EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK ASAM-BASA

(1)

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK ASAM-BASA

Oleh

LAURENCE MART SIHALOHO

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelaja-ran Learning Cycle 5E (LC 5E) dalam meningkatkan motivasi belajar dan pengu-asaan konsep siswa pada materi pokok asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent Control Group Design. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA3 sebagai kelas kontrol.

Efektivitas model pembelajaran LC 5E diukur berdasarkan adanya perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, dengan menggu-nakan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai n-Gain motivasi belajar untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing sebesar 0,65 dan 0,75; dan nilai rata-rata n-Gain penguasaaan konsep untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,35 dan 0,49. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa.


(3)

(4)

(5)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 9

B. Teori Belajar Kontruktivsme ... 9

C. Learning Cycle 5E (LC 5E) ... 11

D. Motivasi Belajar ... 18

E. Penguasaan Konsep ... 24

F. Kerangka Pemikiran ... 27

G. Anggapan Dasar ... 29


(6)

vii

B. Jenis dan Sumber Data ... 31

C. Metode dan Desain Penelitian... 32

D. Variabel Penelitian ... 32

E. Instrumen dan Validitas Penelitian ... 33

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34

G. Hipotesis Kerja ... 37

H. Hipotesis Statistik ... 37

I. Teknik Pengolahan Data ... 38

J. Teknik Analisis Data ... 41

K. Teknik Pengisian Hipotesis ... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 44

B. Pembahasan ... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 67

B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA


(7)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa menggunakan azas dikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendi-dikan. Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa da-lam arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, me-lainkan juga mengarahkan, dan memberikan fasilitas belajar (directing and faci-litating the learning) agar proses belajar lebih memadai.

Kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Dalam pedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa pembelajaran ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari

Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai


(8)

produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghafal konsep dan kurang mampu meng-gunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Akibatnya, pembelajaran kimia men-jadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi obyek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003). Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Perintis 2 Bandar Lampung, proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran di dominasi dengan ceramah oleh guru dan latihan soal. Model pembelajaran yang seperti ini membuat ketertarikan siswa dalam belajar menjadi berkurang. Siswa hanya menerima dan mendengar-kan materi dari guru dan tidak dilibatmendengar-kan dalam menemumendengar-kan konsep sehingga pembelajaran menjadi monoton, siswa kurang termotivasi untuk belajar, dan menyebabkan aktivitas seperti aktif dalam diskusi, bertanya pada guru, mem-berikan pendapat, dan menjawab pertanyaan dari guru jarang muncul dalam proses pembelajaran.

Banyak sekali hal-hal berhubungan dengan materi larutan asam-basa, senyawa asam-basa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti asam sitrat yang terdapat dalam jeruk, asam cuka, asam laktat yang timbul dari air susu yang rusak, dan sabun yang mempunyai sifat licin dan berasa pahit dimana merupakan ciri-ciri basa. Namun yang terjadi selama ini dalam pembelajaran kimia di SMA pada materi asam-basa lebih dikondisikan untuk dihafal oleh siswa, akibatnya siswa


(9)

mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran pada materi asam-basa.

Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dicari model pembelajaran yang tepat untuk membuat siswa lebih aktif belajar sehingga nilainya diharapkan lebih baik. Untuk itu perlu mempelajari studi pustaka terdahulu yaitu penenelitian terdahulu antara lain jurnal penelitian yang dilakukan oleh (Pandini, 2011) menunjukkan bahwa keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan pada pembelajaran hidrolisis garam melalui metode praktikum dan model pembelajaran LC 5E dikategorikan baik dengan kemampuan rata-rata kelompok tinggi dan kelompok sedang tergolong kategori baik sekali dan kelompok rendah tergolong kurang. Sementara untuk keterampilan siswa dalam berkomunikasi melalui tulisan pada pembelajaran hidrolisi garam melalui metode praktikum dan model LC 5E dikategorikan baik dengan kemampuan rata-rata kelompok tinggi, kelompok se-dang, dan kelompok rendah tergolong baik. Pada penelitian yang dilakukan (Azizah, 2007) pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tahun Kabupaten Blitar me-nunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada materi pokok bahasan struktur atom, sistem periodik, dan ikatan kimia yang diajar dengan model belajaran LC 5E lebih tinggi yaitu sebesar 81,13 dibandingkan dengan pem-belajaran konvensional hanya sebesar 74,53. Selain itu, hasil penelitian yang di-lakukan (Aprilia,2012) pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Malang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembel-ajaran konvensional dengan pembelpembel-ajaran LC 5E. Siswa yang diajar meng-gunakan model pembelajaran LC 5E memiliki rata-rata hasil belajar sebesar 87,35, sedangkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional


(10)

memiliki rata-rata hasil belajar sebesar 75,43. Dari hasil penelitian yang

dilakukan ke 3 peneliti tersebut menyatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran LC 5E diharapkan siswa aktif dan akibatnya nilai lebih baik.

Model pembelajaran LC 5E merupakan model yang dapat digunakan oleh guru dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Dalam pembelajaran LC 5E terdapat 5 fase yaitu fase pendahuluan (engagement), fase eksplorasi (eksploration), fase penjelasan (explaination), fase penerapan konsep (elaboration),dan fase yang terakhir adalah fase evaluasi (evaluation).

Motivasi belajar yaitu adanya keinginan kompetensi dasar atau kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pengalaman belajar. Karna itu perlu mencari cara agar siswa lebih termotivasi dalam belajar sehingga nilainya diharapkan lebih baik. Untuk itu perlu mempelajari studi pustaka terdahulu yaitu hasil penelitian yang dilakukan oleh (Galuh, 2011) pada siswa kelas X MA Al-Ishlah Sukadamai Natar menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi belajar dan aktivitas belajar dengan hasil belajar ekonomi siswa yang ditunjukkan dengan r= 0,677. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rustiyanah, 2011) pada siswa kelas X SMK Bakauheni tahun pelajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 5% dan hasil belajar 28,13% pada mata pelajaran teori kejuruan. Hasil pustaka menunjukkan bahwa dengan meningkatkan motivasi belajar siswa diharapkan siswa lebih aktif dan akibatnya nilai lebih baik.


(11)

Pada dasarnya motivasi dipandang sebagai suatu proses. Motivasi sangat diperlu-kan dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Motivasilah sebagai dasar peng-gerak yang mendorong seseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran motivasi yang menunjukkan aktivitas nyata (Djamarah, 2002). Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psi-kis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelang-sungan kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi men-capai tujuan. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya menmen-capai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan yang diraih, artinya semakin besar motivasi belajar siswa, maka akan semakin meningkat penguasaan konsep terhadap materi pembelajaran kimia.

Faktor lain yang cenderung mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu faktor lingkungan. Dilihat dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaraan yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam suatu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempenagruhi proses pembelajaran.

Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Faktor iklim sosial-psikologis maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal yaitu hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah. Secara eksternal yaitu keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan pihak di luar sekolah.


(12)

Selain itu proses pembelajaran siswa harus memahami konsep-konsep belajar. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Penguasaan konsep dasar yang baik akan membantu dalam pembentukan konsep-konsep yang lebih kompleks untuk menemukan suatu prinsip. Memiliki penguasaan konsep, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pemikiran dalam memecah-kan suatu permasalahan tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang : “Efektivitas model pembelajaran learning cycle 5E (LC5E) dalam meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa pada materi asam-basa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah model pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada materi asam-basa?

2. Apakah model pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi asam-basa?


(13)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan efektivitas pembelajaran LC 5E dalam meningkatkan motivasi bel-ajar dan pengusaan konsep siswa pada materi asam-basa.

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Siswa yaitu sebagai bahan pengetahuan dan menumbuhkan motivasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya akan membaik.

b. Guru Kimia yaitu menambah informasi dan wawasan dalam mengajarkan pelajaran kimia dengan menggunakan kreativitas dan menumbuhkan motivasi belajar siswa.

c. Sekolah yaitu sebagai bahan pemikiran bagi sekolah dalam memotivasi kreatifitas guru dalam mendidik siswa sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Ruang Lingkup penelitian

Untuk lebih memberikan gambaran pada penelitan ini, maka perlu diberikan pen-jelasan terhadap istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan di-teliti. istilah-istilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran LC 5E ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara pemahaman setelah pembelajaran (peningkatan n-gain yang signifikan). Wicaksono (2000)


(14)

2. Model pembelajaran LC 5E adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui 5 fase yaitu fase pendahuluan (engagement), fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan (expalnation), fase penerapan konsep (elaboration/extention) dan fase evaluasi (evaluation).

3. Pembelajaran konvesional merupakan pembelajaran yang selama ini digunakan di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. Pembelajaran konvesional yang diterapkan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan latihan soal.

4. Motivasi belajar yaitu adanya keinginan kompetensi dasar atau kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pengalaman belajar.

5. Pengusaan konsep berupa nilai materi pokok asam-basa arrhenius yang diperoleh pada saat pretes dan postest.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas

Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapainya tujuan intruksional khusus yang telah dicanangkan (Satria, 2005).

Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran tivitas pelatihan yaitu melalui evaluasi. Dan pembelajaran dapat dikatakan efek-tif, jika dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara statistik hasil belajar siswa menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pe-mahaman setelah pembelajaran.

B. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theorist of learning). Teori konstruktivis ini menya-takan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, memeriksa informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar me-mahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya. Teori ini berkembang dari


(16)

kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner Slavin dalam (Riyanto, 2012).

Menurut Von Glasersfeld dalam (Sardiman 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kons-truksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyata-an yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif ke-nyataan melalui kegiatan seseorang. Secara sederhana konstruktivisme me- rupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa kons-truktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997)

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut (Suparno 1997) sebagai berikut :

1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.

2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.

4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.


(17)

C. Learning Cycle 5E (LC5E)

Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut I Kadek Adi Hirawan (2009) menyatakan bahwa LC adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (student centre). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga belajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pem-belajaran dengan jalan berperanan aktif. Model LC termasuk ke pendekatan kon-truktivisme karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pemahamannya.

Piaget dan para kontruktivis pada umumnya dalam (Sudirman, 2007) berpendapat bahwa:

Di dalam mengajar, seharusnya diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa. Mengajar bukan sebagai proses memindahkan gagasan-gagasan guru kepada siswanya, melainkan proses untuk mengubah gagasan-gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin “salah”, sehingga proses belajar-mengajar tidak monoton dan membosankan karena para-digma guru yang selalu menganggap bahwa dirinyalah yang paling benar. Siswa dianggap sebagai suatu wadah kosong sehingga guru hanya meng-ajarkan apa-apa yang ia ketahui tanpa mengukur apa-apa yang telah dike-tahui oleh sang anak. Guru adalah seorang yang meluruskan paradigma para muridnya yang mungkin “salah”, sehingga dengan kata lain guru adalah orang yang dianggap oleh seorang siswa sebagai tempat untuk bertukar pendapat.


(18)

LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sen-diri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki lima langkah sederhana, yaitu

pertama, fase menarik perhatian, dalam fase ini guru memberikan permasalahan yang sesuai dengan topik pembelajaran untuk harus dipecahkan oleh siswa. Kedua, fase eksplorasi, dalam fase ini guru menggali pengetahuan awal siswa. Ketiga, fase eksplanasi. Keempat, fase penerapan konsep dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya. Kelima, fase evaluasi dilakukan untuk mengetahui pemahaman konsep yang telah diketahui oleh siswa. Karplus dan Their dalam (Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan bahwa:

Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC 5E terdiri dari fase-fase, pendahuluan

(egagement), eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept

introduction/ explaination), penerapan konsep (elaboration), dan evaluasi (evaluate).


(19)

Kelima fase tersebut dapat dijabarkan oleh Dasna dan Amelia (2009).

1. Fase Pendahuluan (Engagement)

Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses kemampuan awal yang dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema/topik yang akan dipelajari. Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang fakta/fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang lebih diketahui oleh mereka. Pada fase ini pula siswa dapat diajak untuk membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi.

2. Fase Eksplorasi (Eksploration)

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada saat

membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini guru sebaiknya berperan sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya). Sesuai dengan materi piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami ketidak


(20)

seimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada dirinya sendiri : “Mengapa demikian” atau “ bagaimana akibatnya bila” dan seterusnya. Kegiatan eksplorasi memberikan kesempatan siswa untuk menguji dugaan dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman se-kelompoknya, mencatat hasil pengamatan dan mengemukakan ide, dan mengambil keputusan memecahkannya.

Kegitan pada fase ini sampai pada tahap presentasi/komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan/menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan.

3. Fase Penjelasan (Explain)

Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya. Pada kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar anggota kelompok untuk mengikuti penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percoban, guru dapat memperdalam hubungan antar variabel dan kesimpulan yang diperoleh oleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.


(21)

4. Fase Penerapan Konsep (Elaboration)

Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggunakan data/fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi yang baru. Guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data/sampai membuat kesimpulan.

5. Fase Evaluasi (Evaluate)

Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar. Pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar

observasi, fakta/data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada fase evaluasi berhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh oleh siswa.

Efektivitas implementasi LC 5E biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut belum me-muaskan, maka belum dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi

kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan. (Fajaroh dan Dasna, 2007).


(22)

(Hudojo, 2001) mengemukakan bahwa LC 5E melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Selain itu Hudojo me-ngemukakan bahwa:

Implementasi LC 5E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:

1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.

2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. 3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan

pemecahan masalah.

Cohen dan Clough (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) menyatakan bahwa LC 5E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan me-ningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi keuntungan berikut:

a) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,

b) membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar, c) pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diper-kirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000):

a) efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran,


(23)

b) menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melak-sanakan proses pembelajaran,

c) memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, d) memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 5E berlangsung secara konstruktivistik adalah:

a) tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,

b) tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, c) terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan

lingkungannya,

d) tersedianya media pembelajaran,

e) kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

Ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai berikut :

1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik. 3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.


(24)

Menurut (Soebagio 2000) adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut :

1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.

2. Menurut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.

D. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi belajar setiap siswa, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu tergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan tujuan membahagiakan orang tuanya.

Selanjutnya pendapat (Sardiman 2005) bahwa :

“seseorang melakukan suatu usaha yang baik akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan usaha yang tekun dan terutama didasarkan pada motivasi, maka seseorang yang belajar akan melahirkan prestasi yang baik”.


(25)

Sumadi Suryabrata dalam (Djali 2008) adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna

pencapaian suatu tujuan.

Ausutel dalam (Djali 2008) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi terdiri dari tiga kmponen yaitu dorongan kognitif, dan ego-enhancing one, dan

komponen afiliasi. Dorongan kognitif adalah keinginan siswa untuk mempunyai kompetensi dalam subyek yang ditekuninya serta keinginan untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya dengan hasil yang sebaik-baiknya. An ego-enhancingone maksudnya keinginan siswa untuk meningkatkan status dan harga dirinya (self-esteem), misalnya dengan jalan berprestasi dalam segala bidang, sedangkan komponen afikasi adalah keinginan siswa untuk selalu berafiliasi dengan siswa lain.

Setiap mahasiswa memiliki kekuatan mental yang menjadi penggerak berupa keinginan, perhatian, kemauan dan cita-cita. Motivasi yang timbul dari dalam akan lebih tahan lama dalam memungkinkan untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Hal ini, sepadan dengan pendapat (Oemar. H 2004) “Belajar yang efektif bila didasari oleh keinginan yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri. Peranan motivasi sangat besar terutama untuk mendorong kegiatan belajar, serta untuk mencapai tujuan belajar siswa”.

Seseorang menggunakan konsep motivasi untuk memberikan suatu kecen-derungan umum yang mendorong kearah jenis tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, motivasi sering dipandang sebagai karakteristik kepribadian yang relatif stabil. Sejumlah orang termotivasi untuk berprestasi, sebagian yang lain


(26)

ter-motivasi untuk bergaul dengan orang lain dan mereka menyatakan ter-motivasi ini dalam berbagai cara yang berbeda.

2. Kebutuhan Motivasi

Ketika suatu tingkat kebutuhan terpenuhi dan mendominasi, seseorang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:

1. Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa, lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen dan kebutuhan jasmani lainnya. 2. Kebutuhan akan rasa aman : mencakup antara lain keselamatan, dan

per-lindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

3. Kebutuhan sosial : mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan di-memiliki , kasih sayang, diterima baik dan persahabatan.

4. Kebutuhan akan penghargaan : mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakuphasrat diri : mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuhnya kemampuan sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.

David McClelland mengusulkan tiga motif kebutuhan, yakni : afiliasi ( kebutuhan sosial) kekuasaan ( keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain), dan pencapaian prestasi (keinginan untuk memenuhi kegiatan yang ber-nilai).


(27)

3. Fungsi Motivasi

Fungsi motivasi menurut (Oemar H, 2004)

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbutan seperti belajar.

2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.

3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai penggerak bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

(Thursan Hakim 2000) mengatakan bahwa motivasi belajar seorang siswa dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa memiliki motif intrinsik dan ekstrinsik dalam belajar. Adapun cara menimbulkan motif belajar intrinsik sebagai berikut:

1. Memahami manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari setiap pelajaran atau kuliah.

2. Memilih bidang studi yang paling disenangi dan paling sesuai dengan minat.

3. Memilih jurusan bidang studi yang sesuai dengan bakat dan pengetahuan. 4. Memilih bidang studi yang paling menunjang masa depan.

Sedangkan untuk membangkitkan motif ekstrinsik dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan untuk membangkitkan motivasi belajar, yaitu:

1. Keinginan untuk mendapat ujian yang baik 2. Keinginan untuk menjadi juara kelas atau umum 3. Keinginan untuk naik kelas atau lulus ujian

4. Keinginan untuk menjaga harga diri atau gengsi, misalnya untuk dianggap sebagai orang pandai

5. Keinginan untuk menang bersaing dengan orang lain 6. Keinginan menjadi siswa atau mahasiswa teladan

7. Keinginan untuk dapat memenuhi persyaratan dalam memasuki pendidikan lanjutan

8. Keinginan untuk menjadi sarjana

9. Keinginan untuk dikagumi sebagi orang yang berprestasi.

10.Keinginan untuk menutupi atau mengimbangi kekurangan tertentu yang ada dalam diri siswa. Misalnya menderita cacat, miskin, dapat ditutupi atau diimbangi dengan pencapaian prestasi tinggi.


(28)

11.Keinginan untuk melaksanakan anjuran atau dorongan dari orang lain seperti orangtua, kakak, teman akrab, guru dan orang lain yang disegani serta mempunyai hubungan erat.

Pendapat diatas serupa dengan pendapat (Sardiman 2001) yang mengemukakan bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya sebagai rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.

Berdasarkan uraian diatas, maka motif intrinsik dan ekstrinsik sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Sebab peranan motivasi bagi siswa atau mahasiswa adalah mengarahkan serta menjaga ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar sehingga prestasi belajarnya akan baik.

4) Cara Menggerakkan Motivasi

Guru menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswanya, ialah sebagai berikut:

1. Memberi angka. Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil

pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Murid yang mendapat angkanya baik, akan mendorong belajarnya lebih besar,

sebaliknya murid yang angka kurang, mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik.

2. Pujian. Pemberian pujian kepada murid atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil besar manfaatnya sebagai pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang.

3. Hadiah. Cara ini dapat juga dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu, misalnya pemberian hadiah pada akhir tahun kepada siswa yang mendapat atau menunjukkan hasil belajar yang baik, memberikan hadiah bagi para pemenang sayembara atau pertandingan olahraga.


(29)

4. Kerja kelompok. Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar, setiap anggota kelompok turutnya, kadang-kadang perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar.

5. Persaingan. Baik kerja kelompok maupun persaingan memberikan motif-motif soial kepada murid. Hanya saja persaingan individual akan

menimbulkan pengaruh yang tidak baik, seperti rusaknya hubungan persahabatan, perkelahian, pertentangan, persaingan antar kelompok belajar.

6. Tujuan dan level of aspiration. Dari keluarga akan mendorong kegiatan siswa.

7. Sarkasme. Ialah dengan jalan mengajak para siswa yang mendapat hasil belajar yang kurang. Dalam batas-batas tertentu sarkasme dapat

mendorong kegiatan belajar deminama baiknya, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan sebaliknya, karena siswa merasa dirinya dihina, sehingga memungkinkan timbulnya konflik antara murid dan guru.

8. Penilaian. Penilaian secara kontinu akan mendorong murid-murid belajar, oleh karena setiap anak memiliki kecenderungan untuk memperoleh hasil yang baik. Di samping itu, para siswa selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus dihadapi dan dipecahkan, sehingga mendorongnya belajar lebih teliti dan saksama.

9. Karyawisata dan ekskursi. Cara ini dapat membangkitkan motivasi belajar oleh karena dalam kegiatan ini akan mendapat pengalaman langsung dan bermakna baginya. Selain dari itu, karena objek yang akan dikunjungi adalah objek yang menarik minatnya. Suasana bebas, lepas dari keterikatan ruangan kelas besar manfaatnya untuk menghilangkan

ketegangan-ketegangan yang ada, sehingga kegitan belajar dapat dilakukan lebih menyenangkan.

10.Film pendidikan. Setiap siswa merasa senang menonton film. Gambaran dan isi cerita film lebih menarik perhatian dan minat belajar siswa dalam belajar. Para siswa mendapat pengalaman baru yang merupakan suatu unit cerita yang bermakna.

11.Belajar melalui radio. Mendengarkan radio lebih menghasilkan daripada mendengarkan ceramah guru. Radio adalah alat yang penting untuk

mendorong motivasi belajar siswa. Kendati demikian, radio tidak mungkin dapat menggantikan guru dalam mengajar. Masih banyak cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Namun yang lebih penting ialah motivasi yang timbul dari dalam diri murid sendiri seperti dorongan kebutuhan, kesadaran akan tujuan, dan juga pribadi guru sendiri merupakan contoh yang dapat merangsang motivasi mereka.


(30)

E. Penguasaan Konsep

Menurut (Dahar 1998) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Penguasaan konsep dasar yang baik akan membantu dalam pembentukan konsep-konsep yang lebih kompleks untuk menemukan suatu prinsip. Dengan memiliki penguasaan konsep, seseorang akan mampu

mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pemikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu.

Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting dalam proses belajar. Guna memecahkan masalah, seorang siswa harus mengikuti aturan – aturan yang rele-van. Aturan ini harus sesuai dengan konsep dasar yang diperolehnya, sehingga dapat dikatakan konsep adalah belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari objek kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa:

Bila sesorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep ( Nasution, 2003).


(31)

Pentingnya penguasaan konsep bagi siswa adalah untuk mempermudah pe-nguasaan konsep selanjutnya. Dalam belajar siswa harus melalui beberapa tahap dalam proses belajarnya, yaitu pengenalan konsep, hafalan, meningkat kekonsep pemahaman dan berakhir pada penggunaan atau aplikasi konsep. (Nasution 2003) mengungkapkan bahwa manfaat belajar konsep adalah membebaskan individu dari pengaruh stimulus yang spesifik dan dapat menggunakan dalam situasi dan stimulus yang mengandung konsep itu. Jadi jelas bahwa dalam belajar konsep sangat penting bagi manusia karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berfikir, dan dalam belajar. Menurut (Sagala, 2003) definisi konsep adalah buah pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam difinisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Konsep dapat menolong kita untuk mengklasifikasikan fenomena yang ada disekitar kita melalui pembendaharaan konsep. Siswa diharapkan tidak sekedar memilikinya tetapi diharapkan dapat menggunakan untuk mengorganisasikan dalam mengklasifikasikan pengalamannya dan memecahkan masalah yang dihadapi mereka.

Pemahaman konsep – konsep menurut Flavel dalam (Sagala 2003) dapat dibedakan menjadi tujuh dimensi yaitu:

1. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda.

2. Struktur, menyangkut cara terkainya atau tergabungnya atribut –atribut itu. 3. Keabstrakan, yaitu konsep – konsep dapat dilihat dan konsep – konsep itu

terhadap konsep- konsep yang lain.

4. Keinklusifan, yaitu ditunjukkan pada jumlah, contoh – contoh yang terlibat dalam konsep itu.


(32)

5. Ketepatan, yaitu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh atau bukan contoh suatu konsep. 6. Generalisasi atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan konsep-konsep

dapat berbeda.

7. Kekuatan, yaitu ketuntasan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.

Menurut pendapat diatas, konsep merupakan buah yang dimiliki seseorang yang tumbuh sebagai hasil dari pengalaman manusia yang lebih dari suatu benda, peris-tiwa atau fakta yang mengalami perubahan, akibat pengetahuan baru dan konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sosial yang mempermudah komunikasi antar manusia untuk berfikir. Penguasaan konsep oleh siswa dapat mempermudah masalah dan memudahkan siswa untuk mempelajri konsep yang lain.

Dengan mengusai konsep-konsep kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan tidak terbatas. (Nurhadi (2003) menyatakan bahwa:

Yang termasuk kategori kemampuan kognitif yaitu kemampuan untuk mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Dan kemampuan tersebut sifatnya hierarkis, artinya kemampuan pertama harus kita kuasai terlebih dahulu sebelum kemampuan kedua. Kemampuan yang kedua harus dikuasai terlebih dahulu, sebelum menguasi kemampuan yang ketiga.

Berdasarkan pendapat diatas sangat jelas bahwa tingkat pengusaan konsep me-rupakan faktor yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa yang telah menguasai suatu konsep dapat memecahkan suatu masalah dan mem-permudah siswa mempelajari konsep yang lainnya. Bruner, Goodnow, dan Austi dalam (Sudjana 1983) mengemukakan unsur-unsur dalam pengertian konsep itu meliputi dua hal :


(33)

1. Menurut tujuan psikologis, konsep itu mengandung hal-hal bersamaan tersusun dan tergabung didalam suatu objek.

2. Konsep muncul hubungan komponen-komponen dalam suatu proses kejadian.

Berdasarkan kedua unsur diatas, konsep dapat diartikan sebagai suatu jaringan hubungan dalam suatu objek, kejadian, dan seterusnya yang mempunyai ciri-ciri tetap dan dapat diobservasi.

Konsep harus dipilih untuk membantu siswa mengembangkan pengusaan konsep. Siswa akan mengembangkan pengusaannya dengan baik jika mereka dapat secara mudah mengaitkan antara sesuatu yang telah mereka kenal dengan pengetahuan dan pengusaan yang baru atau yang belum dikenal (Nurhadi, 2003).

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada tahap pertama model pembelajaran LC 5E, fase menarik perhatian, dalam fase ini guru memberikan permasalahan yang sesuai dengan topik pembelajaran untuk harus dipecahkan oleh siswa, guru mendapatkan perhatian siswa, mendorong

kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses kemampuan awal yang dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema/topik yang akan dipelajari. Pada tahap kedua yakni Fase Eksplorasi (Eksploration) Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan pengamatan,


(34)

mengumpulkan data, sampai pada saat membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Pada fase ini diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan.

Kemudian, pada tahap ketiga yakni Fase Penjelasan (Explain). Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, me-nunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya.menetapkan jawaban sementara dari permasalahan yang diberikan, siswa akan dilatih untuk dapat mengemukakan hipotesis. Hal ini diperlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya. Pada tahap keempat yakni Fase Penerapan Konsep (Elaboration), kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Pada tahap kelima yakni Fase Evaluasi (Evaluate), kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar. Pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta/data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model pembelajaran LC 5E dapat meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep pada materi asam-basa.


(35)

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Semua siswa kelas XI semester genap SMA Perintis 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam motivasi belajar dan penguasaan konsep kimia.

2. Siswa memperoleh materi yang sama oleh guru yang sama.

3. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan motivasi belajar dan penguasaan konsep pada materi asam-basa siswa kelas XI IPA SMA Perintis 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.

H. Hipotesis Penelitian

Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis penelitian dengan perumusan sebagai berikut : Model LC5E pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa.


(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA PERINTIS 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013 yang berjumlah 200 siswa dan tersebar dalam lima kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, XI IPA3, XI IPA4 dan XI IPA5

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

Purposive sampling dikenal juga sebagai sampling pertimbangan perorangan. Yang dilakukan dengan mengajukan beberapa kriteria siswa yang hampir sama pada tiap kelasnya untuk dijadikan sampel dalam penelitian yang menggunakan model LC 5E. Kemudian guru mitra memberikan saran yang menjadi bahan pertimbangan. Merujuk pada pertimbangan dua kelas sampel yang akan diteliti harus memiliki kemampuan penguasaan konsep yang sama, maka dari kelima kelas IPA yang ada di sekolah, kelas XI IPA2 dan XI IPA3 yang memenuhi kriteria tersebut. Pertimbangan lainnya yaitu kehadiran siswa yang tidak 100 % setiap harinya, hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dalam penelitian apabila kelas tersebut dijadikan sampel. Selanjutnya dua kelas sampel tersebut dikelompokkan menjadi kelas eksperimen yang akan


(37)

diterapkan model pembelajaran LC 5E , dan kelas kontrol yang akan

diterapkan pembelajaran konvensional karena kemampuan penguasaan konsep dari kedua kelas dianggap sama, maka ditentukan kelas kelas XI IPA2 sebagai kelas eksperimen yang mengalami pembelajaran LC 5E, sedangkan kelas XI IPA3 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.

B. Jenis dan Sumber Data

1) Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar.

Sumber data dibagi menjadi dua yaitu : a. Data primer yang meliputi :

1) Data hasil pretest dan posttest kelas kontrol. 2) Data hasil pretest dan posttest kelas eksperimen.

3) Data hasil angket minat awal dan akhir dalam pembelajaran kimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Data sekunder yang meliputi :

Lembar kinerja guru dan lembar aktivitas siswa.


(38)

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2010). Desain penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kontrol O1 - O2

Eksperimen O1 X O2

(Sugiyono, 2010) Keterangan:

X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran LC 5E - : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran

kovensional

O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

D. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab

berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaranyang digunakan yaitu model pembelajaran LC 5E dan konven-sional.

2. Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel yang dipengaruhi oleh va-riabel bebas. Vava-riabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar dan penguasaan konsep pada materi pokok asam-basa siswa SMA PERINTIS 2 Bandar Lampung.


(39)

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

Arikunto (2005) menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan fasilitas yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian atau pekerjaan agar lebih mudah dan mendapatkan hasil yang lebih baik, dalam arti cermat, leng-kap, sistematis sehingga lebih mudah dianalisis dan diolah.

Pada penelitian ini, insrumen yang digunakan adalah :

1. Soal-soal pretes dan postes yang terdiri dari 10 soal pilihan jamak dan 5 soal essay yang dibuat berdasarkan kisi-kisi

2. Angket motivasi yang terdiri dari 25 pernyataan dan dibuat berdasarkan kisi-kisi

3. Perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP, dan LKS

Agar data yang diperoleh dapat dipercaya, maka instrumen yang digunakan harus valid. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment.

Adapun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan


(40)

judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka perlu meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M. Si. sebagai dosen pembimbing untuk melakukannya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin melakukan penelitian ke kepala SMA Perintis 2 Bandar Lampung.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan dua kelas sebagai kelas sampel.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, penyusunan perangkat pembelajaran yang akan

digunakan selama proses pembelajaran, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS), serta penyusunan kisi-kisi butir soal tes dan kisi-kisi angket.

b. Tahap pelaksanaan penelitian.

Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

1) Pembagian angket motivasi dikedua kelas sebelum pembelajaran 2) Melakukan pretest di kedua kelas;


(41)

3) Implementasi pembelajaran LC5E pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol;

4) Memberikan postest di kedua kelas;

5) Pembagian angket motivasi belajar pada seluruh siswa kelas eksperi-men dan kelas kontrol setelah pembelajaran.

c. Tahap akhir. Tahap akhir dalam peneitian ini adalah mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan


(42)

Alur pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1 : Alur Penelitian Observasi Pendahuluan

kelas eksperimen validasi instrumen

penyusunan kisi-kisi butir soal pretes dan postes

Pembuatan perangkat pembelajaran LC 5E

1. RPP, 2. LKS Pengunaan perangkat

pembelajaran konvensional

Implementasi Pembelajaran LC 5E

pretes

postes

tabulasi dan analisis data

kesimpulan kelas kontrol

Implementasi pembelajaran konvensional

pretes

postes

Angket setelah pembelajaran Angket sebelum


(43)

G. Hipotesis Kerja

1. Hipotesis Pertama (Motivasi belajar siswa)

Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis Kedua (Penguasaan konsep)

Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan

pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain penguasaan kon-sep Asam-Basa dengan pembelajaran konvensional.

H. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif(H1) sebagai berikut: 1. Hipotesis Pertama (Motivasi belajar siswa)

H0 : Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.

H0 : µ1x≤ µ2x

H1 : Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.


(44)

2. Hipotesis Kedua (Penguasaan konsep)

H0 : Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih rendah atau sama dengan nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konvensional.

H0 : µ1y≤ µ2y

H1 : Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1y> µ2y

I. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian adalah data nilai pretes dan postes penguasaan konsep siswa dan data skor motivasi belajar sebelum dan sesudah siswa kelas penelitian.

Berikut adalah teknik pengolahan data :

1. Data dari tes tertulis (pretes dan postes) dianalisis untuk menentukan makna dari peningkatan yang terjadi. Peningkatan nilai tersebut menggunakan perhitungan n-Gain nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum. 2. Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket motivasi belajar

ARCS. Pengolahan angket ARCS ini dilakukan dengan cara penskoran untuk semua pilihan pada setiap pernyataan yang ada di dalam angket. Setiap pilihan pada pernyataan memiliki skor yang berbeda seperti yang tertera pada Tabel 2.


(45)

Tabel 2. Skoring angket motivasi belajar model ARCS

Kriteria Skor

Penyataan positif Pernyataan negatif

Sangat setuju (SS) 5 1

Setuju (S) 4 2

Ragu-ragu (R) 3 3

Tidak setuju (TS) 2 4

Sangat tidak setuju (STS) 1 5

(Keller, 2004) Untuk mengetahui indeks kategori motivasi tiap siswa perlu dicari terlebih dahulu skor rata-rata tiap siswa dengan rumus sebagai berikut

penyataan

responden

skor

jumlah

rata

rata

skor

.

.

.

Setelah diperoleh skor motivasi belajar masing-masing siswa kemudian untuk mengetahui kategori motivasi belajar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kategori motivasi belajar siswa

Skor Kategori Motivasi Belajar

x ≥ 76 Tinggi

56 ≤ x ≤ 75 Sedang

x ≤ 55 Rendah

(Arikunto, 2007) Untuk mengetahui persentase siswa dengan kategori motivasi belajar tinggi, sedang, atau rendah dilakukan perhitungan berikut:

siswa tinggi kategori siswa siswa kategori


(46)

Skor merupakan data ordinal yang apabila hendak digunakan untuk penghitungan statistika perlu diubah ke dalam bentuk data interval terlebih dahulu (Sarwono, 2007). Maka, setelah diperoleh skor tiap nomor pernyataan dari masing-masing siswa selanjutnya dilakukan pengubahan data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan MSI (Method Successive Interval) dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung frekuensi 2. Menghitung proporsi

3. Menghitung proporsi kumulatif

4. Menghitung nilai z

5. Menghitung nilai densitas fungsi z

2 2 1 exp 2 1 )

(z z

f

6. Menghitung scale value

7. Menghitung penskalaan

Mengubah Scale Value (SV) terkecil (nilai negatif yang terbesar) menjadi sama dengan satu (1)

Setelah proses penelitian dan pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Proses analisis data dilaksanakan dengan tujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpre-limit lo w er u n d er

-limit o ffer u n d er area

limit u p p er at

d en sity

-limit lo w er at

d en sity SV


(47)

tasikan sehingga dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

J. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Data yang telah diperoleh sampai pada tahap ini ada dua, yaitu 1. Data nilai pretes dan postes siswa kelas penelitian

2. Data nilai motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kelas penelitian.

Kedua data ini kemudian masing-masing dicari normalize gain nya (N-gain), kemudian diuji normalitas menggunakan uji chi-kuadrat.

1. n-Gain

Setelah sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa kelas penelitian. Menurut Meltzer, besarnya peningkatan dihitung dengan rumus n-Gain yaitu :

n-Gain

Hasil perhitungan n-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Meltzer seperti terdapat pada Tabel 4. berikut:


(48)

Tabel 4. Kategori n-Gain

Besarnya n-Gain Interpretasi

n-Gain ≥ 0.7 Tinggi

0,3 < n-Gain < 0,7 Sedang

n-Gain ≤ 0,3 Rendah

Data n-Gain yang diperoleh selanjutnya diuji normalitas untuk kemudian diguna-kan sebagai dasar dalam mendeskripsidiguna-kan hipotesis penelitian.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data n-Gain dari kelompok kelas penelitian benar terdistribusi normal atau tidak. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal

Kenormalan data dihitung dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) dengan rumus:

K

i i

i i

E E O 1

2

2 ( )

Keterangan: χ2

= uji Chi- kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan


(49)

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2

tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2002).

K. Teknik Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji deskriptif, yaitu uji yang dilakukan dengan menjelaskan berdasarkan data akhir penelitian.

Data akhir penelitian yang diperoleh adalah:

1. Rata- rata n-Gain motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia. 2. Rata-rata n-Gain penguasaan konsep asam-basa siswa.

Jika dari data akhir penelitian diperoleh hasil bahwa rata-rata n-Gain motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa kelas penelitian sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran LC5E mengalami peningkatan, maka hipotesis deskriptif yang diajukan terbukti/berlaku. Namun, jika data akhir penelitian yang diperoleh adalah sebaliknya, maka hipotesis kerja yang diajukan tidak


(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat peningkatan rata-rata nilai motivasi belajar siswa kelas penelitian antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 2. Terdapat peningkatan rata-rata nilai penguasaan konsep siswa kelas penelitian

antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 3. Pembelajaran LC5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan

penguasaan konsep materi asam-basa siswa kelas ekperimen pada SMA SMA Perintis 2 Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa, sangat penting untuk mempersiapkan observer yang akan mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru. Data observasi ini bermanfaat untuk menunjukkan keefektifan suatu model pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung.


(51)

2. Pemberian angket motivasi sebelum dan sesudah hendaknya diberikan jarak waktu yang tidak terlalu singkat, karena siswa cenderung bukan menjawab ber-dasarkan perlakuan, tetapi hanya mengingat jawaban angket yang diberikan sebelum pembelajaran

3. Hendaknya soal pretes dan postes yang akan digunakan divalidasi ulang untuk mengantisipasi rendahnya nilai pretes dan postes, karena tidak ada soal yang berlaku untuk semua keadaan dan sepanjang waktu.

4. Pada saat memulai proses pembelajaran dalam suatu penelitian diusahakan tidak terlalu berdekatan dengan jadwal dimulainya pembelajaran materi yang akan diteliti. Hal ini untuk mengantisipasi kurangnya waktu pembelajaran saat penelitian nanti berlangsung. Dan juga hendaknya diadakan pertemuan diluar jam pelajaran untuk mengantisipasi waktu penelitian yang sangat terbatas. 5. Agar penerapan pembelajaran LC 5E berjalan maksimal dan efektif,

hendaknya guru lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.. Djadi, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara Jakarta

Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B. dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta .

Fajaroh, F dan Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Malang. Universitas Negeri Malang.

Fajaroh, F. Dasna, I. W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle. Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan Pada Siswa Kelas II SMU Negeri I Tumpang-Malan. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122 .

Hamalik, O. 2011. Psikologi Belajar dan Mengajar. Sinar Baru Algesindo. Bandung :

Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA.FMIPA UM.

Keller, J.M. 1987. Development And Use Of The ARCS Model Of Motivational Design. [Online]. Tersedia : http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/ 9437020/AngketPengukurMinatdanMotivasiBelajarModelACRS.pdf . Tanggal Akses : 17 Oktober 2012.

Keller, J.M. 2006. What is Motivational Design?. [Online]. Tersedia di : http://www.arcsmodel.com/pdf/Motivational%20Design%20Rev%20060620.p df. Tanggal Akses : 20 November 2012.


(53)

November 2012.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. UM Press. Malang

Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Erlangga Jakarta :.

Roestiyah, N. K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta Jakarta. Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Sardiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada.Jakarta :

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Perdana Media Group.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung :

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung :

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada

Media Group Jakarta.

Trust, T. et al. 2008. ARCS Model of Motivational Design. [Online]. Tersedia di: http://www.learning- theories.com/kellers-arcs-model-of-motivational-design.html. Tanggal Akses : 20 November 2012.

Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta

Wicaksono, A. 2008. Efektitivitas Pembelajaran. [Online]. Tersedia di http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?p=119. Tanggal Akses : 20 Oktober 2012.


(1)

Tabel 4. Kategori n-Gain

Besarnya n-Gain Interpretasi

n-Gain ≥ 0.7 Tinggi

0,3 < n-Gain < 0,7 Sedang

n-Gain ≤ 0,3 Rendah

Data n-Gain yang diperoleh selanjutnya diuji normalitas untuk kemudian diguna-kan sebagai dasar dalam mendeskripsidiguna-kan hipotesis penelitian.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data n-Gain dari kelompok kelas penelitian benar terdistribusi normal atau tidak. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

Kenormalan data dihitung dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) dengan rumus:

K

i i

i i

E E O 1

2

2 ( )

Keterangan: χ2

= uji Chi- kuadrat Oi = frekuensi observasi


(2)

43

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2

tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2002).

K. Teknik Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji deskriptif, yaitu uji yang dilakukan dengan menjelaskan berdasarkan data akhir penelitian.

Data akhir penelitian yang diperoleh adalah:

1. Rata- rata n-Gain motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia. 2. Rata-rata n-Gain penguasaan konsep asam-basa siswa.

Jika dari data akhir penelitian diperoleh hasil bahwa rata-rata n-Gain motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa kelas penelitian sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran LC5E mengalami peningkatan, maka hipotesis deskriptif yang diajukan terbukti/berlaku. Namun, jika data akhir penelitian yang diperoleh adalah sebaliknya, maka hipotesis kerja yang diajukan tidak


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat peningkatan rata-rata nilai motivasi belajar siswa kelas penelitian antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 2. Terdapat peningkatan rata-rata nilai penguasaan konsep siswa kelas penelitian

antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 3. Pembelajaran LC5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan

penguasaan konsep materi asam-basa siswa kelas ekperimen pada SMA SMA Perintis 2 Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa, sangat penting untuk mempersiapkan observer yang akan mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru. Data observasi ini bermanfaat untuk menunjukkan keefektifan suatu model pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung.


(4)

68

2. Pemberian angket motivasi sebelum dan sesudah hendaknya diberikan jarak waktu yang tidak terlalu singkat, karena siswa cenderung bukan menjawab ber-dasarkan perlakuan, tetapi hanya mengingat jawaban angket yang diberikan sebelum pembelajaran

3. Hendaknya soal pretes dan postes yang akan digunakan divalidasi ulang untuk mengantisipasi rendahnya nilai pretes dan postes, karena tidak ada soal yang berlaku untuk semua keadaan dan sepanjang waktu.

4. Pada saat memulai proses pembelajaran dalam suatu penelitian diusahakan tidak terlalu berdekatan dengan jadwal dimulainya pembelajaran materi yang akan diteliti. Hal ini untuk mengantisipasi kurangnya waktu pembelajaran saat penelitian nanti berlangsung. Dan juga hendaknya diadakan pertemuan diluar jam pelajaran untuk mengantisipasi waktu penelitian yang sangat terbatas. 5. Agar penerapan pembelajaran LC 5E berjalan maksimal dan efektif,

hendaknya guru lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.. Djadi, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara Jakarta

Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B. dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta .

Fajaroh, F dan Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Malang. Universitas Negeri Malang.

Fajaroh, F. Dasna, I. W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle. Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan Pada Siswa Kelas II SMU Negeri I Tumpang-Malan. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122

.

Hamalik, O. 2011. Psikologi Belajar dan Mengajar. Sinar Baru Algesindo. Bandung :

Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA.FMIPA UM.

Keller, J.M. 1987. Development And Use Of The ARCS Model Of Motivational Design. [Online]. Tersedia : http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/ 9437020/AngketPengukurMinatdanMotivasiBelajarModelACRS.pdf . Tanggal Akses : 17 Oktober 2012.

Keller, J.M. 2006. What is Motivational Design?. [Online]. Tersedia di : http://www.arcsmodel.com/pdf/Motivational%20Design%20Rev%20060620.p df. Tanggal Akses : 20 November 2012.


(6)

Lisnawati, C. 2011. Pengaruh Model ARCS Terhadap Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa. (Tesis). UPI Bandung. [Online]. Tersedia di :

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_ips_0907866. Tanggal Akses : 21 November 2012.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. UM Press. Malang

Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Erlangga Jakarta :.

Roestiyah, N. K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta Jakarta.

Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Sardiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada.Jakarta :

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Perdana Media Group.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung :

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung :

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada Media Group Jakarta.

Trust, T. et al. 2008. ARCS Model of Motivational Design. [Online]. Tersedia di: http://www.learning- theories.com/kellers-arcs-model-of-motivational-design.html. Tanggal Akses : 20 November 2012.

Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta

Wicaksono, A. 2008. Efektitivitas Pembelajaran. [Online]. Tersedia di http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?p=119. Tanggal Akses : 20 Oktober 2012.