Gambaran self-care management pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan tahun 2013

(1)

DI WILAYAH TANGERANG SELATAN

TAHUN 2013

SKRIPSI

Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

FAULYA NURMALA AROVA

109104000046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faulya Nurmala Arova

Tempat, Tanggal Lahir : Jember, 12 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln Mangunsarkoro RT 002 RW 007 Dsn Sumberan Karanganyar Ambulu Jember 68172

Telepon : 0857-145-25-108 / 0823-119-77-315

Email : faulya.nurmala@yahoo.com/faulya.arova@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. TK Mujahiddin Tutul Tegalsari [1995-1997]

2. SD Negeri Karangayar V [1997-2003]

3. SMP Negeri 1 Ambulu [2003-2006]

4. MAU Amanatul Ummah [2006-2009]

5. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [2009-2013]

Riwayat Organisasi

1. Pinru Pramuka [2001-2002] 2. Anggota Pramuka MAU Amanatul Ummah [2006-2007] 3. Anggota Divisi Humas MAU Amanatul Ummah [2006-2007]


(7)

vi

4. Ketua Divisi Olahraga dan Seni MAU Amanatul Ummah [2007-2008] 5. BEM Jurusan Ilmu Keperawatan [2010-2012]

Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:

1. Pelatihan Kesehatan “Health Training 4 Medical Skill” Tahun 2009

2. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” Tahun 2009

3. Diskusi Publik “Kosmetik yang Aman untuk Kecantikan yang Alami” Tahun 2009

4. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada Tahun 2009

5. Seminar Nasional “Kehalalan Obat dan Makanan serta Permaslahannya di

Indonesia” Tahun 2009

6. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010 sebagai panitia.

7. Simposium Nasional “Perspektif Islam dalam membangun Karakter Bangsa

Pada Era Milenium Kesehatan” Tahun 2010 sebagai peserta.

8. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapam dalam Praktek dan

Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia” Tahun 2010 sebagai peserta.

9. Seminar Dokter Muslim “Smoking Cessation for Better Generation without

Tobacco” Tahun 2010 sebagai peserta.

10. Pelatihan Kesekretariatan oleh CSS Mora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 sebagai peserta.

11. Seminar Nasional “Homeopathy, A Brighter Alternative Treatment Method

Bulids an Indonesian Awareness of Natural Medication In The Future” Tahun

2011 sebagai peserta

12. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah Sakit

dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan” Tahun 2011


(8)

vii

13. Workshop “Workshop Disaster Management” Tahun 2011 sebagai peserta

14. Seminar dan Workshop Emergency Nursing “Peran Perawat dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” Tahun 2012 sebagai peserta.

15. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012 sebagai peserta. 16. Seminar Nasional “Music Therapy: Melody for Heart and Brain Health” Tahun

2012 sebagai peserta.

17. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu

Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012

18. Seminar Nasional “NANDA, NIC,NOC : Concept, Implementation and Inovation


(9)

viii

Teruntuk Tuhan ku Allah SWT

Alhamdulillah, sujud syukur hamba haturkan padamu Ya Allah atas segala KaruniaMu hingga

hamba mu ini dapat menyelesaikan apa yang telah hamba mulai. Thanks a lot Allah and teruslah

menjagaku, melindungiku, membantuku dan mengabulkan doaku

Teruntuk Ibuku Siti Kunainah dan Bapakku Nurhadi serta Adikku Faisal Fian Azizi

Tiada kata yang bisa mengungkapkan betapa berterima kasihnya anakmu ini atas segala apa

yang telah kalian berikan. Perjuangan untuk selalu membahagiakan dan membanggakan bapak

dan ibu tidak akan pernah selesai hanya disini. Mala hanya mohon doa restu selalu untuk setiap

jalan yang Mala pilih.

Dhek Faisal ku tersayang, Thanks for your word...”Semangat mbak’e

...masak segitu ajah

nyerah” Kalimat mu ituh membuatku kembali untuk berjuang.

Teruntuk Sahabat-Sahabat Ku

“Fighters” (Fita, Fitri, Hanik. Etika, Ulvi, Humayra, Dian, Nyonya Dewi, Iqbal, Astuti)

The best Friend I ever had. Kalian selalu memberi semangat ditengah keputus-asaan yang aq

rasakan. Suka duka, perjalanan, cerita dan kenangan kita lalui bersama. Thanks a lot

Guys...We are always Fighters...dimanapun kita tetep Fighters

Teruntuk Teman, dan Adik Kelasku

Untuk Taufik Effendi di UI Depok...Thanks a lot untuk pinjeman kartu perpusnya..akhirnya

bahan-bahan yang diperlukan bisa ku dapatkan. Riyan Bahtera untuk bantuannya selama ini.

Adik kelas ku Eny Syarifah Hanif yang telah membantu mengetik...kemampuan mengetikmu dua

jempol dhek...Thanks yah.

“Sahabat sejati akan tetap bersama kita ketika kita merasa seisi dunia meninggalkan

kita. Maka rangkullah sahabatmu dengan kedua lenganmu karena mereka adalah


(10)

ix

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Oktober 2013

Faulya Nurmala Arova, NIM :109104000046

Gambaran Self-Care Management Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2013

xii + 104 halaman + 6 tabel + 8 bagan + 7 lampiran ABSTRAK

Non comunicable disease atau penyakit tidak menular telah menjadi

persoalan dunia karena perkembangannya yang terus meningkat seperti kasus penyakit kronis. Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan salah satu penyakit kronis yang perkembangannya lambat namun progresif, irreversibel, dan samar dengan prevalensi yang terus meningkat. Pasien GGK memiliki kompleksifitas masalah pada kondisi fisik, psikologis, sosial, spiritual dan ekonomi sehingga membutuhkan self-care management. Orem dalam Teori Self-Care percaya bahwa setiap individu memiliki kemampuan natural dalam merawat dirinya sendiri ( self-care). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi gambaran self-care

management pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis, hambatan, dan

sumber dukungan yang diterima oleh pasien. Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Total partisipan dalam penelitian ini adalah 8 orang pasien GGK dewasa yang berumur antara 35-63 tahun dan telah menjalani hemodialisis selama kurun waktu 6 bulan hingga 7 tahun. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan 3 tema yang teridentifikasi yakni 1) gambaran self care

management pasien GGK yang menjalani hemodialisis yang meliputi aspek

pemenuhan kebutuhan fisik yakni terkait management nutrisi, pengaturan intake cairan, regiment pengobatan, perawatan akses vaskuler, dan aktivitas istirahat/tidur dan olahraga, kondisi psikologis meliputi self efficacy dalam pelaksanaan self-care management, kepatuhan maupun ketidakpatuhan terhadap regiment pengobatan, koping maladaptif (putus asa), dan banyak aktifitas, dan spiritual meliputi kepasrahan terhadap Tuhan, keyakinan akan kesembuhan dari Tuhan, dan aktifitas ibadah sholat; 2) hambatan dalam pelaksanaannya meliputi hambatan internal meliputi motivasi diri dalam pengaturan nutrisi, pembatasan cairan, dan aktifitas dan ekternal yakni ekonomi; dan 3) sumber social support yang dimiliki pasien berasal dari pasangan (suami/istri), keluarga, dan sesama pasien yang menjalani hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

self-care management penting untuk diperhatikan pasien GGK yang menjalani

hemodialisis sehingga hasil ini dapat digunakan untuk mengembangkan promosi kesehatan dan edukasi yang komprehensif tentang self-care management sebagai upaya dalam meningkatkan keterlibatan dan kesadaran pasien dan keluarga tentang kepatuhan terhadap regiment pengobatan terapeutik mereka.

Kata Kunci : Self-Care Management, Hemodialisis, Pasien Gagal Ginjal Kronis Daftar Bacaan: 78 (1982 – 2013)


(11)

x

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduates Thesis, October 2013

Faulya Nurmala Arova, NIM : 109104000046

The Description of Self-Care Management for End Stage Renal Disease (ESRD) Patient on Hemodialysis in South Tangerang District Year 2013. xii + 104 halaman + 6 tabel + 8 bagan + 7 lampiran

ABSTRACT

Non Comunicable Diseases has become global issue because of increasing case day by day especially for chronic disease’s case. End Stage Renal Disease (ESRD) is one of chronic disease that slow in expansion but progressive, irreversible, vague and the prevalent also increase. ESRD patients have complex problems in many aspects such as in physical, psychology, social, spiritual, and economic condition so they need self-care management. Orem in her Self-Care Theory believe that individual have natural ability for his/her self-care. This study aims to explore the decription of self care management ESRD patients on hemodialysis, barriers for do it, and support system resources that patient have. The study design uses qualitative-phenomenology. Total partisipant in this study is 8 ESRD patients in the age 35-63 years and have done hemodialysis therapy for 6 month until 7 years. Data was collected by in-depth interviews. Results showed that 3 themes has identified by researcher as 1) the description of self-care management for ESRD’s patients on hemodialysis in three aspects as physical needs such as nutrition management, fluid intake management, medication treatment, maintenance of vascular access, and sleep and exercise activity, psychological condition such as self efficacy in the implementation of self-care management, adherence and nonadherence to implement medication treatment, maladaptive coping (desperate) and many activities, and spiritual such as resignation to God, belief in cure from God, and sholat activity; 2) barriers for implementation as from internal such as self motivation for nutrition management, fluid retriction, and activity and also external factors such as economic; 3) Social support resources that ESRD’s patients have as from their partner (husband/wife), family, and patients on same hemodialysis unit. This research shows that self-care management is important for ESRD patients on hemodialysis and also could be used to develop health promotion services and comprehensive education about self-care management as a effort to increase patient and family involvement and awareness to adherence with their complex terapeutic medication treatment. Keywords: Self-Care Management, Hemodialysis, ESRD patient


(12)

xi Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Gambaran Self-Care Management Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tanggerang Selatan. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr (Hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua rogram Studi Ilmu Keperawatan dan Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSN selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(13)

xii

serta kesabaran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.

4. Ibu Tien Gartinah, M.N selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang telah membimbing dan memberikan nasehat selalu kepada peneliti terkait banyak hal selama menjalani masa perkuliahan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staff akademik Bapak Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah membantu urusan di kampus.

6. Departemen Agama dengan program Beasiswa Santri Berprestasi yang telah memberikan kesempatan untuk berkuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan penelitian.

8. Segenap Jajaran Staf Dinas Kesehatan Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempatan dan izin dalam melakukan studi pendahuluan maupun izin pelaksanaan penelitian di wilayah Tangerang Selatan.


(14)

xiii memberikan izin untuk penelitian.

10. Pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis yang menjadi partisipan dalam penelitian ini atas kerjasama dan segala informasi yang telah diberikan untuk kepentingan penelitian ini.

11. Kedua orang tua saya yaitu Nurhadi S.Pd dan Siti Kunainah S.Pd yang senantiasa memberikan cinta kasih, dukungan penuh secara material maupun spiritual dalam do’a yang selalu mengiringi setiap langkah peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

12. Adikku Faisal Fian Azizi dengan kata-kata penyemangat, motivasi, dan sarannya untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabatku tercinta “Fighters” (Fita, fitri, Etika, mala, dian, Ulfi, Dewi, mayra, Astuti dan Iqbal) dan teman-teman angkatan 2009 yang berjuang bersama untuk menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan memohon do’a kepada Allah SWT , penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya, semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua kesalahan diampuni oleh Allah. Amin

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Januari 2014


(15)

xiv HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan ... 8

2. Bagi Masyarakat ... 8

3. Bagi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan ... 9

4. Bagi Peneliti ... 9


(16)

xv

A. Gagal Ginjal Kronis ... 11

1. Definisi ... 11

2. Klasifikasi ... 12

3. Etiologi ... 12

4. Patofisiologi ... 13

5. Komplikasi ... 16

6. Penatalaksanaan ... 16

7. Perubahan Yang Terjadi Pada Pasien GGK ... 19

B. Teori Self-Care Orem dan Self Efficacy Bandura ... 23

1. Teori Self-Care Orem ... 23

2. Teori Self-Efficacy Bandura ... 29

C. Nursing Care Plan ... 32

D. Penelitian Terkait ... 35

E. Kerangka Teori... 39

BAB III : KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep ... 40

B. Definisi Istilah ... 40

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 42

B. Partisipan Penelitian ... 42

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

D. Instrumen Penelitian... 44

E. Sarana Penelitian ... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 47

H. Validasi Data ... 48

I. Etika Penelitian ... 49 BAB V : HASIL PENELITIAN


(17)

xvi

1. Karakteristik Partisipan ... 53

2. Hasil Analisa Data ... 55

BAB VI : PEMBAHASAN PENELITIAN A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

1. Gambaran Self-Care Management ... 83

2. Hambatan dalam Self-Care Management ... 98

3. Sumber Social Support ... 100

4. Kaitan dengan Nursing Care Plan ... 101

B. Keterbatasan Penelitian ... 105

C. Implikasi untuk Ilmu Keperawatan dan Pelayanan Kesehatan ... 106

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA


(18)

xvii

2.1 Patofisiologi ... 14

2.2 Kerangka Teori ... 39

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 40

4.1 Tekhnik Analisis Data ... 47

5.1 Self-Care Management (Pemenuhan Kebutuhan Fisik) ... 56

5.2 Pengaturan Nutrisi ... 58

5.3 Pengaturan Intake Cairan ... 61

5.4 Perawatan Akses Vaskuler ... 64

5.5 Self-Care Management (Kondisi Psikologis) ... 68

5.6 Self-Care Management (Sikap Spiritual) ... 75

5.7 Hambatan dalam Self-Care Management ... 78


(19)

xviii

2.1 Klasifikasi Penyakit GGK ... 12

2.2 Perubahan pada Pasien GGK ... 19

2.3 Nursing Care Plan ... 32

2.4 Penelitian Terkait ... 35

5.1 Karakteristik Partisipan Utama ... 54


(20)

xix

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam Partisipan Utama Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 4 Surat Pemberian Izin Studi Pendahuluan Dinkes Tangerang Selatan Lampiran 5 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 6 Surat Izin Pelaksanaan Penelitian Dinkes Tangerang Selatan Lampiran 7` Tabel Tema, Subtema, Kategori, Sub Kategori, dan Statement


(21)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Non Comunicable Disease (NCD) atau penyakit tidak menular telah menjadi

perhatian khusus dunia terutama World Health Organization (WHO) karena menjadi penyebab kematian utama dan kecacatan di dunia. Tahun 2008, penyakit dengan waktu yang panjang dan progresifitas yang lambat ini dilaporkan telah membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya dan 80% atau 29 juta kematian terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah maupun sedang. Kondisi tersebut mendorong WHO membuat suatu strategi The 2008 -2013 Action Plan for The Global Strategy for The Prevention and Control of Non

Comunicable Disease dengan komponen kunci yakni surveilan, pencegahan dan

pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut (WHO, 2013). Pada Mei 2012, World Health Assembly juga menyepakati sebuah target global untuk mengurangi kematian akibat NCD sebesar 25 % hingga 2025 (Horton, 2013).

Indonesia sebagai negara yang berkembang telah melaporkan bahwa jumlah kematian akibat NCD lebih besar dibandingkan dengan jumlah kematian akibat

Comunicable Disease (WHO, 2011). Aditama mengatakan bahwa ancaman

terhadap penyakit tidak menular atau NCD seperti jantung, penyakit berkaitan dengan darah, diabetes melitus, penyakit degeneratif, dan penyakit kronis telah meningkat (Faizal, 2012). Pemerintah juga telah memberikan prioritas utama terkait masalah tersebut dan berupaya mengadopsi strategi global WHO dalam upaya pengendalian dan pencegahan NCD (WHO Indonesia, 2013).


(22)

Penyakit kronis yang perkembangan penyakitnya juga perlu mendapatkan perhatian adalah penyakit gagal ginjal kronis (GGK) yang merupakan komplikasi dari beberapa NCD seperti hipertensi, diabetes melitus, dan juga penyakit renal lainnya. Etiologi dari GGK menurut US Renal System tahun 2000 menunjukkan bahwa diabetes melitus dan hipertensi menjadi etiologi dengan prosentase tinggi yakni 34% dan 21% (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).

Angka kejadian GGK yang dilaporkan dari seluruh dunia rata-rata menunjukkan trend yang penting dimana kadang melambat, kadang naik dan dapat stabil (USRDS Annual Report, 2012). National Institut of Diabetes Melitus

and Digestif and Kidney Disease (NIDDK) menyebutkan bahwa antara 1980 dan

2009, rata-rata prevalensi GGK di US meningkat mendekati 600%, dari 290 kasus menjadi 1.738 kasus per juta penduduk. Jumlah kematian pasien GGK juga menunjukkan kenaikan dari 10.478 pada tahun 1980 menjadi 90.118 pada tahun 2009 (National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, 2012).

Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat penderita GGK yang cukup tinggi. PERNEFRI (Persatuan Nefrologi Indonesia) tahun 2011 melaporkan bahwa diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi menderita GGK tahap akhir dan menjalani hemodialisis hanya sekitar 4-5 ribu saja. Banyak yang telah menjalani terapi dialisis meninggal dunia karena mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk berobat dan proses dialisis (Fransisca, 2011). Penyakit ginjal kronik menurut Soelaeman merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari 10 orang dewasa. Indonesian Renal Registry tahun 2008 melaporkan jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007 (ANTARA, 2009). Dinas Kesehatan (Dinkes)


(23)

Tangerang Selatan tahun 2012 melaporkan bahwa terdapat 170 pasien GGK di wilayahnya (Dinkes, 2012). Kondisi komorbiditas yang terus berkembang pada insufisiensi renal kronik berkontribusi terhadap tingginya angka morbiditas dan mortalitas diantara pasien dengan GGK (Burrows-Hudson, 2005 dalam Smeltzer, 2009).

Terapi yang dilaksanakan pasien GGK untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak salah satunya adalah terapi hemodialisis. Terapi ini merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang mahal, tidak asing karena paling sering dijalani oleh pasien GGK, dan suatu tekhnologi tinggi untuk mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam tubuh melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada alat dialiser melalui proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat (Smeltzer, 2001). Lebih dari 70% negara-negara melaporkan sedikitnya 80% dari pasien menggunakan terapi hemodialisis (USRDS Annual Report , 2012).

Pasien GGK yang menjalani hemodialisis memiliki permasalahan yang kompleks terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, ekonomi, dan spiritual pasien (Farida, 2010). Masalah yang dirasakan pasien pasca hemodialisis seperti kelemahan, fatigue, bibir kering dan gatal-gatal pada kulit dapat berpengaruh terhadap fungsi fisik , mental dan mengganggu aktifitas pasien (Curtin, 2002). Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap penderita GGK yang menjalani terapi ini yakni sekitar Rp 550.000 – Rp 1.000.000 setiap terapi juga menjadi hal yang patut diperhatikan (PELITA, 2013). Umumnya pasien menjalani terapi secara rutin 2-3 kali dalam seminggu selama 4-5 jam sepanjang hidupnya (Smeltzer, 2009). Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, Dharmeziar


(24)

menyatakan bahwa biaya untuk cuci darah saja, rata-rata Rp 50-80 juta per tahun, tergantung rumah sakitnya (Dianing, 2013). GGK merupakan suatu masalah yang terus berkembang menjadi masalah kesehatan dengan tingkat morbiditas, mortalitas dan biaya yang tinggi.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan adanya perubahan pada aspek sosialisasi dan fisik pasien dimana pasien mengatakan jarang keluar rumah karena kondisinya yang lemah. Biaya menjadi masalah yang berarti buat pasien dan keluarga walaupun terdapat pembiayaan dari pihak lain yakni Jamkesmas, namun untuk beberapa obat tidak termasuk dalam bantuan pembiayaan tersebut. Tenaga pelayanan kesehatan juga menyebutkan bahwa pasien mengatakan sudah mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan dokter kepadanya, namun terdapat komplikasi-komplikasi yang dialami pasien. Sebuah penelitian melaporkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis akan mengalami perubahan terhadap gaya hidup, keterbatasan dalam aktifitas/ mobilitas, ketidakmampuan dalam melakukan perjalanan, pembatasan makanan dan cairan, bergantung kepada orang lain, penurunan kemampuan menolong orang lain, kehilangan penghasilan, kelemahan, ketidaknyamanan, pasrah terhadap takdir, dan kematian (Gibson, 1995).

Pasien GGK juga membutuhkan kemampuan dalam perawatan dirinya sendiri

(self-care). Saat ini kemampuan self-care pasien di komunitas telah menjadi

perhatian dunia seiring dengan peningkatan kejadian penyakit kronis di dunia. Kondisi dari peningkatan biaya pengobatan serta jumlah tenaga edukator yang tidak cukup juga turut andil menjadi alasan self-care penting ditingkatkan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis, keluarga dan


(25)

komunitas (Taylor & Renpenning, 2011). Orem percaya bahwa setiap individu memiliki kemampuan natural dalam merawat dirinya sendiri dan perawat harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut bagi pasien (Orem,1995 dalam Simmons, 2009).

Penelitian oleh Heirdarzadeh (2010) pada pasien GGK menunjukkan bahwa 78,3% pasien menginginkan kemampuan self-care dan yang paling banyak diinginkan adalah kemampuan dalam perawatan akses vaskuler sedangkan yang paling sedikit terkait dengan nutrisi. Penelitian lainnya juga telah melaporkan bahwa ada hubungan yang langsung dan signifikan antara kemampuan self-care dengan kualitas hidup, dimensi fisik, psikologis, dan sosial (Heidarzadeh dkk, 2010), terhadap keaktifan dan keefektifan proses perawatan pasien (Curtin & Mapes, 2001) dan terhadap self efficacy pasien (Bag & Mollaoglu, 2009).

Penelitian lain tentang self efficacy training pada penderita GGK menunjukkan keefektifan terhadap ketaatan dalam pengaturan intake cairan yang dapat mempengaruhi fluid weight gain (Joanna Briggs Institute, 2011) dan responden yang menerima self efficacy training merasa lebih percaya diri terhadap kemampuannya dan keikutsertaan dalam promosi perilaku kesehatan dan lebih taat dalam pembatasan intake cairan (Tsay, 2003). Teori kognitif sosial Bandura menyebutkan bahwa keyakinan self-efficacy mempengaruhi pilihan seseorang dalam membuat atau menjalankan tindakan yang ingin mereka capai. Keyakinan ini juga dapat membantu menentukan sejauh mana usaha yang akan dikerahkan seseorang (Shunk, 1981 dalam Mukhid, 2009).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa self-care management pada pasien gagal ginjal perlu mendapatkan perhatian dari perawat. Orem dalam teorinya


(26)

menyebutkan bahwa tujuan dari perawat adalah membantu pasien untuk menemukan perawatan dirinya (self-care) (Basavanthappa, 2007). Mengetahui kemampuan serta kemauan pasien GGK dalam kaitannya dengan self-care

management membantu serta mendorong mereka secara aktif dalam proses

pengobatan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hidup mereka. Penjelasan di atas membuat peneliti tertarik untuk melihat gambaran self-care management pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan.

B. Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Penatalaksanaan pasien GGK tahap akhir adalah terapi penggantian ginjal yakni dengan transplantasi atau dialisis. Dialisis kemudian menjadi pilihan yang banyak dijalani oleh pasien. Hal tersebut disebabkan oleh mahal dan sulitnya menemukan donor ginjal. Terapi tanpa usaha dari diri pasien untuk merawat dirinya sendiri juga dapat mempercepat keparahan atau penurunan kondisi pasien.

Self-care management pada pasien GGK penting untuk diketahui serta

diperhatikan oleh tenaga kesehatan karena dapat memberikan konstribusi, dukungan, informasi sesuai dengan kebutuhan pasien, dan berperan serta dalam melibatkan pasien dan keluarga untuk memelihara kondisi pasien GGK. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam

bentuk pertanyaan “Bagaimana gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang


(27)

2. Pertanyaan Penelitian

a) Bagaimana gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan?

b) Adakah hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan self-care

management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan?

c) Bagaimana bentuk dukungan yang diterima oleh pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan dan sumber dukungan dalam pelaksanakan self-care management ? d) Bagaimana gambaran self efficacy pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan terhadap

self-care management ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan mengeksplorasi self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Tangerang Selatan.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi dan mengeksplorasi gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan.


(28)

b) Mengidentifikasi hambatan - hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan

c) Mengidentifikasi bentuk dan sumber dukungan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan dalam upaya pelaksanakan self-care management.

d) Mengidentifikasi gambaran self efficacy pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan terhadap

self-care management.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan, acuan, dan pertimbangan terhadap keluhan dan masalah yang dilaporkan pasien dan keluarga terkait penyakitnya sehingga tenaga kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menyiapkan strategi untuk meningkatkan self-care management pasien menjadi lebih baik serta meningkatkan keterlibatan keluarga dalam mendorong dan mendukung perilaku self-care pasien.

2. Bagi Masyarakat

Self-care bukan hanya berfokus pada pasien, namun didalamnya terdapat

peran keluarga dan masyarakat sehingga diharapkan dengan penelitian ini keluarga dan masyarakat memahami pentingnya self-care management


(29)

bagi pasien dan dapat memberikan dukungan penuh dalam upaya meningkatkan atau mendorong pelaksanaannya.

3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi seluruh mahasiswa di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai self-care management pada pasien gagal ginjal kronis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian, menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya secara lebih spesifik pada self-care management pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan menambah wawasan tentang gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal kronis.

E. Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan serta mengeksplorasi

self-care management pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di wilayah

Tangerang Selatan, dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang

self-care management pada pasien. Data diperoleh dengan cara wawancara

mendalam yang berpedoman pada pedoman wawancara dan lembar observasi


(30)

Fokus penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan berdomisili di wilayah Tangerang Selatan. Partisipan dalam penelitian adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan partisipan pendukungnya adalah seseorang yang merawat pasien. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013 di rumah pasien.


(31)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronis 1. Definisi

Ginjal merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh manusia. Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Ginjal merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai macam zat-zat sisa metabolisme tubuh selain juga berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit (Sherwood, 2001).

Gagal ginjal kronis (GGK) atau End Stage Renal Disease (ESRD) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009). Batas penurunan fungsi ginjal sehingga menimbulkan gejala adalah sebesar 75-85% dan ketika fungsi ginjal sudah di bawah 25% maka gejala akan muncul dan terlihat jelas (Fransiska, 2011).

End Stage Renal Disease (ESRD) atau gagal ginjal tahap akhir terjadi ketika nilai GFR (Glomerulus Filtration Rate) kurang dari 15 mL/min. Pada poin tersebut terapi penggantian ginjal (dialisis atau transplantasi) sangat dianjurkan (Smeltzer, 2009). Gagal ginjal terminal terjadi apabila 90% fungsi ginjal telah hilang (Sherwood, 2001).


(32)

2. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Tabel 2.1

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis dengan rumus Kockroft – Gault

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan

60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang

30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat

15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

3. Etiologi

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi


(33)

yakni uropati obstruktif , lupus eritematosis dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

4. Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis dan terapi penatalaksanaan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis dapat dilihat pada bagan 2.1 dibawah ini :


(34)

Penurunan aliran darah renal, penyakit renal primer, kerusakan dari penyakit lain, Sumbatan

aliran urin

↓ filtrasi glomerulus

Hipertrofi nefron tersisa

Ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urine

Kehilangan nefron lebih lanjut

Transplantasi Ginjal Penatalaksanaan masalah yang mendasari Kehilangan Na dalam urin

↑ serum kreatinin ↑ BUN

Hyponatremia Dilute polyuri Dehidrasi Kehilangan fungsi ekresi renal Dialisis Kehilangan fungsi non ekresi renal Gangguan sistem Reproduksi

Gangguan sistem imun

↑ Produksi lemak

Aktifitas insulin melemah

Gagal memproduksi eritropentin

↓ Libido

Infertilitas

Penyembuhan luka tertunda

Infection

Kadar glukosa darah tidak teratur

Anemia Pallor

Osteodistrofi Ateroskeloris yang lebih parah

Gagal mengubah Kalsium menjadi bentuk aktif ↓ absorpsi kalsium Hypokalsemia


(35)

↓ reabsorpsi natrium dalam tubulus Retensi Air Pembatasan

cairan Diuretik

Edema Gagal Jantung Hipertensi ↓ eksresi sampah nitrogen Uremia Cenderung terjadi pendarahan Perubahan rasa Sistem saraf pusat Perubahan

syaraf perifer

perikarditis Pruritus

↑ BUN ↑ Kreatinin

↑ asam urat Protenuria

antikonvulsan Lotions Bathing ↓ eksresi hidrogen Asidosis metabolik Bicarbonat

Hiperfosfatemia ↓ absorpsi

kalsium

Hiperparatiroidisme Hipokalsemia

↓ eksresi kalium

↑ Kalium

Agen pengikat fosfor

Pengganti

kalsium Vitamin D

↓ eksresi fosfat ↓ eksresi Kalium Hiperkalemia Agen Pengikat kalium Pembatasan kalium


(36)

5. Komplikasi

Smeltzer (2001) menyebutkan bahwa komplikasi potensial GGK memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatannya yang mencakup : a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet yang berlebih.

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar almunium.

6. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi 1) Untuk memelihara


(37)

fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme); 2) Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler; 3) meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4) Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks, 2005)

Terapi hemodialisis merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang mahal dan tidak asing bagi pasien GGK karena paling sering dijalani. Terapi ini merupakan suatu teknologi tinggi dalam terapi penggantian ginjal untuk mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam tubuh melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada alat dialiser melalui proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat (Smeltzer, 2001). Terapi untuk gagal ginjal kronis secara lebih lanjut dapat dilihat pada patofisiologi gagal ginjal kronis.

Indikasi dilakukan dialisis ada dua yakni indikasi klinis dan indikasi biokimiawi. Yang termasuk di dalam indikasi klinis adalah 1) sindrom uremik berat, misalnya muntah-muntah hebat, kesadaran menurun, kejang-kejang dan lain sebagainya; 2) overhidrasi yang yang tidak bisa diatasi dengan pemberian diuretik; 3) edema paru akut yang tidak bisa diatasi dengan cara lain. Sedangkan indikasi biokimiawi meliputi 1) ureum plasma lebih atau


(38)

sama dengan 150 mg%; 2) kreatinin plasma sama atau lebih dari 10 mg%; 3) bikarbonat plasma kurang atau sama dengan 12 meq/L (Bakta & Suastika, 1999).

Masalah yang sering muncul saat pasien hemodialis adalah instabilitas kardiovaskuler selama dialisis dan sulitnya mendapatkan akses vaskuler (Rubenstein dkk, 2007). Terdapat lima cara akses ke sirkulasi darah pasien untuk hemodialisis yakni ; 1) fistula arteriovena ; 2) graft arteriovena ; 3) shunt (pirai arterovena) eksternal ; 4) kateterisasi vena femoralis ; 5) kateterisasi vena subklavia (Baradero dkk, 2009).

Komplikasi dari hemodialisis yang dapat terjadi pada pasien meliputi ; 1) hipotensi merupakan hasil dari pengeluaran secara cepat dari volume darah (hipovolemia), penurunan cardiac output dan penurunan sistemik intravaskuler ; 2) Kram otot yang sedikit diketahui penyebabnya namun dapat dikaitkan dengan hipotensi, hipovolemia, ultrafiltrasi yang tinggi dan penggunaan larutan sodium rendah dialisis ; 3) kehilangan darah merupakan hasil dari darah yang tidak keluar secara lengkap dari dializer, tidak sengaja terpisah dari tubing darah, ruptur membran dialisis, atau pendarahan setelah melepaskan jarum setelah hemodialisis selesai ; 4) hepatitis, dimana saat ini angka kejadiannya telah menurun dan The Centers for Disease Control (CDC) mengupayakan untuk dilakukan vaksinasi untuk semua pasien dan petugas dalam layanan dialisis (Lewis, 2011).

Depresi dan gangguan tidur terjadi dengan frekuensi yang lebih pada pasien dengan hemodialisis. Penelitian menunjukkan prevalensi depresi tinggi yakni 47,8%, insomnia sebesar 60,9%, dan peningkatan resiko sleep apnea


(39)

(24,6%) pada pasien GGK dan depresi pada caregiver sebesar 31,9% (Rai, et. al 2001).

7. Perubahan Yang Terjadi pada Pasien GGK

Pasien yang terdiagnosa menderita GGK dan menjalani terapi hemodialisis mengalami perubahan-perubahan fungsi dari dirinya yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Perubahan pada pasien GGK

Fungsi fisiologis (Black & Hawk, 2005) Ketidakseimbangan

eletrolit

Pasien dapat mengalami hyponatremia sehingga berefek pada retensi cairan yang berkontribusi terhadap kondisi hipertensi dan gagal jantung, hiperkalemia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia dimana kondisi tersebut berkontribusi terhadap osteomalasia, osteitis fibrosa, dan osteosclerosis. Perubahan metabolik Peningkatan produk sampah metabolisme protein

yakni BUN dan kreatinin di dalam darah. Kreatinin serum adalah indikator fungsi ginjal yang paling akurat. Hipoproteinemia dapat terjadi ketika intake diet protein tidak adekuat. Peningkatan trigliserida hampir secara umum dapat ditemukan. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mengeksresikan ion hidrogen.


(40)

Perubahan hematologi

Efek primer pada gagal ginjal adalah anemia karena ginjal tidak mampu memproduksi eritropoentin sehingga pasien dapat mengalami kelemahan, fatiq dan intoleransi terhadap dingin.

Perubahan gastrointestinal

Pasien seringkali mengalami anoreksia, mual, muntah, rasa pahit, metallic, dan rasa asin serta napas seringkali berbau amonia, amis dan berbau busuk. Stomatitis, parotitis dan gingivitis merupakan masalah yang sering pada pasien. Konstipasi juga merupakan masalah umum untuk pasien

Perubahan imunologi

Kerusakan pada sistem imun membuat pasien mudah untuk terinfeksi.

Perubahan

metabolisme obat-obatan

Gagal ginjal memiliki efek yang serius pada metabolisme obat. Pasien uremia memiliki resiko tinggi untuk keracunan obat-obatan karena

perubahan renal dalam farmakokinetik obat-obatan. Perubahan

kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang paling umum adalah hipertensi. Apabila volume dalam jantung overload dapat terjadi hepertrofi ventrikuler dan gagal jantung. Disritmia juga dapat terjadi karena hiperkalemia, asidosis, hipermagnesium, dan penurunan perfusi koroner.

Perubahan respirasi Efek dalam sistem respirasi yakni edema pulmonal akibat cairan yang berlebihan, peningkatan frekuensi


(41)

napas, dan sesak. Perubahan

muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terkena dampak lebih awal dan 90% pasien gagal ginjal mengalami renal osteodistrofi yang dapat berlanjut pada osteomalasia, osteitis fibrosa, osteoporosif, dam osteosklerosis. Beberapa pasien juga mengeluhkan kram otot.

Perubahan integumen

Masalah pada kulit merupakan masalah yang mengganggu kenyamanan pasien. Kulit pasien menjadi kering karena atropi kelenjar keringatdan perubahan warna kulit juga terjadi akibat pigmen urokrom. Pasien juga mengalami pruritus akibat hiperparatiroidisme sekunder dan deposit kalsium pada kulit. Rambut dan kuku menjadi tipis dan rapuh.

Perubahan neurologik

Neuropati perifer menyebabkan banyak manifestasi seperti kaki terasa terbakar, ketidakmampuan menemukan posisi kaki yang nyaman, perubahan gaya berjalan, footdrop, dan paraplegi.

Perubahan reproduktif

Pasien wanita dapat mengalami ketidakteraturan menstruasi, terutama amenore dan infertilitas. Pasien laki-laki melaporkan kondisi impoten akibat faktor fisik dan psikologis, atropi testicular, oligospermia, and penurunan motilitas sperma. Keduanya juga


(42)

melaporkan adanya penurunan libido.

Perubahan endokrin Gagal ginjal juga berefek pada sistem endokrin seperti insulin dan fungsi paratiroid.

Fungsi psikologis

Ekspresi psikologis yang terjadi dapat berupa sedih, depresi, perasaan menyesal, gangguan gambaran diri, dan rendah diri. Gambaran ekspresi psikologis yang dialami tersebut terutama di awal pasien didiagnosa gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis (Farida , 2010).

Fungsi spiritual

Perubahan ekspresi spiritual yang terjadi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis berupa rasa syukur, pasrah, dan upaya meningkatkan ibadah (Farida , 2010).

Psikososial

Perubahan pola interaksi sosial yang terjadi yakni pasien cenderung lebih banyak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar rumah dan untuk interaksi dengan jarak yang jauh menjadi terbatas. Interaksi baru juga terjadi dengan sesama pasien yang menjalani hemodialisis. Selain itu terjadi gangguan fungsi seksual pada pasien dan gangguan mobilitas atau bepergian sehingga pasien tidak dapat bepergian lebih dari 3-4 hari (Farida , 2010).


(43)

Ekonomi

Perubahan status ekonomi juga dirasakan oleh pasien dimana kebutuhan akan keuangan bertambah dengan menjalani hemodialisis walaupun biaya hemodialisis tidak membayar (dengan dibebankan kepada pihak lain seperti asuransi atau pemerintah), namun informan mengatakan ada biaya lain yang harus dikeluarkan setiap bulan yakni untuk obat-obatan yang tidak dijamin, pemeriksaan laboratorium, atau biaya transportasi dari rumah ke rumah sakit yang cukup besar (Farida , 2010).

B. Teori Self-Care (Orem) dan Self-Efficacy (Bandura) 1. Teori Self-Care Orem

Individu akan berusaha berperilaku untuk dirinya sendiri dalam menemukan dan melaksanakan treatment pengobatan untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan (Taylor & Renpenning, 2011). Hal tersebut merupakan bagian yang natural dari manusia. Orem percaya bahwa manusia memiliki kemampuan dalam merawat dirinya sendiri (self-care) dan perawat harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut (Orem, 1995 dalam Simmons, 2009).

Filosofi dari ilmu keperawatan adalah memandirikan dan membantu individu memenuhi kebutuhan dirinya (self-care). Salah satu teori self-care dalam ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem. Orem dalam hal ini melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari aspek fisik, psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan untuk merawat dirinya yang berbeda-beda sehingga tindakan perawat


(44)

berupaya untuk memacu kemampuan tersebut. Individu juga memiliki kemampuan untuk terus berkembang dan belajar (Asmadi, 2008 ; Kusnanto, 2003). Orem mendefinisikan keperawatan sebagai seni dimana perawat memberikan bantuan khusus kepada individu dengan ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk perawatan mandiri serta berpartisipasi secara intelegensi dalam perawatan medis yang diberikan oleh dokter (Swanburg, 2000).

Teori Orem mendeskripsikan peran dari perawat adalah menolong seseorang dalam ketidakmampuannya dalam melaksanakan self-care. Tujuan utama sistem Orem ini adalah menemukan kebutuhan self-care

(self-care demand) pasien hingga pasien mampu untuk melaksanakannya

(Orem, 2007 dalam Mosby Dictionary, 2009). Menurut Orem, asuhan keperawatan diberikan apabila pasien tidak mampu melakukannya, namun perawat tetap harus mengkaji mengapa klien tidak dapat memenuhinya, apa yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan menilai sejauh mana klien mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri (Hartweg,1995 dalam Potter & Perry, 2005).

Teori Orem mengidentifikasi dua set dari ilmu keperawatan yakni

nursing practice science dan foundational sciences. Termasuk di dalam

nursing practice science yakni 1) wholly compensatory dimana perawat

membantu penuh ketidakmampuan total pasien dalam melakukan aktivitas self care ; 2) partially compensatory dimana perawat membantu ketidakmampuan sebagain pasien dalam melakukan aktifitas self care ; 3)


(45)

supporting-educative dimana perawat membantu pasien untuk membuat keputusan dan memiliki kemampuan dan pengetahuan. Dan termasuk di dalam foundational sciences adalah self-care, self care agency, dan human

assistance (Basavanthappa, 2007 ; Tomey & Alligood, 2006).

Teori orem ini dikenal dengan sebagai Self-Care Deficit Theory yang terdiri atas tiga teori terkait , yaitu :

a. Theory of self-care dimana mendeskripsikan tentang mengapa dan

bagaimana seseorang merawat diri mereka sendiri.

b. Theory of self-care deficit dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

mengapa seseorang dapat dibantu dalam perawatan dirinya di keperawatan.

c. Theory of nursing system dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

hubungan yang diciptakan perawat untuk dimiliki dan dipelihara oleh pasien. (Tomey & Alligood, 2006 ).

Self-care didefinisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk

berinisiatif dan menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan, fungsi kesehatan, melanjutkan perkembangan dirinya, dan kesejahteraan dengan menemukan kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan perkembangan (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010). Self-care agency merupakan kompleks yang akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak dalam mengatur fungsi dan perkembangan dirinya (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010).

Nursing agency terdiri atas perkembangan kemampuan seseorang yang


(46)

mereka sebagai perawat dalam kerangka hubungan interpersonal yang sah untuk bertindak, mengetahui dan menolong seseorang untuk menemukan kebutuhan perawatan diri yang terapeutik (therapeutik self-care demand) dan mengatur perkembangan dan latihan dari self-care agency mereka (Alligood & Tomey, 2010).

Basic conditioning factors adalah faktor yang mempengaruhi nilai

dari self care demand , self-care agency dan nursing agency. Sepuluh faktor yang telah teridentifikasi meliputi umur, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, pola kehidupan (pattern of living), faktor sistem pelayanan kesehatan, faktor sistem keluarga, faktor sosial budaya, ketersediaan sumber, dan faktor eksternal lingkungan (Alligood & Tomey, 2010, Muhlisin & Indarwati, 2010). Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan diri dalam memberikan kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia (Asmadi,2008).

Area hemodialisis merupakan salah satu area praktik keperawatan untuk mengaplikasikan teori self-care Orem ini dimana aplikasi ini akan sesuai karena penting sekali untuk pasien untuk aktif terlibat dalam perawatan dirinya. Tujuan utama praktek keperawatan adalah untuk membantu pasien menyiapkan diri untuk berperan serta secara adekuat dalam perawatan dirinya dengan cara meningkatkan outcome pasien dan kualitas hidup. Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal tersebut dengan membentuk hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, menyediakan dukungan dan pendidikan kesehatan, memperbolehkan pasien mengontrol beberapa situasi dengan berpartisipasi dalam


(47)

pengambilan keputusan, dan mendorong pasien untuk aktif berpartisipasi dalam tretmen hemodialisis (Simmons, 2009).

Self-care management pada pasien GGK yang menjalani

hemodialisis merupakan usaha positif pasien untuk menemukan dan berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan mereka untuk mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, menyusun sumber-sumber pengobatan, meminimalisir gangguan dalam penyakit yang dapat mengganggu kehidupan yang mereka sukai (Curtin & Mapes, 2001). Yang termasuk didalamnya menurut Richard (2009) meliputi :

a) Pembatasan cairan

Ukuran pembatasan cairan dapat diukur dengan Interdialytic Weight

Gain (IDWG) atau berat yang diperoleh selama dialisis. IDWG

dipengaruhi oleh ukuran tubuh, volume urin output, apa yang pasien minum, intake natrium, adanya riwayat diabetes melitus (DM mempengaruhi intake cairan karena hiperglikemia menstimulasi haus), kontrol gula darah, cuaca, dan self efficacy (kepercayaan diri pasien dalam mengatur pembatasan cairan). Perspektif pasien dalam kaitannya dengan pembatasan cairan menunjukkan bahwa mereka memiliki perasaan negatif tentang diri mereka sendiri dan kemampuan mereka dalam mengatur pembatasan cairan seperti rasa malu, hilang kepercayaan diri, dan memiliki kemampuan yang kecil di dalam dalam mengaturnya.


(48)

b) Pengaturan diet

Self-care management pada diet pasien GGK penting untuk

mempertahankan status nutrisi dan keseimbangan elekrolit. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah kepatuhan terhadap program diet yang telah ditentukan karena program tersebut telah disusun dengan tepat sesuai dengan kondisi ginjal serta kecukupan kalori dan nutrisi yang diperlukan tubuh pasien yang menderita GGK. Penelitian melaporkan walaupun pasien memiliki pengetahuan tentang diet dan komplikasi jika tidak mematuhi program tersebut , mereka tetap tidak mengikuti program diet yang telah ditetapkan itu. Faktor-faktor yang positif berhubungan dengan self-care management pada diet yaitu usia lanjut, wanita, dan self efficacy yang baik. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berkaitan adalah lamanya waktu hemodialisis, edukasi,

social support, dan kadar serum pottasium.

c) Pengobatan

Pasien GGK yang menjalani hemodialisis selain menjalani treatmen tersebut mereka biasanya mengkonsumsi banyak macam obat. Banyak hal terkait dengan obat yang perlu diketahui oleh pasien mengingat banyaknya jumlah obat seperti tentang waktu minum masing-masing obat, jumlah obat yang diminum, dosisnya, jenisnya, untuk apa saja obat-obatan tersebut, dan efek dalam tubuh pasien.

d) Akses vaskuler

Akses vaskuler merupakan jalan keluar masuknya darah pasien saat pelaksanaan treatmen hemodialisis. Penting juga untuk melakukan


(49)

perawatan akses tersebut secara mandiri mengingat bahwa akses ini akan selalu digunakan pasien untuk hemodialisis. Selain itu beberapa hal yang tidak boleh dilakukan pada daerah akses vaskuler (lengan cimino) juga penting dijelaskan pada pasien seperti tidak boleh dilakukan pengukuran darah atau mengakat benda berat, dan lakukan latihan meremas-remas bola untuk mempertahan akses vaskuler tetap baik.

e) Perspektif pasien tentang self-care management

Penelitian melaporkan bahwa untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik pasien akan fokus dalam mengatur hubungan mereka dengan dokter dan layanan kesehatan (Cutin & Mapes, 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa pasien merasa diet dan pembatasan cairan tidak perlu untuk mereka dan termasuk peraturan yang kaku dimana ketika mereka mematuhinya maka mereka dikategorikan patuh dan apabila tidak mengikutinya dikategorikan tidak patuh (Krespi dkk, 2004). Mengetahui perspektif pasien tersebut penting dalam upaya memahami apa yang dihendaki oleh pasien serta strategi yang dapat dilakukan untuk pasien agar pasien dapat mengikuti treatmen yang telah ditetapkan.

2. Teori Self Efficacy Bandura

Penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara


(50)

agency dibarengi dengan peningkatan self efficacy begitu pula sebaliknya (Bağ & Mollaoğlu, 2010). Bandura mendefinisikan self efficacy sebagai penilaian diri seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Bandura menggunakan istilah self efficacy ini sebagai keyakinan (beliefs) seseorang tentang kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil (Bandura, 1997 dalam Mukhid, 2009).

Efek keyakinan terhadap self efficacy pada proses kognitif bentunya bervariasi. Kebanyakan perilaku diatur oleh pemikiran sebelumnya terhadap tujuan personal yang ingin diwujudkan. Pengaturan tujuan personal ini dipengaruhi oleh penilaian diri akan kemampuannya. Keyakinan self-efficacy yang kuat membuat seseorang mengatur tujuan yang terbaik dalam diri mereka. Keteguhan mereka terhadap hal tersebut merupakan komitmen untuk mereka. Keyakinan diri terhadap efficacy juga memegang peranan kunci dalam pengaturan motivasi diri seseorang (Bandura, 1991 dalam Bandura 1993).

Persepsi seseorang yang tinggi terhadap efficacy dapat berdampak pada kesiapan dan pelaksanaan usaha yang berbeda (Bandura, 1982). Perasaan efficacy yang kuat meningkatkan kecakapan seseorang dan kesejahteraannya karena seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi membuat perasaannya tenang dan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk ditangani dan bukan ancaman untuk dihindari (Mukhid, 2009). Dalam beberapa survey dari self efficacy dalam bidang


(51)

kesehatan menunjukkan hubungan yang kuat antara self efficacy dan progres dari perubahan perilaku dan upaya pemeliharaan kesehatan. Pendekatan untuk mengukur self efficacy menurut Bandura yakni dengan menanyakan tentang persepsi atau keyakinan terhadap perilaku tertentu dapat dilaksanakan dan menanyakan seberapa kuat keyakinannya tersebut (Strecher dkk, 1986)


(52)

Nursing diagnosis Readines for Enhanced Self Health Management

As evidence by choices of daily living are appropriate for meeting goals (e.g treatment, prevention), describes reduction

of risk factors, expresses desire to manage the illness (e.g treatment, prevention of sequelae), expresses little difficulty with prescribed regimens, no enexpected acceleration of illnes symptoms

Intervention (NIC) Outcome (NOC)

Health Education

 Identify internal or external factors that may enhance or reduce motivation for healthy behavior

 Determine personal context and social-cultural history of individual, family, or target group

 Assist individuals, families, and communities in clarifying health beliefs and values  Identify characteristics of target population that affect selection of learning strategies  Prioritize identified learner needs based on client preference, skills of nurse, resources

available, and likelihood of successful foal attainment  Formulate objectives for health education program

 Identify resources (e.g., personnel, space, equipment, money, etc.) needed to conduct program

 Consider accessibility, consumer preference, and cost in program planning Strategically place attractive advertising to capture attention of target audience  Develop educational materials written at a readability level appropriate to target

audience

 Teach strategies that can be used to resist unhealthy behavior or risk taking rather than

Adherence Behavior

 Ask health related questions...

 Seeks health information from variety of sources...

 Uses reputable health information to develop strategies...

 Weight risks/benefits of health behavior...  Provide rationale for adopting a health

behavior...

 Uses strategies to eliminate unhealthy behavior...

 Uses strategies to optimaze health...  Uses health care services congruent with

need...

 Performs activities of daily living consistent with energy and tolerance...

 Performs self-screening... Tabel 2.3 Nursing Care Plan


(53)

give advice to avoid or change behavior

 Keep presentation focused and short and beginning and ending on main point  Use group presentation to provide support and lessen threat to learners experiencing

similar problems or concern as appropriate

 Use peer leaders, teachers, and support group in implementing programs to groups less likely to listen to health professionals or adults (i.e. adolescent) as appropriate

 Use lectures to convey the maximum amount of information when appropriate

 Use group discussions and role-playing to influence health beliefs, attitudes and values  Use demonstration/return demonstrations, learner participation and manipulation of

materials when teaching psychomotor skills

 Use computer-assisted instruction, television , interactive video, and other technologies to convey information

 Use teleconferencing, telecommunications, and computer technologies to distance learning

 Involve individuals, families, and groups in planning and implementing plans for lifestyle or health behavior modification

 Determine family , peer and community support for behavior conducive to health  Utilize social and family support and family support system to enhance effectiveness

of lifestyle or health behavior modification

 Describes rationale for deviating from a health regiment...

Measurement Scale 1= Never demonstrated 2= Rarely demonstrated 3= Sometimes demonstrated 4= Often demonstrated 5= Consistently demonstrated


(54)

Related factor complexity of health care system, complexity of therapeutic regiment , decisional conflict, deficient knowledge, economic difficulties, excessive demands made (e.g individual, family), family conflict, family patterns of health care, inadequate number of cues to action, perceived barriers, seriousness, benefits, and susceptibility,

powelessness, regimen, social support deficit as evidence by failure to include treatment regimen in daily living and to take action to reduce risk factors, ineffective choice in daily living for meeting health goals, report desire to manage the illness, report difficulty with prescribed regimens.

Intervention (NIC) Outcome (NOC)

Self Efficacy Enhancement

 Explore individual`s perception of his/her capability to perform the desired behavior

 Explore individual`s perception of benefits of executing the desired behavior  Identify individual`s perception of risks of not executing the desired behavior  Identify barriers to changing behavior

 Provide information about the desired behavior

 Assist individual to commit to a plan of action for changing behavior  Reinforce confidence in making behavior changes and taking action

 Provide an environment supportive to learning knowledge and skills needed to carry out the behavior

 Use teaching strategies that are culturally and age-appropriate (e.g., games, computer assisted instruction, or conversation maps)

 Model/demonstrate desired behavior  Engage in role play to rehearse behavior

 Provide positive reinforcement and emotional support during the learning

Compliance Behavior  Accepts diagnosis...

 Seeks reputable information about diagnosis ...  Discusses prescribed treatment regiment with health

professional ...

 Performs treatment regimen as prescribed ...  Keep appointments with health professional ...  Report changes in symptomps to health professional

...

 Modifies treatment regiment as directed by health professional...

 Monitor medication therapeutic effects ...  Perform self-screening whe directed ...

Perform activities of daily living as prescribed...  Seeks external reinforcement for performance of


(55)

process and while implementing the behavior

 Provide positive reinforcement and emotional support during the learning process and while implementing the behavior

 Provide opportunities for mastery experiences (e.g., successful implementation of the behavior)

 Use positive persuasive statements regarding the individual`s ability to carry out the behavior

 Encourage interaction with other individuals who are successfully changing their behavior (e.g., support group or group education participation)

 Prepare individual for the physiologic and emotional states that may be experienced during initial attempts to carry out a new behavior

Measurement Scale 1= Never demonstrated 2= Rarely demonstrated 3= Sometimes demonstrated 4= Often demonstrated 5= Consistently demonstrated

D. Penelitian Terkait

Judul Penulis Metode Penelitian Hasil Penelitian

Pengalaman Self-Care Berdasarkan Teori Orem pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis

Wahyu Hidayati & Kiki Wahyuni (2012) Jurnal Nursing Studies Kualitatif dengan pendekatan fenomenologis

Hasil penelitian menunjukkan baiknya pemahaman informan

tentang penyakit ginjal kronik dan hemodialisis melalui pemahaman informan akan pengalaman riwayat dahulu, masalah psikologis yang dialami informan seperti stress dan masalah ketidakberdayaan setelah vonis, namun bagaimana


(56)

mekanisme koping terhadap hal tersebut tidak dijelaskan, dan faktor penghambat dalam mempertahankan kondisi tubuh yakni faktor ekonomi, faktor mental, dan pengelolaan asupan cairan dan nutrisi pada pasien GGK, namun untuk faktor pendukung tidak dijelaskan. Upaya dan strategi yang dilakukan informan terkait self-care tidak dijelaskan.

The Evaluation of Self-Care and Self-Efficacy in Patients Undergoing Hemodialysis

E. Bağ , & Mollaoğlu M. (2010) Journal of Evaluation in Clinical Practice

Kuantitatif melalui deskriptif survey

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif antara

self care agency dengan self efficacy pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani HD dimana kenaikan pada self care agency maka self efficacy pasien juga akan mengalami peningkatan. Didapatkan pula adanya hubungan antara self-care agency dengan pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendapatan, dan frekuensi HD. Sementara itu terdapat hubungan pula antara self efficacy dengan umur, status pekerjaan, tingkat pendapatan dan frekuensi HD.


(57)

Relationship Between

Quality of Life and Self-Care Ability in Patients Receiving Hemodialysis

M. Heidarzadeh , Atashpeikar S., & Jalilazar T. (2012)

Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research

Kuantitatif cross-sectional

Hasil penelitian melaporkan bahwa 78,3% pasien menginginkan kemampuan self care. Kemampuan self care yang paling banyak diinginkan adalah perawatan akses vaskuler (arteriovenous) dan yang paling sedikit diinginkan yakni terkait nutrisi. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang langsung dan signifikan antara kualitas hidup pasien gagal ginjal terminal yang menjalani

hemodialisa dengan kemampuan self-care. Selain itu ditemukan pula hubungan yang langsung dan signifikan antara kemampuan

self-care dengan dimensi fisik, psikologi dan sosial.

Pengalaman Klien Hemodialisa Terhadap Kualitas Hidup Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP

Anna Farida (2010) UI Journal Kualitatif dengan pendekatan fenomenologis

Hasil penelitian menunjukkan pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terhadap kualitas hidup mereka didapatkan lima tema yaitu perubahan pemenuhan kebutuhan dasar, kualitas spiritual yang meningkat, kualitas fisik dan psikologis menurun, puas akan pelayanan keperawatan, kebutuhan akan


(58)

Fatmawati Jakarta dukungan sosial. Dari hal tersebut menunjukkan adanya perubahan secara fisik, psikologis, sosial, ekonomi dan spiritual.

Self-Management of

Hemodialysis for End Stage Renal Disease

Joanna Briggs Institute (2011)

Randomized Controlled Trials

Intervensi psikososial seperti intervensi terhadap self-efficacy (program training individu terstruktur) efektif dalam mengontrol peningkatan berat badan. Partisipasi pada pasien dalam program pemberdayaan efektif untuk meningkatkan level empowerment, self

care self efficacy, dan untuk menurunkan level depresi. Terapi

kelompok psikososial merupakan metode yang efektif

meningkatkan kepercayaan diri dalam self-care. Program edukasi

dan support telah menunjukkan keefektifan dalam dalam

meningkatkan kemampuan psikososial dan performance dalam aktivitas sehari-hari. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa intervensi tersebut dapat efektif baik dalam bentuk individu atau grup.


(59)

Self-care

(Orem, 2001)

Self-care demands

(Orem, 2001)

Perubahan pada :

(Black & Hawks, 2011)  Fisiologis Farida (2010)  Psikologis  Spiritual  Sosial  ekonomi Gagal Ginjal Kronis Nursing Agency (Orem,2001) Self-care agency (Orem, 2001)

E.Kerangka Teori

 Gambaran Self-Care dan Self Efficacy  Hambatannya

 Sumber Dukungan

Basic Conditioning Factors :

Umur , Jenis kelamin, Status

perkembangan, Status kesehatan, Orientasi sosial budaya, Sistem perawatan kesehatan (diagnostik, penatalaksanaan modalias), Sistem keluarga, Pola hidup , Lingkungan, Ketersediaan sumber (Orem, 2001)

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Modifikasi dari Orem (2001) dalam Alligood & Tomey (2010), Black & Hawks (2011), Farida (2010), Bandura (1982) Teori self efficacy

Bandura (Bandura (1982)

Deficit Basic Conditioning Factors Basic Conditioning Factors


(60)

40

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas menunjukkan gambaran

self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa perlu di ketahui dan diteliti sehingga dapat diketahui langkah-langkah, tindakan ataupun edukasi yang perlu diberikan perawat kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis agar memiliki kualitas dan kuantitas hidup yang lebih baik. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di wilayah Tangerang.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Istilah

1. Self-care management pasien GGK didefinisikan sebagai usaha positif

yang pasien lakukan untuk mengatur dan berpartisipasi dalam perawatan kesehatan dirinya dalam mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, menyusun sumber medis, dan meminimalkan gangguan dari penyakit dalam kehidupan mereka (Curtin

Self-Care Management pasien GGK yang Menjalani Hemodialisis

 Gambaran Self-Care dan Self Efficacy,  Hambatannya


(61)

& Mapes, 2001) serta usaha untuk mengimplementasikan regimen terapeutik pengobatan dalam aktifitas sehari-hari pasien sebagai upaya dalam merawat dirinya sendiri beserta self efficacy dalam pelaksanannya (penilaian diri pasien terhadap kemampuannya dalam merawat dirinya sendiri), hambatannya serta sumber dan bentuk dukungan yang dimiliki pasien.

2. Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau End Stage Renal Disease (ESRD) didefinisikan sebagai pasien yang memiliki kondisi dimana ginjalnya mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuhnya gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

3. Terapi hemodialisis merupakan suatu teknologi tinggi untuk terapi penggantian fungsi ginjal dalam mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam tubuh melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dengan alat dialiser, melalui proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat (Smeltzer, 2001)


(62)

42

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk menafsirkan fenomena tentang respon keberadaan manusia dengan latar yang alamiah dengan metode wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Denzin & Lincoln, 1987 dalam Moleong, 2013). Desain penelitian kualitatif menurut Moleong (2013) merupakan penelitian yang bermaksud memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dal lain-lain, secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kompleks alamiah. Pendekatan fenomenologis berusaha memahami makna dari pengalaman dari perspektif partisipan/informan dimana mereka memperkenalkan bahwa banyak cara yang berbeda untuk menginterpretasikan pengalaman yang sama dan tidak pernah berasumsi bahwa peneliti mengetahui apa makna hal tersebut bagi mereka. Peneliti menghargai adanya pengalaman yang bervariasi dan kompleks tersebut (Emzir, 2012).

Melalui pendekatan ini diharapkan peneliti dapat menggali informasi secara mendalam tentang gambaran self-care management dan self efficacy pasien gagal GGK yang menjalani hemodialisis.

B.Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan penelitian ini melalui teknik purpossive sampling dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy).


(63)

Kesesuaian (appropriateness) dimana sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan peneliti yakni :

1. Partisipan Utama

Partisipan utama merupakan pasien GGK yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Pasien GGK yang berdomisili di wilayah Tangerang Selatan dan sedang menjalani terapi hemodialisis

b. Dapat berkomunikasi dengan baik

c. Bersedia menjadi partisipan dengan menandatangani lembar inform consent

d. Kooperatif menjadi partisipan dalam penelitian 2. Partisipan Pendukung

a. Keluarga partisipan (anggota keluarga yang selalu terlibat dalam proses perawatan pasien)

Partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif menurut Lincoln dan Guba (1985) tidak dapat ditentukan spesifik sebelumnya. Penentuan jumlahnya dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Penambahan partisipan dapat terjadi dan dihentikan manakala datanya sudah jenuh atau telah terjadi saturasi data dimana data dari partisipan sudah tidak memberikan informasi baru untuk peneliti (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan pada 8 orang partisipan utama yakni 7 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Wawancara juga dilakukan kepada partisipan pendukung dari masing-masing partisipan utama yakni suami/istri mereka.


(1)

hidup. Kalau boleh itu Allah bertanya kamu mau hidup atau mati, terus terang saya pilih mati, soalnya nggak ada arti hidup kita sebagai laki-laki..udah nggak ada (mata berkaca-kaca dan terlihat air mata disudut mata pasien... Putus asanya saya di hidup. Lama ini prosesnya. Saya tanya ada nggak obatnya..nggak ada”(P7)

“...Dengan gejalanya kita punya penyakit ginjal supaya kita tidak mengalami gangguan-gangguan mengenai penyakit kita harus banyak aktifitas ...”(P6)

keadaan

Memperbanyak aktifitas

(putus asa)

Banyak aktifitas

Aspek Spiritual

Statement Sub kategori kategori Sub tema Tema

“Yaahhhh...nggak ada perawatan khusus yang pasti lah. Cuman saya berserah diri, menjalani dengan ikhlas yah, trus tentunya sambil minta sama yang kuasa untuk kesembuhan.”(P2)

“...yaa mungkin yaa saya juga sudah pasrah ya pada yang kuasa ya, kalau cuci darah ini kan ya nggak bisa sembuh ya kan?”(P4)

“Kalau masalah penyakit, itu penyakit jangan sampe dipikirin terlebih dahulu sampai ke mendetail sekali, lebih baik kita lepas ajah penyakit itu. Hanya lepas kepada Allah karena Allah yang menentukan hidup mati manusia. Penyakit yang

Berserah diri, menjalani dengan ikhlas

Pasrah pada yang Maha Kuasa

Lepas kepada Allah

Kepasrahan terhadap Tuhan

Spiritual Gambaran Self-Care


(2)

diberikan oleh Allah, harus kita kembalikan lagi kepada Yang Maha Kuasa gitu.”(P6)

“Kalau sekarang lebih berdoa untuk kesehatan ajah , jadi minta diberikan kesehatan ajah. Sekarang juga doanya untuk minta kesembuhan, kebanyakan minta kesembuhan.”(P1) “...Tapi saya yakin dengan kesembuhan saya yakin. Dengan izin Allah saya yakin. Tetep minta.”(P2)

“Jadi kalau kita tidak bertawakal kepada Tuhan nanti ya Wallahua’lam yah nggak akan sembuh. Yah walaupun sudah ngobatin pake herbal tapi kalo nggak ngadu sama Yang Maha Kuasa nggak kan dapat kesembuhan. Masalah kesembuhan wallahua’lam, tapi kita kan sudah berusaha, manusia harus berusaha, mengahadap Ilahi agar disembuhkan dari segala penyakit dan diangkat penyakitnya.”(P6)

“5 waktu kita jalanin. Kan dengan ibadah itu menyerahkan diri kepada Tuhan dan minta kesembuhan...Itulah obat yang paling mujarab meminta kepada Allah 5 waktu, kalau obat-obatan kan hanya penghubung, syarat, penunjang…….”(P6)

“Bapak tetep berusaha tidak meninggalkan. Tapi sholatnya duduk..yah tiduran..”(P1)

Berdoa untuk kesehatan

Yakin dengan izin Allah

Tawakal kepada Allah

Sholat dengan duduk

Keyakinan akan

kesembuhan dari Tuhan

Aktifitas ibadah sholat


(3)

“...udah saya di rumah,sholatnya duduk itu juga... Duduk. Kalaupun berdiri paling Subuh yang 2 rokaat. itupun saya coba. Karena saya harus..harus...harus mencoba segala sesuatu yang sekiranya saya tu mampu gitu”(P2)

“Saya yaa alhamdulillah sich, duduk sholatnya, karena kalau ...ini terasa disini (menunjukan kaki) pegel, nggak kuat, itu tengkuk nggak kuat, berdiri bangun, berdiri-bangun...paling saya gini..duduk (meperagakan posisi duduk dengan kaki diluruskan).”(P4)

“Sholatnya gitu..asal itu..katanya pusing, sakit kepalanya. Kalo ini... kadang sakit ininya (menunjukkan lutut). Seingetnya dia dah..hehe(tertawa). Sholatnya kalo berdiri, kakinya kadang suka ngilu”

”Duduk...kalo berdiri nggak kuat..pas naek itu nggak kuat.”(P7)

”Yah duduk..Kalo berdiri kan nggak kuat”(P8)

“...sholat biasa. Nggak ada berbaring..nggak ada keluhan apa-apa. Kalo sholat seperti lazimnya orang-orang sholat aja.”(P6)

Sholat dengan duduk

Sholat dengan duduk

Sholat dengan duduk

Sholat dengan duduk

Sholat seperti biasa


(4)

Tema II : Hambatan dalam Pelaksanaan Self Care Management

Statement Kategori Sub tema Tema

“Susah....hehehe(tertawa). Dari makannya kalo masak sendiri maunya yang aneh-aneh, maunya makannya padang gitu”(Istri P5) ”Ya ada...yah kadang nggak tahan minum itu karena yah tau sendiri...panas. manusia kan nggak lepas dari air. Sedangkan dia harus dijaga airnya. Kan berlawanan. Berat lah itu. Masih mendingan makan bisa dijaga ”(Suami P8)

“karena tenaga nggak ada ajah cuman. Dari duduk ke berdiri itu yang payah. Ini rasanya nggak ada tenaga.”(P7)

“Jamkesda saya hanya dapat 4 kali. Ini sebulan lebih dari sejuta, belum lagi obatnya...sejuta, 5 juta sebulah..yah dari anak-anak ajah. Telat sehari ajah sudah kambuh.”(Istri P7)

Motivasi Diri dalam Pengaturan Nutrisi Motivasi Diri dalam Pembatasan Cairan

Motivasi Diri dalam Beraktifitas

Ekonomi

Internal

Eksternal

Hambatan dalam Self-Care Management

Tema III : Sumber Social Support dalam Pelaksanaan Self Care Management

Statement Kategori Sub tema Tema

“Yah yang berperan penting ibu lah ..istri lah..banyak kontrolnya misalnya bapak lagi jalan udah capek istirahat. Banyak

Pasangan mengontrol dan

Pasangan (Suami/Istri)

Sumber Social support


(5)

mengingatkan lah...dari keluarga lah...”(P1)

“Yah istrilah, nomer satu Istri karena dia yang tahu persis kondisi saya. yah selalu nasehatin, itu suatu dukungan juga. Jangan makan ini, jangan makan itu yang sekiranya nggak boleh.”(P2)

“...sekarang kan saya kondisinya itu obat ...dia( Istri) itu obat beli obat nebus obat. Kedua kalo saya lagi check lab, dia nganter. Kalau saya jalan sendiri , dia kan khawatir, jalan ajah sempoyongan.”(P4)

“Dukungan yah banyak. Dukungan dari adek-adek saya, orang tua saya, yah mungkin biaya, untuk saya berobat atau untuk transportasi. Yah sangat mendukung.”(P2)

“...anak-anak saya. Semenjak sakit anak saya gantian nginep di rumah saya tiap malem.”(P3)

”Yah semua-semuanyalah, kalo nggak siapa lagi. Orang tua udah nggak ada. Kan saya bilang tadi..sodara terbang semua. Keluarga ajah lah...anak. Biaya dibantu anak”(P7)

“Deket yah deket. Kalo saya tergantung individu orangnya yah. Kalo individu orangnya diem ajah yah diajak ngobrol diem ajah yah diem bapak. Tapi alhamdulillah samping bapak sering sharing gitu kan. Dia kebetulan udah 3-5 tahun an lah. Kadang bapak juga suka teriak gitu ke yang orang Irian..”makan pak”....yah saling ngasih spirit. Ada tuh orang Parung nggak mau makan , Istrinya sampe nangis. Saya juga suka teriak ke Bapak itu. malah kadang

mengingatkan Pasangan yang menasehati

Pasangan membeli obat dan mengantar

Biaya dan transportasi

Bergantian menjaga

Biaya

Sharing dan saling memberikan semangat

Keluarga

Sesama pasien yang menjalani hemodialisis


(6)

bapak kalau makan makan wahhh...kayak nikmat ajah tuh. Dia kan jadi sering ngeliatin bapak. Sengaja bapak perlihatkan biar ketularan makan...”(P1)

“Kalo ketemu aja ngobrol-ngobrol. Kayak keluarga dah kita