6
saat itu berada di bawah kekuasaan Persia. Pada kesempatan itu, Umar menunjuk Abu Ubaid bin
Mas’ud Ats-Tsaqafi sebagai komandan perang, yang didampingi oleh Sa’ad bin Ubaid dan Salith
bin Qais.
1. Perang Namariq
28
13 H634 M
Sebulan selepas keberangkatannya dari Madinah, Abu Ubaid tiba suatu padang pasir
di dekat Namariq. Di sana Mutsanna sudah menunggunya untuk bergabung dengan pasukan
Abu Ubaid sebagaimana yang diinstruksikan Umar kepadanya. Setelah istirahat beberap hari
beristirahat, Abu Ubaid pun menyerang pasukan Persia yang dipimpin Jaban di Namariq. Mereka
berhasil membuat Jaban beserta pasukan terpukul mundur.
29
2. Perang Saqathiya [13 H634 M]
Abu Ubaid kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Kaskas. Kota tersebut
dipimpin oleh putra paman Kaisar Persia yang bernama Narsi. Kemudian Narsi menggiring
pasukannya untuk melawan Abu Ubaid dan akhirnya bertemu di Saqathiya. Pada perang itu,
Abu Ubaid berhasil mengalahkan pasukan Narsi dan mendapatkan ghanimah yang berjumlah
besar.
30
3. Perang Barosma [13 H634 M]
Tidak lama kemudian, pasukan Islam yang dipimpin Abu Ubaid kembali bertemu dengan
pasukan Persia di Barosma, suatu tempat yang terletak antara Kaskar dan Saqathiya. Dalam
pertempuran ini lagi-lagi pasukan Islam meraih kemenangan atas pasukan Persia.
31
4. Perang Jisr Jembatan [13 H634 M]
Perang ini terjadi di daerah antara Qussannathif
32
atau Marwahah.
33
Abu Ubaid beserta pasukannya menyeberangi sungai Eufrat dari sebelah timur,
Marwahah. Sementara pasukan Persia yang
28 Namarik merupakan suatu daerah di Kufah.
29 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, terj. Imtihan Syafi’i, Al- Qawam, Solo, 2013, hal. 115-116.
30 Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ...
, hal. 432. 31
Ibid, hal. 433-444. 32
Nama suatu wilayah di dekat Kufah, di tepi Timur sungai Eufrat. 33
Marwahah berada di tepi Barat sungai Eufrat.
dikomandani Bahman yang ditunjuk oleh Rustum untuk membalas kekalahan Persia tiba dari
Qussannathif. Bahman mengirim utusan dengan secarik surat, “Menyeberanglah kepada kami, kami
akan membiarkan kalian menyeberang; atau kalian yang membiarkan kami menyeberang.”
Abu Ubaid lalu memutuskan untuk pasukan Islamlah yang menyeberang meski mendapat
ketidaksetujuan dari beberapa orang yang bersamanya. Pada perang itu, kuda-kuda pasukan
Islam melihat gajah besar Persia yang belum pernah mereka lihat sebelumnya sehingga membuat
kuda-kuda itu takut dan tidak mau bergerak maju. Setiap kali pasukan Persia menyerbu dengan
pasukan gajah dan genta-genta yang mereka bunyikan, kuda-kuda pasukan Islam tidak bisa
dikendalikan dan pasukan mereka pun tidak lagi beraturan. Hal ini membuat pasukan Islam terjepit
dan mereka terdesak ke arah jembatan. Sebagian mereka menceburkan diri ke sungai Eufrat untuk
menyeberang, sehingga sebagian di antara mereka ada yang selamat dan sebagiannya lagi tenggelam.
Pada perang ini, pasukan Islam mengalami kekalahan. Di antara mereka yang terbunuh, terluka
dan tenggelam sekitar 4.000 orang, termasuk Abu Ubaid dan Salith bin Qais; 2.000 orang kabur; dan
sisa 3.000 orang lainnya tetap bersama Mutsanna bin Haritsah. Sementara di pihak pasukan Persia
terbunuh sekitar 6.000 orang.
34
5. Perang Buwaib [13 H634 M]
Setelah pasukan Islam terpisah-pisah pasca perang Jisr, Umar kembali mengkonsolidasikan
pasukannya di wilayah yang lain untuk bergabung dengan pasukan Mutsanna di Irak, sehingga
terkumpul pasukan yang banyak di sana. Kabar ini diketahui oleh panglima Persia, Rustum
dan Fairazan, dan mereka pun mempersiapkan pasukannya.
Akhirnya dua pasukan pun saling bertemu. Saat itu terjadi pada bulan Ramadhan. Mutsanna
memerintahkan pasukannya untuk berbuka agar tubuh mereka tetap kuat saat menyerang musuh.
Mereka pun semuanya berbuka. Pertempuran
34 Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 119-120.
7
sengit antara pasukan Islam dan Persia pun tak terelakkan. Pada perang ini pasukan Islam berhasil
mengalahkan tentara Persia. Pasukan Persia yang terbunuh sekitar 100.000 personil.
35
6. Perang Qadisyah [14 H635 M]
Setelah mengalami beberapa kekalahan, Persia lalu menggalang kekuatan di bawah raja mereka
yang baru, Yazdegerd. Ketika Umar mengetahui hal itu, ia pun memerintahkan wajib militer
karena kondisinya menuntut hal itu, yaitu dengan memerintahkan Mutsanna melihat kabilah-kabilah
yang mampu berperang dan mengikutsertakan mereka, baik suka atau tidak.
Selain itu, Umar juga mengajak kabilah- kabilah lain di Jazirah Arab untuk berjihad ke
Irak. Umar lalu menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai komandan pasukan yang diberangkatkan
dari Madinah untuk bergabung dengan Mutsanna di Irak. Pasukan tersebut berjumlah 4.000 personil.
Ketika Sa’ad tiba di Zarwad, Mutsanna sedang sakit keras yang berakhir dengan kematiannya. Dengan
demikian, Sa’ad pun lantas ditunjuk menjadi panglima perang menggatikan Mutsanna.
Sebelum terjadi pertempuran di Qadisiyah, Sa’ad—atas perintah Umar—sempat mengutus
utusan untuk berdialog dengan Kisra dan Rustum. Namun, hal ini ditanggapi tidak baik oleh Kisra.
Akhirnya, peperangan antara dua pasukan pun tidak terhindarkan, 120.000 pasukan Persia beradu pedang
dengan 39.000 pasukan Islam. Pertempuran sengit yang terjadi selama empat hari ini berakhir dengan
kemenangan di pihak pasukan Islam. Persia sendiri menganggap Perang Qadisiyah merupakan perang
penentuan. Penentuan apakah mereka akan tetap bertahan sebagai sebuah kerajaan dan imperium
atau bubar tanpa negara akibat kekalahan.
36
Setelah kemenangan di Qadisiyah, tidak lama berselang pasukan Islam berhasil membebaskan
beberapa kota Persia, seperti: Madain Shafar 16 H637 M, Tikrit dan Mosul Jumadal Ula 16 H 637
M, Jalula Dzulqa’dah 16 H637 M, Ramhurmuz, Tastar, dan Junday Satur.
35 Ash-Shallabi, Fashl Al-Khitab ...
, hal. 439-441. 36
Muhammad Ridha, Umar bin Khaththab, hal. 159-220.
7. Perang Nahawand: Puncak Runtuhnya Hegemoni dan Eksistensi Persia [21 H]