Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan Makan dan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung

(1)

HUBUNGAN ADEKUASI HEMODIALISIS DENGAN ASUPAN MAKAN DAN INDEKS MASSA TUBUH PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG Oleh

EASY ORIENT DEWANTARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

Relation between Hemodialysis Adequacy with Food Intake and Body Mass Index of Patients with Chronic Renal Failure Undergoing Hemodialysis at

Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung

By

Easy Orient Dewantari

Hemodialysis adequacy is an indicator of the adequacy in patient’s hemodialysis dosage. Hemodialysis patients at risk for protein-energy malnutrition due to food intake is less and can be detected by measurement of body mass index.

The purpose of this study was to determine the relation between hemodialysis adequacy with food intake and body mass index of patient with chronic renal failure undergoing hemodialysis. Research design using cross-sectional method which used consecutive sampling involving 43 participants who have inclusion-exclusion criteria. Collecting data about hemodialysis adequacy using natural logarithm formulas (Kt/V), food intake using Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) and nutritional status using body mass index. Normality test used is Shapiro-Wilk (n<50) and the Pearson correlation test (p>0.05) to determine the relation between variables.

Result, respondent’s mean aged was 45.95 ± 8.059 years comprised 51.2% men and 48.8% women, mean of hemodialysis duration 26.12 ± 29.56 months. By using Pearson correlation, there was significant positive correlation between hemodialysis adequacy and energy intake (p=0.000, r=0.524), protein intake (p=0.000, r=0.530) dan there was significant negative correlation between hemodialysis adequacy with body mass index (p=0.015 r=0.367).

Keywords: Hemodialysis adequacy, energy intake, protein intake, body mass index


(3)

ABSTRAK

Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan Makan dan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di

RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung

Oleh

Easy Orient Dewantari

Adekuasi hemodialisis merupakan indikator penentuan kecukupan dosis pada pasien hemodialisis. Pasien hemodialisis beresiko mengalami malnutrisi energi-protein akibat asupan makan yang kurang dan dapat dideteksi dengan pengukuran indeks massa tubuh.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional menggunakan consecutive sampling dengan 43 responden yang memenuhi kriteria inkusi-ekslusi. Dilakukan pengumpulan data mengenai adekuasi hemodialisis berdasarkan rumus natural Kt/V, asupan makan menggunakan form Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) dan status gizi menggunakan indeks massa tubuh. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk (n<50) dan uji korelasi Pearson (p>0.05) untuk mengetahui hubungan antar variabel.

Dari hasil penelitian didapatkan responden berumur rerata 45.95 ± 8.059 tahun terdiri dari 51.2% pria dan 48.8% wanita, dan lama menjalani hemodialisis rerata 26.12 ± 29.56 bulan. Dengan uji Pearson didapatkan korelasi positif yang bermakna antara adekuasi hemodialisis dengan asupan energi (p=0.000, r=0.524), asupan protein (p=0.000, r=0.530) dan didapatkan korelasi negatif yang bermakna antara adekuasi hemodialisis dengan indeks massa tubuh (p=0.015 r=0.367). Kata Kunci: Adekuasi hemodialisis, asupan energi, asupan protein, indeks massa tubuh


(4)

Nama Mahasiswa

No. Pokok Mahasiswa

:

1018011055

:

KedoKeran

PASIEN GAGAL GINTAL

HEMODIAUSIS DI RSUD ABDUL MOELOEK BANDAR IAMPUNG

:

Easy

Orient Dewanbri

lii riLi,i

l:l ,li MENY.ETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. NIP

. Achmad Taruna, SP.PD., FINASIM 9570909 198403 1 003

dr. Dian Isti Angraini, MPH NIP 1983ffi18 2€n8012 00s


(5)

1.

MENGESAHKAN

Tim Penguji

Ketua

:

dr. H. Achmad Taruna, Sp.PD., RNASIM

Sekretaris

Penguji

Bukan Pembimbing

:

dr. Pad DilanggA,

SP.P

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 31 Desember 2013

:

dr. Dian

Isti Angraini,

MPH


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Ginjal Kronik ... 7

1. Definisi ... 7

2. Etiologi ... 8

3. Klasifikasi ... 8

4. Patofisiologi ... 9

5. Terapi ... 10

B. Hemodialisis ... 11

1. Definisi ... 11

2. Prinsip Kerja ... 11

C. Adekuasi Hemodialisis ... 13

1. Definisi ... 13

2. Tujuan ... 13

3. Dosis. ... 14

4. Penghitungan ... 16

D. Status Gizi ... 18

1. Definisi ... 18

2. Tujuan ... 20

3. Pengukuran ... 20

4. Asupan Makan ... 22

a. Asupan Energi ... 22

b. Asupan Protein ... 23

c. Penilaian Asupan Makan ... 24

d. Penghitungan Zat Gizi... 26


(7)

vi

F. Kerangka Konsep ... 29

G.Hipotesis ... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 30

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

1. Waktu Penelitian ... 30

2. Tempat Penelitian... 30

C. Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel Bebas ... 31

2. Variabel Terikat ... 31

D. Definisi Operasional ... 31

E. Populasi dan Sampel ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 32

3. Teknik Pengambilan Sampel... 33

4. Besar Sampel ... 33

F. Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 34

G.Instrumen Penelitian ... 35

H.Alur Penelitian... 36

I. Etika Penelitian ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 38

1. Karakteristik Responden ... 38

2. Profil Adekuasi Hemodialisis ... 40

3. Profil Asupan Energi ... 41

4. Profil Asupan Protein ... 41

5. Profil Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 42

6. Normalitas Data ... 42

7. Hasil Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Energi 44 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Protein 45 9. Hasil Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan IMT ... 45

B. Pembahasan ... 46

1. Karakteristik Responden ... 46

2. Profil Adekuasi Hemodialisis ... 48

3. Profil Asupan Energi dan Korelasinya dengan Adekuasi Hemodialisis 50

4. Profil Asupan Protein dan Korelasinya dengan Adekuasi Hemodialisis 52 5. Profil Indeks Massa Tubuh dan Korelasinya dengan Adekuasi Hemodialisis ... 56

C. Keterbatasan Penelitian ... 59

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik ... 8

2. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO untuk populasi Asia ... 21

3. Definisi Operasional ... 31

4. Rata-Rata Usia ... 38

5. Distribusi Berdasarkan Usia ... 39

6. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

7. Rata-Rata Lama Menjalani Hemodialisis ... 39

8. Rata-rata Durasi Hemodialisis ... 39

9. Durasi Hemodialisis ... 40

10. Adekuasi Hemodialisis ... 40

11. Distribusi Berdasarkan Adekuasi Hemodialisis ... 40

12. Nilai Asupan Energi ... 41

13. Distribusi Berdasarkan Asupan Energi ... 41

14. Nilai Asupan Protein ... 41

15. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein ... 41

16. Nilai Indeks Massa Tubuh ... 42

17. Distribusi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 42

18. Uji Normalitas Data Saphiro-Wilk... 43

19. Uji Normalitas Data Adekuasi Hemodialisis dengan Saphiro-Wilk ... 43

20. Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Energi... 44

21. Distribusi Pasien berdasarkan Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Energi ... 44

22. Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Protein ... 45

23. Distribusi Pasien berdasarkan Adekuasi Hemodialisis dan Asupan Protein ... 45

24. Uji Korelasi Pearson Adekuasi Hemodialisis dan IMT ... 45


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 28

2. Kerangka Konsep Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan Energi dan Protein dan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik .... 29

3. Alur Penelitian ... 36

4. Unit Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. H. Abdul Moeloek ... 79

5. Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek ... 79

6. Mesin Hemodialisis ... 80

7. Cairan Dialisat ... 80


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Inform Consent ... 70

2. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire ... 72

3. Data Responden ... 75

4. Uji Statistik ... 77

5. Foto Penelitian ... 79


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal ginjal terminal) (Suwitra, 2010). Di Amerika Serikat, pada tahun 2008 insiden gagal ginjal kronik mencapai 547.982 penderita, dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya (Obrador & Brian, 2012). Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2010).

Data tahun 2010 menunjukkan 59% kematian di Indonesia disebabkan penyakit tidak menular, yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar yaitu salah satunya penyakit gagal ginjal kronik. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia mencapai angka 20% (Balitbangkes, 2010).


(12)

Gagal ginjal adalah keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuan fungsionalnya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price & Wilson, 2006). Gagal ginjal sendiri merupakan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan pengganti ginjal yang tetap, berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2010).

Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Hemodialisis adalah suatu proses menggunakan mesin HD dan berbagai aksesorisnya dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dializer (Price & Wilson, 2006). Menurut Clinical Practice Guideline on Adequacy of Hemodialysis, kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi hemodialisis, yang merupakan dosis yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat sebagai manfaat dari proses hemodialisis yang dijalani oleh pasien gagal ginjal (NKF-K/DOQI, 2000).

Terdapat hubungan yang kuat antara adekuasi hemodialisis dengan morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal. Pourfarziani et al. (2008) menyatakan bahwa ketidak adekuatan hemodialisis yang dapat dinilai dari bersihan urea yang tidak optimal akan mengakibatkan peningkatan progresivitas kerusakan fungsi ginjal, sehingga morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal makin meningkat.


(13)

3

Menurut Konsensus Hemodialisis Pernefri (2003) adekuasi hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan sekali. Adekuasi diukur secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V atau Urea Reduction Rate (URR). Kt/V merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisis dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh pasien, yang menunjukkan keefektifan hemodialisis dalam membersihkan toksin-toksin sisa metabolisme. Sedangkan URR adalah persentasi dari ureum yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan hemodialisis (Eknoyan et al., 2000; Cronin & Henrich, 2010; Jindal & Chan, 2006).

Target Kt/V yang ideal adalah 1,2 (URR 65%) untuk pasien hemodialisis 3 kali/minggu selama 4 jam setiap kali hemodialisis, dan 1,8 untuk pasien hemodialisis 2 kali/minggu selama 4-5 jam setiap kali hemodialisis. Secara klinis hemodialisis dikatakan adekuat bila keadaan umum penderita dalam keadaan baik, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin panjang. (Pernefri, 2003). National Kidney Foundation (2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisis adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.

Hemodialisis yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab penting terjadinya malnutrisi (Locatelli et al., 2002). Pemeriksaan status gizi secara teratur pada pasien hemodialisis dianggap penting dan dapat mendeteksi kejadian malnutrisi secara dini. Pasien hemodialisis beresiko mengalami malnutrisi terutama malnutrisi energi protein. Prevalensi malnutrisi diperkirakan sebesar 18-75%


(14)

pada pasien hemodialisis. Malnutrisi dapat meningkatkan resiko terjadinya morbiditas dan mortalitas (Gunes, 2013). Pasien yang menjalani hemodialisis regular sering mengalami malnutrisi, inflamasi, dan penurunan kualitas hidup sehingga memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal (Lina, 2008).

Status gizi seseorang dapat diperoleh melalui informasi subyektif yang meliputi riwayat medis dan penilaian diet secara kuantitatif dan kualitatif, dan informasi obyektif yang terdiri dari pemeriksaan fisik dan klinis, pengukuran antropometrik (berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, lebar siku, ketebalan lipatan kulit, lingkar lengan bagian tengah-atas), dan pengukuran laboratorium (status protein, penanda-penanda hematologis, status besi, status mineral, status vitamin, status lipid, penunjuk-penunjuk fungsi imun) (Rospond, 2008; Supariasa dkk., 2002).

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Taruna dkk. (2013) di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar protein serum dengan adekuasi hemodialisis.

Pemahaman yang benar mengenai adekuasi hemodialisis dan hubungannya dengan asupan makan serta indeks massa tubuh pasien dapat mengarahkan pada pencegahan dan penurunan resiko kemungkinan terjadinya malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Di Indonesia, penelitian mengenai hal ini masih terbatas. Pada penelitian ini, penulis ingin meneliti


(15)

5

bagaimana hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Tujuan khusus.

a. Mengetahui sebaran responden berdasarkan usia, jenis kelamin, lama menjalani hemodialisis dan durasi hemodialisis.

b. Mengetahui nilai adekuasi hemodialisis responden berdasarkan rumus Logaritma Natural Kt/V.

c. Mengetahui jumlah asupan energi dan protein responden menggunakan form Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ).


(16)

d. Mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT) responden berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti, menambah pengetahuan tentang penyakit gagal ginjal kronik terutama mengenai hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Institusi kesehatan dan institusi terkait, sebagai sumber informasi mengenai adekuasi hemodialisis, asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan hubungannya.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Ginjal Kronik

1. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Brenner & Lazarus, 2012). Kriteria penyakit ginjal kronik adalah:

a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)

b. Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73 m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2010).


(18)

2. Etiologi

Penyebab PGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia menurut Penefri tahun 2003 adalah:

a. Glomerulonefritis 46,39% b. Diabetes Mellitus 18,65% c. Obstruksi dan infeksi 12,85% d. Hipertensi 8,46%

e. Sebab lain 13,65%

Penyebab lain adalah: infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipersensitif, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, gangguan metabolisme, nefropati toksik, nefropati obstruksi dan intoksikasi obat.

3. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut (KDIGO, 2012): Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m²) G1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 G2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89 G3a Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan-sedang 45 – 59 G3b Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang-berat 30 – 44

G4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29 G5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis


(19)

9

4. Patofisiologi

Patofisiologi awalnya tergantung dari penyakit yang mendasari dan pada perkembangan lebih lanjut proses yang terjadi hampir sama. Adanya pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor sehingga menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Keadaan ini diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa dan pada akhirnya akan terjadi penurunan fungsi nefron secara progresif. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal yang dipengaruhi oleh growth factor Transforming Growth Factor β (TGF-β) menyebabkan hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas. Selain itu progresifitas penyakit ginjal kronik juga dipengaruhi oleh albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Price & Wilson, 2006)

Stadium awal penyakit ginjal kronik mengalami kehilangan daya cadangan ginjal (renal reverse) dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat dan dengan perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai adanya peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, masih belum ada keluhan atau asimptomatik tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum pada pasien. Pada LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan seperti nokturia,


(20)

lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan dan setelah terjadi penurunan LFG dibawah 30% terjadi gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan juga mudah terjadi infeksi pada saluran perkemihan, pencernaan dan pernafasan, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu hipovolemia, hipervolemia, natrium dan kalium. Pada LFG kurang dari 15% merupakan stadium gagal ginjal yang sudah terjadi gejala dan komplikasi yang lebih berat dan memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2010).

5. Terapi

Terapi untuk penyakit penyebab tentu sesuai dengan patofisiologi masing-masing penyakit. Pencegahan progresivitas penyakit ginjal kronik bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain restriksi protein, kontrol glukosa, kontrol tekanan darah dan proteinuria, penyesuaian dosis obat-obatan dan edukasi. Pada pasien yang sudah mengalami penyakit ginjal dan terdapat gejala uremia, hemodialisis atau terapi pengganti lain bisa dilakukan (Brenner & Lazarus, 2012).


(21)

11

B. Hemodialisis

1. Definisi

Hemodialisis (HD) adalah suatu proses menggunakan mesin HD dan berbagai aksesorisnya dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dializer (Price & Wilson, 2006). Hemodialisis ini bertujuan untuk mengeluarkan zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dari dalam darah

dan mengeluarkan air yang berlebihan (O’callaghan, 2009).

2. Prinsip Kerja

Prinsip kerja fisiologis dari hemodialisis adalah filtrasi, difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Filtrasi adalah proses lewatnya suatu zat melalui filter untuk memisahkan sebagian zat itu dari zat yang lain. Difusi merupakan proses perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan larutan berkonsentrasi rendah sampai tercapai kondisi seimbang melalui membran semipermeabel. Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu, visikositas dan ukuran dari molekul. Osmosis terjadi berdasarkan prinsip bahwa zat pelarut akan bergerak melewati membran untuk mencapai konsentrasi yang sama di kedua sisi, dari daerah dengan konsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi. Dengan ini zat-zat terlarut tidak ikut melewati membran. Ini merupakan proses pasif. Saat darah dipompa melalui dialiser maka membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga


(22)

tekanan diruangan yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik tersebut maka cairan dapat bergerak menuju membran semipermeabel. Proses ini disebut dengan ultrafiltrasi (O’callaghan, 2009).

Ada tiga komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis yaitu alat dialyzer, cairan dialisat dan sistem penghantaran darah. Dialyzer adalah alat dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan dialisat dalam kompartemen-kompartemen di dalamnya, dengan dibatasi membran semi permeabel (Depner, 2005).

Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk menarik limbah-limbah tubuh dari darah. Sementara sebagai buffer umumnya digunakan bikarbonat, karena memiliki risiko lebih kecil untuk menyebabkan hipotensi dibandingkan dengan buffer natrium. Kadar setiap zat di cairan dialisat juga perlu diatur sesuai kebutuhan. Sementara itu, air yang digunakan harus diproses agar tidak menimbulkan risiko kontaminasi (Septiwi, 2010).

Sistem penghantaran darah dapat dibagi menjadi bagian di mesin dialisis dan akses dialisis di tubuh pasien. Bagian yang di mesin terdiri atas pompa darah, sistem pengaliran dialisat, dan berbagai monitor. Sementara akses juga bisa dibagi atas beberapa jenis, antara lain fistula, graft atau kateter. Prosedur yang


(23)

13

dinilai paling efektif adalah dengan membuat suatu fistula dengan cara membuat sambungan secara anastomosis (shunt) antara arteri dan vena. Salah satu prosedur yang paling umum adalah menyambungkan arteri radialis dengan vena cephalica, yang biasa disebut fistula Cimino-Breschia. (Carpenter & Lazarus, 2012).

C. Adekuasi Hemodialisis

1. Definisi

Adekuasi hemodialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisis yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (NKF-K/DOQI, 2000).

2. Tujuan

Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai efektivitas tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa (Septiwi, 2010). Chen et al. (2012) melakukan penelitian prospektif selama 6 bulan pada 77 pasien dialisis, dan hasil menunjukan bahwa pasien yang dialisisnya adekuat memiliki perbaikan fungsi fisik yang signifikan dibanding dengan pasien yang dialisisnya inadekuat.


(24)

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Taruna dkk (2013) di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara pasien dengan hemodialisis yang adekuat dan inadekuat terhadap jumlah leukosit (p=0,027), hemoglobin (p=0,047), kalium (p=0,038) dan konsentrasi PCR (p=0,048) maupun total protein serum (69+4,63 p<0,0001) dan albumin (38+2,99; p= 0,047). Berdasarkan uji korelasi Pearson terbukti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar protein serum dengan adekuasi hemodialisis (r=0,2; p=0,0446).

3. Dosis

Hemodialisis yang tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium (Septiwi, 2010).

Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut (Pernefri, 2003; Daugirdas et al., 2007) :

a. Time of Dialisis

Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam per minggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam (Pernefri, 2003).


(25)

15

b. Interdialytic Time

Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisis 2 kali/minggu (Gatot, 2003).

c. Quick of Blood (Blood flow)

Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400 ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam (Septiwi, 2010).

d. Quick of Dialysate (Dialysate flow)

Adalah besarnya aliran dialisat yang menuju dan keluar dari dialiser yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai, sehingga perlu di atur sebesar 400-800 ml/menit dan biasanya sudah disesuaikan dengan jenis atau merk mesin. Daugirdas et al. (2007) menyebutkan bahwa pencapaian bersihan ureum yang optimal dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb), kecepatan aliran dialisat (Qd), dan koefisien luas permukaan dialiser.


(26)

e. Clearance of dialyzer

Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk membersihkan darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya membran. Luas membran berkisar antara 0,8-2,2 m². KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yang menunjukkan kemampuan untuk penjernihan ureum. Untuk mencapai adekuasi diperlukan KoA yang tinggi yang diimbangi dengan Qb yang tinggi pula antara 300-400 ml/menit (Septiwi, 2010).

f. Tipe akses vascular

Akses vaskular cimino (Arterio Venousa Shunt) merupakan akses yang paling direkomendasikan bagi pasien hemodialisis. Akses vaskular cimino yang berfungsi dengan baik akan berpengaruh pada adekuasi dialisis (Septiwi, 2010).

g. Trans membrane pressure

Adalah besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari -50 dan Pb harus lebih besar daripada Pd serta dapat dihitung secara manual dengan rumus: TMP=(Pb – Pd) mmHg (Pernefri, 2003).

4. Penghitungan

Hemodialisis dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan. Untuk itu, sebelum hemodialisis dilaksanakan harus dibuat


(27)

17

suatu peresepan untuk merencanakan dosis hemodialisis, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil hemodialisis yang telah dilakukan untuk menilai keadekuatannya. Adekuasi hemodialisis diukur secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V yang merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisis dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh pasien (Eknoyan et al., 2000; Cronin & Henrich, 2010; Jindal & Chan, 2006).

Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia adekuasi hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-15 jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisis 3 kali/minggu diberi target Kt/V 1,2, sedangkan pasien yang menjalani hemodialisis 2 kali/minggu diberi target Kt/V 1,8. K/DOQI (2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisis adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4. Penghitungan Kt/V dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Daugirdas sebagai berikut: (NKF-K/DOQI, 2000)

Kt/V = -Ln(R–0,008t)+(4–3,5R)x(BB pre dialisis–BB post dialisis) BB post dialisis

Keterangan:

K: Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit

Ln: Logaritma natural

R: Ureum post dialisis/Ureum pre dialisis t: lama dialisis (jam)


(28)

V: volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65% BB/berat badan dan wanita 55% BB/berat badan)

Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan sekali. Secara klinis hemodialisis dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin panjang.

D. Status Gizi

1. Definisi

Gizi dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses yang terlibat dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan. Gizi yang cukup dibutuhkan untuk pertumbuhan, perbaikan dan perawatan aktivitas-aktivitas dalam tubuh (Rospond, 2008).

Gizi yang tidak memadai dapat diakibatkan dari kurangnya makanan. Namun yang lebih umum, malnutrisi diakibatkan dari penggunaan nutrien yang tidak mencukupi oleh karena penyakit akut atau kronik dan perawatannya. Sebagai akibat dari malnutrisi, individu-individu terpapar pada resiko morbiditas dan mortalitas yang meningkat dari perubahan-perubahan pada fungsi organ akhir. Secara umum, keadaan defisiensi gizi dapat dikategorikan sebagai keadaan


(29)

19

yang melibatkan malnutrisi energi protein atau keadaan yang diakibatkan dari kekurangan mikronutrien (Rospond, 2008).

Nutrisi pada hemodialisis penting untuk menurunkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Gunes, 2013). Status gizi memiliki peran yang penting pada kualitas hidup pasien dialisis. Studi menekan bahwa ada hubungan antara parameter antropometri dan penanda nutrisi dengan adekuasi hemodialisis (Stolic et al., 2010).

Malnutrisi adalah faktor utama terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis. Penelitan di Kairo tahun 2005 melaporkan bahwa 20-60% pasien hemodialisis mengalami malnutrisi (Azar et al., 2007). Penelitian lain yang dilakukan pada pasien di rumah sakit Riyadh Al Kharj tahun 2004 menunjukan hasil bahwa 45% pasien yang memiliki BMI<23,6 menunjukan adanya resiko mortalitas yang tinggi (Al Makarem, 2004). Data dari konsensus Eropa juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara malnutrisi dengan adanya kormobiditas dan inflamasi pada pasien dialisis (Locatelli et al., 2002). Malnutrisi energi protein adalah komplikasi malnutrisi tersering pada pasien hemodialisis (Galland et al., 2001).

Penelitian Al-Saedy dan Al Kahichy (2011) pada 86 pasien hemodialisis di lima rumah sakit di Baghdad menunjukan bahwa dialisis dengan waktu 6,4±1,9 jam/minggu dengan nilai Kt/V 1,02±0,2 mengakibatkan malnutrisi


(30)

pada 63,5% pasien dengan 45,9% mengalami malnutrisi sedang dan 17,6% mengalami malnutrisi berat.

2. Tujuan

Tujuan-tujuan dari pengkajian status gizi adalah (Rospond, 2008):

a. Menyediakan data untuk mendesain rencana asuhan gizi yang akan mencegah dan atau mengurangi malnutrisi;

b. Menciptakan data patokan awal untuk mengevaluasi kebehasilan asuhan gizi;

c. Mengidentifikasi individu-individu yang kurang terawat atau berada pada resiko terbentuknya malnutrisi.

3. Pengukuran

Pengukuran status gizi didefinisikan oleh American Society of Enteral and Parenteral Nutrition sebagai “evaluasi komprehensif untuk mendefinisikan status gizi, termasuk riwayat medis, riwayat diet, pemeriksaan fisik, pengukuran-pengukuran antropometri dan data-data laboratorium”.

NKF-K/DOQI (2000) merekomendasikan pengukuran antropometri sebagai alat pengukur status gizi pasien hemodialisis. Pengukuran antropometri tersebut meliputi pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), Skinfold Thickness, dan Lingkar Lengan Atas (LLA).


(31)

21

Pengukuran berat badan dan tinggi badan dimaksudkan untuk mendapatkan data status gizi. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara alternatif untuk menentukan kesesuaian rasio berat:tinggi seorang individu. IMT mungkin lebih obyektif dalam keadaan obesitas, tetapi tidak dapat membedakan antara berat berlebih yang diproduksi oleh jaringan adiposa, muskularitas, atau edema (Balitbangkes, 2010; Supariasa dkk., 2002).

- Berat Badan

Berat badan yang diukur pada pasien hemodialisis adalah berat badan kering atau berat badan sesudah hemodialisis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kerancuan pengukuran akibat cairan yang terakumulasi saat predialisis.

- Tinggi Badan

Tinggi (atau perawakan) umumnya diukur dalam posisi berdiri untuk anak-anak berusia lebih dari 2 tahun dan orang dewasa.

- Indeks Massa Tubuh (IMT)

Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus:

Dengan batas ambang sesuai dengan Tabel 2. sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO untuk populasi Asia (Hartono, 2006).

Kategori Penjelasan IMT

Underweight

Normal

Overweight

Kekurangan BB

BB proporsional dengan TB Kelebihan BB

<18,5 18,5-23,0


(32)

4. Asupan Makan a. Asupan Energi

Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh, dan aktivitas fisik (Arisman, 2007).

Energi yang diperlukan oleh tubuh berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/gram (Baliwati, 2004 dalam Khairina, 2008).

Menurut NKF-K/DOQI (2000) asupan energi untuk pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah 35 kkal/kgBB/hari untuk pasien yang berusia kurang dari 60 tahun dan 30-35 kkal/kgBB/hari untuk pasien yang berusia 60 tahun atau lebih.

Asupan energi yang melebihi energi yang digunakan disimpan sebagai cadangan makanan dalam tubuh. Karbohidrat disimpan menjadi glikogen hati dan otot. Sedangkan lemak sebagai cadangan tenaga tubuh terbesar disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa (Rospond, 2008).


(33)

23

b. Asupan Protein

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh. Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan protein seseorang (Rospond, 2008).

Sumber makanan paling banyak mengandung protein berasal dari bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan (Arisman, 2007).

Merurut NKF-K/DOQI (2000) asupan protein untuk pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah 1,2 gram/kgBB/hari. Asupan protein yang tinggi pada pasien hemodialisis yang tinggi bertujuan untuk mengompensasi kehilangan protein sebanyak 10-12 gram tiap sesi hemodialisis.

Apabila asupan protein justru melebihi kebutuhan, maka protein akan disimpan oleh tubuh sebagai protein viseral dan protein somatik. Cadangan protein viseral meliputi protein plasma, hemoglobin, beberapa komponen pembekuan, hormon, dan antibodi. Cadangan protein somatik


(34)

meliputi cadangan pada otot rangka dan polos. Cadangan protein sangat penting untuk berbagai fungsi fisiologis dasar, sehingga berkurangnya cadangan protein berakibat pada berkurangnya fungsi tubuh yang esensial (Rospond, 2008).

c. Penilaian Asupan Makan

 Kuantitatif

Penilaian kuantitatif dapat diselesaikan lewat rekam makanan melalui metode mengingat kembali (Food Recall) 24-jam atau 3-hari. Food Recall 24-h diselesaikan melalui wawancara. Pewawancara harus memeriksa deskripsi lebih spesifik dari semua makanan dan minuman yang dikonsumsi, termasuk metode-metode memasak dan nama merk apabila memungkinkan (Rospond, 2008). Untuk mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan penggunaan URT. Sebaiknya Food Recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak berturut-turut. Apabila dilakukan satu kali, kurang dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa dkk., 2002)

 Kualitatif

Menurut Cameron & Van Staveren dalam Herviani (2004) Food Frequency Questionnaire (FFQ) merupakan metode atau cara kualitatif untuk menggambarkan frekuensi konsumsi per hari, minggu atau bulan. Metode FFQ yang telah dimodifikasi dengan


(35)

25

memperkirakan URT dalam gram dan cara memasak dapat dikatakan dengan metode yang kuantitatif (FFQ semi kuantitatif / SQFFQ). Metode FFQ san SQFFQ umumnya digunakan untuk survei konsumsi tingkat individu. Dalam metode ini, responden diminta untuk menjelaskan seberapa sering mengonsumsi setiap jenis makanan yang tercantum dalam kuesioner selama 1 bulan, 3 bulan atau 1 tahun terakhir dengan kemungkinan jawaban yaitu berapa kali per hari, berapa kali per minggu, berapa kali per bulan, berapa kali per 3 bulan, berapa kali per 6 bulan atau berapa kali per 1 tahun (Zuraida & Angraini, 2012).

Pada SQFFQ, skor zat gizi yang terdapat di setiap subyek dihitung dengan cara mengalikan frekuensi relatif setiap jenis makanan yang dikonsumsi yang diperoleh dari data komposisi makanan yang tepat (Van Steveren et al., 1986 dalam Gibson & Rosalind, 2005). Selain dapat mengetahui pola makan, metode ini dapat pula melihat asupan rata-rata responden (Zuraida & Angraini, 2012).

Interpretasi nilai gizi:

Kelebihan metode SQFFQ antara lain: relatif murah, sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak memerlukan latihan khusus


(36)

dan dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Kekurangan metode ini antara lain: membuat pewawancara bosan, dan responden harus jujur serta memiliki motivasi tinggi (Supariasa dkk., 2002).

Metode SQFFQ dapat membantu menghitung skor zat gizi berupa konsumsi karbohidrat, lemak, dan protein (Roselly, 2008). Berkaitan dengan malnutrisi energi protein yang terjadi pada pasien hemodialisis, maka penghitungan kecukupan energi protein dapat dilakukan dengan metode tersebut.

d. Penghitungan Zat Gizi

Riwayat asupan makan yang diperoleh secara kuantitatif maupun kualitatif dapat dihitung zat gizinya. Penghitungan zat gizi yang terkandung dalam bahan makanan dilakukan dengan menganalisis bahan makanan tersebut menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Adapun rumus penghitungan zat gizi yang terkandung dalam bahan makanan adalah sebagai berikut: (Zuraida & Angraini, 2012).

Angka kecukupan gizi (AKG) seseorang diperhitungkan berdasarkan kelompok umur dan berat badan. Namun untuk penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, NKF-K/DOQI (2000) menganjurkan


(37)

27

asupan energi sebesar 35 kkal/kgBB/hari dan asupan protein sebesar 1,2 gram/kgBB/hari sehingga apabila dikalikan dengan berat badan maka akan diperoleh angka kecukupan gizi masing-masing individu.

Setelah Angka Kecukupan Gizi (AKG) tiap-tiap individu ditentukan, maka Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) dapat ditentukan dengan membandingkan asupan zat gizi yang dimakan masing-masing individu terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang bersangkutan. Adapun rumus penghitungan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) individu sebagai berikut (Zuraida & Angraini, 2012):

Dari penghitungan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG), individu dapat

dikelompokkan menjadi Gizi Cukup (TKG ≥ 80%) dan Gizi Kurang


(38)

E. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori.

Pasien GGK Hemodialisis Adekuasi

Keadaan Umum Status Gizi Aktivitas fisik Fungsi Tubuh Kadar Ureum darah Berat Badan

Tinggi Badan Lebar Siku

Tebal Lipatan Lemak Lingkar Lengan Atas Kadar Ureum Waktu hemodialisis Berat Badan Informasi Obyektif Pemeriksaan Fisik dan klinis Antropometri Pemeriksaan Laboratorium

Indeks Massa Tubuh

Underweight Normal Overweight

Informasi Subyektif SQ FFQ Riwayat Medis Penilaian Diet Kuantitatif Kualitatif Asupan Makan


(39)

29

F. Kerangka Konsep

Variabel Bebas - Adekuasi hemodialisis

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan Makan dan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik.

G. Hipotesis

Terdapat hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Variabel Tergantung - Asupan Energi

- Asupan Protein


(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional untuk melihat hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian dan pengumpulan data akan dilakukan pada bulan Oktober– Desember 2013.

2. Tempat penelitian

- Pengambilan sampel dilakukan di Unit Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

- Pemeriksaan kadar ureum darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.


(41)

31

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Adekuasi hemodialisis berdasarkan perhitungan logaritma natural Kt/V. 2. Variabel terikat

- Asupan energi responden dengan menggunakan form SQFFQ. - Asupan protein responden dengan menggunakan form SQFFQ. - Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menilai status gizi responden. D. Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Operasional Skala

Variabel Bebas

Adekuasi hemodialisis Kecukupan dosis hemodialisis yang dicapai selama HD berlangsung dengan menggunakan rumus adekuasi hemodialisis (Kt/V)

Kt/V= -Ln (R-0,008t)+(4-3,5R) X (BB pre HD–BB pasca HD/BB pasca HD)

Keterangan:

K: Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit

Ln: Logaritma natural

R: Ureum post dialisis/Ureum pre dialisis t: lama dialisis (jam)

V: volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65% BB/berat badan dan wanita 55% BB/berat badan)

(Pernefri, 2003).

Numerik

Variabel terikat

Asupan Energi Rata-rata asupan energi responden per hari dalam satu minggu terakhir yang dinilai menggunakan form Semi

Quantitative Food Frequency


(42)

Questionaire (SQFFQ) (Herviani, 2004; Zuraida & Angraini, 2012).

Asupan Protein Rata-rata asupan protein responden per hari dalam satu minggu terakhir yang dinilai menggunakan form Semi

Quantitative Food Frequency

Questionaire (SQFFQ) (Herviani, 2004; Zuraida & Angraini, 2012).

Numerik

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Cara alternatif menentukan kesesuaian rasio berat badan dan tinggi badan untuk melihat keseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan gizi pasien. IMT=berat badan (kg)/tinggi badan kuadrat (m2)

(Rospond, 2008; Supariasa dkk., 2001).

Numerik

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Unit Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah subjek penelitian yang merupakan bagian dari populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi:


(43)

33

- Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin 2 kali per minggu minimal sudah menjalani tiga bulan di Unit Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Kriteria eksklusi:

- Usia kurang dari 18 tahun dan lebih dari 60 tahun. - Memiliki riwayat keganasan.

- Ditemukan adanya edema. 3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel didapatkan dengan cara consecutive sampling, artinya peneliti mengambil semua subjek yang ada berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah subjek minimal terpenuhi.

4. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan uji hipotesis terhadap penelitian analitik korelatif dengan variabel numerik yaitu: (Sastroasmoro, 2010)

Zα= Nilai standard normal yang besarnya tergantung pada tingkat kesalahan.


(44)

Zβ= Nilai standard normal yang besarnya tergantung pada tingkat kesalahan

β=0,20; maka Z=0,842, β sebesar 0,20. Nilai ini diambil karena penelitian

yang dilakukan masih jarang sehingga peneliti menentukan nilai kepercayaan yaitu 20%.

r= Korelasi yang nilainya 0,439 (Almakarem, 2004).

Hasil perhitungan tersebut ditambahkan 10%, sehingga: n= 38,4 + (38,4 x 10%)

= 38,4 + 3,84 = 42,24

Jadi sampel yang disertakan berjumlah 43 orang. F. Pengumpulan Data dan Analisis Data

Dilakukan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil meliputi berat badan pre dan post hemodialisis, tinggi badan, durasi hemodialisis, kadar ureum pre dan post hemodialisis dan asupan energi protein. Data sekunder yang diambil meliputi nama, usia, jenis kelamin dan lama menjalani hemodialisis dari rekam medik.

Data kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer menggunakan analisis statistik bivariat dan akan dilakukan uji korelasi Pearson bila sebaran


(45)

35

data normal, atau uji korelasi Spearman bila sebaran data tidak normal. Uji normalitas dilakukan menggunakan parameter Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan (p)>0,05 (Dahlan, 2010).

G. Instrumen Penelitian

Beberapa instrument yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Lembar data responden (identitas, lama menjalani hemodialisis, durasi hemodialisis, berat badan pre dan post hemodialisis, tinggi badan, indeks massa tubuh, kadar ureum pre dan post hemodialisis, adekuasi hemodialisis). 2. Lembar persetujuan menjadi responden.

3. Lembar Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). 4. Pengukur berat badan (timbangan).

5. Pengukur tinggi badan (mikrotois). 6. Data rekam medis.


(46)

H. Alur Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian.

Pengolahan dan penganalisaan data dengan program statistik yang tersedia

Penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan rumus dan hasil pengambilan data primer

Penghitungan asupan energi dan protein berdasarkan form SQFFQ dan daftar komposisi bahan makanan

Penghitungan nilai adekuasi hemodialisis berdasarkan rumus perhitungan logaritma natural Kt/V

Pengambilan data primer berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan pasien, durasi HD, kadar ureum pre dan post HD, dan asupan

energi protein.

Pengambilan data sekunder berupa nama, usia, jenis kelamin, lama menjalani HD dari rekam medik pasien

Jumlah sampel Penentuan sampel

Meminta izin

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi


(47)

37

I. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu sistem nilai normal, yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden, meliputi kebebasan adanya ancaman, kebebasan dari eksploitasi keuntungan dari penelitian tersebut, dan resiko yang didapatkan (Polit & Hurgler, 2005). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rerata usia responden adalah 45,95 tahun dengan responden terbanyak adalah laki-laki dan lama menjalani hemodialisis rata-rata adalah 26,12 bulan.

2. Rerata adekuasi hemodialisis responden adalah 1,605 dengan sebagian besar (69,8%) menjalani hemodialisis yang inadekuat.

3. Rerata asupan energi responden adalah 1.398,4 kkal per hari, asupan protein responden 59,7 gram per hari dengan sebagian besar responden dikategorikan dalam asupan energi kurang namun cukup protein.

4. Rerata indeks massa tubuh responden adalah 22,0 kg/m2 dengan sebagian besar responden dikategorikan dalam status gizi normal.


(49)

61

5. Adekuasi hemodialisis memiliki korelasi positif sedang yang bermakna secara statistik dengan asupan energi (p=0,000; r=0,524) dan asupan protein (p=0,000; r=0,530).

6. Adekuasi hemodialisis memiliki korelasi negatif lemah yang bermakna secara statistik dengan indeks massa tubuh (p=0,015; r=0,367).

7. Secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

B. Saran

1. Bagi Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung: - Perlu diadakan pemeriksaan adekuasi hemodialisis secara berkala tiap

bulan atau minimal 6 bulan sekali untuk mengetahui kecukupan dosis hemodialisis pasien.

- Perlu diadakan pemeriksaan dan edukasi mengenai asupan makan (energi-protein) kepada pasien dan keluarganya untuk meminimalisasi kejadian malnutrisi energi-protein pada pasien hemodialisis.

- Perlu diadakan pemeriksaan status gizi pasien secara berkala untuk meminimalisasi kejadian malnutrisi yang dapat meningkatkan angka mortalitas dan mobiditas.


(50)

2. Bagi Pihak Terkait (PT ASKES)

- Perlu diadakan pengkajian kembali mengenai kebijakan frekuensi dan durasi hemodialisis pasien.

3. Bagi Peneliti lain

Dapat diadakan penelitian lebih lanjut mengenai:

- Faktor-faktor lain yang dapat dipengaruhi oleh adekuasi hemodialisis, misalnya kualitas hidup pasien.

- Penilaian asupan makan pasien hemodialisis dengan metode yang berbeda, misalnya 3x 24 jam food recall.

- Pemeriksaan status gizi pasien hemodialisis dengan metode lain misalnya Subjective Global Assessment (SGA), dan pemeriksaan laboratorium.


(51)

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Al Makarem, Z. S. A. 2004. Nutritional Status Assessment of the Hemodialysis Patients in Riyadh Al-Kharj Hospital. [Tesis]. Department of Community Health Science. King Saudi University.

Al Saedy, A. J. H., and Al Kahichy, H. R. A. 2011. The Current Status of Hemodialysis in Baghdad. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation Vol. 22. pp: 362-367.

Arisman, Dr. MB. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Azar, A. T., Wahba, K., Mohammed, A. S. A., Massoud, W. A. 2007. Association between Dialysis Dose Improvement and Nutritional Status among

Hemodialysis Patients. American Journal of Nephrology Vol. 27. pp: 113-119.

Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan). 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Baliwati, Y. F., Ali K., Caroline M. D. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 1435-1443. Carpenter, C. B., Lazarus, J. M. 2012. Dialisis dan Transplantasi Dalam Terapi Gagal

Ginjal dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 1435-1443.


(53)

65

Chen, J. B., King-Kwan, L., Yu-Jen, S., Wen-Chin, L., Ben-Chung, C., Chien-Chun, K., Chien-Hsing, W., Eton, L., Yi-Chun, W., Te-Chuan, C., Shang-Chih, L. 2012. Relationship between Kt/V Urea-Based Dialysis Adequacy and

Nutritional Status and Their Effect on The Components of The Quality of Life in Incident Peritoneal Dialysis Patients. BMC Nephrology Vol. 13.

Cronin, R.E., Henrich, W. L. 2010. Kt/V and The Adequacy of Hemodialysis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9807323. [16 September 2013]. Dahlan, M. S. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis 4thEdition. Philadelphia: Lippincott.

Depner, T. A. 2005. Hemodialysis adequacy : Basic Essentials and Practical Points for The Nephrologist in Training. Hemodialysis International Vol. 9. pp:241-254.

Dewi, F. K. 2011. Hubungan Asupan Protein Selama Puasa Ramadhan dengan Adekuasi HD pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah.

Dewi, I. G. A. P. A. 2010. Hubungan antara Quick of Blood/Qb dengan Adekuasi Hemodialisis pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Ruang HD BRSU Daerah Tabanan Bali.[Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Eknoyan, G., Levin, N.W., Eschbach, J.W. 2000. KDOQI Clinical Practice Guidelines. http://www.asnjournals.org. [16 September 2013]

Galland, R., Traeger, J., Arkouche, W., Cleaud, C., Delawari, E., Fouque, D. 2001. Short Daily Hemodialysis Rapidly Improves Nutritional Status in

Hemodialysis Patients. Kidney International Vol. 60. pp: 1555-1560.

Gatot, D. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,9; 2,10 dan Dializer Seri 0,9 dengan 1,20. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Gibson., Rosalind, S. 2005. Principles of Nutritional Assesment Second Edition. Oxford University. New York.

Gunes, F. E. 2013. Medical Nutrition Therapy for Hemodialysis Patients. http://dx.doi.org/10.5772/53473. [24 Agustus 2013].


(54)

Herviani, D. 2004. Perbedaan Proporsi Total Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak, dan Kejadian Obesitas di Puskesmas Depok Tahun 2004. [Skripsi]. Depok: FKM UI.

Jindal, K., Chan, C.T. 2006. Hemodialysis Adequacy in Adult. Journal of The American Society of Nephrology. Vol.17. pp:4-7.

Junaidi, M. A. 2009. Status Indeks Massa Tubuh Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Bulan Februari 2009 dan Korelasinya dengan Lama Menjalani Hemodialisis. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Journal of the International Society of Nephrology Vol. 3.

Khairina, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Berdasarkan IMT pada Pembantu Rumah Tangga (PRT) Wanita di Perumahan Duta Indah Bekasi. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

Lina. 2008. Hubungan antara Parameter Status Nutrisi yang Diukur dengan Bioelectrical Impedance Analysis dan Kualitas Hidup yang Dinilai dengan SF-36 pada Pasien Hemodialisis Reguler. [Tesis]. Medan: FK USU. Locatelli, F., Fouque D., Heimburger O., Drueke, T. B. 2002. Nutritional Status in

Dialysis Patients: a European Consensus. Nephrology Dialysis Transplantation Vol. 17. pp: 563-572.

National Kidney Foundation. 2006. Updates Clinical Practice Guidelines and Recommendations Hemodialysis Adequacy.

http://www.kidney.org/Professionals/kdoqi/. [16 September 2013]. NKF-K/DOQI. 2000. Nutrition in Chronic Renal Failure. American Journal of

Kidney Disease Vol. 35 No. 6.

Nuchayati, S. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.


(55)

67

Obrador, G. T., dan Brian J.G. 2012. Epidemiology of Chronic Kidney Disease. http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-chronic-kidney-disease. [17 Oktober 2013].

Pernefri. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta. Pollit, D. F., and Hungler, B. P. 2005. Nursing Research: Principles and Methods 6th

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Pourfarziani, V., Ghanbarpour, F., Nemati, E., Taheri, S., Einollahi., B. 2008. Laboratory Variables and Treatment Adequacy in Hemodialysis Patients in Iran. Saudi Journal of Kidney Diseaseand Transplantation Vol. 19. pp:842-846.

Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku II Edisi 6. Jakarta: EGC.

Roselly, N. A. A. P. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Berdasarkan Persen Lemak Tubuh pada Pria ( 40 – 55 Tahun ) di Kantor Direktorat Jenderal Zeni TNI-AD Tahun 2008. [Skripsi]. Depok: FKM UI. Rosenberg, I. H. 2012. Ilmu Gizi dan Kebutuhan Gizi dalam Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 483-497. Rospond, R. M. 2008. Penilaian Status Nutrisi.

http://www.lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/penilaian-status-nutrisi.pdf. [24 Agustus 2013].

Sapri, A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. http://www.indonesiannursing.com/2008. [5 Desember 2013].

Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Septiwi, C. 2010. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Stolic, R., Trajkovic, G., Stolic, D., Peric, V., Subaric, G. G. 2010. Hippokratia Vol. 14. pp: 193-197.


(56)

Sudoyo, A. W., Sutiyahadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sulistyowati, N. 2009. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan

Makanan dan Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. [Artikel Penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suryarinilsih, Y. 2010. Hubungan Peningkatan Berat Badan antara Dua Waktu

Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Suwitra, K. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: FKUI.

Taruna, A., Novadian., Ali, Z., Effendi, I. 2013. Nutritional Status and Adequacy of Haemodialysis. Journal of Nephrology Vol. 18. pp: 64-65.

Zuraida, R., dan Angraini, D. I. 2012. Buku Penuntun Praktikum Penilaian Konsumsi Pangan. Bandar Lampung: FK Unila.


(1)

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al Makarem, Z. S. A. 2004. Nutritional Status Assessment of the Hemodialysis Patients in Riyadh Al-Kharj Hospital. [Tesis]. Department of Community Health Science. King Saudi University.

Al Saedy, A. J. H., and Al Kahichy, H. R. A. 2011. The Current Status of Hemodialysis in Baghdad. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation Vol. 22. pp: 362-367.

Arisman, Dr. MB. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Azar, A. T., Wahba, K., Mohammed, A. S. A., Massoud, W. A. 2007. Association between Dialysis Dose Improvement and Nutritional Status among

Hemodialysis Patients. American Journal of Nephrology Vol. 27. pp: 113-119.

Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan). 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Baliwati, Y. F., Ali K., Caroline M. D. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 1435-1443. Carpenter, C. B., Lazarus, J. M. 2012. Dialisis dan Transplantasi Dalam Terapi Gagal

Ginjal dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 1435-1443.


(3)

Chen, J. B., King-Kwan, L., Yu-Jen, S., Wen-Chin, L., Ben-Chung, C., Chien-Chun, K., Chien-Hsing, W., Eton, L., Yi-Chun, W., Te-Chuan, C., Shang-Chih, L. 2012. Relationship between Kt/V Urea-Based Dialysis Adequacy and

Nutritional Status and Their Effect on The Components of The Quality of Life in Incident Peritoneal Dialysis Patients. BMC Nephrology Vol. 13.

Cronin, R.E., Henrich, W. L. 2010. Kt/V and The Adequacy of Hemodialysis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9807323. [16 September 2013]. Dahlan, M. S. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis 4thEdition. Philadelphia: Lippincott.

Depner, T. A. 2005. Hemodialysis adequacy : Basic Essentials and Practical Points for The Nephrologist in Training. Hemodialysis International Vol. 9. pp:241-254.

Dewi, F. K. 2011. Hubungan Asupan Protein Selama Puasa Ramadhan dengan Adekuasi HD pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah.

Dewi, I. G. A. P. A. 2010. Hubungan antara Quick of Blood/Qb dengan Adekuasi Hemodialisis pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Ruang HD BRSU Daerah Tabanan Bali.[Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Eknoyan, G., Levin, N.W., Eschbach, J.W. 2000. KDOQI Clinical Practice Guidelines. http://www.asnjournals.org. [16 September 2013]

Galland, R., Traeger, J., Arkouche, W., Cleaud, C., Delawari, E., Fouque, D. 2001. Short Daily Hemodialysis Rapidly Improves Nutritional Status in

Hemodialysis Patients. Kidney International Vol. 60. pp: 1555-1560.

Gatot, D. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,9; 2,10 dan Dializer Seri 0,9 dengan 1,20. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Gibson., Rosalind, S. 2005. Principles of Nutritional Assesment Second Edition. Oxford University. New York.

Gunes, F. E. 2013. Medical Nutrition Therapy for Hemodialysis Patients. http://dx.doi.org/10.5772/53473. [24 Agustus 2013].


(4)

Herviani, D. 2004. Perbedaan Proporsi Total Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak, dan Kejadian Obesitas di Puskesmas Depok Tahun 2004. [Skripsi]. Depok: FKM UI.

Jindal, K., Chan, C.T. 2006. Hemodialysis Adequacy in Adult. Journal of The American Society of Nephrology. Vol.17. pp:4-7.

Junaidi, M. A. 2009. Status Indeks Massa Tubuh Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Bulan Februari 2009 dan Korelasinya dengan Lama Menjalani Hemodialisis. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Journal of the International Society of Nephrology Vol. 3.

Khairina, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Berdasarkan IMT pada Pembantu Rumah Tangga (PRT) Wanita di Perumahan Duta Indah Bekasi. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

Lina. 2008. Hubungan antara Parameter Status Nutrisi yang Diukur dengan Bioelectrical Impedance Analysis dan Kualitas Hidup yang Dinilai dengan SF-36 pada Pasien Hemodialisis Reguler. [Tesis]. Medan: FK USU. Locatelli, F., Fouque D., Heimburger O., Drueke, T. B. 2002. Nutritional Status in

Dialysis Patients: a European Consensus. Nephrology Dialysis Transplantation Vol. 17. pp: 563-572.

National Kidney Foundation. 2006. Updates Clinical Practice Guidelines and Recommendations Hemodialysis Adequacy.

http://www.kidney.org/Professionals/kdoqi/. [16 September 2013]. NKF-K/DOQI. 2000. Nutrition in Chronic Renal Failure. American Journal of

Kidney Disease Vol. 35 No. 6.

Nuchayati, S. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.


(5)

Obrador, G. T., dan Brian J.G. 2012. Epidemiology of Chronic Kidney Disease. http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-chronic-kidney-disease. [17 Oktober 2013].

Pernefri. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta. Pollit, D. F., and Hungler, B. P. 2005. Nursing Research: Principles and Methods 6th

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Pourfarziani, V., Ghanbarpour, F., Nemati, E., Taheri, S., Einollahi., B. 2008. Laboratory Variables and Treatment Adequacy in Hemodialysis Patients in Iran. Saudi Journal of Kidney Diseaseand TransplantationVol. 19. pp:842-846.

Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku II Edisi 6. Jakarta: EGC.

Roselly, N. A. A. P. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Berdasarkan Persen Lemak Tubuh pada Pria ( 40 – 55 Tahun ) di Kantor Direktorat Jenderal Zeni TNI-AD Tahun 2008. [Skripsi]. Depok: FKM UI. Rosenberg, I. H. 2012. Ilmu Gizi dan Kebutuhan Gizi dalam Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. hlm: 483-497. Rospond, R. M. 2008. Penilaian Status Nutrisi.

http://www.lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/penilaian-status-nutrisi.pdf. [24 Agustus 2013].

Sapri, A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. http://www.indonesiannursing.com/2008. [5 Desember 2013].

Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Septiwi, C. 2010. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Stolic, R., Trajkovic, G., Stolic, D., Peric, V., Subaric, G. G. 2010. Hippokratia Vol. 14. pp: 193-197.


(6)

Sudoyo, A. W., Sutiyahadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sulistyowati, N. 2009. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan

Makanan dan Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. [Artikel Penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suryarinilsih, Y. 2010. Hubungan Peningkatan Berat Badan antara Dua Waktu

Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Suwitra, K. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: FKUI.

Taruna, A., Novadian., Ali, Z., Effendi, I. 2013. Nutritional Status and Adequacy of Haemodialysis. Journal of Nephrology Vol. 18. pp: 64-65.

Zuraida, R., dan Angraini, D. I. 2012. Buku Penuntun Praktikum Penilaian Konsumsi Pangan. Bandar Lampung: FK Unila.


Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009

10 89 75

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

Gambaran self-care management pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan tahun 2013

6 44 186

PERBEDAAN KADAR NATRIUM SERUM PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK PRE DAN POST HEMODIALISIS RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2012

13 35 58

PERBEDAAN KADAR KALIUM SERUM PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK PRE-HEMODIALISIS DAN POST-HEMODIALISIS DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG 2011

9 45 68

PERBEDAAN KADAR SERUM BESI & TIBC BERDASARKAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG 2012

2 17 78

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK PRE-HEMODIALISIS DAN POST-HEMODIALISIS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012

33 109 56

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

0 10 54

HUBUNGAN LAMA MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD ABDUL MOELOEK

14 120 64

SKRIPSI Hubungan Asupan Natrium dengan Perubahan Tekanan Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Rawat Jalan yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Kabupaten Sukoharjo.

0 5 19