PENGEMBANGAN BUKU AJAR REAKSI REDOKS BERBASIS REPRESENTASI KIMIA

(1)

PENGEMBANGAN BUKU AJAR REAKSI REDOKS BERBASIS REPRESENTASI KIMIA

Oleh

FETRA MAY DAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU AJAR REAKSI REDOKS BERBASIS REPRESENTASI KIMIA

Oleh

FETRA MAY DAWATI

Pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses, produk dan sikap, namun kenyataannya pembelajaran kimia yang berlangsung hanya memperhatikan kimia sebagai produk tanpa mempelajari kimia sebagai pro-ses dan sikap terlebih dahulu, sehingga pelajaran kimia sering dianggap sulit oleh siswa, maka dibutuhkan penyajian khusus untuk memudahkan siswa dalam belajar, salah satunya yaitu buku ajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia, serta mendeskripsikan karak-teristik, tanggapan guru dan respon siswa terhadap produk yang dikembangkan, dan mengetahui kendala-kendala yang ditemui ketika mengembangkan buku ajar tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian dan Pe-ngembangan. Berdasarkan tanggapan guru terhadap produk yang dikembangkan diperoleh data bahwa kesesuaian isi buku ajar dengan kurikulum sangat tinggi 93,75 %, dan aspek grafika/kemenarikan buku ajar sangat tinggi 92,00 % dan tanggapan siswa mengenai tingkat keterbacaan buku ajar reaksi redoks yang dikembangkan ini sangat tinggi 80,58 %.


(3)

Berdasarkan hasil uji coba maka dapat disimpulkan bahwa buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan guru dan siswa yang merespon sangat baik pada buku ajar yang dikembangkan.


(4)

(5)

(6)

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 7

B. Peranan Representasi Dalam Belajar Sains/Kimia ... 8

C. Level-Level Representasi Ilmu Kimia ... 11

D. Buku Ajar ... 16

E. Analisis Konsep ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Metode Penelitian ... 30

B. Subyek Penelitian... 31

C. Langkah Pelaksanaan Penelitian ... 31


(8)

viii

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 36

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Prosedur Pengumpulan Data... 38

H. Teknik Analisis Data ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. HASIL PENELITIAN ... 43

1. Analisis Kebutuhan ... 41

2. Hasil Pengembangan Buku Ajar Berbasis Representasi Kimia ... 46

3. Hasil Validasi Ahli ... 50

4. Hasil Tanggapan Guru dan Siswa ... 56

B. PEMBAHASAN ... 67

5. Karakteristik Buku Ajar ... 67

6. Faktor Pendukung dalam Pengembangan Buku Ajar ... 70

7. Kendala-Kendala dalam Pengembangan Buku Ajar ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN 1. Pemetaan SK dan KD ... 77

2. Analisi Konsep ... 83


(9)

ix

4. RPP ... 97

5. Hasil wawancara Analisis Kebutuhan pada Guru ... 125

6. Deskripsi wawancara guru ... 127

7. Hasil wawancara Analisis Kebutuhan pada Siswa ... 129

8. Deskripsi wawancara siswa ... 133

9. Hasil Validasi Aspek Kesesuaian isi... 136

10. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Kesesuaian Isi si... 139

11. Hasil Validasi Aspek Keterbacaan ... 142

12. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Keterbacaan ... 147

13. Hasil Validasi Aspek Konstruksi ... 152

14. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Konstruk ... 154

15. Hasil Uji Coba Terbatas Aspek Kesesuaian Isi ... 156

16. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Aspek Kesesuaian Isi ... 159

17. Hasil Uji Coba Terbatas Aspek Grafika ... 162

18. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Aspek Grafika ... 165

19. Tabulasi Kriteria Aspek Keterbacaan oleh Siswa ... 168

20. Persentase dan Kriteria Hasil Uji Coba Terbatas Aspek Keterbacaan 172

21. Hasil Wawancara Tanggapan Guru ... 174

22. Hasil Wawancara Tanggapan Siswa ... 175

23. Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 177

24. Daftar Hadir Seminar Proposal ... 183

25. Surat Izin Penelitian ... 184

26. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 185


(10)

(11)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena manusia setiap hari tidak lepas dari zat-zat kimia. Ilmu kimia termasuk dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan zat yaitu komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dina-mika dan energetika zat. Ilmu kimia mempelajari tentang teori, aturan-aturan, fakta, deskripsi, dan peristilahan kimia (Depdiknas, 2006).

Ilmu Kimia mencakup sebagai produk, proses, dan sikap. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keteram-pilan seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis dan lain-lain, dan sikap-sikap seperti rasa ingin tahu, jujur, sabar, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperha-tikan keselamatan kerja, dan bekerja sama. Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).

Pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk dan sikap, namun kenyataannya pembelajaran kimia yang berlangsung


(12)

2

hanya memperhatikan kimia sebagai produk tanpa mempelajari kimia sebagai proses dan sikap terlebih dahulu, sehingga pelajaran kimia sering dianggap sulit oleh siswa. Oleh karena itu dibutuhkan penyajian khusus yang dapat menyajikan kimia sebagai produk dan proses dan sikap sehingga siswa akan lebih mudah dalam mempelajari materi kimia.

Representasi kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi dalam konsep-konsep kimia yaitu level makroskopis, level submikroskopis, dan level simbolis Johnstone (Chitleborough, 2004). Penggunaan ketiga representasi kimia dalam proses pembelajaran sangat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia yang dianggap sulit oleh siswa.

Berdasarkan hasil observasi pada 6 SMA di Kabupaten Pringsewu yang terdiri da-ri 3 SMA Negeda-ri dan 3 SMA Swasta pembelajaran kimia yang berlangsung sela-ma ini umumnya hanya pada satu level representasi yaitu simbolik, sedangkan le-vel makroskopis dan submikroskopis seringkali diabaikan. Hal tersebut disebab-kan sebagian besar guru belum mengetahui tentang pembelajaran berbasis repre-sentasi kimia,sehingga pada proses pembelajaran belum diterapkan pembelajaran berbasis representasi kimia, contohnya pada modul yang dibuat oleh beberapa gu-ru pada saat observasi hanya menerapkan representasi simbolik saja yang sudah diterapkan pada pembuatan modul yaitu pada persamaan reaksi dan rumus-rumus kimia.

Selain hasil observasi di atas didapatkan bahwa di Sekolah-Sekolah tersebut yang terdiri dari 7 guru yang menyatakan membuat buku ajar hanya 57,14 % yaitu be-rupa modul dan sisanya belum membuat buku ajar sendiri, itupun pada modul


(13)

3

yang mereka buat hanya mengacu pada satu level yaitu level simbolik, dan 42,85 % tidak membuat buku ajar sendiri melainkan menggunakan buku teks dari bebe-rapa penerbit. Selain itu, guru-guru tersebut mengatakan bahwa cakupan materi yang ada pada buku teks kurang lengkap yang mengakibatkan kurangnya wawa-san siswa. Seharusnya pembelajaran kimia mencakup ketiga level representasi ki-mia yang sangat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kiki-mia yang sebagian besar bersifat abstrak. Agar pembelajaran kimia mengacu ketiga level tersebut maka dibutuhkan alat penyaji yaitu buku ajar yang mengacu ketiga level representasi kimia.

Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang melibatkan ketiga level repre-sentasi kimia supaya siswa dapat belajar secara mandiri dan dapat menjadi sumber belajar untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pelajaran kimia, dibutuh-kan suatu buku ajar yang mencakup ketiga level representasi kimia. Penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang pengembangan bahan ajar diantaranya Herawati (2011) yang berjudul Pengembangan Bahan Ajar Pada Pokok Bahasan Larutan menyatakan dengan mengembangkan bahan ajar tersebut dapat memberi sumbangan literatur yang dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pokok ba-hasan Larutan. Supandi (2012) yang berjudul Buku Ajar Elektrokimia Menggu-nakan Kearifan Lokal Keris menyatakan buku ajar yang mengguMenggu-nakan kearifan lokal keris dapat menyumbangkan literasi sains sehingga siswa dapat lebih man-diri dalam belajar kimia.

Sarina (2012) yang berjudul Pengembangan Handout Berbasis Konstekstual Un-tuk Pembelajaran Koloid menyatakan bahwa pengembangan Handout ini sebagai


(14)

4

sumber belajar mandiri pada peserta didik kelas XI SMA/MA dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi koloid. Selanjutnya Oktaviani (2013) yang berju-dul Pengembangan Moberju-dul Asam-Basa Berbasis Multiple Representasi Kimia me-nyatakan dengan mengembangkan Modul tersebut dapat melatih siswa mandiri dan meningkatkan pemahaman siswa tentang materi asam-basa. Hal ini senada dengan penelitian Nastiti (2013) yang berjudul Pengembangan Modul Laju Reak-si BerbaReak-sis Multiple RepresentaReak-si Kimia menyatakan dengan mengembangkan Modul tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi laju reaksi, namun belum ada untuk pengembangan buku ajar reaksi redoks berbasis repre-sentasi kimia. Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Buku Ajar Reaksi Redoks Berbasis Representasi Kimia.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah karakteristik buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan?

2. Bagaimanakah tanggapan guru terhadap buku ajar reaksi redoks berbasis repre-sentasi kimia yang dikembangkan?

3. Bagaimanakah tanggapan siswa mengenai buku ajar reaksi redoks berbasis re-presentasi kimia yang dikembangkan?

4. Apa kendala-kendala yang dihadapi selama proses pengembangan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia?


(15)

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia. 2. Mendeskripsikan karakteristik buku ajar reaksi redoks berbasis representasi

kimia.

3. Mendeskripsikan tanggapan guru mengenai buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan.

4. Mendeskripsikan tanggapan siswa mengenai aspek keterbacaan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia.

5. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi pada saat membuat buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan?

D.Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Bahan belajar agar siswa dapat belajar secara mandiri dalam memahami materi reaksi oksidasi reduksi.

2. Menambah referensi sebagai sumber belajar siswa mengenai representasi ma-kroskopis, simbolik dan mikroskopis dalam pembelajaran kimia, khususnya pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi.

3. Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mu-tu pembelajaran kimia di sekolah.


(16)

6

4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengemba- ngan bahan ajar berbasis representasi kimia dalam pembelajaran kimia di SMA maupun tingkat satuan pendidikan lainnya.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih memahami gambaran penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan terhadap istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan diteliti. Istilah-istilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut :

a. Penelitian pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan (menurut Borg and Gall (2003)).

b. Representasi kimia yang disajikan dalam bahan ajar yang dikembangkan adalah representasi kimia menurut (Chittleborough, 2004) yaitu level ma-kroskopik , level submima-kroskopik, dan level simbolik.

c. Representasi makroskopik merupakan representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat (visible) dan dipersepsi oleh panca indra (sensory level), baik secara langsung maupun tak langsung.

d. Representasi submikroskopik merupakan representasi kimia yang menje-laskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati.

e. Representasi simbolis dapat berupa rumus kimia, persamaan reaksi, stoi-kiometri dan perhitungan matematik.


(17)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Glasersfeld (1988) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengeta-huan yang menekankan bahwa pengetapengeta-huan kita merupakan hasil konstruksi (ben-tukan) kita sendiri, selain itu Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukan-lah suatu tiruan atau gambaran dari kenyataan yang ada. Pengetahuan adabukan-lah cip-taan manusia yang dikontruksikan dari pengalaman yang dialaminya yang diaki-batkan dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Sese-orang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diper-lukan untuk pengetahuan. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa.

Suatu filsafat pengetahuan yang secara ringkas menjelaskan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang, orang membentuk pengetahuannya lewat interaksi dengan lingkungannya. Sebagai filsafat pengetahuan, konstruktivisme membatasi diri pada bagaimana pengetahuan itu dibentuk dan bagaimana penge-tahuan itu dianggap benar. Pengepenge-tahuan dibentuk oleh pengamat dari abstraksi terhadap pengalamannya baik fisik maupun netral. Pengetahuan dibentuk itu di-benarkan bila pengetahuan itu dapat digunakan untuk menghadapi persoalan yang sejenis (Suparno, 1997).


(18)

8

Dalam proses kontruksi itu, menurut Glasersfeld (1988) diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut:

1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Ke-mampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sa-ngat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai per-samaan dan perbedaan. Kemampuan membandingkan sangat penting un-tuk dapat menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan.

3. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain karena kadang seseorang lebih menyukai pengalaman tertentu daripada yang lain, maka muncullah soal nilai dari pengalaman yang kita bentuk.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.

(2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa. (3) mengajar adalah membantu siswa belajar.

(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir. (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa.

(6) guru adalah fasilitator.

B. Peranan Representasi Kimia Dalam Belajar Sains/Kimia

Waldrip et al. (2006) mendefinisikan multipel representasi sebagai praktik me-representasikan kembali konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang menca-kup mode-mode representasi deskriptif (verbal, grafik, tabel), eksperimental, ma-tematis, figuratif ( analogi dan metafora), kinestetik, visual dan/atau mode aksi-onal-operasional.

Berdasarkan kamus Hughes et al.,1995, definisi dari kata representation berarti sesuatu yang merepresentasikan yang lain (‘means something that represents another’). Kata menyajikan (represents) memiliki sejumlah makna termasuk: mensimbolisasikan (to symbolize); memanggil kembali pikiran melalui gambaran


(19)

9

atau imajinasi (to imagination); memberikan suatu penggambaran (to depict as). Makna istilah-istilah tersebut memperkuat pentingnya suatu representasi untuk membantu mendeskripsikan dan mensimbolisasikan dalam suatu penjelasan. Penggunaan representasi dengan berbagai cara atau mode representasi untuk me-representasikan suatu fenomena disebut multipel representasi.

Treagust (2008) mengkategorikan mode-mode dalam multipel representasi untuk belajar konsep sains adalah analogi, pemodelan, diagram dan multimedia. De-ngan definisi yang lebih luas, semua mode representasi seperti model, analogi, persamaan, grafik, diagram, gambar dan simulasi yang digunakan dalam sains atau kimia dapat dirujuk sebagai bentuk metafora. Suatu metafora menyediakan deskripsi mengenai fenomena nyata dalam term yang berbeda, dimana pebelajar menjadi lebih akrab mengenalinya.

Bentuk-bentuk representasi sebagaimana diuraikan di atas dapat dianggap sebagai metafora, karena membantu untuk mendeskripsikan gagasan yang bukan merupa-kan interpretasi literal dan bumerupa-kan juga sesuatu yang nyata. Status metaforikal dan peranan representasi dalam belajar sains/kimia menjadi penting dan harus dipa-hami, apabila metafora diharapkan dapat berhasil digunakan dalam pembelajaran. Alasannya karena konsep-konsep ilmiah tidak familiar bagi pembelajar dan sulit dimengerti. Metafora tersebut digunakan sebagai ‘jembatan’ agar konsep-konsep menjadi lebih akrab dan mudah dimengerti dan selanjutnya memberikan landasan bagi pebelajar agar dapat membangun konsep baru (Treagust, 2008).

Pemikiran ini sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, yaitu pentingnya pengetahuan awal pada siswa saat proses pembelajaran


(20)

10

berlangsung menjadi landasan untuk membangun konsep selanjutnya. Berbeda dengan analogi yang merupakan salah satu bentuk representasi, Mammino (2008) menyatakan: analogi merupakan suatu bentuk representasi yang tidak menggam-barkan obyek yang diperhatikan tetapi sesuatu yang lain. Analogi memerlukan perbandingan untuk membuatnya, selain fokus terhadap kesamaan, juga harus memperhatikan perbedaan-perbedaan. Penggunaan analogi mungkin hanya suatu cara jika ditujukan untuk merepresentasikan objek pada level submikroskopis su-atu fenomena kimia. Contohnya menganalogikan model atom Thomson dengan semangka bagian merah semangka dianggap sebagai massa dan muatan positif, sedangkan biji-bijiannya sebagai elektron yang tersebar merata.

Namun demikian, sebaiknya harus dihindarkan merepresentasikan obyek pada level submikroskopis dengan menggunakan analogi, karena berbagai temuan pe-nelitian mendapatkan terjadinya miskonsepsi. Baik Sains, maupun Ilmu Kimia termasuk mata pelajaran yang sukar dipahami, karena banyaknya konsep-konsep abstrak yang tidak akrab dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki pe-belajar. Belajar hafalan tentang rumus-rumus kimia dan fakta-fakta memang pen-ting untuk memori jangka panjang, namun hanya dengan cara itu tidak dapat men-jamin pebelajar memahami konsep. Diperlukan belajar bermakna agar pebelajar dapat mengkonstruksi konsep-konsep sains/kimia (Mammino, 2008). Represen-tasi Kimia dapat berfungsi sebagai instrumen yang memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar bermakna dan belajar yang mendalam pada pebelajar (Treagust, 2008).

Mode verbal hanya dapat mengekspresikan sebagian makna konsep-konsep sains atau kimia. Upaya yang perlu dilakukan adalah pebelajar harus diberi


(21)

pertanyaan-11

pertanyaan yang menggali pemikiran dan menghubungkannya dengan mode vi-sual (grafik, diagram, foto, animasi dan video) yang digunakan, sehingga terjadi belajar bermakna (Treagust, 2008). Kebermaknaan belajar dapat direfleksikan dengan kemampuan pebelajar dalam memecahkan masalah. Kemampuan peme-cahan masalah sebagai salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi mengguna-kan kompetensi representasi (representational competence) secara ganda (Kozma & Russell 2005).

Pebelajar perlu memahami keanekaragaman mode representasi dari konsep dan proses sains. Ia harus mampu menerjemahkan berbagai mode berbeda ke mode yang lain melalui kooordinasi pengetahuan yang dimilikinya, sehingga mampu merepresentasikan pengetahuan ilmiahnya untuk digunakan dalam pemecahan masalah yang merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (Treagust, 2008)

C. Level-Level Representasi Ilmu Kimia

Sebagaimana halnya konsep-konsep sains, secara kimia representasi berkaitan de-ngan konsep- konsep kimia bersifat multimodal, karena melibatkan kombinasi le-bih dari satu mode representasi. Johnstone (dalam Chittleborough, 2004) mem-bedakan representasi kimia menjadi tiga level, yaitu level representasi makros-kopis, submikroskopis dan simbolis. Ketiga level representasi itu saling berhu-bungan seperti ditunjukkan pada gambar 1.


(22)

12

Makroskopis

(cirinya dapat dilihat, dicium, didengar atau dirasakan)

Simbolis

Submikroskopis

(representasi menggunakan (tingkat partikel dari materi) berbagai macam bentuk)

Gambar 1. Representasi Ilmu Kimia (Chittleborough, 2004)

Adapun level-level representasi ilmu kimia disarikan oleh Gilbert dan Treagust (2008) sebagai berikut :

1.Representasi Makroskopis

Representasi makroskopis melalui pengamatan nyata (dilihat dan dipersepsi oleh panca langsung maupun tak langsung. Perolehan pengamatan itu dapat melalui pengalaman sehari-hari, penyelidikan di laboratorium secara aktual, studi di lapa-ngan dan secara tak langsung melalui perubahan warna, suhu, pH larutan, pem-bentukan gas diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung. Seorang pebe-lajar dapat merepresentasikan hasil pengamatan yang diperoleh dari hasil kegiatan di laboratorium melalui berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk lapo-ran tertulis, diskusi, presentasi oral, diagram, grafik dan sebagainya. Representasi level makroskopis bersifat deskriptif, namun demikian pengembangan kemam-puan pebelajar merepresentasikan level makroskopis memerlukan bimbingan agar mereka dapat fokus terhadap aspek-aspek apa saja yang paling penting untuk dia-mati dan direpresentasikan berdasarkan fenomena yang diadia-matinya.


(23)

13

2.Representasi Submikroskopis

Representasi submikroskopis merupakan representasi kimia yang menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom atau molekular) terhadap fenomena makroskopis yang diamati. Penggunaan istilah submikroskopis me-rujuk pada level ukuran yang direpresentasikannya lebih kecil dari level mikros-kopis. Level representasi submikroskopis yang dilandasi teori partikulat materi digunakan untuk menjelaskan fenomena makroskopis dalam partikel-partikel, se-perti molekul-molekul dan atom-atom. Operasi pada level submikroskopis me-merlukan kemampuan berimajinasi dan memvisualisasikan. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai dari yang sederhana hingga mengguna-kan teknologi komputer, yaitu menggunamengguna-kan kata-kata, diagram, gambar, model dua dimensi atau tiga dimensi, baik yang statis maupun dinamis (berupa animasi).

3.Representasi Simbolis

Representasi simbolis adalah representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Representasi simbolis dapat berupa rumus kimia, persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematik. Menurut Taber (2009), representasi simbolis bertin-dak sebagai bahasa persamaan kimia sehingga terdapat aturan-aturan yang harus diikuti. Level representasi simbolis mencakup semua abstraksi kualitatif yang di-gunakan untuk menyajikan setiap item pada level submikroskopis.

Johnstone (dalam Chittleborough & Treagust, 2006) menyatakan bahwa level- level representasi kimia, jangan dikelirukan dengan istilah representasi yang umumnya digunakan untuk representasi simbolis dari fenomena kimia. Johnstone menjelaskan suatu pandangan bagaimana data-data kimia disajikan dan


(24)

14

digambarkan. Level representasi makroskopis bersifat deskriptif dan fungsional, dan level submikroskopis bersifat representasional dan eksplanatori. Level repre-sentasi simbolik digunakan untuk mengkomunikasikan (sebagai mediator) feno-mena pada level makroskopik dan submikroskopik. Oleh karena itu istilah repre-sentasi digunakan untuk semua penggambaran kimia yang ditemukan pebelajar.

Karakteristik real dan visible dari level makroskopis dengan real dan visible dari level submikroskopis untuk substansi yang sama hanya dibedakan oleh skala. Perbedaan antara realitas dan teori seperti itu perlu dipertimbangkan, karena level submikroskopis berlandaskan teori atom. Level submikroskopis dianggap kimia-wan sebagai realitas dari level makroskopis, karena hanya skala yang membeda-kannya. Namun demikian di sisi lain, faktanya level submikroskopik tidak dapat dilihat, sehingga sulit sekali dianggap sebagai realitas (Davidowitz & Chittlebo-rough, 2009). Perbedaan antara realitas dan representasi itu jarang dipertemukan , sehingga sering diasumsikan dapat dimengerti dengan sendirinya.

Pada masa kini, memang kimiawan sudah dapat mengobservasi perilaku atom atau molekul menggunakan mikroskop elektron sehingga diklasifikasikan sebagai realitas dari suatu konstruk teoritis, namun demikian, tidaklah mungkin untuk me-lihat bagaimana atom berinteraksi, untuk hal ini kimiawan mengandalkan teori. Teori ini bersandar pada model-model, jadi jika kita menggambarkan suatu atom, maka kenyataannya kita menggambarkan model atom atau sejumlah gambar atom yang dilandasi berbagai model (Taber,2009).

Secara teoritis, level submikroskopis sangat esensial untuk menjelaskan kimia. Representasi simbolis dari atom dan molekul seringkali hanyalah suatu rekaman


(25)

15

sekejap yang difokuskan hanya pada reaksi yang berhasil terjadi. Reaksi yang gagal atau kemungkinan keberhasilan reaksi tidak ikut direpresentasikan. Hal ter-sebut, karena representasi simbolis tidak dapat menyajikan teori kinetika moleku-ler yang berkaitan dengan gerakan partikel, seperti kecenderungan jumlah spesi kimia yang bergerak konstan, saling bertumbukan, tumbukan-tumbukan yang ti-dak efektif dan gagal menghasilkan reaksi. Level representasi submikroskopis tak dapat dilihat secara langsung, sedangkan prinsip-prinsip dan komponen-kompo-nennya yang kini diakui sebagai kebenaran dan nyata tergantung pada model teo-ritik yaitu teori atom. Definisi ilmiah dari teori diperkuat oleh gambaran atom (model) yang mengalami berulang kali perbaikan (Davidowitz & Chittleborough, 2009)

Representasi simbolis termasuk di dalamnya diagram level submikroskopis sangat penting untuk mengkomunikasikan karakteristik tersebut. Dualitas yang unik dari representasi kimia seperti diagram kimia yang menghubungkan baik level makros-kopis dan submikrosmakros-kopis secara simultan menunjukkan sifat kimia yang kom-pleks dan secara signifikan menantang kemampuan intelektual agar dapat mem-buat interkoneksi antara ketiga level tersebut (Treagust, 2008).

Chittleborough & Treagust (2007) menyatakan pebelajar tidak dapat menggu-nakan representasi kimia, jika kurang mengapresiasi karakteristik pemodelan. Istilah pemodelan seringkali digunakan secara luas mencakup representasi ide, obyek, kejadian, proses atau sistem. Namun yang dimaksud dengan pemodelan dalam kimia adalah representasi fisik atau komputasional dari komposisi dan struktur suatu molekul atau partikel (level submikroskopis). Representasi struktur


(26)

16

suatu molekul atau model partikel (submikroskopis) tersebut dapat berupa model fisik, animasi atau simulasi.

Berkaitan dengan ketiga representasi kimia, Gilbert & Treagust (2008) merang-kum dari berbagai hasil penelitian mengenai masalah yang dihadapi pebelajar, yaitu: 1) lemahnya pengalaman pebelajar pada level makroskopis, karena tidak tersedianya pengalaman praktik yang tepat atau tidak terdapatnya kejelasan apa yang harus mereka pelajari melalui kerja lab (praktikum); 2) terjadinya miskon-sepsi pada level submikroskopik, karena kebingungan pada sifat-sifat partikel ma-teri dan ketidakmampuan untuk memvisualisasikan entitas dan proses pada level submikroskopis; 3) lemahnya pemahaman terhadap kompleksitas konvensi yang digunakan untuk merepresentasikan level simbolis; dan 4) ketidakmampuan untuk

‘bergerak’ antara ketiga level representasi. Oleh karena itu, perlu didesain

kuriku-lum pendidikan kimia yang dapat memfasilitasi pebelajar agar mereka lebih efek-tif belajar dalam ketiga level representasi tersebut.

D.Buku Ajar

Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Sedangkan definisi media banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut :

1) Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pem-bawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Daryanto, 2010).

2) Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau ke-jadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap (Arsyad, 2007).

Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai pe-rantara untuk menyampaikan pesan (materi pembelajaran) dari guru ke siswa


(27)

se-17

hingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam ke-giatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Media berperan membantu komu-nikasi antar guru dan siswa, sebab dalam suatu proses pembelajaran terdapat ham-batan dalam komunikasi. Salah satu media pebelajaran diantaranya adalah buku ajar.

1.Definisi buku ajar

Menurut Arifin dan Kusrianto (2009) definisi buku ajar adalah:

Buku Ajar atau buku pelajaran adalah jenis buku yang digunakan dalam aktivitas belajar mengajar. Prinsipnya semua buku ajar dapat digunakan untuk bahan kajian pembelajaran. Buku ajar disusun dengan kebutuhan pelajaran. Pertama kebutuhan akan pengetahuan, misalnya tentang ilmu alam, pada siswa SD kebutuhan hanya sampai tingkat mengetahui. Tetapi pada tingkat SMA sudah harus mampu memahami, bahkan mungkin sampai aplikasi. Di tingkat ini dibutuhkan latihan dan pendampingan. Ketiga adalah kebutuhan umpan balik terhadap apa yang disampaikan kepada siswa.

Menurut Kepmen Nomor; 36/D/O/2001, Pasal 5, ayat 9(a):

Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata kuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.

Jadi buku ajar adalah buku yang digunakan dalam proses kegiatan belajar. Buku ajar dikenal pula dengan sebutan buku teks, buku materi, buku paket, atau buku panduan belajar. Jadi buku ajar yang dimaksudkan identik dengan buku teks, bu-ku paket, bubu-ku materi atau bubu-ku panduan belajar pada saat proses belajar megajar berlangsung.

2.Karakteristik buku ajar

Menurut Arifin dan Kusrianto (2009) kriteria buku ajar yang baik adalah sebagai berikut :


(28)

18

a. Format buku sesuai dengan format ketentuan UNESCO, yaitu ukuran kertas A4 (21x29,7 cm).

b. Memiliki ISBN (International Standard Book Number). c. Dengan gaya bahasa semi formal.

d. Struktur kalimat SPOK.

e. Mencantumkan TIU, TIK dan Kompetensi. f. Disusun sesuai dengan Rencana Pembelajaran.

g. Menyertakan pendapat atau mengutip hasil pemikiran pakar.

h. Menggunakan catatan kaki/catata akhir/daftar pustaka dan jika mungkin menyertakan indek.

i. Mengakomodasi hal-hal/ide-ide baru. j. Diterbitkan oleh penerbit kredibel. k. Tidak menyimpang dari falsafah NKRI.

Setiap halaman buku hendaknya mengindahkan hal berikut: a. Setiap alinea berisi satu pokok pikiran.

b. Menggunakan alinea yang pendek.

c. Menggunakan kalimat-kalimat pendek, agar mudah diingat(10-14 kata per kalimat).

d. Setiap halaman dibuat menarik dan mudah diingat secara verbal maupun visual (mengindahkan kaidah pengunaan tipografi dan tata letak yang baik).

e. Setiap halaman berisi teks, grafik/diagram, tabel, gambar (berupa foto maupun ilustras), inset pengiat, inset history.

f. Tulisan kaliamt motivasi dan inspirasi.

Apabila kriteria buku ajar tersebut terpenuhi maka buku ajar tersebut akan sangat menarik pembaca khususnya siswa, sehingga akan membantu siswa dalam belajar materi reaksi redoks.

Greene dan Petty (1981), menetapkan 10 (sepuluh) kriteria buku ajar yang baik sebagai berikut :

1. Buku ajar itu haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa ya-ng memakainya.

2. Buku ajar itu haruslah memberi motivasi kepada para siswa yang me-makainya.

3. Buku ajar itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.

4. Buku ajar seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik se-hingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya. 5. Isi buku ajar haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran

lainnya, lebih baik lagi kalau dapat didukung dengan perencanaan, sehinga semuanya merupakan kebulatan yang utuh dan terpadu.


(29)

19

6. Buku ajar haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.

7. Buku ajar harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep ya-ng samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membiya-nguya-ngkan para siswa yang menggunakannya.

8. Buku ajar harus mempunyai sudut pandang atau point of view yang je-las dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia.

9. Buku ajar harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.

10. Buku ajar harus dapat menghargai pribadi-pribadi para siswa. Jadi buku ajar yang baik adalah buku ajar yang harus memenuhi syarat-syarat yang harus ada pada buku ajar seperti yang diungkapkan oleh Arifin dan Kusrianto (2009) dan Greene dan Petty (1981).

3. Fungsi buku ajar

Menurut Greene dan Petty (1981), merumuskan beberapa peranan dan kegunaan buku ajar sebagai berikut :

a. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai pengajaran serta mendemontrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran ya-ng disajikan.

b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject matter yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disaran-kan di mana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh pada kon-disi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

c. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional.

d. Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya) metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi siswa. e. Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang

ba-gi latihan dan tugas praktis.

f. Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.

4. Anatomi buku ajar

Menurut Rachmawati (2004) menyatakan pada umumnya, anatomi buku ajar terdiri dari:


(30)

20

a. Halaman Pendahulu

Halaman Pendahulu terdiri dari halaman judul, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, pengantar, dan prakata.

1) Halaman judul adalah halaman yang memuat judul buku, pengarang, nomor penerbitan (edisi) atau nomor jilid, nama dan tempat penerbitan, dan tahun penerbitan.

2) Daftar isi, merupakan petunjuk bagi pembaca tentang topik tertentu dan nomor halaman dimana topik tersebut berada. Daftar ini hanya memuat judul bab.

3) Daftar gambar dan daftar tabel memuat informasi tentang keberadaan gambar dan tabel yang disajikan dalam isi buku ajar.

4) Pengantar (foreword), adalah penjelasan yang ditulis orang lain atas permintaan penulis atau penerbit untuk memperkenalkan penulis atau subyek yang ditulis.

5) Prakata, adalah penjelasan yang ditulis oleh penulis yang biasanya me-muat: alasan mengapa penulis tergugah menulis buku, isi buku, cara pembahasannya, kelebihan dari buku lain, dan susunannya, siapa calon pembaca, dari buku ajar yang disusun, pengetahuan yang harus dimiliki oleh pembaca sebagai prasyarat agar dapat memahami isi buku, cara ter-selesaikannya buku, siapa yang membantu atau mendorong penulisan buku, tujuan penulis, ucapan terima kasih, dan harapan penulis tentang bukunya dan apa yang diharapkan dari pembaca.

b. Halaman Nas

Halaman nas terdiri atas uraian rinci setiap bab, subbab disertai dengan con-toh latihan dan soal-soal yang harus diselesaikan peserta didik (siswa, ma-hasiswa). Pada akhir setiap bab diberikan rangkuman/ringkasan untuk mem-permudah pembaca mengingat hal-hal penting. Penyusunan isi bab sama de-ngan apa yang dikuliahkan oleh guru di hadapan siswa. Karena itu pada saat menyusun kalimat buku ajar, guru membayangkan sedang berbicara di depan siswa, sehingga bahasa buku ajar adalah bahasa dialog, komunikatif, seder-hana, dan tidak formal. Sebelum memasuki isi setiap bab, sebaiknya disusun pendahuluan untuk memotivasi siswa agar tertarik membaca isi buku. Penda-huluan yang dimaksud berisikan tentang deskripsi isi pokok bahasan atau bab yang bersangkutan, relevansi isi pokok bahasan dengan pengetahuan

sebelumnya, relevansi dengan bab selanjutnya, dan tujuan instruksional khu-sus yang hendak dicapai (diambil dari GBPP).

Halaman nas ini merupakan isi dari buku ajar yang berisi tentang materi-ma-teri yang akan dimuat dalam buku ajar, selain itu ada rangkuman dan disertai contoh soal dan latihan soal. Pada halaman nas ini ada subbab-subbab yang memudahkan siswa dalam belajar.


(31)

21

c. Halaman Penyudah

Halaman penyudah terdiri dari lampiran, pustaka, penjurus (indeks), dan takarir (glossary). Pustaka ditempatkan pada halaman akhir sesudah halaman nas se-belum penjurus, agar pembaca mudah menemukannya. Pustaka dibagi menjadi bacaan utama dan bacaan tambahan. Penjurus adalah daftar istilah atau kata ya-ng diperlukan untuk memudahkan pembaca mencari topik atau perkara yaya-ng di-kehendaki. Penjurus dapat membantu pembaca mencari halaman, sehingga kata-kata khas dapat ditemukan. Takarir adalah kamus parsial yang memuat sekum-pulan kata-kata yang terdapat dalam nas dan perlu diberikan penjelasan lebih lanjut. Takarir sebaiknya diberi komentar/diterjemahkan secara interlinier dari semua kata dialek, kata-kata teknis, dan kata-kata yang mempunyai arti khas. Sedangkan menurut Suroso (2004) sistematika buku ajar adalah sebagai beriku:

1. Halaman Pendahuluan Halaman judul

Daftar isi Daftar Gambar Daftar Tabel

Pengantar (foreword) Biasanya ditulis atas permintaan penulis atau penerbit

Prakata (preface) (ditulis penulis mengapa ia menulis buku, siapa pembacanya,Sasarannya, bagaimana susunannya).

Sanwacana (Acknowledgement) ucapan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian buku

2. Halaman nas (batang tubuh buku) Pendahuluan

Bab 1 , Bab 2, dst Penutup

3. Halaman Penyudah Catatan

Lampiran Pustaka

Penjurus (Indeks)

Jadi anatomi atau susunan buku ajar terdiri dari halaman pendahuluan, halaman nas atau isi dan halaman penyudah atau penutup.


(32)

22

5. Metode analisis buku ajar

Menurut Suhartanto (2008) aspek yang dinilai pada bahan ajar meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, aspek kesesuaian materi, aspek kegrafikan, dan aspek keterbacaan.

1. Aspek kesesuaian isi dengan kurikulum

Materi pelajaran merupakan bahan pelajaran yang disajikan dalam buku pelajaran. Buku pelajaran yang baik memperhatikan relevansi, adekuasi, keakuratan, dan proporsionalitas dalam penyajian materinya.

a. Relevansi

Buku pelajaran yang baik memuat materi yang relevan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, relevan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan tingkat pendidikan tertentu, serta relevan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa yang akan menggunakan buku pelajaran tersebut.

b. Adekuasi/kecukupan

Kecukupan mengandung arti bahwa buku tersebut memuat materi yang memadai dalam rangka mencapai kompetensi yang diharapkan.

c. Keakuratan

Keakuratan mengandung arti bahwa isi materi yang disajikan dalam buku benar-benar secara keilmuan, mutakhir, bermanfaat bagi kehidupan, dan pengemasan materi sesuai dengan hakikat pengetahuan.

d. Proporsionalitas

Proporsionalitas berati uraian materi buku memenuhi keseimbangan kelengkapan, kedalaman, dan keseimbangan antara materi pokok dengan materi pendukung.


(33)

23

2. Aspek penyajian materi

Menurut Wibowo (2005), bahan ajar yang baik menyajikan bahan secara lengkap, sistematis, sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan cara penyajian yang membuat enak dibaca dan dipelajari. Berikut adalah point khusus dalam penyajian materi :

a. Penyajian konsep disajikan secara runtun mulai dari yang mudah ke sukar, dari yang konkret ke abstrak dan dari yang sederhana ke kompleks, dari yang dikenal sampai yang belum dikenal.

b. Terdapat uraian tentang apa yang akan dicapai peserta didik setelah mem-pelajari bab tersebut dalam upaya membangkitkan motivasi belajar. c. Terdapat contoh-contoh soal yang dapat membantu menguatkan

pemaha-man konsep yang ada dalam materi.

d. Soal-soal yang dapat melatih kemampuan memahami dan menerapkan kon-sep yang berkaitan dengan materi dalam bab sebagai umpan balik disajikan pada setiap akhir bab.

e. Penyampaian pesan antara subbab yang berdekatan mencerminkan keruntu-tan dan keterkaikeruntu-tan isi.

f. Pesan atau materi yang disajikan dalam satu bab/subbab/alinea harus men-cerminkan kesatuan tema.

3. Aspek grafika

Menurut Wibowo (2005), grafika merupakan bagian dari buku pelajaran yang ber-kenaan dengan fisik buku, meliputi ukuran buku, jenis kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, dan ilustrasi, yang membuat siswa menyenangi buku yang dikemas dengan baik dan akhirnya juga meminati untuk membacanya.


(34)

24

4. Aspek Keterbacaan

Menurut Widodo (1993) bahwa keterbacaan buku pelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menyelidiki beberapa aspek bahan tertulis yang mengacu pada tingkat kesukaran pemahaman bahan bacaan tersebut. Bahan ajar tertulis yang sukar dipahami oleh pembaca (siswa) menye-babkan rasa malas, tidak ter-tarik, atau bahkan terjadi frustasi. Hal ini dikarenakan pembaca mengalami ke-sulitan dalam penelaahan kata dan kalimat untuk menda-patkan kesamaan konsep yang paling benar (Widodo, 1993).

Faktor penyebab kesukaran bacaan yaitu kalimat (panjang pendek, sederhana kompleks) dan perbendaharaan kata (kata tunggal majemuk, bersuku kata banyak, kata-kata abstrak, dan tata konseptual) (Widodo, 1993). Kata yang tepat serta di-kenal oleh pembaca dapat membantu pemahaman pembaca. Sedangkan kata ku-rang tepat akan menyebabkan pembaca menghentikan kegiatan membaca. Faktor cetakan, garis bawah, cetak miring, kepadatan kata, tata letak, dan masalah ke-kompakan serta bahasa dapat mempengaruhi pemahaman bacaan (Widodo, 1993). Hal tersebut dapat memperjelas dan menegaskan isi buku yang dianggap penting. Sebab dengan adanya faktor tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan penaf-siran dan perbedaan persepsi dari masing-masing pembaca. Widodo (1993) menyimpulkan bahwa keterbacaan bahan ajar berkaitan dengan tiga hal, yaitu kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman.

a. Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yaitu tata huruf (tipografi) seperti besar huruf, lebar spasi, serta kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan.


(35)

25

b. Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca , kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan yang berkaitan dengan aspek penyajian materi.

c. Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya, bangun kalimat dan susunan paragraf. (Suherli, et al 2006)

Menurut Greene dan Petty (1981) terdapat beberapa pedoman penilaian buku ajar, yaitu sebagai berikut :

1. Sudut pandang (point of view). Buku ajar harus mempunyai landasan, prin-sip, dan sudut pandang tertentu yang melandasi atau menjiwai buku ajar se-cara keseluruhan. Sudut pandang ini dapat berupa teori psikologi, bahasa, dan sebagainya.

2. Kejelasan konsep. Konsep-konsep yang digunakan dalam buku paket harus jelas. Adanya penafsiran ganda perlu dihindari agar siswa atau pembaca da-pat menangkap dan memahami kandungan buku ajar dengan teda-pat.

3. Relevan dengan kurikulum. Buku paket digunakan di sekolah-sekolah se-bagai sumber bahan pelajaran. Oleh karena itu, buku ajar harus relevan de-ngan kurikulum yang berlaku.

4. Menarik minat. Buku ajar ditulis untuk siswa. Karena itu penulisan buku ajar harus mempertimbangkan minat para siswa pemakai buku tersebut. Semakin sesuai buku ajar itu dengan minat siswa, semakin tinggi daya tarik buku tersebut.

5. Menumbuhkan motivasi. Motivasi yang dimaksudkan di sini adalah pen-ciptaan kondisi yang ideal sehingga seseorang ingin, mau, senang menger-jakan sesuatu. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang dapat membuat siswa ingin, mau, senang mengerjakan apa yang diintruksikan dalam buku tersebut.

6. Menstimulasi aktivitas siswa. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang merangsang, menantang dan mengingatkan aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan konsep CBSA.

7. Ilustratif, buku ajar harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan me-narik. Ilustrasi yang relevan akan memperjelas hal yang dibicarakan. 8. Dapat dipahami siswa. Pemahaman harus didahului oleh komunikasi yang

tepat. Faktor utama yang berperan adalah bahasa. Bahasa buku ajar hen-daknya sesuai dengan bahasa siswa, kalimat efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan, dan menarik.

9. Menunjang mata pelajaran lain. Buku ajar PAI misalnya, di samping me-nunjang mata pelajaran lain seperti Olahraga, Sejarah, Ekonomi, Kimia Ma-tematika, Kesenian, Geografi, dan sebagainya.


(36)

26

10.Menghargai perbedaan individu. Buku ajar yang baik tidak membesar-besarkan perbedaan individu tertentu. Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial, budaya dan setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya.

11.Memantapkan nilai. Buku ajar yang baik berusaha memantapkan nilai-nilai yang belaku di masyarakat. Uraian-uraian yang menjurus kepada peng-goyahan nilai-nilai harus dihindarkan.

E.Analisis Konsep

Herron et al. (1977) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat men-definisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) mengemukakan bahwa ana-lisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menen-tukan nama atau label kon-sep, definisi konkon-sep, jenis konkon-sep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konkon-sep, contoh, dan non contoh.

Menurut Suyanti(2010) mengemukakan analisis konsep dimaksudkan untuk me-ngidentifikasi konsep-konsep esensial dalam topik-topik yang diajarkan, menyu-sun konsep secara hierarki serta mengenali sifat, atribut, kedudukan konsep, con-toh dan non concon-toh. Konsep-konsep esesial yang sudah teridentifikasi dalam satu pokok bahasan, dapa dilihat keterkaitannya melalui peta konsep.


(37)

27

ANALISIS KONSEP

Standar Kompetensi : 3. Memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi.

Kompetensi Dasar : 3.2 Menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya.

Materi Pembelajaran : Reaksi Redoks

Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep

Atribut Posisi Konsep Contoh Non Contoh

Kritis Variabel Superor dinat

Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4 ) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Reaksi Reduksi Reaksi reduksi adalah reaksi yang melibatka n pelepasan oksigen, penerimaa n elektron dan penurunan bilangan oksidasi. Konsep berdasar kan prinsip.  Reaksi reduksi  Reaksi pelepasan oksigen  Reaksi penerima an elektron  Reaksi penuruna n bilangan oksidasi Kompone n reaksi Larutan elektrol it dan nonelek trolit Reaksi oksidasi Bilangan oksidasi Oksidator dan reduktor Reaksi autoredok s

Tata nama senyawa

Reaksi Reduksi a. HgO(s)

Hg(l) + O2(g)

b. Cl2 + 2e -

2Cl -c. CuO  Cu

Reaksi-reaksi di atas merupakan reaksi reduksi.

Reaksi a. N2(g) +

2O2(g)

2NO2(g)

b. 2Na(s)  2Na+(s) +

2e -c. H2 H2O

Reaksi-reaksi di atas bukan termasuk dalam reaksi reduksi. Reaksi Oksidasi Reaksi oksidasi adalah reaksi yang melibatka n pengikata n oksigen, pelepasan elektron dan kenaikan bilangan oksidasi. Konsep berdasar kan prinsip  Reaksi oksidasi  Reaksi pengikata n oksigen  Reaksi pelepasan komponen reaksi Reaksi reduksi Reaksi reduksi Bilangan oksidasi Oksidator dan reduktor Reaksi autoredok s Reaksi Oksidasi a. N2(g) +

2O2(g)

2NO2(g)

b. 2Na(s) 

2Na+(s) + 2e -c. H2 H2O

Reaksi a. HgO(s)

Hg(l) +

O2(g)

b. Cl2 + 2e - 2Cl c. CuO 

Cu  elektron Rekasi kenaikan bilangan oksidasi Tata nama senyawa


(38)

28

(1) (2) (3) (4 ) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Bilanga n oksidasi Bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi suatu unsur merupaka n bilangan bulat positif atau negatif yang diberikan kepada suatu unsur dalam membentu k senyawa. Konsep berdasar kan simbol  Bilangan oksidasi  Bilangan bulat positif atau negatif  Jenis reaksi  Kompon en senyawa  Bilanga n oksidasi Reaksi reduksi dan oksidasi

- Dalam senyawa

H2SO4, jumlah

bilangan oksidasi dari 2 atom H + 1 atom S + 4 atom O = 0

- Oksidat or Oksidator adalah zat yang dalam reaksi redoks menyebab kan zat lain mengalam i reduksi. Konsep berdasar kan prinsip  Oksidator  Zat  Reduksi   Kompon en reaksi  Oksidat or Bilanga n Oksidas i

 Reduktor - Reaksi

Fe(s) + 2HCl(aq) 

FeCl (aq) + H2(g)

Pada reaksi di atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami oksidasi adalah HCl. Reaksi Fe(s) + 2HCl(aq) 

FeCl (aq) + H2(g)

Pada reaksi di atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami reduksi adalah Fe Redukto r Reduktor adalah zat yang dalam reaksi redoks menyebab kan zat lain mengalam i oksidasi Konsep berdasar kan prinsip  Reduktor  Zat  Oksidasi  Kompon en reaksi  Redukto r Oksidat or

 Oksidator Reaksi

Cr2O7

2-(aq) + 3C2O42-(aq) +

14H+

2Cr3+(aq) + 6CO2(q) +

7H2O(l)

Pada reaksi di atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami reduksi adalah C2O42-.

Cr2O72-(aq) +

3C2O4

2-(aq) + 14H+ 2Cr3+(aq) +

6CO2(q) +

7H2O(l)

Pada reaksi di atas spesi atau zat yang menyebabkan zat lain mengalami oksidasi adalah Cr2O7


(39)

2-29

(1) (2) (3) (4 ) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Reaksi Autored oks Reaksi autoredok s adalah suatu zat dalam reaksi redoks yang mengoksi dasi atau mereduksi dirinya sendiri Konsep berdasar kan prinsip  Reaksi autoredok s  Reaksi redoks  Mengoksi dasi  Mereduksi  Kompon en reaksi  Bilanga n Oksidasi Oksidat or dan redukto r  Reaksi oksidasi  Reaksi reduktor Reaksi 3I2(g) +

6KOH(aq)  5KI(aq) + KIO3(aq) +

3H2O(l)

Dalam reaksi di atas, I2 oksidasi

sekaligus ada yang mengalami reduksi. Artinya atom I

mengoksidasi atom I yang lain dan sebalikny mereduksi yang lain.

Reaksi 3I2(g) +

6KOH(aq)  5KI(aq) + KIO3(aq) +

3H2O(l)

Dalam reaksi di atas, atom-atom kalium, oksigen dan hidrogen tidak mengalami oksdasi dan reduksi.


(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Menurut Borg and Gall (2003), educational research and development is a process used to develop and validate educational product. Atau dapat diartikan bahwa penelitian pengembangan pen-didikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan mem-validasi produk pendidikan. Hasil dari penelitian pengembangan tidak hanya pe-ngembangan sebuah produk yang sudah ada melainkan juga untuk menemukan pengetahuan atau jawaban atas permasalahan praktis. Metode penelitian dan pe-ngembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2008).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan menurut Borg, Gall dan Gall dalam Sukmadinata (2009) dengan langkah-langkahnya adalah 1) penelitian dan pengumpulan data (research and information collec-ting); 2) perencanaan (planning); 3) pengembangan draft awal (develop pre-liminary from product); 4) uji coba lapangan awal (prepre-liminary field testing); 5) revisi hasil uji coba (main product revision); 6) uji coba lapangan (main field testing); 7) penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operating product


(41)

31

revision); 8) uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing); 9) penyem-purnaan dan produk akhir (final product revision); 10) diseminasi dan imple-mentasi (dessimination and implementation).

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian dan subyek uji coba terbatas. Subyek penelitian adalah buku ajar kimia berbasis representasi kimia. Sedangkan subyek uji coba terbatas adalah siswa di SMA Xaverius Pringsewu, dan guru mata pelajaran kimia di SMA tersebut.

C.Langkah Pelaksanaan Penelitian

Menurut Borg and Gall (2003) secara garis besar metode penelitian dan pengem-bangan terdiri dari tiga langkah yaitu: (1) studi pendahuluan meliputi studi pustaka dan survey lapangan untuk mengamati produk atau kegiatan yang ada; (2) melaku-kan pengembangan produk meliputi penyusunan draf produk, validasi, dan uji co-ba produk; dan (3) pengujian produk.


(42)

32

Gambar 2. Alur penelitian pengembangan buku ajar kimia Studi Lapangan

- Wawancara Guru dan Siswa di

Tiga SMA Negeri dan Tiga SMA Swasta di Kabupaten Pringsewu Mengenai

Penggunaan Buku Ajar Kimia yang Digunakan Dalam Proses Pembelajaran.

- Analisis Buku Ajar Kimia

Yang Digunakan Oleh Guru dan Siswa.

Analisis Kebutuhan

Angket dan Lembar Observasi

Revisi Buku Ajar Kimia Hasil Uji Coba

Buku Ajar Reaksi Redoks Berbasi Representasi Kimia Pengembangan Produk

Penyusunan Rancangan Buku Ajar Reaksi Redoks Berbasis

Representasi Kimia

Penyusunan Instrumen Uji Coba (Angket dan Lembar

Observasi)

Validasi Ahli Validasi Instrumen

Revisi Buku Ajar Kimia Hasil Validasi

Revisi Instrumen

Rancangan Buku Ajar Reaksi Redoks Berbasi Representasi

Kimia

Uji Coba terbatas Studi Kepustakaan

- Analisis SK dan KD

- Pengembangan Silabus

- Pembuatan Analisis Konsep

- Pembuatan RPP

- Literatur Buku Ajar Kimia

- Kriteria Buku Ajar Kimia

yang Baik

Pendahuluan


(43)

33

Berdasarkan alur penelitian di atas, maka dapat dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan adalah tahap awal atau persiapan untuk pengembangan. Tuju-an dari Tuju-analisis kebutuhTuju-an adalah memperoleh informasi tentTuju-ang kondisi yTuju-ang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar untuk produk yang dikembangkan. Analisis kebutuhan terdiri dari:

a. Studi kepustakaan

Pada studi kepustakaan terdiri dari studi literatur dan studi kurikulum. 1) Studi literatur

Pada studi literatur dilakukan untuk pengkajian berbagai literatur terkait pe-ngembangan buku ajar untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landa-san teoritis yang memperkuat suatu produk yang akan dikembangkan, mengkaji penelitian terkait pengembangan buku ajar, dan konstruksi pengembangan buku ajar yang akan digunakan.

2) Studi kurikulum

Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah menganalisis materi SMA tentang ma-teri reaksi redoks dengan cara mengkaji sumber-sumber yang berkaitan dengan Kurikulum Satuan Pendidikan KTSP. Pada tahap ini dilakukan pembuatan analisis konsep, RPP, dan mencari literatur tentang bahan ajar dan buku ajar. Dalam tahap ini juga dilakukan analisis terhadap Standar Isi (SI), yang meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia khususnya pada pokok reaksi redoks yang terdapat pada KTSP.


(44)

34

Selanjutnya, menganalisis buku ajar yang sering digunakan siswa pada materi reaksi oksidasi-reduksi. Analisis-analisis yang dilakukan meliputi aspek kese-suaian isi dengan kurikulum, aspek penyajian materi, aspek grafika, aspek ke-terbacaan, identifikasi kelebihan dan kekurangan bahan ajar tersebut. Hal ini menjadi acuan untuk mengembangkan bahan ajar berbasis representasi kmia pada materi reaksi redoks.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan di enam sekolah, yaitu enam SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Pringsewu, masing-masing terdiri dari tiga SMA Negeri dan tiga SMA Swasta dengan kriteria dua sekolah kategori tinggi, dua sekolah kategori sedang, dan dua sekolah kategori rendah. Pemilihan enam sekolah ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang buku yang digunakan. Instrumen yang digunakan pada studi lapangan ini adalah lembar wawancara. Wawancara dilakukan kepada guru-guru dan siswa-siswa di enam SMA Negeri dan Swasta tersebut. Wawancara guru-guru dilakukan kepada guru kelas X dan wawancara siswa juga dilakukan kepada siswa kelas X. Hal-hal yang ditanyakan berhubungan dengan bahan ajar yang diguna-kan untuk materi reaksi redoks dan pengetahuan guru terhadap pembelajaran ber-basis representasi kimia. Setelah itu, mengidentifikasi bahan ajar terkait materi reaksi redoks yang digunakan di SMA Negeri tersebut. Sama halnya seperti studi kepustakaan, yang diidentifikasi adalah kelebihan dan kekurangan yang ada di bahan ajar tersebut.


(45)

35

D. Pengembangan Produk 1. Penyusunan Produk Awal

a. Penyusunan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia

Penyusunan buku ajar dilakukan dengan mengacu pada referensi yang terkait de-ngan pengembade-ngan buku ajar serta hasil dari analisis kebutuhan yang telah dila-kukan. Setelah selesai dilakukan penyusunan buku ajar reaksi redoks berbasis re-presentasi kimia, selanjutnya buku ajar tersebut divalidasi oleh satu orang ahli atau pakar di bidang teknologi. Validasi ini dilakukan untuk menilai aspek kons-truksi, aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, aspek penyajian materi, dan aspek grafika.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan setelah pelaksanaan uji ahli adalah sebagai berikut:

a) Melakukan analisis terhadap hasil uji ahli.

b) Melakukan perbaikan/revisi berdasarkan analisis hasil uji ahli. c) Mengkonsultasikan hasil perbaikan.

2. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang disusun meliputi angket uji aspek kesesuaian dengan kurikulum, penyajian materi dan grafika untuk guru, serta angket uji keterbacaan untuk siswa. Sama halnya dengan buku ajar yang telah dikembangkan, instrumen penelitian yang telah disusun kemudian divalidasi oleh pembimbing. Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian instrumen penelitian dengan rumusan masalah pene-litian.


(46)

36

Setelah dihasilkan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang telah divalidasi oleh ahli, dilakukan uji coba terbatas pada satu guru kimia SMA kelas X dan 20 siswa SMA kelas X di SMA Xaverius Pringsewu untuk mengetahui ke-layakan buku ajar, melalui uji aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, penyajian materi, grafika dan keterbacaan.

b. Revisi Buku Ajar

Tahap akhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah revisi dan penyempurnaan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia. Revisi dilakukan berdasarkan hasil uji coba terbatas, yaitu uji aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, uji aspek penyajian materi, uji aspek grafika, dan uji aspek keterbacaan buku ajar yang telah dikembangkan.

E.Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Menganalisis kurikulum.

b. Menyusun analisis konsep, silabus, pemetaan dan rpp reaksi redoks. c. Mempelajari beberapa literatur terkait buku ajar.

d. Menganalisis buku-buku teks pelajaran dan beberapa buku pelajaran kimia yang sering digunakan di pasaran.

e. Menganalisis bahan ajar yang telah dibuat oleh guru-guru di sekolah. f. Menganalisis bahan ajar yang digunakan oleh guru dan siswa di sekolah. g. Menentukan buku teks sumber yaitu textbook kimia yang berjudul Kimia Dasar

Konsep-konsep Inti karangan Raymond Chang (2005) dengan penerbit Erlang-ga serta textbook kimia yang berjudul Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan Terapan karagan Ralph H.Petrucci-Suminar (1987) dengan penerbit Erlangga.


(47)

37

h. Menentukan submateri pokok yang terdapat pada pokok bahasan reaksi redoks. i. Mengembangan buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang sudah

disesuaikan dengan kurikulum.

j. Menyusun instrumen validasi ahli untuk mengukur aspek konstruksi, kesesu-aian isi dengan kurikulum, penyajian materi dan grafika.

k. Menyusun instrumen penelitian untuk guru untuk mengukur aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, aspek penyajian materi, dan aspek grafika.

l. Menyusun instrumen untuk siswa untuk mengukur aspek keterbacaan. m. Memvalidasi instumen yang telah disusun.

n. Memperbaiki instrumen penelitian yang telah divalidasi oleh pembimbing. o. Memvalidasi buku ajar yang telah disusun.

p. Memperbaiki buku ajar.

2. Tahap pengumpulan data

Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pengujian aspek kesesuaian isi dengan kurikulum melalui pengisian angket uji kesesuaian isi dengan kurikulum oleh guru.

b. Pengujian aspek penyajian materi melalui pengisian angket uji penyajian ma-teri dengan kurikulum oleh guru.

c. Pengujian aspek grafika melalui pengisian angket uji grafika oleh guru. d. Pengujian aspek keterbacaan dilakukan melalui pengisian angket uji


(48)

38

3. Tahap akhir

a. Menganalisis hasil penelitian mengenai aspek kesesuaian isi dengan kuri-kulum, penyajian materi, grafika, keterbacaan.

b. Merevisi buku ajar. c. Mengambil kesimpulan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Ins-trumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi buku ajar kimia, kesesuaian isi dengan kurikulum, instrumen penyajian marteri, instrumen grafika dan instrumen uji keterbacaan buku ajar kimia. Adapun penjelasan ins-trumen-instrumen tersebut adalah :

1. Kesesuaian isi dengan kurikulum

Instrumen kesesuaian isi dengan kurikulum ini berupa angket yang terdiri dari pernyataan-pernyataan terkait dengan relevansi buku ajar yang disusun terhadap kurikulum yang berlaku, kecukupan materi yang terkandung dalam buku ajar da-lam rangka mencapai kompetensi yang diharapkan, keakuratan materi yang disa-jikan, dan lain sebagainya. Instrumen ini dilengkapi kolom saran.

2. Aspek penyajian materi

Instrumen aspek penyajian materi berupa angket yang terdiri dari pernyataan-pernyataan tentang kesesuaian materi dalam buku ajar dengan tujuan pembe-lajaran, relevansi soal dan sebagainya.


(49)

39

3. Aspek grafika

Instrumen aspek grafika berupa angket yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan bentuk fisik buku ajar seperti huruf, desain, warna huruf, dan besar spasi. Instrumen ini juga dilengkapi dengan kolom saran.

4. Aspek keterbacaan buku ajar

Instrumen aspek keterbacaan buku ajar kimia terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tingkat keterbacaan siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Instrumen juga dilengkapi kolom untuk siswa menuliskan kata atau kalimat yang sulit untuk dipahami. Instrumen ini juga dilengkapi dengan pernyataan-pernya-taan yang berhubungan dengan keterbacaan buku ajar yang dikembangkan seperti huruf, desain, gambar, warna huruf, dan besar spasi yang mendukung keterbacaan serta dilengkapi dengan pilihan jawaban serta kolom saran.

G.Prosedur Pengumpulan Data

1. Aspek kesesuaian isi dengan kurikulum

Pengumpulan data aspek kesesuaian isi dengan kurikulum dilakukan dengan cara guru diminta untuk menilai aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kesesuaian materi pada buku ajar dengan SK dan KD.

b. Kemampuan indikator produk menguraikan semua kompetensi yang ada dalam KD.

c. Indikator dapat diukur.


(50)

40

2. Aspek penyajian materi

Untuk memperoleh data aspek penyajian materi dilakukan dengan cara guru meni-lai aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kesesuaian soal-soal dengan materi. b. Kesesuaian soal-soal dengan indikator.

c. Kesesuaian representasi simbolik, makroskopik dan sub mikroskopik dalam setiap kegiatan pembelajaran.

3. Aspek grafika

Pengumpulan data aspek grafika dilakukan dengan cara guru diminta untuk me-nilai aspek-aspek sebagai berikut:

a. Keproporsionalan ukuran huruf yang digunakan. b. Kemudahan huruf yang digunakan untuk dibaca. c. Kemenarikan warna yang digunakan.

d. Keserasian warna yang digunakan. e. Kejelasan pemisah antar paragraf.

f. Penempatan tata letak judul, subjudul, teks, dan nomor halaman. g. Penggunaan variasi huruf.

4. Aspek keterbacaan

Pengumpulan data dari uji keterbacaan dilakukan dengan cara siswa diminta un-tuk menilai aspek-aspek sebagai berikut :

a. Kesesuaian ukuran dan warna tulisan yang digunakan. b. Kesesuaian variasi dan jenis huruf yang digunakan. c. Kesesuaian ukuran gambar yang digunakan.


(51)

41

d. Kemenarikan buku ajar untuk dibaca.

e. Kemudahan gambar /tabel dalam mendukung pemahaman materi dalam buku ajar.

f. Kebenaran bahasa yang digunakan.

g. Keefektifan dan keefisienan kalimat yang digunakan. h. Penggunaan contoh soal yang baik.

i. Kemudahan konsep, teori dan aplikasi konsep kehidupan untuk dipelajari.

H.Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data pada penelitian ini adalah menganalisis angket dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pemberian skor

Angket dibuat menggunakan pernyataan positif dengan rentang Skala Likert se-perti tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Skor Angket Berdasarkan Skala Likert

Pernyataan Skor

SS (Sangat Setuju)

S (Setuju)

KS (Kurang

Setuju)

TS (Tidak Setuju)

STS (Sangat Tidak

Setuju)

Positif 5 4 3 2 1

2. Mengolah skor

Pengolahan skor angket adalah sebagai berikut : a. Menentukan batas skor

Skor = bobot jawaban x jumlah responden

a) B atas skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS) Skor = 5 x jumlah responden


(52)

42

b) Batas skor untuk pernyataan Setuju (S) Skor = 4 x jumlah responden

c) Batas skor untuk pernyataan Kurang Setuju (KS) Skor = 3 x jumlah responden

d) Batas skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

e) Batas skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

b. Menghitung persentase respon

�� � � � � = �

� � � 100%

c. Kriteria interpretasi skor

Setelah mendapatkan persentase respon, maka dapat ditentukan kategori aspek yang diukur dengan menggunakan kriteria interpretasi skor sebagai berikut : Tabel 3.2. Kriteria interpretase skor

Skor (%) Kriteria

80,1 – 100 Sangat tinggi 60,1 – 80 Tinggi 40,1 – 60 Sedang 20,1 – 40 Rendah 0,0 - 20 Sangat rendah


(53)

72

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Simpulan penelitian ini adalah dihasilkan produk pengembangan berupa buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikem-bangkan adalah sebagai berikut : buku ajar mengacu pada SK dan KD, materi dikemas dalam unit-unit kegiatan belajar, disusun secara sistematis dan mena-rik, disertai contoh dan ilustrasi yang mendukung materi, bahasa yang digu-nakan sederhana dan komunikatif, disertai petunjuk penggunaan buku ajar, disusun dengan berbasis representasi kimia, terdapat rangkuman materi, lati-han soal disajikan dijelaskan melalui representasi kimia.

2. Tanggapan guru terhadap buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan sudah baik ditinjau dari aspek-aspek :

a. Kesesuaian isi materi dengan kurikulum sudah sangat baik dengan rata-rata persentase yaitu 93,75 %, kriteria sangat tinggi.

b. Grafika, desain buku ajar sangat baik sehingga menambah minat untuk membaca dan mempelajari buku ajar, ukuran huruf, penggunaan variasi huruf, pemisah antar paragraf, perpaduan warna, kualitas gambar, kertas ,


(54)

73

cetakan dan penjilidan sangat baik, dengan rata-rata persentase yaitu 92,00 % dengan kriteria sangat tinggi.

3. Tanggapan siswa terhadap buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan sudah sangat baik ditinjau dari aspek-aspek: bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, komu-nikatif, mudah dipahami, tidak menimbulkan makna ganda, menggunakan ka-limat efektif dan efisien, gambar makroskopis, submikroskopis dan represen-tasi simbolik dapat terlihat dan terbaca dengan jelas serta mudah dipahami, de-ngan rata-rata persentase penilaian 80,58 % dede-ngan kriteria tinggi.

4. Kendala-kendala yang dihadapi selama pengembangan produk adalah rendah-nya minat siswa untuk berpartisipasi dalam pengambilan data saat analisis ke-butuhan yang memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi terkait pe-ngembangan buku ajar kimia ini, terbatasnya faktor finansial dalam penggan-daan buku ajar reaksi redeoks berbasis representasi kimia saat uji coba terbatas, dan keterbatasan waktu dalam uji coba terbatas oleh siswa dan guru.

B.SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka diajukan saran yaitu : 1. Pada penelitian ini hanya dilakukan uji coba secara terbatas (uji kelompok

kecil), maka perlu dilakukan uji coba secara luas buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia ini.

2. Perlu dikembangkan penelitian sejenis dengan materi yang berbeda dan me-nyertakan lebih banyak konsep-konsep kehidupan terkait dengan materi dalam buku ajar yang dikembangkan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S. & Kusrianto A. 2009. Sukses Menulis Buku Ajar & Referensi. Grasindo. Jakarta

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arsyad, A. 2007. Media Mengajar. Grafindo. Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.

Borg, W.R. & M. D. Gall. 2003. Educational Research. Allyn and Bacon. United States of America.

Chang R.. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Erlangga. Jakarta. Chittleborough, G.D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Mental Models of Chemical Phenomena. Thesis. Science and Mathematics Education Centre.

Chittleborough, G. D. & Treagust D.F. 2006. The modeling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Chemistry Education Research and Practice. 274-292.

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Bandung.

Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Depdiknas. Jakarta.

Davidowitz B. & Chittleborough, G. D. 2009. Linking the macroscopic and sub-microscopic levels. Diagram. In. J. Gilbert & D. Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. 169-191.

Dwi, R.N. 2013. Pengembangan modul laju reaksi berbasis multiple representasi kimia. Jurnal Pendidikan Kimia. FKIP. UNILA. Bandar Lampung.


(56)

Gilbert, J.K. & D. Treagust. 2008. Multiple Representations in Chemical Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. pp. 251-283.

Glasersfeld, V. 1988. Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching. Washington DC. National Science Foundation.

Greene & Petty. 1981. Developing Language Skill in the Elementary Schools. Boston: Alyn and Bacon Inc.

Herawati, A.N. 2011. Pengembangan bahan ajar pada pokok bahasan larutan yang bersumber dari texsbook chemistry karangan Myers. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Herron, J Dudley. 1977. Problem associated with concept analysis. Journal of Science Education. 185-199.

Hughes, J. M., Mitchell, P. A., & Ramson, W. S. 1995. Australian Concise Oxford Dictionary. Melbourne. Oxford University Press.

Kozma, R., & Joel Russell. 2005. Modeling students becoming chemists: developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in Science Education. Dordrecht. Springer. pp. 121-145.

Mammino L. 2008. Teaching chemistry with and without external representations in professional environments with limited resources. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice in Science Education. Dordrecht. Springer. pp. 155−185.

Nuraeni. D. 2011. Pengembangan bahan ajar pada pokok bahasan tabel periodik yang bersumber dari texsbook chemistry karangan Myers. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Oktaviani, E. 2013. Pengembangan modul asam-basa berbasis multiple

Representasi Kimia. Jurnal Pendidikan Kimia. FKIP. UNILA. Bandar Lampung.

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar:Prinsip dan Terapan Modern (Alih Bahasa Suminar Achmadi,Ph.D). Erlangga. Jakarta

Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rachmawati W.S. 2004. Anatomi Buku Ajar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sarina, L. 2012. Pengembangan handout berbasis konstektual untuk

pembelajaran koloid sebagai sumber belajar mandiri peserta didik kelas XI SMA/MA. Jurnal Pendidikan Kimia. UNY. Yogyakarta.


(57)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suhartanto, H. 2008. Standar Penilaian Buku Teks Pelajaran.

http://hsuhartanto.wordpress.com/standar-penilaian-buku-teks-pelajaran-ppt.html - 8 Oktober 2009

Suherli,at al. 2006. Laporan Keterbacaan Buku Teks Pelajaran Sekolah Dasar. Pusat Perbukuan. Depdiknas. Jakarta.

Sukmadinata, N. S. 2009. Metode penelitian pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Supandi. A.R. 2012. Buku ajar elektrokimia menggunakan kearifan lokal keris sebagai konteks pembelajaran untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.

Suroso. 2004. Penulisan Buku Ajar Perguruan tinggi. Disampaikan pada Pelatihan Penulisan Buku Sekolah Alkitab Baptis. 29 Nov-1 Des 2004. STBI.

Suyanti, R. D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan. Taber, K. S. 2009. Learning at the symbolic level. In: Gilbert, J.K & D.

Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models &Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp. 75-105. Treagust, D. F. 2008. The Role of Multiple Representations in Learning Science:

Enhancing Students’ Conceptual Understanding and Motivation. In

Yew-Jin And Aik-Ling (Eds).Science Education At The Nexus Of Theory And Practice. Sense Publishers. p. Rotterdam – Taipei.

Waldrip, B., Prain, V. & Carolan, J. 2006. Learning junior secondary sience through multi-modal representation. E-Journal of Science Education. 87-107.

Wibowo,E., Mungin. 2005. Hati-hati Menggunakan Buku Pelajaran. (online) http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/09/opi04.htm - 19 Juni 2012. Widodo,T. A. 1993. Tingkat Keterbacaan Teks: Suatu Evaluasi Terhadap Buku

Teks Ilmu Kimia Kelas I Sekolah Menengah Atas. Disertasi. IKIP. Jakarta.


(1)

42

b) Batas skor untuk pernyataan Setuju (S) Skor = 4 x jumlah responden

c) Batas skor untuk pernyataan Kurang Setuju (KS) Skor = 3 x jumlah responden

d) Batas skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

e) Batas skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

b. Menghitung persentase respon

�� � � � � = �

� � � 100%

c. Kriteria interpretasi skor

Setelah mendapatkan persentase respon, maka dapat ditentukan kategori aspek yang diukur dengan menggunakan kriteria interpretasi skor sebagai berikut : Tabel 3.2. Kriteria interpretase skor

Skor (%) Kriteria 80,1 – 100 Sangat tinggi 60,1 – 80 Tinggi 40,1 – 60 Sedang 20,1 – 40 Rendah 0,0 - 20 Sangat rendah


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Simpulan penelitian ini adalah dihasilkan produk pengembangan berupa buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikem-bangkan adalah sebagai berikut : buku ajar mengacu pada SK dan KD, materi dikemas dalam unit-unit kegiatan belajar, disusun secara sistematis dan mena-rik, disertai contoh dan ilustrasi yang mendukung materi, bahasa yang digu-nakan sederhana dan komunikatif, disertai petunjuk penggunaan buku ajar, disusun dengan berbasis representasi kimia, terdapat rangkuman materi, lati-han soal disajikan dijelaskan melalui representasi kimia.

2. Tanggapan guru terhadap buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan sudah baik ditinjau dari aspek-aspek :

a. Kesesuaian isi materi dengan kurikulum sudah sangat baik dengan rata-rata persentase yaitu 93,75 %, kriteria sangat tinggi.

b. Grafika, desain buku ajar sangat baik sehingga menambah minat untuk membaca dan mempelajari buku ajar, ukuran huruf, penggunaan variasi huruf, pemisah antar paragraf, perpaduan warna, kualitas gambar, kertas ,


(3)

73

cetakan dan penjilidan sangat baik, dengan rata-rata persentase yaitu 92,00 % dengan kriteria sangat tinggi.

3. Tanggapan siswa terhadap buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia yang dikembangkan sudah sangat baik ditinjau dari aspek-aspek: bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, komu-nikatif, mudah dipahami, tidak menimbulkan makna ganda, menggunakan ka-limat efektif dan efisien, gambar makroskopis, submikroskopis dan represen-tasi simbolik dapat terlihat dan terbaca dengan jelas serta mudah dipahami, de-ngan rata-rata persentase penilaian 80,58 % dede-ngan kriteria tinggi.

4. Kendala-kendala yang dihadapi selama pengembangan produk adalah rendah-nya minat siswa untuk berpartisipasi dalam pengambilan data saat analisis ke-butuhan yang memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi terkait pe-ngembangan buku ajar kimia ini, terbatasnya faktor finansial dalam penggan-daan buku ajar reaksi redeoks berbasis representasi kimia saat uji coba terbatas, dan keterbatasan waktu dalam uji coba terbatas oleh siswa dan guru.

B.SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka diajukan saran yaitu : 1. Pada penelitian ini hanya dilakukan uji coba secara terbatas (uji kelompok

kecil), maka perlu dilakukan uji coba secara luas buku ajar reaksi redoks berbasis representasi kimia ini.

2. Perlu dikembangkan penelitian sejenis dengan materi yang berbeda dan me-nyertakan lebih banyak konsep-konsep kehidupan terkait dengan materi dalam buku ajar yang dikembangkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S. & Kusrianto A. 2009. Sukses Menulis Buku Ajar & Referensi. Grasindo. Jakarta

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arsyad, A. 2007. Media Mengajar. Grafindo. Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia

SMA/MA. BSNP. Jakarta.

Borg, W.R. & M. D. Gall. 2003. Educational Research. Allyn and Bacon. United States of America.

Chang R.. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Erlangga. Jakarta. Chittleborough, G.D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Mental Models of Chemical Phenomena.

Thesis. Science and Mathematics Education Centre.

Chittleborough, G. D. & Treagust D.F. 2006. The modeling ability of non-major

chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level.

Chemistry Education Research and Practice. 274-292.

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Bandung.

Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Depdiknas. Jakarta.

Davidowitz B. & Chittleborough, G. D. 2009. Linking the macroscopic and sub-microscopic levels. Diagram. In. J. Gilbert & D. Treagust (Eds.).

Multiple Representation in Chemical Education: Models and Modeling in

Science Education. Dordrecht: Springer. 169-191.

Dwi, R.N. 2013. Pengembangan modul laju reaksi berbasis multiple representasi kimia. Jurnal Pendidikan Kimia. FKIP. UNILA. Bandar Lampung.


(5)

Gilbert, J.K. & D. Treagust. 2008. Multiple Representations in Chemical

Education: Models and Modeling in Science Education. Dordrecht:

Springer. pp. 251-283.

Glasersfeld, V. 1988. Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching. Washington DC. National Science Foundation.

Greene & Petty. 1981. Developing Language Skill in the Elementary Schools. Boston: Alyn and Bacon Inc.

Herawati, A.N. 2011. Pengembangan bahan ajar pada pokok bahasan larutan

yang bersumber dari texsbook chemistry karangan Myers. Universitas

Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Herron, J Dudley. 1977. Problem associated with concept analysis. Journal of

Science Education. 185-199.

Hughes, J. M., Mitchell, P. A., & Ramson, W. S. 1995. Australian Concise

Oxford Dictionary. Melbourne. Oxford University Press.

Kozma, R., & Joel Russell. 2005. Modeling students becoming chemists: developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization

in Science Education. Dordrecht. Springer. pp. 121-145.

Mammino L. 2008. Teaching chemistry with and without external representations in professional environments with limited resources. In : J.K Gilbert, Reiner & Nakhleh (Eds.). Visualization : Theory and Practice in Science

Education. Dordrecht. Springer. pp. 155−185.

Nuraeni. D. 2011. Pengembangan bahan ajar pada pokok bahasan tabel

periodik yang bersumber dari texsbook chemistry karangan Myers.

Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Oktaviani, E. 2013. Pengembangan modul asam-basa berbasis multiple

Representasi Kimia. Jurnal Pendidikan Kimia. FKIP. UNILA. Bandar Lampung.

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar:Prinsip dan Terapan Modern (Alih

Bahasa Suminar Achmadi,Ph.D). Erlangga. Jakarta

Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rachmawati W.S. 2004. Anatomi Buku Ajar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sarina, L. 2012. Pengembangan handout berbasis konstektual untuk

pembelajaran koloid sebagai sumber belajar mandiri peserta didik kelas XI SMA/MA. Jurnal Pendidikan Kimia. UNY. Yogyakarta.


(6)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suhartanto, H. 2008. Standar Penilaian Buku Teks Pelajaran.

http://hsuhartanto.wordpress.com/standar-penilaian-buku-teks-pelajaran-ppt.html - 8 Oktober 2009

Suherli,at al. 2006. Laporan Keterbacaan Buku Teks Pelajaran Sekolah Dasar. Pusat Perbukuan. Depdiknas. Jakarta.

Sukmadinata, N. S. 2009. Metode penelitian pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Supandi. A.R. 2012. Buku ajar elektrokimia menggunakan kearifan lokal keris sebagai konteks pembelajaran untuk meningkatkan literasi sains siswa

SMA. Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.

Suroso. 2004. Penulisan Buku Ajar Perguruan tinggi. Disampaikan pada

Pelatihan Penulisan Buku Sekolah Alkitab Baptis. 29 Nov-1 Des 2004.

STBI.

Suyanti, R. D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan. Taber, K. S. 2009. Learning at the symbolic level. In: Gilbert, J.K & D.

Treagust (Eds.). Multiple Representation in Chemical Education: Models

&Modeling in Science Education . Dordrecht: Springer. pp. 75-105.

Treagust, D. F. 2008. The Role of Multiple Representations in Learning Science:

Enhancing Students’ Conceptual Understanding and Motivation. In

Yew-Jin And Aik-Ling (Eds).Science Education At The Nexus Of Theory And

Practice. Sense Publishers. p. Rotterdam – Taipei.

Waldrip, B., Prain, V. & Carolan, J. 2006. Learning junior secondary sience through multi-modal representation. E-Journal of Science Education. 87-107.

Wibowo,E., Mungin. 2005. Hati-hati Menggunakan Buku Pelajaran. (online) http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/09/opi04.htm - 19 Juni 2012. Widodo,T. A. 1993. Tingkat Keterbacaan Teks: Suatu Evaluasi Terhadap Buku

Teks Ilmu Kimia Kelas I Sekolah Menengah Atas. Disertasi. IKIP.