KINERJA PROGRAM PARTNERSHIP BUILDING DALAM PENANGGULANGAN BAHAYA NARKOTIKA DI POLRES LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

THE PERFORMANCE OF PARTNERSHIP BUILDING PROGRAM IN MITIGATING DRUG ABUSE

(A Case Study in Middle Lampung Police Office)

By

Dewinta Fenny Utami

The study be appointed from its the rampant problem of drug abuse and interference Kamtibmas. Objective of this research was to asses the presence of the performance of Partnership Building program in mitigating drug abuse in middle Lampung Police Office. This research used qualitative method. This research focused on the conduct of Partnership Building. Program in mitigating drug abuse and its result.The informant were unit of drug abuse detective in middle Lampung Police office,State Senior High School (SSHS) 1 Gunung Sugih,SSHS 1 anak Tuha,State Vocational School 3 Terbanggi,Regional Narcotics Agency (BNK) in Middle Lampung district,and traditional society of Gunung Sugih . Data were collected with observation,interview,and documentation.Data were analyzed with qualitative analysis. The result showed that the performance of Partnership Building program in mitigating drug abuse was good because Middle Lampung Police Office conducted the program through it unit of drug abuse detective by establishing community police (POLMAS),Bina Mitra, A million Friends Program,education to students,youth organizations (Karang Taruna) and public figures and other public organizations,as well as throuh Anti-drug Task Force Unit,Online telephone,and under cover buy technique.


(2)

ABSTRAK

KINERJA PROGRAM PARTNESHIP BUILDING DALAM PENANGGULANGAN NARKOTIKA

DI POLRES LAMPUNG TENGAH

Oleh

Dewinta Fenny Utami

Penelitian ini diangkat dari adanya masalah maraknya penyalahgunaan narkotika dan gangguan Kamtibmas. Tujuan penelitian untuk menilai adanya Kinerja Program Partnership Building dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika Di Polres Lampung Tengah. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Fokus penelitian adalah Rumusan Program Partnership Building, Proses pelaksanaan Program Partnership Building, dan Hasil pencapain dari Program Partnership Building dalam penanggulangan narkotika. Informan penelitian adalah: Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Tengah, SMAN 1 Gunung Sugih, SMAN1 Anak Tuha, SMKN 3 Terbanggi, BNK Kabupaten Lampung Tengah dan warga Adat masyarakat Gunung Sugih.. Teknik pengumpulan data adalah Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi, analisa data menggunakan Analisis Kualitatif. Hasil penelitian pencapaian Kinerja Program Partnership Building dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika dapat dikatakan BAIK karena dilakukan oleh Polres Lampung Tengah melalui Satuan Reserse Narkoba dalam bentuk Polmas atau Perpolisian Masyarakat (comunity policing), Bina Mitra, Program Sejuta Kawan, Pembinaan dan Penyuluhan terhadap (Binluh Pelajar, Mahasiswa, Karang taruna, dan Tokoh Masyrakat serta organisasi lainnya) termasuk melalui Satgas Anti Narkoba, Telepon Online, dan Teknik Under Cover Buy.


(3)

DI POLRES LAMPUNG TENGAH

(SKRIPSI)

OLEH

DEWINTA FENNY UTAMI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS LAMPUNG 2014


(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... i

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Masalah ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebijakan Publik ... 12

B. Tinjauan Implementasi Kebijakan Publik ... 13

C. Tinjauan Perspektif New Public Management ... 20

D. Tinajauan Tentang Kinerja Program ... 27

E. Tinjauan Tentang Kepolisian ... 30

F. Tinjauan Tentang Narkotika ... 36

G. Narkotika sebagai persoalan publik ... 42


(6)

B. Fokus Penelitian ... 47

C. Informan Penelitian ... 48

D. Metode Pengumpulan Data ... 50

E. Analisis data ... 51

F. Teknik Keabsahan Data ... 53

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran umum Lokasi Penelitian ... 55

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rumusan Program Partnership Building Dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika ... 62

B. Pelaksanaan Program Partnership Building Dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika ... 76

C. Hasil/output pencapaian dari program partnership building dalam penanggulangan bahaya narkotika ... 159

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 171

B. Saran ... 171 Daftar Pustaka


(7)

Tabel ...Halaman Tabel 1.1 Jumlah Penyalahgunaan Narkotika Lampung Tengah Periode Tahun 2009 s/d 2013... 6 Tabel 2.1 Jenis-jenis Narkotika ...39 Tabel 2.2 Narkotika dan Bentuknya ...41 Tabel 3.1 Informan terkait kinerja program Partnership Building dalam penanggulangan bahaya narkotika ...49 Tabel 5.1 data jumlah penangkapan kasus narkotika selama 5 tahun...66 Tabel 5.2 data penyandang narkotika sampai dengan 2013...68 Tabel 5.3 Daftar jumlah kasus yang diungkap melalui Kinerja Program Partnership Building Polres Lampung Tengah tahun 2013...168


(8)

Alhamdulillahirabbil‘alamiin, tercurah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunianya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sang motivator bagi penulis untuk selalu ikhlas dan bertanggung jawab dalam melakukan segala hal. Semoga kita selalu berada dalam junjungan-Nya. Amin. Atas segala kehendak dan kekuasaan dari Allah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KINERJA PROGRAM

PARTNERSHIP BUILDING DALAM PENANGGULANGAN BAHAYA

NARKOTIKA DI POLRES LAMPUNG TENGAH” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (S.AN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki keterbatasan, ketidaksempurnaan, dan berbagai kekurangan, sehingga masih sangat membutuhkan kritik, saran, dan perbaikan dari berbagai pihak. Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya, terutama untuk keluarga penulis, Papa, Mama, serta adikku. Terima kasih atas semua doa dan dukungannya yang selalu mengingatkan penulis bahwa tidak ada yang tidak mungkin dicapai asalkan kita mempunyai mimpi dan selalu berusaha untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Bandar Lampung, 21 Juli 2014 Penulis

Dewinta Fenny Utami 1016041088


(9)

(10)

(11)

MOTTO

wa man jaahada fa-innamaa yujaahidu linafsihi.”

“Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri.”

(QS Al-Ankabut [29]: 6)

Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur

(Richard Wheeler)

Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai

dirinya dikala ia marah.. (Nabi Muhammad Saw)

“Motivasi terbesar di kehidupanmu berasal dari dalam dirimu sendiri”


(12)

dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini untuk yang menyayangiku:

Papaku tercinta Ujang Saad,SH mamaku tercinta Aprita

Selalu menjadi sumber inspirasi didalam kehidupanku

Selalu mendoakan dan mendukung segala aktivitasku hingga sekarang Semua curahan kasih sayang yang kalian berikan tidak akan mampu aku gantikan

dengan apapun

Adikku Billy Gesta Prasetya

Kehadiranmu menyempurnakan hidupku

Semoga kita bisa berhasil dan tetap menjadi kebanggaan orang tua

Segenap keluarga yang selalu mendukungku selama ini

Terima kasih atas semua dukungannya


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dewinta Fenny Utami, penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 18 Mei 1992, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ujang Saad, SH dan Ibu Aprita. Penulis merasa sangat beruntung dan bersyukur karena dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang harmonis, kebahagiaan selalu tercurah untuk keluarga ini. Karena doa, dukungan dan semangat dari keluargalah penulis bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal inilah yang mendasari penulis untuk selalu berbakti dan mengutamakan keluarga.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Al-azhar II yang diselesaikan pada tahun 1998, lalu lanjut ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Perumnas Wayhalim Bandar Lampung lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 29 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007, dan dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta YP Unila Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010. Selanjutnya penulis diterima menjadi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Mandiri (UM).


(14)

Di sini penulis bisa mendapatkan pengalaman yang luar biasa karena bisa belajar secara langsung dan bisa menerapkan bidang ilmu penulis kepada masyarakat setempat.


(15)

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Kinerja Program Partnership Building dalam

penanggulangan bahaya narkotika (studi POLRES Lampung Tengah)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. ALLAH SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menciptakan siang dan malam yang selalu mengiringi hidup penulis, dan Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan inspirasi dalam kehidupan penulis.

2. Orang tuaku tercinta, anakmu ini mencoba memberikan yang terbaik untukmu. Betapa diri ini ingin melihat kalian bangga padaku. Betapa tak ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku. Terimakasih atas dukungan moril maupun materil untukku selama ini.kepada penulis. Papaku yang kubanggakan Ujang Saad, SH , Papa yang selalu menjadi sumber inspirasiku, makasih ya Pah buat pelajaran kesabaran yang sangat luar biasa,


(16)

Mamaku tersayang Aprita, sosok wanita hebat yang senantiasa berdoa bagi kesuksesan disetiap langkah anak-anaknya, yang selalu tiada henti mencurahkan kasih dan sayangnya kepada keluarga. Makasih ya Ma buat pelajaran keikhlasannya selama ini. Terima kasih ya Allah karena telah memberikan kedua orang tua yang hebat dan sangat luar biasa dalam hidupku. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan limpahan rahmat bagi kedua orang tua yang sangat kusayangi. Amiiin.

3. Adikku tersayang Billy Gesta Prasetya. Kehadiranmu menyempurnakan hidupku. Contoh yang baik-baik aja ya dek dari ses , yang buruk-buruknya jangan dicontoh. Semoga kedepannya kita bisa berhasil dan tetap menjadi kebanggaan orang tua.

4. Keluarga besar ku tersayang (kakek-nenek,om-tante,sepupu-sepupu) yang selalu memberikan semangat dihidupku dalam menyelesaikan skripsi ini dan untuk om Erson Towi yang senantiasa memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

7. Rahayu Sulistiowati, S.Sos., M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran, bimbingan, pengarahan, saran serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan proses akademik .


(17)

masukan dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Dr.Novita Tresiana, S.Sos. M.Si selaku dosen pembahas yang telah memberikan kritik, saran ,dan masukan yang baik serta memberikan perhatiannya kepada penulis

10. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNILA, Bu Yayuk, Bu Meli, Bu Novita, Pak Noverman, Bu Devi, Pak Bambang, Bu Dewi, Pak Simon, Pak Syamsul,Pak Nana, Pak Fery,Pak Eko dan Bu Dian.. Terima kasih atas segala ilmu yang telah bapak ibu berikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah penulis peroleh selama perjalanan di kampus dapat menjadi bekal yang berharga untuk kehidupan penulis ke depannya.

11. Bu Nur sebagai staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis dan administrasi di jurusan.

12. Pihak-pihak informan yang bersedia meluangkan waktunya dan memberikan data kepada penulis serta seluruh pihak informan yang telah memberikan izin penelitian serta memberikan informasi, masukan, dan kerjasamanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

13. Untuk sahabat ku Atika Anggeriyani terimakasih karena selalu meluangkan waktu nya untuk mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu direpotkan oleh penulis untuk menemani dan membantu selama proses bimbingan skripsi ini hingga selesai. Dan juga untuk kedua sahabat ku Agitia Nabilla dan Kurnia Puspa Dewi terimakasih sudah menjadi sahabat yang baik bagi


(18)

14. Untuk sahabat-sahabat ku sedari awal perkuliahan Hanny Mutiara , Maritha Septiana dan Nurul Anninda yang selalu menemani dan membantu penulis selama menjalani dunia perkuliahan sampai menyelesaikan Skripsi ini Serta Jian Renata yang menemani disaat proses skripsi ini dan Semoga keinginan kita untuk wisuda bareng terkabul ya. Aminn

15. Untuk teman-teman “Aduselon” Ilmu Administrasi Negara angkatan 2010. . Astria Noviana , Karina Aprilita, Nona Veronika, Pandu Pamungkas, Shela Rohisti, Corie Maharani, Mery Asnida, Shari Putri, Nuzul Liliana terimakasih atas kesabaran memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Teman-teman ANE010 yang lainnya, Maya, Indah, Bunga mayang,Bunga janati , Ali Samsu , Triyadi, Desmon, Abdu.Begg, Fadri, Satria, Uyung, Rofi, , Gideon, Hady, Aden, Loy, Bogel, Tian, Lussy, Indah Putri , Dora, Gery, Ade, Anjas,Jody, Daus, Cita, Dita dan temen-temen ANE 010 yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terimakasih atas segala bentuk kebahagiaan yang kalian berikan selama ini. Keep contact guys!

16. Untuk senior-seniorku yang banyak membantu peneliti, baik saat kuliah maupun saat menunggu dosen pembimbing, Mba Ipeh, Mba Fanny , Mba Kiki ,Mba Regina, Kak Edo , Bang Brow.Kak Adi,bang fahmi Serta adik tingkat Aliza puspita,emi,dkk semoga kalian selalu diberi kelancaran menjalankan perkuliahan Dan Untuk semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih karena telah menjadi keluarga dan menjalin kebersamaan di Jurusan Ilmu Administrasi Negara UNILA.


(19)

persatu. Terima kasih semuanya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 21 Juli 2014 Penulis

Dewinta Fenny Utami NPM. 1016041088


(20)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia telah lebih dari setengah abad membangun peradaban dan perilakunya dengan berlandaskan kemandirian budaya bangsa yang berideologi pancasila dan UUD 1945. Dalam perjalanannya saat ini, banyak halangan yang menghambat dan harus ditanggulangi.Salah satu masalah yang merambah sejak tahun 1960 adalah berkembangnya penyalahgunaan narkotika. Proses penyelesaian tersebut telah ditetapkan bahwa ancaman bahaya penyalahgunaan Narkotika adalah merupakan ancaman Nasional yang perlu ditanggulangi sedini mungkin. Ancaman bahaya penyalahgunaan maupun peredaran gelap narkotika yang dapat menjadi penghambat bagi kelancaran pembangunan sumber daya manusia di Indonesia .

Kata Narkotika berasal dari kata Narcosis yang berarti narkose atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang membiuskan. Dalam pengertian lain, Narkotika adalah zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral. Menurut UU RI No 35 tahun 2009 tentang jenis-jenis Narkotika yang dimaksud dengan Narkotika adalah Candu, Morphine, Heroin, Ganja, Kokain, dan Narkotika Semi Sintetis dan Sintetis. Narkotika semi sintetis merupakan hasil proses yang


(21)

bahan-bahannya dimodifikasi zat kimia yang terdapat dalam opium,sedangkan narkotika sintetis sebagai hasil produksi laboratorium yang pembuatannya sepenuhnya dari bahan kimia seperti methadone, meperidine (pethidine). Narkotika banyak sekali macamnya, ada yang berbentuk cair, padat, serbuk, daun-daun.

Dampak negatif penyalahgunaan narkotika, Menurut definisi di atas, bahwa narkotika, jika disalahgunakan, sangat membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental manusia. Bahkan, pada pemakaian dengan dosis berlebih atau yang dikenal dengan istilah over dosis (OD) bisa mengakibatkan kematian. Di balik dampak negatif, narkotika juga memberikan dampak yang positif dalam bidang kedokteran jika digunakan sebagaimana mestinya, terutama untuk menyelamatkan jiwa manusia dan membantu dalam pengobatan, sehingga narkotika memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kondisi sekarang ini menunjukan bahwa dunia adalah sebuah arena kompetisi yang luas, dimana persaingan dari masing-masing bangsa untuk menjadi bangsa yang terbaik. Untuk menjadi pemenang maka setiap bangsa harus senantiasa mengembangkan potensi dan sumber daya yang dimilikinya untuk dapat bersaing dengan bangsa lain, menghadapi kondisi seperti ini maka upaya untuk senantiasa mengembangkan kemampuan bangsa mempertahankan hidupnya (ketahanan bangsa) adalah sebuah keharusan, tanpa kemampuan tersebut sebuah bangsa akan kalah dan mati. Secara langsung maupun tidak langsung akan dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Menyimak dari Pembukaan UUD 1945 “ Pemerintah Indonesia yang melindungi


(22)

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan social” Dari sinilah Sendi-sendi ketahanan bangsa akan berwujud dalam

bentuk: ketahanan ideology, ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan budaya, ketahanan hankam. Dari enam ketahanan tersebut akan menjadikan sendi ketahanan bangsa yang akan menciptakan karakter bangsa yang kuat dengan sendirinya meningkatkan ketahanan bangsa. Ketahanan bangsa yang kuat adalah modal dasar pembangunan.

Pengaruh penyalahgunaan narkotika terhadap karakter dan ketahanan bangsa berdampak negative yakni menghancurkan ketahanan bangsa/nasional, ketahanan daerah, keluarga dan ketahanan pribadi, narkotika bisa membuat hedonisme dan ideologi kebebasan tanpa batas, menurunnya patriotisme, nasionalisme dan semangat hankam bela negara, akibat narkotika malas berusaha, menurunkan produktifitas ekonomi, meningkatnya kriminalitas, dan lain-lain. Pelaku penyalahgunaan narkotika akan bersifat apatisme, patron politik kotor, dalam bidang sosial budaya menyebabkan dekadensi moral. Sehingga berakibat secara luas kepada bangsa, bangsa indonesia menjadi bangsa yang malas, bangsa yang tidak mampu berpikir,bangsa yang tidak memiliki kepribadian bangsa karena telah tercerabut dari karakter Pancasilanya sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lemah dan kalah (loser), melihat kondisi ini maka penyalahgunaan narkotika harus menjadi musuh bersama dan harus dinyatakan perang terhadap Penyalahgunaan Narkotika demi kelangsungan hidup bangsa.


(23)

Selama kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi salah satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran Narkotika yang berdimensi internasional untuk tujuan-tujuan komersial. Untuk jaringan peredaran Narkotika di negara-negara Asia, Indonesia diperhitungakan sebagai pasar (market-state) yang paling prospektif secara komersial bagi sindikat internasioanl yang beroperasi di negara-negara sedang berkembang. Meningkatnya jumlah penyalahgunaan Narkotika dari tahun ke tahun tentunya tidak bisa dianggap masalah yang ringan, tetapi perlu dianggap serius agar penanggulangannya juga bisa dilakukan secara serius.

Secara umum diakui bahwa permasalahan penyalahgunaan narkotika di Indonesia sangatlah kompleks, baik dilihat dari penyebabnya maupun penanganannya. Bila dilihat dari penyebab terjadinya, penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor – faktor tersebut antara lain faktor letak geografi Indonesia, faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya.

Dilihat dari letak geografi, Indonesia memang sangat beresiko menjadi sasaran pengedar Narkotika karena terletak di antara dua benua dan dua samudra. Di samping itu juga karena negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak pelabuhan yang memudahkan jaringan gelap dalam mengedarkan narkotika. Dari faktor ekonomi, keuntungan yang berlipat dari bisnis narkotika menyebabkan semakin maraknya bisnis ini di negeri kita. Untuk faktor kemudahan memperoleh Narkotika, saat ini di Indonesia narkotika bisa dengan mudah diperoleh baik di


(24)

tempat umum melalui para pengedar gelap dan serta di tempat – tempat tertentu seperti diskotik yang banyak menawarkan dan menipu si korban agar mau mencoba dengan cara awalnya diberikan gratis dengan dalih pertemanan atau ingin menolong mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Menurut Kusumanto dan Saifun dalam Yongky, 2003. Faktor keluarga juga turut berperan dalam maraknya penyalahgunaan narkotika, akibat tuntutan kebutuhan hidup, kedua orang tua harus bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga. Hal tersebut juga didukung oleh Hawari (2002) yang menyatakan bahwa alasan remaja menyalahgunakan narkotika adalah karena kehidupan keluarga yang tidak harmonis, orang tua yang terlalu sibuk dan untuk lari dari masalah yang sedang dihadapi. Kurangnya contoh teladan dari orang tua dan kurangnya nilai disiplin di rumah membuat anak-anak cenderung bebas melakukan apa saja. Faktor lain yang juga menjadi penyebab banyaknya penyalahguna Narkotika adalah pola hidup masyarakat, akibat gaya hidup yang cenderung individualistis, saat ini kepedulian diantara anggota masyarakat terhadap anggota masyarakat lainnya menjadi sangat berkurang. Hal-hal tersebut membuat remaja akhirnya terjerumus kepada penyalahgunaan narkotika.

Menurut Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung, perkembangan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Lampung setiap waktu semakin berkembang dengan pesat dan pada saat ini telah memasuki masa yang sangat mengkhawatirkan terutama bagi perkembangan masa depan generasi muda. Jumlah kasus yang terungkap oleh pihak aparat keamanan cenderung terus meningkat, dengan jumlah korban pengguna yang semakin beragam, baik dari segi umur, latar belakang pendidikan, ataupun latar belakang pekerjaan. Lembaga


(25)

pemasyarakatan di Lampung 80 persen diisi narapidana kasus penyalahgunaan narkotika, baik sebagai bandar, pengedar, kurir, maupun pengguna.

Letak geografis wilayah Propinsi Lampung,yang strategis khususnya wilayah Kabupaten Lampung Tengah, memungkinkan pelaku-pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan diwilayah ini, sehingga aparat kepolisian dalam hal ini Kepolisian Resort (Polres) Lampung Tengah beserta jajarannya memerlukan kiat-kiat khusus dan inovasi untuk dalam rangka mengatasi meminimalkan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Polres Lampung Tengah sejalan dengan UU No. 2 Tahun 2002 pasal 13 tentang Kepolisian RI yang menyatakan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Permasalahan penyalahgunaan narkotika sangatlah kompleks dan melibatkan berbagai faktor dalam penanganan kasus penyalahgunaan Narkotika di wilyah hukum Polres Lampung Tengah ini dapat di lihat 5 tahun terakhir dari Januari 2009 sampai dengan Agustus 2013 telah menangani 122 kasus penyalahgunaan narkotika.

Tabel. 1.1. Jumlah Penyalahgunaan Narkotika Lampung Tengah Periode Tahun 2009 s/d Tahun 2013

No Tahun Jumlah Penyalahgunaan Narkotika

1. 2009 26 Kasus 2. 2010 17 Kasus 3. 2011 14 Kasus

4. 2012 33 Kasus

2013 32 Kasus

Jumlah 122 Kasus


(26)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Kepala Satuan Reserse Narkotika Polres Lampung Tengah (AKP Ujang Saad, S.H.) 12 November 2013 yang mengatakan dalam satu hari saja seorang pengedar bisa mendapatkan uang yang sangat banyak karena harga Narkotika itu mahal. Satu pil ekstasi saja harganya rata rata 150.000 rupiah. Disamping faktor keuntungan, faktor sulitnya mendapatkan pekerjaan dan gaya hidup yang serba konsumtif juga merupakan faktor penyebab yang mendorong seseorang menjadi pengedar Narkotika.

Bahkan Narkotika saat ini bisa ditemukan di kamar kos mahasiswa. Peredaran Narkotika dan obat-obatan terlarang khususnya di Lampung Tengah mulai marak ini terbukti pada 3 Juni lalu Satnarkotika Polres Lampung Tengah mengungkap kasus penyalahgunaan Narkotika tidak hanya pada kaum remaja tetapi juga melibatkan seorang calon anggota legislatif yang tertangkap di kamar nomor 209 Hotel Wisata, Kelurahan Bandarjaya Timur , ditangkap karena kedapatan memiliki satu paket sabu-sabu senilai Rp.400 ribu berikut alat pengisap (bong). (Sumber : Lampost, edisi 21 Juli 2013).

Upaya pemberantasan narkotika sudah sering dilakukan, namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkotika dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus Narkotika. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkotika pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi narkotika.


(27)

Narkotika adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkotika bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang sehingga mencari solusi penanggulangannya melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas lokal adalah sangat penting dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkotika dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkotika dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima. Anak-anak membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya narkotika atau juga mengurangi dampak dari bahaya pemakaian narkotika dari orang lain.

Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkotika adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age oriented) karena hingga saat ini para pencandu narkotika tersebut pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Menyadari tingginya kasus dan potensi perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia melalui Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung bersama-sama dengan Kepolisian Daerah Lampung terus berupaya keras melakukan pencegahan dalam rangka mengatasi penyalahgunaan Narkotika di wilayah hukum Kepolisian Daerah Lampung secara umum dan daerah Lampung Tengah secara khusus.

Untuk dapat melakukan pencegahan yang efektif adalah melalui penanggulangan masalah narkotika secara terintegrasi, terpadu, terarah, berencana dan berkelanjutan yang tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) SAT RES


(28)

Narkotika POLRES Lampung Tengah Tahun 2013 yang melalui Patnership Building diwujudkan dalam bentuk Program Lidik/Sidik Tindak Pidana Narkotika dan Program-Program BINLUH (Pembinaan dan Penyuluhan). Kepolisian membentuk program Kemitraan (Patnership Building ) berdasarkan dalam Skep Kapolri/737/X/2005, kepolisian membentuk Polmas mencangkup dua unsur yakni Perpolisian dan masyarakat dari tingkat Polsek sampai Polres.

Partnership building dimaksudkan sebagai kegiatan membangun kemitraan polisi-masyarakat dalam mewujudkan Kamtibmas. Sebagai strategi mencapai partnership building maka implementasi Polmas menekankan kemitraan polisi-masyarakat dalam menyelesaikan setiap permasalahan Kamtibmas. Sehingga harapan bahwa perang melawan narkotika hanya dapat dicapai melalui upaya pencegahan yang terpadu dan terencana dengan partisipasi seluruh masyarakat sebagai mitra (Patnership Building) Polres Lampung Tengah dalam pencegahan narkotika di wilayahnya dapat memberikan tingkat kepuasan terhadap rasa aman dan keadilan diharapkan semakin baik, tuntutan masyarakat akan melebar pada manajemen rasa aman dan adil yang akuntabel, transparan dan patuh rule of law dapat terpenuhi. Adanya konsep partispasi publik menurut Conyers (1991) memberikan tiga alasan utama sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal, (2) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk proyek dan merasa memiliki proyek tersebut, (3) Partisipasi merupakan hak


(29)

demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan ). Oleh karena itu sebuah Kinerja program Partnership Building dalam penanggulangan bahaya narkotika diperlukan nya sebuah partisipasi publik dalam melaksanakan sebuah program dalam penanggulangan bahaya narkotika sehingga dengan adanya keterlibatan dari publik sendiri sebuah pembangunan institusi Polri bisa berkinerja dengan baik .

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih mendalam dan mengangkatnya dalam sebuah penelitian, serta menuangkannya dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul Kinerja Program Partnership Building Dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika Di Polres Lampung Tengah

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kinerja program Partneship Building dalam penanggulangan bahaya narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Lampung Tengah ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan nilai Kinerja Program institusi Polres Lampung Tengah dalam mengatasi Penyalahgunaan Narkotika melalui Program Patnership Building


(30)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran,informasi dan pengetahuan bagi studi Ilmu Administrasi negara mengenai Kinerja Program dalam mengatasi penyalahgunaan Narkotika 2. Secara praktis dengan adanya gambaran kinerja mampu mengoreksi dan

mengupayakan perbaikan-perbaikan pada institusi dan memberikan informasi-informasi yang bermanfaat bagi Institusi Kepolisian Lampung Tengah dalam meningkatkan kinerja Program dalam mengatasi penyalahgunaan Narkotika


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebijakan Publik

Friedrich dalam Agustino (2012:7) mendefinisikan kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,kelompok,atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hamabatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Dye mendefinisikan kebijakan publik dalam Subarsono (2013:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public is whatever goverments choose to do or not to do), Konsep ini dimaksudkan (1). Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah,bukan organisasi swasta, (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah .

Dari definisi-definisi diatas, penulis memilih definisi kebijakan publik menurut Anderson dalam Agustino (2012:7) mengatakan kebijakan publik dalam bukunya Publik Policy Making adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang dikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau


(32)

sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan 1. Konsep Kebijakan Publik

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implentation and Publik Policy) yang dikutip oleh Agustino (2012:139) mendefiniskan Implementasi Kebijakan Sebagai :

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar dalam bentuk

undang-undang , namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasi nya”,

Sedangkan menurut Van Metter dan Van Horn (1975) mendefinisikan kebijakan sebagai tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Dari dua definisi diatas tersebut diketahui kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan , dan (3) adanya hasil kegiatan. (Agustino,2012:139)

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas


(33)

atau kegiatan,sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan Tujuan atau sasaran dari kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Lester dan Stewart Jr (2000:104) yang dikutip oleh Agustino (2012:139) mereka mengungkapkan implentasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih .

2. Model Implementasi

Menurut teori implementasi kebijakan Donald Van Metter dan Carl Van Horn dalam Agustino (2012:141), terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi


(34)

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena itu sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan dari atas (top down) yang


(35)

sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebtuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. (Agustino, 2008: 141-144)

Menurut teori implementasi kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Agustino (2012:144), variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan pada proses implementasi dapat dikategorikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukaran teknis


(36)

b. Keberagaman perilaku yang diatur

c. Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki 2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat

Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai

b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan c. Ketetapan alokasi sumber dana

d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana

f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang

g. Akses formal pihak-pihak luar

3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi implementasi a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi

b. Dukungan publik

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimilikikelompok masyarakat

d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana (Agustino 2008:144-148)


(37)

Menurut teori implementasi kebijakan George C. Edward III dalam Agustino (2012:149), terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a. Transmisi b. Kejelasan c. Konsistensi 2. Sumber Daya

Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a. Staf b. Informasi c. Wewenang d. Fasilitas 3. Disposisi

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi adalah:

a. Pengangkatan birokrat b. Insentif

4. Struktur Birokrasi

Menurut teori implementasi kebijakan Merilee S. Grindle dalam Agustino (2008:154), terdapat dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan


(38)

publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok

b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik, juga menurut Grindle, amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy (1980:5).

1. Content of Policy menurut Grindle adalah:

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) b. Type of Benefits (tipe manfaat)

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

e. Program Implementer (pelaksana program)


(39)

2. Context of Policy menurut Grindle adalah:

a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat.

b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa)

c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana)

Dari penjelasan beberapa teori diatas mengenai implementasi kebijakan publik maka pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan publik dari Donald Van Metter dan Carl Van Horn. Pada model ini terdapat enam variabel yang saling berkaitan yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi sosial politik (Agustino, 2012).

C. Perspektif New Public Management.

Konsep New Public Management ini dapat dipandang sebagai suatu konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah, dengan konsep seperti inilah maka Christopher Hood dari Londong School of Economics (1995) dalam (Thoha, 2008:75) mengatakan bahwan New Public Management mengubah cara-cara dan model birokrasi publik yang tradisional kearah cara-cara dan model bisnis privat dan perkembangan pasar. Cara-cara legitimasi birokrasi publik untuk menyelamatkan prosedur dari diskresi administrasi tidak lagi dipraktikan oleh New Public Management dalam birokrasi pemerintah.


(40)

Konsep New Public Management mengenalkan konsep-konsep yang biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis dan sektor privat. Inti dari konsep ini adalah untuk mentransformasikan kinerja yang selama ini dipergunakan dalam sector privat dan bisnis ke sektor publik. Slogan yang terkenal dalam perspektif konsep baru dalam New Public Management ini adalah mengatur dan mengendalikan pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur dan mengendalikan bisnis. Isu berikutnya yang berkembang tidak hanya membatasi pada bagaimana mentransformasikan kinerja sektor bisnis ke sektor pmerintahan, malainkan lebih jauh dari itu yakni New Public Management sudah menjadi suatu model normative, yang ditandai dengan meninjau kembali peran administrator publik, peran dan sifat dari profesi administrasi, dan mengapa serta bagaimana sebaiknya kita bertindak dan berperan.

Menurut Thoha (2008:26) tema pokok dalam New Public Management antara lain bagaimana menggunakan mekanisme pasar dan terminology di sektor publik. Bahwa dalam melakukan hubungan antar instansi-instansi pemerintah dengan pelanggannya dipahami sama dengan proses hubungan transaksi yang dilakukan oleh mereka dunia pasar, dengan mentransformasikan kinerja pasar seperti ini maka dengan kata lain akan mengganti kebiasaan kinerja sektor publik dari tradisi berlandaskan aturan dan proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat menjadi orientasi pasar, dan dipicu untuk berkompetisi sehat.

Dalam konsep New Public Management semua pimpinan didorong untuk menemukan cara-cara baru dan inovatif untuk memperoleh hasil yang maksimal atau melakukan privatisasi terhadap fungsi-fungsi pemerintah, dengan demikian


(41)

kunci dari New Public Management adalah sangat menitikberatkan pada mekanisme pasar dalam mengarahkan program-program publik. Pengaturan seperti ini termasuk upaya melakukan kompetisi di dalam instansi pemerintah dan unit-unit lintas batas bagi sektor organisasi yang berorientasi profit maupun nonprofit.

Jonathan Boston dalam Thoha,(2008:76) menyebutkan bahwa pusat perhatian dan doktrin New Public Management itu pada intinya, yaitu:

1. Lebih menekankan pada proses pengelolaan dari pada perumusan kebijakan 2. Perubahan dari penggunaan kontrol masukan ke penggunaan ukuran-ukuran

yang bisa dihitun terhadap output dan kinerja target.

3. Devolusi manajemen control sejalan bersama dengan pengembangan mekanisme system pelaporan, monitoring, akuntabilitas baru.

4. Disagregrasi struktur birokrasi yang besar menjadi struktur instansi yang kuasai otonomi secara khusus melakukan pemisahan antara fungsi-fungsi komersial dengan yang nonkomersial.

5. Menggunakan preferensi untuk kegiatan privat seperti privatisasi, system kontrak sampai dengan penggunaan sistem penggajian dan renumerasi yang efektif dan efisien.

Seiring dengan pendapat Jonathan Boston, Donald Kettle (2002) dalam (Thoha, 2008:75) menyebutkan dengan ”the global public management reform” yang memfokuskan enam hal berikut ini :

1. Bagaimana pemerintah bisa menemukan cara untuk mengubah pelayanan dari hal yang sama dan dari dasar pendapatan yang lebih kecil.


(42)

2. Bagaimana pemerintah bisa menggunakan insentif pola pasar untuk memperbaiki patologi birokrasi.

3. Bagaimana pemerintah bisa menggunakan mekanisme pasar untuk memberikan kepada warga Negara alternative yang luas untuk memilih bentuk dan macam pelayanan publik, atau paling tidak pemerintah bisa mendorong timbulnya keberanian untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada warganya.

4. Bagaimana pemerintah bisa membuat program yang lebih responsive. Bagaimana pemerintah bisa melakukan desentralisasi responsibilitas yang lebih besar dengan memberikan kepada manajemen terdepan insentif untuk memberikan pelayanan.

5. Bagaimana pemerintah bisa menyempurnakan kemampuan untuk membuat dan merumuskan kebijakan.

6. Bagaimana pemerintah bisa memusatkan perhatiannya pada hasil dan dampaknya ketimbang perhatiannya pada proses dan struktur.

Prinsip-prinsip the Old Public Administration dilaksanakan dalam birokrasi pemerintah, lain halnya dengan prinsip-prinsip atau pokok-pokok pemikiran dari New Public Management, salah satu pengaplikasiannya adalah reinventing government yang merupakan pemikiran pembarukan administrasi Negara dengan memadukan prinsip-prinsip bisnis dalam birokrasi pemerintah. Dimana terdapat 10 prinsip menurut Osborne (Thoha, 2008:78) yaitu :

1. Catalytic Government: steering rather than rowing

Pemerintah harus mengambil peran sebagai katalisator dalam memenuhi/memberikan pelayanan publik dengan melalui cara merangsang


(43)

sektor swasta, pemerintah lebih berperan sebagai pengarah. Pemerintahan katallis merupakan fungsi yang mampu memisahkan sebagai pengarah dengan fungsi sebagai pelaksana.

2. Community-Owned Government (Pemerintah Milik Masyarakat)

Pemerintah yang dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat akan ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keputusan tersebut. pemerintah milik masyarakat mengalihkan wewenang control yang dimilikinya ke tangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah

3. Competitive Government (Pemerintah yang kompetitif)

Pemerintah menumbuhkan semangat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan melalui persaingan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Mereka memahami bahwa kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk memaksa badan atau birokrasi pemerintah melakukan perbaikan.

4. Mission-Driven Government (Pemerintahan yang digerakkan oleh Misi) Tugas-tugas yang dilaksanakan aparat pemerintah lebih berorientasi kepada misi.Pelaksanaan program harus lebih fleksibel. Mereka mengharuskan setiap badan pemerintah untuk mempunyai misi yang jelas, kemudian memberikan kebebasan kepada pemimpin untuk mnemukan cara terbaik mewujudkan misi tersebut dalam dabat legal dan sah.


(44)

5. Result Oriented government (Pemerintah Berorientasi pada hasil)

Pemerintah yang menekankan pada hasil menekankan pentingnya untuk berorientasi pada hasil atau kinerja yang dicapai.Para pimpinan organisasi pemerintah mengukur kinerja instansi pemerintah, menetapkan target, memberi imbalan kepada instansi-instansi pemerintah yang mencapai atau melebihi target kinerja yang diharapkan dengan menggunakan anggaran untu mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan dengan bentuk besarnya anggaran.

6. Customer-Driven Government (Pemerintah Berorientasi pada Pelanggan) Pemerintah melayani kebutuhan masyarakat atau member pelayanan kepada masyarakat.Pemerintah harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya baik kuantitas atau kualitas kepada masyarakat. Pimpinan organisasi pemerintah melakukan survei kepada pelanggan apa yang diinginkan dan dibutuhkan ketika berhubungan dengan instansi pemerintah.

7. Enterprising Government (Pemerintahan Wirausaha)

Pemerintah harus pandai menghasilkan dana (menggali sumber dana) bukan hanya pandai dalam menghabiskan dana. Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar menghabiskan anggaran, melainkan juga menghasilkan uang. Pemerintah memanfaatkan dana usaha dan inovasi untuk mendorong agar dapat meningkatkan produktifitas sumber-sumber ekonomi yang rendah kearah peningkatan produktifitasnya.

8. Anticipatory Government (Pemerintahan Antisipatif)

Pemerintah harus berorientasi pada masa depan. Pemerintah tidak hanya mengatasi masalah-masalah yang akan muncul dimasa depan. Mereka


(45)

mnggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.

9. Decentralized Government (Pemerintahan Desentralisasi)

Pemberian pelayanan kepada masyarakat dengan proses melalui tingkatan-tingkatan yang banyak tidak efektif dan efisien serta menyebabkan ketidakpuasan. Sistem desentralisasilah yang efektif dan efisien.Pemerintah desentralisasi mendorong

D. Tinjauan Tentang Kinerja Program 1. Kinerja Program

Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance. Menurut Moeheriono (2012: 95) Kinerja atau performace merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Kinerja dapat dikatakan adalah sebuah hasil kerja sesorang didasari oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta motivasi yang dapat dianggap prestasi dari seseorang atau kelompok serta lembaga yang dinilai baik oleh orang lain atau lembaga lainnya.


(46)

Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.

Sedangkan yang di maksud Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Atau dengan kata lain Program adalah semua kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan (Moeheriono,2012: 95).

Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai:

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.


(47)

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.

Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Charles O. Jones, 1996:295).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja program adalah sebuah hasil kerja yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta motivasi yang dapat dianggap prestasi dari seseorang atau kelompok serta lembaga yang memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Yang dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kreteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan oleh lembaga atau organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi atau lembaga tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolok ukur keberhasilannya.(Moeheriono 2012).

Sehingga Kinerja Program menurut perspektif New Public Mangemen (by Hood, 1991), dikatakan bahwa Kinerja Program adalah:

1. Lebih berfokus pada manajemen, bukan kebijakan.

2. Adanya standar yang jelas dan dilakukannya pengukuran terhadap kinerja program yang dicapainya.


(48)

3. Penekanan yang lebih besar pada pengendalian atas hasil (output), bukan pada prosedur.

4. Pergeseran ke arah adanya tingkat persaingan yang lebih besar didalam sektor pelayanan publik.

5. Penekanan pada pengembangan pola-pola manajemen sebagaimana yang dipraktikan pada sektor swasta untuk mendukung perbaikan kinerja dalam pelayanan publik.

6. Adanya pergeseran ke arah pemecahan ke dalam berbagai unit organisasi yang lebih kecil dalam sektor pelayanan publik.

7. Penekanan yang lebih besar pada disiplin dan parsimony dalam penggunaan sumber daya.

2. Pengukurun Kinerja Program

Yang dapat di simpulkan Kinerja Program menurut New Public Management adalah aktivitas manajemen, penilaian kinerja dan efisiensi, bukan pada kebijakan; Dimana menurut Moeheriono (2012: 97), Kinerja Program tersebut dapat diukur dari:

1. Menetapkan tujuan dan sasaran serta strategi organisasi atau lembaga, dengan menetapkan secara umum apa yang diinginkan, oleh organisasi atau lembaga sesuai dengan tujuan, visi, dan misinya.

2. Merumuskan indikator kinerja, dan ukuran kerja, yang mengacu pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama (cricital success factors) dan indicator kinerja kunci (key performance indicator).


(49)

3. Menukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat di implementasikan ,dengan membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organiasi atau lembaga.

Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada organisasiseberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

E. Tinjauan Tentang Kepolisian 1. Pengertian Polisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) Polisi sebagai kata kerja merupakan (1) badan pemerintah yg bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yg melanggar undang-undang dsb); (2) anggota badan pemerintah (pegawai negara yg bertugas menjaga keamanan dsb). Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman,dan memberikan perlindungan kepada masyarakat (Raharjo,2009:111). Selanjutnya Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban (Rahardjo, 2009:117)


(50)

Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah kepolisian dalam Undang-undang ini mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Dalam Pasal 2 Undang-undang N0.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat.

Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan( Sadjijono, 2008: 52- 53). Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


(51)

2. Tugas Polisi

Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memberikan keamanan dan ketertiban masyaraka b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13 Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Untuk mendukung tugas pokok tersebut di atas, polisi juga memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) Undang–Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.

3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum : melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.


(52)

6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa

7. Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.

9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi/ atau pihak berwenang.

11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.

12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. (Pasal 14 ayat (1) Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia)

Dari tugas-tugas polisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya tugas polisi ada dua yaitu tugas untuk memelihara keamanan, ketertiban, menjamin dan memelihara keselamatan negara, orang, benda dan masyarakat serta mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan negara. Tugas ini dikategorikan sebagai tugas preventif dan tugas yang kedua adalah tugas


(53)

represif. Tugas ini untuk menindak segala hal yang dapat mengacaukan keamanan masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penanggulangan kasus narkotika polisi melakukan tindakan preventif yakni dengan cara menindak tegas pelaku penyalahgunaan narkotika didasarkan peraturan perundangan-undangan dan KUHAP/KUHP serta tindakan represif yakni tindakan pencegahan, penekanan penyalahgunaan narkotika melalui Program pengawasan dan pembinaan dalam bentuk program Binluh sebagaimana yang telah di tetapkan dalm RKT (Rencana Kerja Tahunan) Satnarkoba Polres lampung Tengah tahun 2013.

3. Wewenang Polisi

Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, polisi memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;


(54)

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu (Pasal 15 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Adapun wewenang yang dimiliki kepolisian untuk menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana menurut Pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan.

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

e. Melakukan pemeriksaan – pemeriksaan surat.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.


(55)

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan.

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum.

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab (Pasal 16 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

F. Tinjauan Tentang Narkotika 1. Pengertian Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif). (UU No. 22 Tahun 1997). WHO sendiri memberikan definisi tentang narkotika adalah narkotika merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan memengaruhi fungsi fisik dan/atau psikologi (kecuali makanan, air, atau oksigen).


(56)

Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2005:5), yang dimaksud dengan narkotika atau narkoba dalah bahan /zat/obat/yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak / susunan syaraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, phsikis dan fungsi social karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (defendensi).

Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya adiksi/ketergantungan obat (ketagihan).

Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal. Lama-lama pengguna obat menjadi kebiasaan, setelah biasa menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini berakhir menjadi ketergantungan, merasa tidak dapat hidup tanpa Narkotika.


(57)

2. Golongan-Golongan Narkotika

Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:

1. Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat di gunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat toinggi menimbulkan ketergantungan, Contohnya : Heroin,Cocain,Ganja , Shabu , Extacy , LSD , Opium.

2. Narkotika Golongan II

Narkotika ini adalah yang berhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan therafi dan pengembangan ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan ketergantungan Contohnya : Morfin , Petidin 3. Narkotika Golongan III

Narkotika jenis ini yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan Therafi dan pengembangan Ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan

Contohnya : Codein , Bufrenofin.

3. Efek Penggunaan Narkotika

Banyak orang beranggapan bagi mereka yang sudah mengkonsumsi mar secara berlebihan beresiko sebagai berikut :

1. Sebanyak 60% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung dalam Narkotika mengganggu


(58)

sistem kekebalan tubuh mereka sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.

2. Sebanyak 20% orang beranggapan bahwa pengguna Narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat.

3. Sebanyak 15% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kontrol bagi si pemakainya, karena setelah mengkonsumsi Narkotika. Zat-zat yang terkandung di dalamnya langsung bekerja menyerang syaraf pada otak yang cenderung membuat tidak sabar dan lepas kontrol.

4. Sebanyak 5% orang beranggapan bahwa Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam Narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.

4. Jenis-Jenis Narkotika Yang Disalahgunakan Tabel 2.1 Jenis-Jenis Narkotika

No Nama Zat Kandungan

1. 2. 3. 4. Zat Adiktif Zat Psikotropika

Obat Perangsang (Stimulan)

Ekstasi atau methylenedioxy amphetamine (MDMA)

1. Zat (stimulant) (zat

Pendorong/perangsang aktifitas) ,bentuk Terpentine, lem karet, thinner, spray aerosol

2. obat perangsang (stimulan), obat penekansusunan saraf pusat (depresan), dan obat halusinasi 3. - amphetamine atau turunannya

(ekstasi dan shabu-shabu)

4. zat kimia turunan amphetamine yang memiliki reaksi yang lebih

kuat dibandingkan dengan


(59)

5

6.

7.

Shabu-shabu

Obat Penekan Saraf Pusat (Depresan)

Halusinogen (Obat bHalusinasi)

Narkotika :

1. Ganja (Mari uana)

2. M orfin

3. Heroin

4. Kokain .

5. Salah satu turunan amphetamine yang lain adalah metamphetamine yang memiliki rumus kimia C10H15N.saraf

6. Diazepam (valium), nitrazepam (mogadon), luminal, dan pil KB. Di Indonesia para pengedar menamakan obat-obatan ini sebagai pil koplo.

7. Obat jenis halusinogen adalah obat yan jika dikonsumsi dapat

menyebabkan timbulnya

halusinasi. Halusinogen paling terkenal adalah lysergic acid diethylamide

.

1. bahan obat penenang dan

penghilang rasa sakit. Kandungan

zat kimia

delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) 2. berasal dari tanaman opium atau

candu. Opium mentah

mengandung 4–21 % morfin 3. Heroin atau diamorfin adalah jenis

obat analgesik (penahan nyeri) yang kuat dan merupakan turunan sintetis dari morfin.

4. Tanaman coca (Erythroxylon coca) yang banyak tumbuh di Pegunungan Andes, Amerika Selatan, menghasilkan daun yang

mengandung senyawa kimia

alkaloid yang bernama kokain dan senyawa-senyawa turunan yang sejenis.


(60)

Tabel 2.2 Narkotika Dan Bentuknya

No Nama Zat Asal/Bentuk

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9. P UTAW

PT, bedak, putih, Brown Sugar, Benana, Smaek, Horse, Hammer, Snow White Brown.

KOKAIN

Nama : Charlie, Nosc Candy, Snow, Coke

GANJA

Nama : Ganja, cimeng, gelek, daun, rumput, jayus, jum, barang, marihuana, bang bunga, ikat, labang, hijau

EKSTASI

Nama : Kancing, XTC, Inex, Adam, Hug-Drug, Essence, Disco, Biscuits, Venus, Yupie, Butterfly, Elektrix, Gober, Beladin SHABU-SHABU (Methyl – Amphetamin) Nama : Ubas, SS, Mecin

HALUSINOGEN

Nama : LSD (Lysergic Diethyl Amid), Magic Mushroom (jamur tahi kuda/sapi), STP (Serenity, Tranquility, Peace)

HIPNOTIKA/ SEDATIVA (Obat Tidur, Obat Penenang)

Nama : Metaqualon (Mandrax), Flunitrazepam (Rohyp), Clona Zepam (RIV), Nitra Zepam (pil koplo, pil anjing, dum, BK, MG). ALKOHOL

Nama : Etanol atau Ethyl Alkohol

Jenis : Bir, wiski, gin, vodka, martini, brem, arak, ciu, saquer, tuak, johny walker (topi miring), black and white (kam-put, kambing putih)

INHALANSIA dan SOLVEN

Nama : Lem karet, aerosol spray, aceton, gas N2O2, pelumas, thinner, turpentine.

1. Bentuk : Seperti bedak berwarna putih, rasa pahit, terdapat paket hemat, dijual sebesar ujung kuku/ibu jari dalam kemasan kertas

2. Asal : Daun (tanaman Erythrro –

Xylon Coca)

Bentuk : Serbuk putih, kadang dicampur

dengan beberapa macam zat

berbahaya,“DrugCocktail”

3. Bentuk : Daun kering atau dalam bentuk rajangan kering, dimasukkan

dalam amplop.

Jenis-jenis : Stick, daun atau tembakau, 4. Bentuk : Pil, serbuk,

kapsul.

5. Bentuk : Bubuk atau Kristal,Jenis : Gold silver, coconut, crystal, blue ice, 6. Nama : LSD (Lysergic Diethyl Amid), Magic Mushroom (jamur tahi kuda/sapi), STP (Serenity, Tranquility, Peace)

7. Bentuk : Pil,serbuk,kapsul

8.Bentuk : Cairan, berupa minuman

9. Bentuk : Cairan, gas


(61)

G. Narkotika Sebagai Persoalan Publik

Efek penyalahgunaan Narkotika menurut Direktorat Pelayanan dan rehabilitasi Sosial , Departemen Sosial Republik Indonesia (2001:12-13), efek atau bahaya penyalahgunaan narkotika dapat di kelompokan menjadi :

1. Bahaya terhadap pemakai meliputi:

a. Narkotika/psikotropika mampu merubah kepribadian si korban secara drastis seperti berubah menjadi pemurung, pemerah bahkan melawan terhadap siapapun.

b. Menimbulkan sifat masa bodoh sekalipun terhadap dirinya sendiri, seperti tidak lagi memperhatikan sekolah, rumah, pakaian, tempat tidur, dan sebagainya.

c. Semangat bekerja memiliki menjadi demikian menurun dan suatu ketika bisa saja si korban bersikap seperti orang gila karena reaksi dari penggunaan narkotika/psikotropika tersebut.

d. Tidak lagi ragu untuk melanggar norma-norma masyarakat, hukum, agama, karena pandangannya terhadap hal-hal tersebut menjadi sedemikian longgar.

e. Tidak segan-segan meyiksa diri sendiri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan sifat ketergantungan obat bius, yang pada puncaknya dapat menyebabkan kematian.

2. Bahaya terhadap keluarga meliputi :

a. Tidak lagi menjaga sopan satun di rumah bahkan melawan kepada orang tua dan tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan bilamana maksud keinginannya tidak terpenuhi.


(62)

b. Kurang menghargai harta milik yang ada di rumah seperti mengendarai kendaraan tanpa perhitungan, rusak atau menjadi hancur sama sekali. c. Mencemarkan nama keluarga karena ulah perbuatannya.

d. Menghabiskan biaya yang cukup besar untuk perawatan dan pemulihan.

3. Bahaya terhadap lingkungan masyarakat meliputi :

a. Tidak segan-segan melakukan tindak pidana seperti mencuri milik orang lain yang ada disekitarnya demi memperoleh uang untuk membeli narkoba.

b. Menganggu ketertiban umum, seperti mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi.

c. Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum dan tidak merasa menyesal apabila melakukan kesalahan.

4. Bahaya terhadap bangsa dan Negara meliputi :

a. Rusaknya generasi muda pewaris bangsa yang seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet sebagai generasi penerus.

b. Hilangnya rasa patriotisme cinta dan bangga, terhadap bangsa dan Negara Indonesia, yang pada gilirannya akan memudahkan pihak-pihak lain mempengaruhi untuk menghancurkan bangsa dan Negara.


(1)

Dengan demikian maka secara keseluruhan pendapat serta hasil pengamatan serta wawancara peneliti terhadap semua komponen informan dan objek yang diteliti oleh peneliti dapat dinyatakan bahwa : Kinerja Program Partnership Building Kepolisian Polres Lampung Tengah Dalam Rangka Penanggulangan Bahaya Narkotika, bersama BNP, BNK dan Dinas Pendidikan serta Organisasi Masyarakat dan Pemuda di Kabupaten Lampung Tengah dalam bentuk: Polmas (Polisi Masyarakat), Pembinaan dan Penyuluhan terhadap (Binluh Pelajar, Mahasiswa, Karang Taruna dan tokoh masyarakat serta organisasi lainnya), Satgas Anti Narkoba, Telepon Online dan Under Cover Buy.

Semua program Partnership Building Kepolisian Polres Lampung Tengah ini menurut Kapolres Kepolisian Resort Lampung Tengah AKBP. Yulias. SIK, telah dapat dirasakan manfaatnya dalam mendukung tugas-tugas dari Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Tengah dibuktikan selama tahun 2013 ada 21 kasus penyalahgunaan narkotika diungkap oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Tengah adalah berdasarkan kemitraan (partnership Building) antara Polres Lampung Tengah khususnya Satuan Reserse Narkoba dengan anggota masyarakat, Polmas, OKP, Karang Taruna, Pelajar dan mahasiswa serta stake holder lainnya yang selama ini mendapatkan pembinaan serta kemitraan dalam Kinerja Program Patnership Building Polres Lampung Tengah Dalam Rangka Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika.


(2)

Tabel 5.3 Daftar Jumlah Kasus yang di ungkap melalui Kinerja Program Patnership Building Polres Lampung Tengah tahun 2013:

No Bulan Jumlah Kasus Penanganan Keterangan

1 Januari 6 Proses Hukum

2 Februari 5 Proses Hukum

3 Maret 5 Proses Hukum

4 April 5 3 Proses Hukum 2 Rehabilitasi

J U M L A H 21 19 Proses Hukum 2 Rehabilitasi

Sumber : Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Tengah

Berdasarkan data Satuan Reserse Polres Lampung Tengah maka diketahui bahwa setelah dilaksanakan Program Partnership Building dalam bentuk: Polmas (Polisi Masyarakat), Pembinaan dan Penyuluhan terhadap (Binluh Pelajar, Mahasiswa, Karang Taruna dan tokoh masyarakat serta organisasi lainnya), Satgas Anti Narkoba, Telepon Online dan Under Cover Buy terdapat peningkatan jumlah pengungkapan kasus selama tahun 2013 dari jumlah 60 Kasus Penyalahgunaan Narkotika terdapat 21 kasus menyalahgunakan narkotika, di ungkap oleh adanya Kinerja Program Patnership Building Polres Lampung Tengah dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan Narkotika di masyarakat.


(3)

Berdasarkan Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi sebagaimana yang dikatakan oleh Moeheriono(2012;115) bahwa Penetapan indikator kinerja menurut Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Lembaga Administrasi Negara adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah di tetapkan organisasi dengan indikator kinerja berupa: spesifik yang jelas, dapat diukur secara objektif, relevan dengan tujuan dan sasaran yang akan di capai, dan tidak biasa

Berdasarkan indikator kerja tersebut, maka metode penilaian Kinerja yang di pakai dalam menilai keberhasilan Kinerja Program Patnership Building dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika di wilayah Polres Lampung Tengah menggunakan Metode Catatan Prestasi. Yang menurut Moeheriono(2012;142) Metode Catatan Prestasi ini digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seseorang profesional selama satu tahun.

Metode Catatan Prestasi ini dapat dilihat dari Kinerja Program Partnership Building dalam Penanggulangan Bahaya Narkotika di wilayah Polres Lampung Tengah selama tahun 2013 dari jumlah 60 Kasus Penyalahgunaan Narkotika terdapat 21 kasus menyalahgunakan narkotika, di ungkap oleh adanya Kinerja Program Patnership Building Polres Lampung Tengah dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan Narkotika di masyarakat.

Dengan demikian maka secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa Kinerja Program Partnership Building Kepolisian Polres Lampung Tengah yang dilaksanakan antara Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Tengah dengan masyarakat untuk mengatasi bahaya penyalahgunaan narkotika mencapai hasil BAIK , terbukti dengan semakin banyaknya pengungkapan kasus penyalahgunaan


(4)

narkotika di masyarakat Kabupaten Lampung Tengah yang berhasil di ungkap karena adanya peran serta masyarakat yang telah terbina melalui Polmas (Polisi Masyarakat), Bina Mitra, Pembinaan dan Penyuluhan (Binluh) yang diberikan kepada Pelajar, Mahasiswa, Karang Taruna, Tokoh masyarakat serta organisasi lainnya, juga termasuk Satgas Anti Narkoba, serta melalui beberapa Trobosan Kreatif dalam bentuk Telepon Online dan Under Cover Buy yang dilakukan oleh Satuan Reserse Narkotika Polres Lampung Tengah dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Agustino,2012 dasar-dasae kebijakan publik: Bandung; Alfabeta Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen. Bandung : Rosda Karya

Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset

Hawari D (2002). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2012)

Organisasi Kesehatan Sedunia (1991). Menanggulangi Ketagihan Obat dan Alkohol; Pedoman bagi petugas Kesehatan Masyarakat Dengan petunjuk untuk pelatih, Penerbit ITB Bandung

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka . Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 1998, Mengkaji Kembali Peran dan Fungsi Polri dalam Masyarakat di Era Reformasi, makalah Seminar Nasional tentang Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi

Robins, Stephen P., 2005, Perilaku Organisasi, P.T Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta

Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju


(6)

Suradi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE

Suryani (2006). Persepsi Remaja Tentang Pelaksanaan Penyuluhan Narkoba di Jatinangor. Inpress

Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrai Publik Kontemporer. Jakarta

Tresiana, Novita 2013.Metodelogi penelitian Kualitatif. Bandar Lampung. Universitas lampung

Yongki (2003). Narkoba, Pendekatan Holistik : Organobiologik, psikoedikasional dan psiko sosial budaya

Peraturan Perundang-Undangan :

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Undang-Undang Kepolisian RI.

Undang – Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 7 tahun 2008, tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam penyelenggaraan Tugas Polri.

Panduan Pelatihan Polmas untuk anggota Polri, tahun 2006

Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Website :

Lampung Post, Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang di Lampun Tengah Edisi Rabu 31 Juli 2013. (Diakses Pada Tanggal 12 Oktober 2013, Pukul 21.34 WIB)

Kompas. Prinantyo. Ditunggu, Komitmen Pemerintah Baru Perangi Narkoba. Edisi 29 Juli 2013. (Diakses Pada Tanggal 12 Oktober 2013, Pukul 21.49 WIB). Panduan Pelatihan Polmas untuk anggota Polri, tahun 2006 (Diakses Pada Tanggal 15 Mei 2014,Pukul 19.40)

Ilmu Kepolisian dan Dinamika Masyarakat, Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis PTIK ke-53. (Diakses pada tanggal 15 Mei 2014,pukul 22.05)

Kajian Ilmu Kepolisian, Partnership Governance Reform in Indonesia 23-24oktober2001.(Diakses pada tanggal 17 Mei 2014, pukul 10.45)

Djamin, Awaloedin, 1999, Menuju Polri Mandiri yang Profesional, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia( diakses pada tanggal 17 Mei 2014 13.00)