. Cognitive Behavioral Therapy. London: The MCGraw – Hill Companies.

Wulandari, H. L. 2004. Efektifitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Medan: Universitas Sumatra Utara. (Skripsi, Tidak Dipublikasikan)