PENGARUH PEMBERIAN GETAH TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP TINGKAT KESEMBUHAN LUKA IRIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley

(1)

PENGARUH PEMBERIAN GETAH TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP TINGKAT KESEMBUHAN LUKA IRIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

Sprague dawley

Oleh Adi Napanggala

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

EFFECT OF JATROPHA’S (Jatropha curcas L.) SAP TOPICALLY IN THE LEVEL OF CUTS RECOVERY ON WHITE RATS Sprague dawley

STRAIN

By

ADI NAPANGGALA

Indonesia has a variety of traditional medicine plants to treat injuries, including a cut, such as by using the sap of jatropha. This research aims to know effect of jatropha’s sap (Jatropha curcas L.) topically in the level of cuts recovery on white rats Sprague dawley strain.

This study used a randomized controlled design method with pattern post test only controlled group design using the 24 rats that are included in the 4 treatment, namely the control group (K1), the Group of 75% jatropha’ sap (K2), group 100% jatropha’s sap (K3), and bioplacenton (K4).

The research results obtained that the average skoring epithelialization on a group of consecutive treatment is K3, Bioplacenton, K2 and K1. Average skoring angiogenesis in the treatment groups in a row is K3, k2, K1 and Bioplacenton. Average skoring the formation of collagen in the treatment groups in a row is K3, Bioplacenton, K2 and K1. The conclusion of the research is there effect of jatropha’s (Jatropha curcas L.) sap topically in the level of cuts recovery on white rats Sprague dawley strain, value is p< 0.05.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN GETAH TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP TINGKAT KESEMBUHAN LUKA IRIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR

Sprague dawley

Oleh

ADI NAPANGGALA

Indonesia memiliki bermacam-macam tanaman obat tradisional untuk mengobati luka, termasuk luka iris, diantaranya dengan menggunakan getah tanaman jarak pagar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian getah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara topikal terhadap tingkat kesembuhan luka iris pada tikus putih jantan galur Sprague dawley.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only controlled group design dengan menggunakan 24 ekor tikus yang dimasukkan dalam 4 perlakuan, yaitu kelompok kontrol (K1), Kelompok 75% getah jarak (K2), kelompok 100% getah jarak (K3), dan kelompok bioplasenton (K4).

Hasil penelitian diperoleh bahwa rerata skoring epitelisasi pada kelompok perlakuan berturut-turut yaitu K3, Bioplacenton, K2 dan K1. Rerata skoring angiogenesis pada kelompok perlakuan berturut-turut yaitu K3, K2, K1 dan Bioplasenton. Rerata skoring pembentukan kolagen pada kelompok perlakuan berturut-turut yaitu K3, Bioplasenton, K2 dan K1. Simpulan dari penelitian adalah terdapat pengaruh pemberian getah tanaman jarak pagar secara topikal terhadap tingkat kesembuhan luka iris pada tikus jantan galur Sprague dawley dengan nilai p< 0,05.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Teori ... 5

F. Kerangka Konsep ... 9

G. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tikus ... 10

B. Kulit ... 11

C. Luka Iris ... 14

D. Proses Penyembuhan Luka ... 15

E. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) ... 20

F. Bioplasenton ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 28

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

D. Subjek Penelitian ... 30

E. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 31

F. Variabel Penelitian ... 32


(7)

J. Pengolahan Dan Analisis Data ... 41

K. Etika Penelitian ... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 8

2. Kerangka Konsep... 9

3. Lapisan kulit ... 13

4. Luka iris di punggung tangan ... 15

5. Tanaman jarak pagar... 21

6. Diagram Alur Penelitian ... 38

7. Gambaran histopatologi luka iris pada kulit tikus ... 43


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 39

2. Penilaian Mikroskopis ... 40

3. Hasil Rerata Skor Tingkat Kesembuhan Luka Iris ... 44


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang rentan terjadi kerusakan. Kerusakan pada kulit tersebut antara lain dapat disebabkan trauma benda tajam. Tingkat kerusakan kulit bergantung pada daerah perlukaan dan dalam serta besarnya luka yang didapatkan. Pada luka iris yang dalam dan mengenai pembuluh darah besar dan organ penting yang dilindunginya dapat terjadi perdarahan hebat. Perdarahan ini apabila tidak diatasi dapat menyebabkan suatu keadaan hipovolemia sehingga dapat menyebabkan shok. Selain itu, luka terbuka yang tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan infeksi yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan keadaan sepsis yang harus ditangani secara lanjut (Guyton & Hall, 2007).

Kerusakan kulit, sering dialami oleh masyarakat disekitar kita. Dari jenis-jenis luka yang dialami, salah satunya adalah luka iris. Luka iris merupakan cedera yang cukup sering terjadi, luka ini terbentuk karena sentuhan benda tajam ke kulit manusia. Luka iris dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat kerja, maupun di jalan atau ditempat-tempat lain. penyebab luka iris pun sangat dekat dalam kehidupan masyarakat dan dapat terjadi kapan saja (Nurpagino, 2009).


(11)

Jika kulit kita mengalami kerusakan akibat luka iris, harus segera ditangani dengan baik agar tidak semakin merusak jaringan kulit disekitarnya. Salah satu obat topikal yang sering digunakan adalah neomisin. Neomisin merupakan salah satu jenis antibiotik golongan Aminoglikosida. Antibiotik ini sangat sensitif terhadap basil Gram-negatif yang aerobik, dan kurang efektif dalam keadaan anaerobik atau fakultatif. Aktivitasnya terhadap bakteri Gram-negatif sangat terbatas.

Hal yang sering terjadi dalam pengobatan luka iris adalah resistensi obat antibiotika. Resistensi obat antibiotika merupakan hal yang sering terjadi dikarenakan pemakaian antibiotika yang tidak terkendali, hal ini juga terjadi pada pemberian antibiotika kepada luka iris (Guyton & Hall, 2007). Sebagai contoh pada obat golongan aminoglikosida, mikroorganisme bisa berubah menjadi resisten dengan cara memperoleh kemampuan untuk memproduksi enzim yang menginaktifasi aminoglikosida dengan cara adenililasi, asetilasi, atau fosforilasi (Katzung, 2004).

Dikarenakan pengobatan saat ini belum memuaskan, banyak orang mulai mencari alternatif pengobatan yang aman serta lebih murah dengan beralih ke obat yang berasal dari alam sekitar. Hal ini cukup beralasan karena Negara Indonesia yang beriklim tropis memiliki potensi alam yang cukup besar untuk digali. Di dalam masyarakat Indonesia, dikenal berbagai pengobatan tradisional untuk mengobati luka, termasuk luka iris, diantaranya dengan menggunakan getah jarak pagar.


(12)

Getah jarak pagar sendiri, diyakini masyarakat Indonesia dapat mempercepat penyembuhan luka, termasuk luka iris serta mencegah infeksi. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai 300 meter di atas permukaan laut. Jarak pagar merupakan tanaman tropis yang sering digunakan sebagai tanaman pembatas pekarangan, juga digunakan sebagai pengobatan gejala kembung, dan sebagai antihama. Tanaman ini memiliki ciri berupa perdu besar yang cabangnya tidak beraturan dapat tumbuh liar di daerah persemakan tropis (Ratnayani et al., 2008).

Melihat dari segi kekhususan fakultas kedokteran Universitas Lampung sebagai fakultas kedokteran agromedisin, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektifitas tumbuhan terhadap penyembuhan luka iris. Maka dari itu peneliti mencari kebenaran ilmiah terhadap getah tanaman jarak itu sendiri. Karena berdasarkan dari sumber-sumber yang didapat, getah jarak diketahui mengandung beberapa zat-zat yang berpotensi dalam bidang kesehatan, seperti zat yang berfungsi sebagai penghambat atau pembunuh mikroorganisme yang merugikan dalam luka iris. Getah jarak pagar juga diketahui sebagai tanaman yang getahnya mengandung zat yang dapat mengatasi tanda-tanda dan gejala peradangan. Diluar ilmu kedokteran, getah tanaman jarak pagar sendiri juga memiliki fungsi sebagai pestisida sehingga dapat digunakan untuk antihama. Namun, seperti yang kita ketahui, getah sulit untuk dibersihkan dikarenakan lengket pada permukaan yang dikenainya, sehingga peneliti menambahkan krim vaselin dalam getah tersebut.


(13)

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian getah jarak pagar (Jathropa curcas L.) secara topikal terhadap tingkat penyembuhan luka iris pada tikus galur Spraque dawley.

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh pemberian getah jarak pagar (Jathropa curcas L.) secara topikal terhadap tingkat penyembuhan luka iris pada tikus galur

Sparaque dawley ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian getah tanaman jarak pagar secara topikal terhadap tingkat kesembuhan luka iris pada tikus jantan galur Sprague dawley.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti

 Menambah pengetahuan tentang manfaat getah jarak pagar terhadap kesehatan.

 Mengetahui pengaruh pemberian getah jarak pagar terhadap kesembuhan luka iris.


(14)

 Sebagai pemenuhan tugas riset mahasiswa FK Unila untuk kelulusan sarjana kedokteran.

2. Manfaat bagi masyarakat

Memberi informasi mengenai pengaruh pemberian getah jarak pagar, sehingga masyarakat memiliki wawasan lebih luas mengenai pengobatan untuk luka iris.

3. Manfaat bagi dunia kedokteran

 Sebagai kontribusi dalam menambah ilmu pengetahuan dalam bidang pengobatan herbal terhadap luka iris.

 Memicu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian getah jarak pagar terhadap kesembuhan luka iris.

E.Kerangka teori

Beberapa faktor yang mempengaruhi waktu kesembuhan dari luka iris antara lain adalah mikroorgansime yang dapat membuat infeksi karena infeksi dapat memperlambat kesembuhan luka iris. Berat atau ringanya luka iris mencakup penilaian daerah luka, besar luka dan dalamnya luka dan termasuk umur dari penderita sendiri karena penilaian untuk orang dewasa dan anak-anak akan jauh berbeda (Molan, 2006).


(15)

Berikutnya adalah faktor lingkungan, sanitasi lingkungan yang buruk dan perawatan yang kurang steril pada daerah luka akan memperbesar resiko terjadinya infeksi. Pada penelitian ini sendiri akan dibuktikan kemampuan antiseptik dan antibiotik serta regenerasi sel yang dibantu oleh getah jarak pagar (Molan, 2006).

Dari berbagai penelitian, diketahui getah jarak mempunyai sifat antibakteri dan membantu perbaikan jaringan kolagen. Sifat antibakteri ini dikarenakan berbagai zat yang dikandung oleh getah jarak baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah yang besar. Ada tiga kandungan yang paling berpengaruh dari getah jarak diantaranya adalah kandungan saponin, flavonoid dan Jathrofin (Ernawati, 2007).

Tiga kandungan itu, flavonoid, saponin, dan jathrofin, terkandung dalam getah jarak pagar dari patahan tangkai daun jarak pagar, atau dari patahan tunas muda dari tanaman jarak pagar. Ketiga kandungan itu mempunyai fungsi masing-masing yang diketahui dapat berperan dalam meningkatkan kesembuhan luka iris pada kulit. Menurut dari beberapa sumber, flavonoid bekerja dalam proses membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan.

Menutut Hogiono dan Dogi (1994), flavanoid berperan dalam proses regenerasi atau perbaikan sel kulit yang mengalami luka terbuka, dengan


(16)

antifungi, antiseptik, dan antiradang yang dimiliki oleh flavanoid, dapat mempercepat re-epitelisasi pada kulit.

Konsentrasi memengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik.Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut. Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis (pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA). Lama paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus (Harris, 2011).

Pada saponin, bekerja dengan cara merangsang pembentukan sel-sel baru, atau disebut growth factor. Sehingga menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah dan fibroblas, sehingga menimbulkan pertumbuhan seluler yang akhirnya memperbaiki dinding pembuluh darah yang rusak, sehingga saponin berperan dalam hal pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dan juga pembentukan kolagen (Guyton & Hall, 2007).

Sedangkan pada jatrhofin, mengandung alkaloid. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik dan mengandung atom N di dalam intinya (pembawa sifat basa/alkalis).


(17)

Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini adalah: basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat secara farmakologis (Harris, 2011).

Gambar 1. Kerangka Teori Getah jarak pagar

Kandungan getah jarak :  Flavanoid

 Saponin

 jathrofin

Sebagai antiseptik dan

antibakteri

Tingkat kesembuhan luka iris pada tikus

Sembuh Pemacu regenerasi sel, diantaranya :

angiogenesis, pembentukan kolagen, dan epitelisasi


(18)

F. Kerangka konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G.Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian getah jarak pagar secara topikal terhadap tingkat penyembuhan luka iris pada tikus.

Variabel Independen Getah jarak pagar :

o Flavonoid o Saponin o Jathrofin

Variabel dependen

Luka iris pada tikus jantan : Gambaran

histopatologi/mikroskopis (Reepitelisasi, angiogenesis, dan pembentukan kolagen)

Pemacu regenerasi sel Anti-inflamasi

Antimikroba Antifungi Analgesik


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tikus

Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak keunggulan yang dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Tikus (Rattus norvegicus) memiliki beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis, namun demikian galur yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah Sparaque dawley. Adapun taksonomi tikus menurut Besselsen (2004) adalah sebagai berikut ;

 Kingdom : Animalia  Filum : Chordata  Sub-filum : Vertebrata  Kelas : Mammalia  Sub-kelas : Theria  Ordo : Rodensia  Sub-ordo : Scuirognathi  Famili : Muridae


(20)

 Sub Famili : Murinae  Genus : Rattus

 Spesies : Rattus Norvegicus

B. Kulit

Kulit adalah salah satu organ tunggal ditubuh yang terberat. Umumnya pada orang dewasa kulit memiliki berat sekitar 16% dari berat badan total orang dewasa, mempunyai luas sebesar 1,2- 2,3 m2 yang terpapar pada dunia luar (Junquiera, 2007). Lapisan-lapisan kulit yang dimaksud dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua daerah yaitu epidermis dan dermis.

Kulit berperan sebagai proteksi tubuh seperti pencegahan infeksi dan penguapan berlebihan dari tubuh. Selanjutnya dikatakan bahwa didalam jaringan kulit terdapat kelenjar minyak dan kelenjar keringat (Junquiera, 2007). Kulit merupakan indra peraba yang menerima rangsangan nyeri, panas, dingin dan sebagainya (Eroschenko, 2003). Oleh sebab itu kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi tubuh.

1. Epidermis

Epidermis terbentuk dari sel epitel gepeng berlapis, bertanduk (keratin), namun ada juga sel-sel lain yang terdapat di epidermis dalam jumlah yang lebih dikit yaitu sel melanosit, sel merkel, dan sel langerhans. Biasanya lapisan kulit dibedakan menjadi kulit tebal (licin, tidak berambut) dan kulit tipis (berambut) (Junqueira, 2007).


(21)

Pada umumnya area epidermis dibagi menjadi lima lapisan yaitu, a. Stratum Basale

b. Stratum Spinosum c. Stratum Granulosum d. Stratum Lusidum e. Stratum Korneum

2. Dermis

Dermis adalah jaringan ikat yang menyusun dan mengikat epidermis ke jaringan subkutan. Ketebalan dari area ini bervariasi tergantung dari lokasi tubuh, dan mencapai retikulin, yang disebut lamina retikularis. Pada umumnya dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak nyata yaitu stratum papilare di bagian luar dan stratum retikulare di bagian dalam (Eroschenko, 2003).

Pada daerah stratum papilare tipis terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas, dan sel mast dan makrofag. Leukosit yang ekstrafasasi juga bisa dijumpai di sini. Sedangkan stratum retikulare yang tebal, terdiri atas jaringan ikat padat tidak teratur (Eroschenko, 2003).


(22)

Gambar 3. Lapisan kulit (Cyintia, 2012)

3. Fungsi Kulit

Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan duina luar. Itu sebabnya kulit mempunya berbagai macam fungsi yang penting a. Kulit sebagai alat proteksi

Epitel berlapis gepeng bertanduk pada lapisan epidermis melindungi permukaan tubuh terhadap abrasi mekanik dan juga membentuk sawar fisik terhadap mikroorganisme patogen. Selain itu glikolipid yang terdapat diantara sel-sel membuat epidermis tidak permeabel terhadap air dan mencegah untuk dehidrasi berlebihan (Junqueira, 2007).

b. Kulit pada regulasi suhu tubuh

Kulit berperan penting dalam regulasi suhu tubuh. Saat beraktifitas fisik atau pada lingkungan yang panas tubuh akan meningkatkan proses berkeringat, ini memungkinkan untuk hilangnya sebagian panas


(23)

tubuh dari penguapan dan pelebaran pembuluh darah dan sebaliknya pada daerah yang dingin (Junqueira, 2007).

c. Kulit sebagai presepsi sensoris

Kulit adalah organ sensoris besar dan sumber utama sensasi umum pada tubuh terhadap lingkungan luar. Reseptor sensoris yang terdapat pada kulit antara lain suhu, sentuhan, nyeri, dan tekanan (Junqueira, 2007).

d. Kulit sebagai organ ekskretoris

Memalui produksi keringat, maka air, larutan garam, dan limbah bernitrogen dapat dieksresikan oleh tubuh (Junqueira, 2007).

e. Pembentukan vitamin D

Bila kulit terpapar terhadap sinar UV dari matahari, dibentuk vitamin D dari prekursor yang disintesis di dalam epidermis. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsium dan mukosa usus dan metabolisme mineral yang memadai (Junqueira, 2007).

C. Luka Iris

Luka iris adalah luka yang disebabkan oleh objek yang tajam, oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit, biasanya mencakup seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kampak tajam dan lain sebagainya. Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit dan


(24)

jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bisa dikatakan bersih dari kerusakan apapun (Moenadjat, 2005).

D. Proses Penyembuhan Luka

Persembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia terjadi berkesinambungan (Tawi, 2008). Menurut Price dan McCarty (1992), jenis persembuhan yang paling sederhana dapat terlihat pada insisi pembedahan yang tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk dimulainya proses penyembuhan. Penyembuhan seperti ini disebut penyembuhan primer (healing by first intention). Apabila luka yang terjadi cukup parah seperti adanya kerusakan epitel yang menyebabkan kedua tepi luka berjauhan maka disebut penyembuhan sekunder (healing by second intention atau penyembuhan dengan granulasi). Mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya (Tawi, 2008).


(25)

Berdasarkan perubahan morfologik, terdapat tiga fase persembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi.

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Setelah terjadi perlukaan yang menyebabkan pembuluh darah pecah, akan terjadi vasokonstriksi sesaat kemudian dilatasi berkepanjangan (Spector, 1993). Selain itu, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan hemostasis berupa keluarnya platelet. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan beberapa substansi seperti platelet-derived growth factor

yang akan mengaktifkan makrofag dan fibroblas (Clark & Singer, 1999).

Saat terjadi dilatasi terjadi peningkatan aliran darah namun sirkulasi berjalan lambat. Pada saat yang sama terjadi perubahan pada dinding venula dan kapiler. Hal tersebut membuat tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat sehingga mengganggu keseimbangan di dalamnya yang menyebabkan leukosit dan cairan dapat keluar dari pembuluh darah kemudian memasuki jaringan (Underwood, 2004). Leukosit, terutama neutrofil, akan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan (Tawi, 2008).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neutrofil juga merupakan sumber sitokin yang memungkinkan sebagai pemacu awal aktivasi fibroblas lokal dan keratinosit (Martin, 1997). Sitokin yang meliputi Epidermal Growth


(26)

Factor (EGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) berperan dalam terjadinya kemotaksis neutrofil, makrofag, sel mast, sel endotelial dan fibroblas (Perdanakusuma, 2008).

Infiltrasi neutrofil hanya berlangsung beberapa hari. Neutrofil akan mati setelah melakukan fagositosis dan neutrofil yang mati akan difagositosis oleh makrofag. Makrofag juga akan mengeluarkan growth factor dan sitokin yang yang akan memperkuat sinyal awal dari degranulasi platelet dan neutrofil (Martin, 1997).

2. Fase Proliferasi

Pada manusia, fase proliferasi kira-kira di mulai 4 hari setelah terjadi perlukaan dan selesai hingga 3-4 minggu atau lebih, tergantung pada ukuran luka. Fase ini ditandai dengan adanya pembentukan angiogenesis, reepitelisasi, dan fibroplasia (Ackermann, 2007). Pada awal pembentukan neovaskuler, pertama-tama nampak sebagai pita yang padat dari sel-sel endotel yang tumbuh ke luar sebagai kuncup dari kapiler yang utuh pada tepi luka. Sel-sel muncul oleh aktivitas mitosis pada sel-sel pembuluh darah tetua diikuti oleh migrasinya ke arah luka. Pita endotel yang padat menjadi bersaluran dalam beberapa jam dan dalam lumen yang terbentuk demikian darah mulai mengalir (Spector, 1993).

Jaringan vaskuler (angiogenesis) yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang


(27)

cukup di daerah luka karena biasanya dalam keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors). Proses selanjutnya adalah reepitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Reepitelisasi ini telah dimulai sejak beberapa jam setelah terjadi perlukaan (Clark & Singer, 1999).

Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk

barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi miofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal (Tawi, 2008).

Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Menurut Tawi (2008), pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), keberadaan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang


(28)

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat, fibronektin dan profeoglikan) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka (Perdanakusuma, 2008).

3. Fase Maturasi (remodelling)

Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan (Perdanakusuma, 2008).

Setelah terjadi proses perbaikan yang ekstensif, banyak neovaskuler yang lenyap lewat penyusutan pembuluh-pembuluh darah yang berlebihan, sehingga suplai darah ke luka secara berangsur-angsur berkurang (Guyton & Hall, 2007). Fibroblas juga sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka (Tawi, 2008).


(29)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persembuhan luka seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi darah ke daerah yang terluka. Jika suplai darah ke suatu daerah kurang, maka proses peradangan akan berjalan sangat lambat, infeksi menetap, dan terjadi persembuhan yang buruk. Selain itu, persembuhan luka dipengaruhi oleh umur, nutrisi yang tidak seimbang, keberadaan benda asing, radiasi, pengobatan anti inflamasi dan faktor kesehatan individu misalnya imunosupresan, stress dan diabetes mellitus (Perdanakusuma, 2008).

Persembuhan luka pada individu yang berusia tua akan memakan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan individu yang masih muda. Hal ini terkait dengan suplai darah individu muda yang lebih baik dan adanya kemungkinan penyakit seperti artheroskeloris pada individu tua. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis (Tawi, 2008).

E. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Tanaman jarak pagar (Jathropha curcas L.) telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu pada masa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Pada masa itu masyarakat diharuskan menanam pohon jarak pagar di pekarangan rumahnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan perang bangsa Jepang. Tanaman jarak berbentuk pohon kecil atau semak belukar besar ini yang tingginya mencapai 5 meter.


(30)

Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat diperbanyak dengan biji dan dengan cara stek atau kultur jaringan dan mulai berubah berbuah delapan bulan sejak ditanam (Ernawati, 2007).

Gambar 5. Tanaman jarak pagar

Jathropha curcas termasuk tanaman famili Euphorbiacea, satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha


(31)

Tanaman jarak pagar atau Jatropha curcas merupakan tanaman perdu dapat tumbuh tinggi mencapai 1-7m, dan memiliki cabang yang tidak beraturan. Batang kayu berbentuk silindris dan jika dipotong akan mengeluarkan getah (Ernawati, 2007).

1. Bagian-bagian jarak pagar

Adapun bagian Jatropha curcas sebagai berikut: a. Daun

Daun Jatropha curcas merupakan daun tunggal memiliki sudut 3-5. Daun menyebar diseluruh batang. Daun pada permukaan atas dan bawah berwarna hijau, namun pada bagian bawahnya sedikit lebih pucat.. lebar daun menyerupai hati atau oval dengan panjang 5-15 cm. Daun berlekuk, bergaris hingga ke tepi. Tulang daun menjari dengan 5-7 tulang daun utama. Daun di hubungkan dengan tangkai yang memiliki panjang sekitar 4-15 cm (Hambali et al,

2007). b. Bunga

Bunga tanaman jarak adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna hijau kekuningan, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunga betina 4-5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunganya mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang lebih 4 mm.


(32)

Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan, setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan (Hambali et al, 2007).

c. Buah

Buah tanaman jarak berupa kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketiak muda dan berubah menjadi abu-abu kecokelatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji (Hambali et al, 2007).

d. Biji

Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50% dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan (Hambali et al, 2007).

2. Syarat Tumbuh

Jatropha curcas atau jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 300 m dpl. Curah hujan berkisar antara 300-2.380 mm/tahun. Suhu yang sesuai sekitar 20-260C. Pada daerah dengan suhu


(33)

yang terlalu tinggi diatas 350C atau terlalu rendah dibawah 150C, akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya.

Sistem perakaran tanaman jarak pagar mampu menahan air dan tanah terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir maupun tanah berlempung atau tanah liat. Disamping itu, jarak pagar dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah antara 5.0 and 6.5 (Hambali et al, 2007).

3. Pembuatan antibiotik topikal getah jarak pagar

Pengumpulan getah dari pohon jarak pagar dilakukan secara purposif yaitu tanpa dibandingkan dengan daerah lain. Pada kenyataannya, masyarakat mendapatkan getah jarak pagar dengan mematahkan daun atau tunas muda dari tumbuhan jarak pagar. Sehingga bahan penelitian ini adalah getah jarak pagar yang diperoleh dari tanaman jarak pagar dengan mematahkan tangkai daun, atau tunas muda, lalu getah yang keluar ditampung ke dalam tabung sampel atau wadah. Pada uji pendahuluan, peneliti mengetahui bahwa 1 patahan daun jarak pagar menghasilkan 1 tetes getah yang setara 0,1 cc. Sedangkan 1 patahan tunas muda jarak pagar menghasilkan 4 hingga 8 tetes getah. Getah yang sudah terkumpul langsung diaduk dengan pengaduk sehingga homogen tanpa proses apapun. Setelah getah jarak pagar diaduk, getah tidak


(34)

menggumpal atau mencair, namun getah terlihat mengalami perubahan warna dari putih sedikit keruh menjadi putih keruh dan sedikit kemerahan. Kemudian getah dicampurkan dengan Vaselin putih dengan penambahan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen sesuai perbandingan konsentrasi. Salap dimasukkan kedalam wadah yang tertutup rapat dan steril (Safriyani, 2012).

4. Manfaat dan kandungan getah jarak pagar

Getah jarak pagar memiliki berbagai manfaat, antara lain dari segi industri bioful, antihama dan kesehatan. Getah jarak pagar diketahui menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan manusia.

Diantaranya mengandung : 1.Flavonoid :

a)Dapat berfungsi sebagai antifungi, antiseptik, antiradang (Hogiono & Dogi, 1994).

b)Juga berfungsi dalam proses regenerasi atau perbaikan sel (Hogiono & Dogi, 1994).

2.Saponin :

a)Dapat memacu pertumbuhan kolagen dalam proses penyembuhan (Igbinosa et al, 2009).

Kolagen yaitu sebuah protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan (Guyton & Hall, 2007).

b)Memiliki efek menghilangkan rasa sakit dan merangsang pembentukan sel-sel baru (Igbinosa et al, 2009).


(35)

3.Jatrofin (mengandung alkaloid), yang diketahui ada manfaat dalam hal analgesik (Igbinosa et al., 2009).

F. Bioplasenton

Bioplasenton mengandung ekstrak plasenta dan neomisin sulfat (merupakan antibiotik). Kombinasi ini merupakan bagian dari perawatan luka yang sangat

efektif. Ekstrak plasenta sebagai “biogenic stimulator” memegang peranan

penting dalam mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka. Sedangkan neomisin sulfat bekerja sebagai antibiotik yang mampu membunuh beragam jenis kuman. Plasenta telah lama digunakan sejak 5000 tahun yang lalu. Di China, dikenal sebagai pengobatan tradisional yang digunakan sebagai tonik untuk kesehatan dengan sebutan „shikasha„, yang penggunaannya untuk memperbaiki ginjal, kasus-kasus infertilitas, serta mensuplai air susu saat menyusui, dan sudah dipakai untuk pengobatan luka iris. Begitu pula dengan Paul Niehans dari Swedia yang terkenal sebagai pioner di bidang terapi sel, yang menggunakan plasenta dari domba (black sheep) untuk berbagai terapi dibidang peremajaan kulit (skin rejuvenating). Penemuan oleh Filatov dari Rusia dengan menggunakan plasenta sebagai

Tissue Therapy” dimana jaringan yang rusak dapat berkembang kembali setelah diberikan Tissue Therapy. Karena penemuan-penemuan diatas yang membuat plasenta memiliki banyak hal yang bermanfaat dalam dunia medis (Yoshida et al, 2006).


(36)

Plasenta merupakan suatu organ yang terbentuk pada dinding sebelah dalam uterus segera setelah terjadi pembuahan. Zat-zat makanan dan oksigen akan di distribusikan dari ibu ke janinnya melalui plasenta serta membawa sisa-sisa metabolisme ke luar dari tubuh janin. Plasenta sebagian besar berasal dari bagian yang membentuk janin (fetus), dan berfungsi sebagai organ

foetomaternal yang memiliki dua komponen, yaitu bagian foetal (chorion frondosum), dan bagian maternal (deciduas basalis) (Yoshida et al, 2006). Plasenta mengandung bahan enzim yaitu sitokrom P450scc, dimana enzim ini berfungsi sebgai mediasi untuk perubahan kolesterol menjadi pregnenolon, serta enzim P450c17 yang berperan untuk mengubah 17 -hdroxysteroid dehydrogenase menjadi androstenedion dan testosteron . Adanya proses aromatisasi dari P450 arom menyebabkan perubahan testosteron menjadi estrogen (Yoshida et al, 2006).


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola controlled group post test only design dengan menggunakan hewan percobaan (tikus).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, bulan November, Desember dan Januari.

2. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sedangkan pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Dan untuk uji taksonomi tumbuhan jarak pagar dilakukan di laboratorium botani Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.


(38)

C. Alat dan Bahan

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu : alkohol 70%, getah jarak pagar, krim vaselin, tikus putih jantan dewasa galur Sprague dawley, pakan dan minum tikus.

2. Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan metode paraffin meliputi : larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, xylol, pewarna Hematoksilin, Eosin dan Emelan.

3. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah neraca analitik Metler Toledo

dengan tingkat ketelitian 0,01g untuk menimbang berat tikus putih jantan dewasa, pisau cukur dan gagangnya, gunting untuk mencukur rambut tikus, penggaris, sarung tangan steril, bengkok, kom, silet, jas lab, gunting, obat anestesi Ketamine dan Xylazine, plester, pinset anatomis, spuit 1cc dan jarum suntik, kassa steril, arloji, kandang serta botol minum tikus, mikroskop binokuler, object glass, cover glass, deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven, water bath, platening table, autotechnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast, dan paraffin dispenser.


(39)

D. Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini Populasi yang akan digunakan adalah tikus, yang didapat dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pemilihan secara random yang dibagi menjadi 4 kelompok. Tikus putih jantan galur Sparaque dawley berumur ± 4-5 bulan.

2. Sampel penelitian

Hewan penelitian yang dipakai adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley umur ± 4-5 bulan dengan berat badan rerata antara ± 200-250 gram. Sampel penelitian dipilih secara sample random sampling. Dibagi menjadi 4 kelompok tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley. Selama penelitian, semua tikus diberi makan dan minum secukupnya.

Menurut Dahlan (2008) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan: (t-1) (r-1) > 15. Dimana t adalah jumlah kelompok percobaan dan r merupakan jumlah sampel tiap kelompok.


(40)

Penelitian ini akan menggunakan 4 kelompok perlakuan sehingga penghitungan sampel menjadi:

(t-1) (r-1) ≥ 1 (4-1) (r-1) ≥ 1 3 (r-1) ≥ 1 3r – 3 ≥ 15 + 3 3r ≥ 18 r ≥ 18/3 r ≥

Jadi sampel yang akan digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 6 ekor tikus dengan 1 tikus putih sebagai cadangan pada masing-masing kelompok sehingga jumlah tikus yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 28 ekor.

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Inklusi :

 Tikus diketahui sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak dan aktif).

 Memiliki berat badan sekitar ± 200-250 gram.  Berjenis kelamin jantan.


(41)

2. Ekslusi :

a. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

b. Mati selama masa pemberian perlakuan.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent variable)

Getah jarak pagar secara topikal yang diberikan pada tikus (Rattus norvegicus) galur Sparaque dawley.

2. Variabel Terikat (Dependent variable) Tingkat penyembuhan terhadap luka iris.

G. Prosedur Penelitian

Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus laboratorium, terlebih dahulu tikus diadaptasikan dengan lingkungan lab selama delapan hari kemudian dilanjutkan dengan prosedur penelitian berikutnya.

Adapun kelompok perlakuanya yaitu sebagai berikut :

1). Kelompok 1 yaitu kelompok yang diberi luka iris dan dirawat lukanya dengan pembersihan luka menggunakan akuades dua kali sehari selama 8 hari.


(42)

2). Kelompok 2 yaitu kelompok yang diberi luka iris, selama proses penyembuhan akan diberikan getah jarak pagar + vaselin dengan kandungan getah jarak pagar sebesar 75% sebanyak dua kali sehari selama 8 hari.

3). Kelompok 3 yaitu kelompok yang diberi luka iris, selama proses penyembuhan akan diberikan getah jarak pagar + vaselin dengan kandungan getah jarak pagar sebesar 100% sebanyak dua kali sehari selama 8 hari.

4). Kelompok 4 yaitu kelompok yang diberi luka iris, selama proses penyembuhan akan diberikan Bioplacenton gel sebanyak dua kali sehari selama 8 hari.

1. Pengumpulan Getah Jarak Pagar

Patahkan tangkai daun atau potong tunas muda dari tanaman jarak pagar lalu tampung pada tabung sampel atau wadah yang telah disediakan. Setelah getah cukup untuk dijadikan bahan pengobatan, tabung sampel atau wadah segera ditutup rapat dan masukkan kedalam pendingin agar bisa bertahan. Menurut uji pendahuluan, setelah getah diambil, getah tidak menggumpal ataupun mencair, namun mengalami perubahan warna dari bening sedikit keruh menjadi putih keruh sedikit kemerahan.

Menurut Safriyani (2012), Agar kesegaran getah jarak pagar tetap terjaga, maka getah diambil sehari sebelum perlakuan dimulai. Getah jarak pagar tanpa disimpan dilemari pendingin dan dengan suhu atmosfir ± 28 derajat selsius dapat bertahan selama 5 hari (getah seberat 7 gram) dengan


(43)

penyusutan disetiap harinya tanpa perubahan fungsi dari kandungan getah itu sendiri. Sedangkan bila disimpan dalam lemari pendingin dapat bertahan selama ± 15 hari (getah seberat 7 gram) dengan penyusutan yang kurang berarti tanpa mengalami perubahan fungsi dari kandungan getah itu sendiri.

2. Pembuatan Luka Iris

Cukur bagian punggung dari tikus. Lakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka iris dengan Ketamine dosis 100 mg/kg ditambah Xylazine dosis 10 mg/kg (American Veterinary Medical Association (AVMA), 2013). Kulit dilukai dengan skalpel sepanjang 2 cm dengan kedalaman ± 1 mm.

3. Prosedur Penanganan Luka Iris

Penanganan dilakukan sebanyak dua kali sehari dan selalu dibersihkan sebelum mengaplikasikan vaselin getah jarak dan bioplasenton gel dengan cara, membersihkanya dengan air aquades. Berikut runtutan prosedur penanganan luka iris yang akan di aplikasikan.

a. Tempatkan perlak yang dilapisi kain di bawah luka yang akan dirawat

b. Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan c. Dekatkan bengkok dan plastik

d. Pakai sarung tangan steril e. Siapkan kasa


(44)

f. Getah jarak pagar

Olesi bagian luka dengan kasa yang telah diberi getah jarak pagar hingga menutupi seluruh penutupan luka.

g. Vaselin getah jarak pagar

Olesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan kasa yang telah dibasahi dengan vaselin getah jarak pagar hingga menutupi seluruh permukaan luka.

Bioplasenton gel

Olesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan menggunakan gentamisin topikal untuk kelompok perlakuan dengan gentamisin topikal hingga menutup seluruh permukaan luka iris.

h. Tutup luka dengan kasa steril.

i. Untuk kelompok kontrol negatif, luka iris hanya dirawat dengan membersihkan luka menggunakan akuades.

4. Prosedur Operasional Pembuatan Slide

Metode pembuatan preparat histopatologi Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

a. Prosedur pembuatan slide :

1. Organ telah dipotong secara melintang dan telah difiksasi menggunakn formalin 10% selama 3 jam.


(45)

3. Dehidrasi dengan :

o Alkohol 70% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol absolute selama 1 jam

o Alkohol absolute selama 1 jam o Alkohol absolute selama 1 jam o Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam

4. Clearing dengan menggunakan :

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I dan II masing-masing selama 1 jam.

5. Impregnansi dengan paraffin selama 1 jam dengan oven suhu 65 derajat celcius.

6. Pembuatan blok paraffin :

Sebelum dilakukan pemotongan blok paraffin, paraffin didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan

rotary microtome dengan menggunakan disposable knife. Pita paraffin dimekarkan pada water bath dengan suhu 60 derajat celcius. Dilanjutkan pada pewarnaan Hematoksilin dan Eosin.


(46)

b. Prosedur pulasan HE :

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan kedalam zat kimia dibawah ini dengan waktu sebagai berikut

1. Dilakukan deparafinisasi dalam :

o Larutan xylol I selama 5 menit

o Larutan xylol II selama 5 menit o Ethanol absolute selama 1 jam

2. Hidrasi dalam :

o Alkohol 96% selama 2 menit o Alkohol 70% selama 2 menit o Air selama 10 menit

3. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan :

o Haris hematoksilin selama 15 menit o Air mengalir

o Eosin selama maksimal 1 menit

4. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan :

o Alkohol 70% selama 2 menit o Alkohol 96% selama 2 menit o Alkohol absolute selama 2 menit

5. Penjernihan :

o Xylol I selama 2 menit o XylolII selama 2 menit


(47)

5. Alur Penelitian

Adaptasi 8 hari

Berat badan tikus ditimbang

K 1 (Kontrol Negatif)

6 sampel

K 2 (75% getah jarak )

6 sampel

K 3 (100% getah jarak)

6 sampel

K 4 (bioplasenton)

6 sampel

Anestesi tempat yang akan diberi luka iris dengan ketamine 100mg/kgBB + Xylazine 10mg/kgBB

Diberi luka iris dengan scalpel sepanjang 2cm dengan kedalaman 1mm

Diberi perawatan selama 8 hari

Dibersihkan dengan akuades dan oleskan getah jarak pagar + vaselin 75% (pada K 2)

dan 100% (pada K 3) sebanyak 2x sehari

Dibersihkan dengan akuadesh

dan oleskan bioplasenton gel

2x sehari pada kelompok 4 Kelompok A Dibersihkan dengan akuadesh 2x Lihat perkembangan secara mikroskopik pada hari ke-9

Tikus dinarkosis dengan metode Cervical Dislocation pada hari ke-9

Diambil sampel potongan melintang kulit pada daerah luka iris

Lihat perkembangan sel dibawah mikroskop dengan 4x, 10x, 40x, dan 100x perbesaran

Interpretasi hasil Hari ke-1

Hari ke-8


(48)

H. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala

Getah jarak pagar

Gambaran histologi kulit tikus

(Mikroskopis)

Getah jarak pagar diberikan pada tikus Kelompok 1 = luka iris pada tikus hanya dibersihkan dengan akuades

Kelompok 2 = luka iris pada tikus diobati getah jarak pagar konsentrasi 75%

sebanyak 2 kali sehari

Kelompok 3 = luka iris pada tikus diobati getah jarak pagar konsentrasi 100% sebanyak 2 kali sehari

Kelompok 4 = luka iris pada tikus diobati bioplasenton gel sebanyak 2 kali sehari Sediaan histopatologi dilihat pada

pembesaran 400x pada 5 lapang pandang yang dipilih disetiap preparat dari insisi luka pada hari ke-9 yang mencakup 3 kategori, yaitu tingkat pembentukan epitelisasi, jumlah pembentukan pembuluh darah baru, dan pembentukan kolagen (Tabel 2). Kemudian dibuat skor untuk setiap kategori, lalu skor dari semua kategori tersebut digunakan untuk semua lapang pandang dalam 1 preparat, lalu direratakan untuk tiap kelompok perlakuan.

kategorik

Numerik

I. Cara Pengumpulan Data Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan saat hari terakhir perlakuan. Dari setiap kelompok, setiap tikus diambil sampel jaringan kulitnya dibagian perlakuan. Kemudian jaringan itu dibuat menjadi preparat untuk diteliti lebih lanjut


(49)

menggunakan mikroskop cahaya binokuler. Variabel yang diamati adalah perkembangan kesembuhan luka secara histologis, yaitu dengan melakukan pengamatan mikroskopis di daerah epidermis dan dermis, dengan mengidentifikasi pembentukan kolagen, angiogenesis, dan re-epitelisasi.

Tabel 2. Penilaian Mikroskopis (Cyntia, 2012)

Parameter dan deskripsi skor Tingkat pembentukan kolagen

o Kepadatan kolagen lebih dari jaringan

normal/lapang pandang perbesaran 400x mikroskop

o Kepadatan kolagen sama dengan jaringan

normal/lapang pandang perbesaran 400x mikroskop

o Kepadatan kolagen kurang dari jaringan

normal/lapang pandang perbesaran 400x mikroskop

3

2

1

Tingkat pembentukan epitelisasi

o Epitelisasi normal/lapang pandang perbesaran 400x mikroskop

o Epitelisasi sedikit/lapang pandang perbesaran

400x mikroskop

o Tak ada epitelisasi/lapang pandang perbesaran

400x mikroskop

3 2 1

Jumlah angiogenesis

o Lebih dari 2 pembuluh darah baru/lapang

pandang perbesaran 400x mikroskop

o 1-2 pembuluh darah baru/lapang pandang

perbesaran 400x mikroskop

o Tidak ada pembuluh darah baru/lapang pandang

perbesaran 400x mikroskop.

3 2 1


(50)

J. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengukuran berupa skor dengan penilaian 1 sampai 3 setiap lapang pandang tersebut, lalu dijumlah. Dari jumlah tersebut, selanjutnya dibuat rataanya dan dihitung simpangannya dengan menggunakan standard deviasi (rerata ± SD). Selanjutnya data yang didapat pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Post Hoc LSD dengan selang kesalahan 0,5% (α=0.05) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 20.0 for windows (Mattjik et al, 2006).

K. Etika Penelitian

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), ilmuwan penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlakukan secara manusiawi. Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan

refinement.

Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.


(51)

Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

 Relatif (mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong, hewan dari ordo lebih rendah) dan,

 Absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program komputer).

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih.

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip

refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Yang pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai. Kedua, hewan percobaan bebas dari ketidak-nyamanan.


(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Terdapat pengaruh pemberian getah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara topikal terhadap tingkat kesembuhan luka iris pada tikus putih jantan galur Sprague dawley dengan nilai p< 0,05 yang berdasarkan Uji One Way Anova.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu perlakuan yang lebih lama.

2. Perlu dilakuan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh getah tanaman jarak terhadap waktu penyembuhan luka.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ackermann, M.R. 2007. Pathologic Basis Veterinary Disease. Missouri : Mosby Elsevier.

Anonim. 2012. Antibiotic resistance. CDC. Atlanta. 14 Maret 2012 http://www.cdc.gov/narms/faq_pages/3.htm.

Arivin, A.R., D. Allorerung, Z. Mahmud, D.S. Effendi, Sumanto, dan F. Isa. 2006. Karakteristik fisik lingkungan daerah pertanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Cikeusik, Banten. Makalah disampaikan pada Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar. Hotel Pangrango, Bogor, 29 November 2006.

Bankova, V. 2005. Chemical Diversity Of Propolis And The Problem Of Standardization. Journal Of Ethnopharmacology. 100 (2005) : 114-117. Besselsen. 2009. Taksonomi Tikus Sprague Dawley. Gramedia. Hlm 208-219. Budianto, A. 2005. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi: 1. Cetakan 2. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI.

Clark, M.D., Singer, A.J., Richard, A.F. 1999. Cutaneous wound healing. The Ne Englan Journal Medicine. September. www.nejm.org.on [24 Oktober 2013]. Cyntia, A. 2012. Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Sayat Terbuka Antara

Pemberian Povidon Iodin Dan Pemberian Propolis Secara Topikal Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(54)

Dahlan, M.S. 2008. Evidence Based Medicine Seri 2 : Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel untuk Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Dewi, S.P. 2010. Perbedaan Efek Pemberian Lendir Bekicot (Achatina fulica) dan Gel Bioplacenton Terhadap Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus Putih. Surakarta: FK UNS.

Ernawati, S. 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat. Fakultas Biologi Universitas Nasional.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.

EGC. Jakarta. hlm 135-145.

Guyton, C.A., Hall, E. John. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Hlm 480-481.

Hambali, Erliza, Suryani, A., Dadang, Hariyadi, Hasim, H., Iman .K.R., Mira, R., M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T.H. Soerawidjadja, T. Prawitasari, T. Prakoso dan Purnama, W. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta.

Haris, M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total Dan Aktivitas Antioksidan Dari Getah Jarak Pagar Dengan spektrofotometer UV-Visibel. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Anadalas. Padang.

Hasnam. 2006. Variasi Jatropha L. Info-Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Puslitbangbun, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1,No.2, Februari 2006.

Hogiono dan Dogi. 1994. Peningkatan Nilai Tambah Tanaman Hortikultura yang Berpotensi Sebagai Bahan Dasar Sintesis Obat-Obatan Steroid. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Airlangga, Surabaya.


(55)

Igbinosa, O. O., Igbinosa E.O. And O.A. Aiyegoro. 2009. Antimicrobial Activity and Phytochemical Screening of Steam Bark Extracts from Jatropha curcas (Linn). African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 3 (2). pp. 058-062.

Junqueira, L.C. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. EGC. Jakarta. hlm 355-368.

Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta. hlm 1-9,729.

Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006.

Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan Suplemen II Etik Penggunaan Hewan Percobaan. Jakarta.

Kurniasari, I. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavanoid Total Meniran (Phyllantus niruri L) Berbasis Teknik Spektrofotometri Inframerah Dan Kemometrik. IPB, Bogor.

Leary, S., Underwood, W., Anthony, R., Cartner, S., Corey, D., Grandin, T., & Yanong, R. (2013). AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals: 2013 Edition.

Martin, P. 1997. Wound healing-aiming for perfect skin regeneration. Science magazine. Vol 276. 4 april 1997 [article]. http://www.sciencemag.org [19 agustus 2012].

Mattjik, A.A., Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Jilid 1 Edisi Kedua. 287 hlm.

McCarty, R. & Price, A.. 2003. Fisiology Activity Of Cuts. Australian South Journal.

M o e n a d j a t , Y . 2 0 0 5 . Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Iris. Jakarta. Hlm 12.


(56)

Molan, P.C. 1998. A brief review of the use of Jatropha curcas as a clinical dressing. The Australian Journal of Wound Management. 6(4):148-158. Moriwaki, Michel, J.,Shizaru, M. 2007. Tips Memilih Hewan Coba. Gramedia. Ningrun, E.K. & M, Murti, 2012. Dahsyatnya Hasiat Herbal Untuk Hidup Sehat.

Jakarta.

Nopitasari, R. R. D. A. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Phaleria Papuana terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit balb/c. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Nurpagino, R. 2009.Kejadian Yang Tidak Diduga. Semarang. Hlm 21.

Payne, J.J.J., Busuttil A., Smock W. 2003. Forensic Medicine: Clinical and Pathological Aspects. Greenwich Medical Media. Cambridge. Hlm 14.

Perdanakusuma, D.S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan http://www.surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/. html. [2 september 2012].

Pratiwi, S.I. 2008. Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas l.) pada berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro.

available from: url: accessed: 10 September 2013.

Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi, I G.A.M.A.S. Gitadewi. 2008. Penentuan Kadar Getah Jarak Pagar. Jurnal Kimia 2. Vol 2 No 2. hal 77-86.

Safriani, Y. 2012. Efikasi Salap Getah Jarak Merah ( Ricinus communis , Linn) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Kulit Mencit ( Mus musculus ) Jantan Strain BalbC. Jakarta. Erlangga.


(57)

Simanjuntak, M.R. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk (melastoma malabathricum. L) Serta Pengujian Efek Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Iris. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 85 hlm.

Sjamsuhidajat, R., W. Jong. 2005. Buku ajar ilmu bedah. EGC. Jakarta. hlm 73-84.

Smith, J.B., S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 3. Spector, W.G. & T.D. Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi ke 3.

Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Hlm : 130-145.

Sukadana. 2009. Senyawa antibakteri golongan flavonoid dari buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.L). Jurnal kimia 3 (2). JULI 2009 : 109-116.

Sumartiningsih, S. 2009. Pengaruh Pemberian Binahong (Anradera Cordifolia) terhadap Sel Radang dan Sel Fibroblast pada Hematoma Regio Femoris Ventralis Rattus Norvegicus Strain Wistar Jantan. Karya Ilmiah. Diterbitkan, Program Pascasarjana Universitas Airllangga, Surabaya.

Tawi. 2008. Fisiologi Dari Luka Edisi : 2. Cetakan :3. Bandung. EGC.

Titisanti, B. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa) Dosis Bertingkat Terhadap Produksi NO Makrofag Mencit Balb/c. Artikel Ilmiah.Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.


(58)

Weihe, W.H. 2010. The laboratory rat In 'The UFA W Handbook on the Care and Management of Laboratory Animals. Essex: Longman Scientific and Technical. Harlow. hlm 61-75.

Yoshida, K., M. Sumiyoshi, K. Kawahira, M Sakanaka, Br. J. Pharmacol. 2006. 148.


(59)

(1)

Dahlan, M.S. 2008. Evidence Based Medicine Seri 2 : Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel untuk Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Dewi, S.P. 2010. Perbedaan Efek Pemberian Lendir Bekicot (Achatina fulica) dan Gel Bioplacenton Terhadap Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus Putih. Surakarta: FK UNS.

Ernawati, S. 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat. Fakultas Biologi Universitas Nasional.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. EGC. Jakarta. hlm 135-145.

Guyton, C.A., Hall, E. John. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Hlm 480-481.

Hambali, Erliza, Suryani, A., Dadang, Hariyadi, Hasim, H., Iman .K.R., Mira, R., M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T.H. Soerawidjadja, T. Prawitasari, T. Prakoso dan Purnama, W. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta.

Haris, M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total Dan Aktivitas Antioksidan Dari Getah Jarak Pagar Dengan spektrofotometer UV-Visibel. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Anadalas. Padang.

Hasnam. 2006. Variasi Jatropha L. Info-Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Puslitbangbun, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1,No.2, Februari 2006.

Hogiono dan Dogi. 1994. Peningkatan Nilai Tambah Tanaman Hortikultura yang Berpotensi Sebagai Bahan Dasar Sintesis Obat-Obatan Steroid. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Airlangga, Surabaya.


(2)

Igbinosa, O. O., Igbinosa E.O. And O.A. Aiyegoro. 2009. Antimicrobial Activity and Phytochemical Screening of Steam Bark Extracts from Jatropha curcas (Linn). African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 3 (2). pp. 058-062.

Junqueira, L.C. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. EGC. Jakarta. hlm 355-368.

Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta. hlm 1-9,729.

Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan Suplemen II Etik Penggunaan Hewan Percobaan. Jakarta.

Kurniasari, I. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavanoid Total Meniran (Phyllantus niruri L) Berbasis Teknik Spektrofotometri Inframerah Dan Kemometrik. IPB, Bogor.

Leary, S., Underwood, W., Anthony, R., Cartner, S., Corey, D., Grandin, T., & Yanong, R. (2013). AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals: 2013 Edition.

Martin, P. 1997. Wound healing-aiming for perfect skin regeneration. Science magazine. Vol 276. 4 april 1997 [article]. http://www.sciencemag.org [19 agustus 2012].

Mattjik, A.A., Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Jilid 1 Edisi Kedua. 287 hlm.

McCarty, R. & Price, A.. 2003. Fisiology Activity Of Cuts. Australian South Journal.

M o e n a d j a t , Y . 2 0 0 5 . Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Iris. Jakarta. Hlm 12.


(3)

Molan, P.C. 1998. A brief review of the use of Jatropha curcas as a clinical dressing. The Australian Journal of Wound Management. 6(4):148-158.

Moriwaki, Michel, J.,Shizaru, M. 2007. Tips Memilih Hewan Coba. Gramedia.

Ningrun, E.K. & M, Murti, 2012. Dahsyatnya Hasiat Herbal Untuk Hidup Sehat. Jakarta.

Nopitasari, R. R. D. A. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Phaleria Papuana terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit balb/c. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Nurpagino, R. 2009.Kejadian Yang Tidak Diduga. Semarang. Hlm 21.

Payne, J.J.J., Busuttil A., Smock W. 2003. Forensic Medicine: Clinical and Pathological Aspects. Greenwich Medical Media. Cambridge. Hlm 14.

Perdanakusuma, D.S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan http://www.surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/. html. [2 september 2012].

Pratiwi, S.I. 2008. Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas l.) pada berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro. available from: url: accessed: 10 September 2013.

Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi, I G.A.M.A.S. Gitadewi. 2008. Penentuan Kadar Getah Jarak Pagar. Jurnal Kimia 2. Vol 2 No 2. hal 77-86.

Safriani, Y. 2012. Efikasi Salap Getah Jarak Merah ( Ricinus communis , Linn) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Kulit Mencit ( Mus musculus ) Jantan Strain BalbC. Jakarta. Erlangga.


(4)

Simanjuntak, M.R. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk (melastoma malabathricum. L) Serta Pengujian Efek Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Iris. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 85 hlm.

Sjamsuhidajat, R., W. Jong. 2005. Buku ajar ilmu bedah. EGC. Jakarta. hlm 73-84.

Smith, J.B., S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 3.

Spector, W.G. & T.D. Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi ke 3. Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Hlm : 130-145.

Sukadana. 2009. Senyawa antibakteri golongan flavonoid dari buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.L). Jurnal kimia 3 (2). JULI 2009 : 109-116.

Sumartiningsih, S. 2009. Pengaruh Pemberian Binahong (Anradera Cordifolia) terhadap Sel Radang dan Sel Fibroblast pada Hematoma Regio Femoris Ventralis Rattus Norvegicus Strain Wistar Jantan. Karya Ilmiah. Diterbitkan, Program Pascasarjana Universitas Airllangga, Surabaya.

Tawi. 2008. Fisiologi Dari Luka Edisi : 2. Cetakan :3. Bandung. EGC.

Titisanti, B. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa) Dosis Bertingkat Terhadap Produksi NO Makrofag Mencit Balb/c. Artikel Ilmiah.Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.


(5)

Weihe, W.H. 2010. The laboratory rat In 'The UFA W Handbook on the Care and Management of Laboratory Animals. Essex: Longman Scientific and Technical. Harlow. hlm 61-75.

Yoshida, K., M. Sumiyoshi, K. Kawahira, M Sakanaka, Br. J. Pharmacol. 2006. 148.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 4 121

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN SILVER SULFADIAZINE PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 7 82

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116

PENGARUH GETAH JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS(Rattus norvegcus) STRAIN WISTAR (In Vivo) Pengaruh Getah Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Penyembuhan Luka Pada Tikus (Rattus norvegcus) Strain Wistar (In Vivo).

0 3 14

PENGARUH GETAH JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS (Rattus norvegcus) STRAIN Pengaruh Getah Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Penyembuhan Luka Pada Tikus (Rattus norvegcus) Strain Wistar (In Vivo).

0 2 16