2. Hakikat Siswa
a. Pengertian Siswa
Dalam  pengertian  umum,  siswa  adalah  setiap  orang  yang  menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan  sedangkan  dalam  arti  sempit  siswa  adalah  anak  pribadi  yang belum dewasa yang di serahkan kepada tanggung jawab pendidik.
Dalam  bahasa  Indonesia,  makna  siswa,  murid,  pelajar  dan  peserta didik  merupakan  sinonim  persamaan,  semuanya  bermakna  anak  yang
sedang  berguru  belajar  dan  bersekolah,  anak  yang  sedang  memperoleh pendidikan dasar dari satu lembaga pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa
anak didik merupakan semua orang yang sedang belajar, baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan non formal.
Siswa  adalah  subjek  utama  dalam  pendidikan.  Dialah  yang  belajar setiap  saat.  Belajar  anak  didik  tidak  mesti  harus  selalu  berinteraksi  dengan
guru dalam proses interaksi edukatif. Tokoh-tokoh aliran behaviorisme beranggapan bahwa anak didik yang
melakukan  aktivitas  belajar  seperti  membaca  buku,  mendengarkan penjelasan  guru,  mengarahkan  pandangan  kepada  seorang  guru  yang
menjelaskan di depan kelas, termasuk dalam kategori belajar. Mereka tidak melihat ke dalam fenomena psikologis anak didik. Aliran ini berpegang pada
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
realitas  dengan  mata  telanjang  dengan  mengabaikan  proses  mental  dengan segala perubahannya, sebagai akibat dari aktivitas belajar tersebut.
Tetapi aliran kognitivisme mengatakan lain bahwa keberhasilan belajar itu  ditentukan  oleh  perubahan  mental  dengan  masuknya  sejumlah  kesan
yang baru dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Berbeda dengan aliran behaviorisme  yang  hanya  melihat  fenomena  perilaku  saja,  aliran
kognitivisme jauh melihat ke dalam fenomena psikologis.
b. Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk Memperoleh Pendidikan
Secara  kodrati,  anak  memerlukan  pendidikan  atau  bimbingan  dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan
dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.
28
Rasulullah saw bersabda:
ُنْب ُسُنوُي  َِِرَـبْخَأ ٍبَْو ُنْبا اَنَـثَدَح  ََاَق ىَسيِع ُنْب ُدََْْأَو ِرِاَطلا وُبَأ  َِِثَدَح
َلاَق َلاَق َةَرْـيَرُ اَبَأ َنَأ َُرَـبْخَأ ِنََْْرلا ِدْبَع َنْب َةَمَلَس اَبَأ َنَأ ٍباَهِش ِنْبا ْنَع َديِزَي
28
Nur  Uhbiyati  dan  Abu  Ahmadi,  Ilmu  Pendidikan  Islam  1,  Bandung:  CV  Pustaka  Setia, 1996, h. 85.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
ُلوُقَـي َُُ ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي  ََِإ ٍدوُلْوَم ْنِم اَم َمَلَسَو ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر
اوُءَرْـقا
{ مِيَقْلا ُنيِدلا َكِلَذ ِهَللا ِقْلَِِ َليِدْبَـت  ََ اَهْـيَلَع َساَنلا َرَطَف  َِِلا ِهَللا َةَرْطِف }
Artinya: Tiadalah  seseorang  yang  dilahirkan  melainkan  menurut  fitrahnya,
maka  akibat  kedua  orang  tuanyalah  yang  me-Yahudikanknya  atau  me- Nasranikannya atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya binatang yang
dilahirkan  dengan  sempurna,  apakah  kamu  lihat  binatang  itu  tidak berhidung dan bertelinga ? kemudian Abi Hurairah berkata,”Apabila kamu
mau  bacalah  lazimilah  fitrah  Allah  yang  telah  Allah  ciptakan  kepada manusia di atas fitrahnya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah, itulah
agama yang lurus islam.” HR.Muslim
29
Ramayulis  mengartikan  fitrah  dalam  arti  etimologi  berarti  al-khilqah, al-
ibda’, al-ja’l penciptaan. Arti ini disamping dipergunakan untuk maksud penciptaan  alam  semesta  juga  pada  penciptaan  manusia.  Dengan  makna
29
HR Al Baihaqi dan Ath Thabarani dalam Al Mu’jamul Kabir no 345.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
etimologi ini, maka hakekat manusia adalah sesuatu yang diciptakan, bukan menciptakan.
Sedangkan Allah swt berfirman:
ُمُكَل َلَعَجَو اًئْيَش َنوُمَلْعَـت  ََ ْمُكِتاَهَمُأ ِنوُطُب ْنِم ْمُكَجَرْخَأ ُهَللاَو
َنوُرُكْشَت ْمُكَلَعَل َةَدِئْفَْْاَو َراَصْبَْْاَو َعْمَسلا
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui  sesuatupun,  dan  dia  memberi  kamu  pendengaran,  penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. QS. An-Nahl 16:78
30
Dari hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu  untuk  dapat  menentukan  status  manusia  sebagaimana  mestinya  adalah
harus  mendapatkan  pendidikan.  Dalam  hal  ini  keharusan  mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek
kepentingan yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut. a.
Aspek Paedagogis
30
Al Qur’an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta: CV Toha Putra Semarang, 1989, h. 413.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
Dalam  aspek  ini,  para  ahli  didik  memandang  manusia  sebagai animal educandum: makhluk  yang memerlukan pendidikan. Adapaun
manusia  dengan  potensi  yang  dimilikinya,  mereka  dapat  dididik  dan dikembangkan  kearah  yang  diciptakan,  setaraf  dengan  kemampuan
yang dimilikinya. Islam  mengajarkan  bahwa  anak  itu  membawa  berbagai  potensi
yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia secara fisik dan mental akan memadai.
b. Aspek Sosiologi dan Kultural
Menurut  ahli  sosiologi  pada  prinsipnya,  manusia  adalah homosocius,  yaitu  makhluk  yang  berwatak  dan  berkemampuan  dasar
atau  memiliki  garizah  instink  untuk  hidup  bermasyarakat.  Sebagai makhluk  sosial  manusia  memiliki  rasa  tanggung  jawab  sosial  yang
diperlukan  dalam  mengembangkan  hubungan  timbal  balik  dan  saling pengaruh  mempengaruhi  antara  anggota  masyarakat  dalam  kesatuan
hidup mereka. Dengan  demikian  manusia  dikatakan  sebagai  makhluk  sosial
berate  pula  manusia  itu  adalah  makhluk  yang  berkebudayaan,  baik moral  maupun  material.  Di  antara  instink  manusia  adalah  adanya
kecenderungan  mempertahankan  segala  apa  yang  dimilikinya termasuk  kebudayaannya.  Oleh  karena  itu  maka  manusia  perlu
melakukan pemindahan
dan penyaluran
serta pengoperan
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
kebudayaannya  kepada  generasi  yang  akan  menggantikannya  di kemudian hari.
c. Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang menagkui bahwa manusia  itu  adalah  makhluk  yang  berketuhanan  yang  menurut  istlah
ahli disebut homo divinous makhluk yang percaya adanya tuhan atau disebut  juga  homo  religios  makhluk  yang  beragama.  Adapun
kemampuan dasar yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang berketuhanan  atau  garizah  Diniyah  instink  percaya  pada  agama.
Itulah sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religios atau garizah Diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara
wajar.  Dengan  demikian  pendidikan  keagamaan  mutlak  diperlukan untuk mengembangkan kedua instink tersebut.
Karena  itulah,  anak  didik  memiliki  beberapa  karakteristik, diantaranya:
1. Belum  memiliki  pribadi  dewasa  susila,  sehingga  masih
menjadi tanggung jawab pendidik. 2.
Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
3. Sebagai  manusia  memiliki  sifat-sifat  dasar  yang  sedang  ia
kembangkan  secara  terpadu,  menyangkut  seperti  kebutuhan
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
biologis,  rohani,  sosial,  intelegensi,  emosi,  kemampuan bicara, perbedaan individual dan sebagainya.
Dengan  demikian  anak  didik  sebagai  manusia  yang  belum dewasa  merasa  tergantung  kepada  pendidiknya,  anak  didik  merasa  ia
memiliki  kekurangan-kekurangan  tertentu,  ia  menyadari  bahwa kemampuannya  sangat  terbatas  dibanding  dengan  kemampuan
pendidiknya.  Kekurangan  ini  membawanya  untuk  mengadakan interaksi dengan pendidiknya dalam situasi pendidikan. Dalam situasi
pendidikan itu jadi interaksi kedewasaan dan kebelum dewasaan. Suatu  hal  yang  perlu  diperhatikan  oleh  seorang  pendidik  dalam
membimbing  anak  didik  adalah  kebutuhan  mereka.  Ramayulis sebagimana mengutip pendapat al-Qussy membagi kebutuhan manusia
dalam dua kebutuhan pokok, yaitu: a.
Kebutuhan  primer,  yaitu  kebutuhan  jasmani  seperti  makan, minum dan sebagainya.
b. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniah.
Selanjutnya  ia  membagi  kebutuhan  rohaniah  kepada  enam macam yaitu:
1. Kebutuhan kasih sayang
2. Kebutuhan akan rasa nyaman
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
3. Kebutuhan akan rasa harga diri
31
4. Kebutuhan akan rasa bebas
5. Kebutuhan akan sukses
6. Kebutuhan akan sesuatu kekuatan
Selanjutnya  Law  Head  membagi  kebutuhan manusia  sebagai berikut:
1. Kebutuhan  jasmani,  sperti  makan,  minum,  berbafas,
perlindungan, seksual, kesehatan dan lain-lain 2.
Kebutuhan  rohani,  seperti  kasih  sayang,  rasa  aman, penghargaan,  belajar,  menghubungkan  diri  dengan  dunia
yang  lebih  luas,  mengaktualisasikan  dirinya  sendiri  dan lain-lain
3. Kebutuhan  yang menyangkut jasmani dan rohani, seperti
istirahat,  rekreasi,  butuh  supaya  setiap  potensi  fisik  dapat dikembangkan  semaksimal  mungkin,  butuh  agar  setiap
usaha dapat sukses 4.
Kebutuhan  sosial,  seperti  supaya  dapat  diterima  oleh teman-temannya  secara  wajar,  supaya  dapat  diterima  oleh
orang  lebih  tinggi  dari  dia  seperti  orang  tuanya,  guru-
31
Sutirna,  Perkembangan  dan  Pertumbuhan  Peserta  Didik,  Yogyakarta:  CV  Andi  Offset, 2013, h. 89.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
gurunya  dan  pemimpinnya,  seperti  kebutuhan  untuk memperoleh prestasi dan posisi
5. Kebutuhan yang lebih tinggi  sifatnya merupakan tuntutan
rohani yang
mendalam yaitu
kebutuhan untuk
meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
yang  paling  esensi  adalah  kebutuhan  agama.  Agama  dibutuhkan manusia  karena  memerlukan  orientasi  dan  objek  pengabdian  dalam
hidupnya. Oleh karena itu, tidak seorangpun yang tidak membutuhkan agama.
Faktor  anak  didik  menurut  Undang-Undang  Sitem  Pendidikan Nasional  UUSPN  Nomor  20  Tahun  2003,  BAB  V  Pasal  12  bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh  pendidik  seagama.  Mencakup  pengertian  “peserta  didik”  yaitu anggota  masyarakat  yang  berusaha  mengembangkan  potensi  diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Anak  adalah  makhluk  yang  masih  membawa  kemungkinan untuk berkembang baik jasmani dan rohani, ia memiliki jasmani yang
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
belum  mencapai  taraf  kematangan  baik  bentuk,  kekuatan  maupun perimbangan bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah anak mempunyai
bakat-bakat  yang  harus  dikembangkan  seperti  kebutuhan  akan  ilmu pengetahuan  duniawi  dan  keagamaan,  kebutuhan  akan  pengertian
nilai-nilai  kemasyarakatan,  kesusilaan,  kasih  sayang  dan  lain-lain, maka  pendidikan  islam  lah  yang  harus  membimbing,  menuntun  serta
memenuhi  kebutuhan-kebutuhan  anak  didik  dalam  berbagai  bidang tersebut.
32
3. Pembentukan Akhlak Siswa