Yayasan menurut UUY Konsep Yayasan

50 Islam wakaf ini disebut wakaf khairi. Selain wakaf khairi, ada juga wakaf dzuuri, yaitu wakaf dengan memeruntukkan sebagai dari kekayaan, dan kekayaan tersebut lebih bersifat warisan untuk kepentingan anak-cucu si pemberi wakaf atau wakif. Sebelum adanya UUY, yayasan-yayasan yang ada di Indonesia, termasuk yayasan tersebut di atas, umumnya didirikan dengan akta notaris dengan atau tanpa didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat.

3. Yayasan menurut UUY

Berbeda dengan buku teks, konsep yayasan dalam UU tidak dijelaskan. Yang ada hanyalah pengertian umum sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 ayat 1 UUY sebagai berikut: “yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperun- tukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusia- an”. Rumusan di atas ada kemiripannya dengan teori A. Brinz sebagaimana telah disebutkan di depan. Hanya saja Brinz tidak mengakui yayasan sebagai subyek hukum, sebab yang menjadi sub- yek hukum menurut beliau hanya manusia saja. Kesamaan antara Brinz dan rumusan di atas adalah bahwa kekayaan yang dipisahkan itu 51 tidak terikat kepada siapa pun selain kepada tujuannya. Bagi UUY, unsur ini menjadi unsur pokok yang ditetapkan sebagai faktor pembentuk badan hukum. Dengan penegasan itu tampak bahwa sebuah yayasan disebut badan hukum apabila ia memi- liki kekayaan yang dipisahkan terlepas dari keka- yaan pendiri, dan pendiriannya melulu dimak- sudkan untuk kepentingan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Ketiga tujuan ini memang tidak harus dicakup secara lengkap oleh tiap yayasan. Yayasan boleh hanya fokus pada satu atau dua bidang, tetapi bisa juga ketiga-tiganya. Yang terpenting pada rumusan pasal tersebut ialah bahwa kekayaan yayasan adalah kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendiri dan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Apabila hal-hal tersebut terpenuhi, maka yayasan dimaksud diakui sebagai badan hukum. Sebaliknya, badan hukum yang demikian merupakan yayasan. Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat 1 tersebut, tampak bahwa UUY mengonstruksi konsep yayasan dalam satu bentuk yang sama dan tunggal. Hal ini dapat diketahui dalam jabaran pengaturan yayasan pada pasal-pasal selanjutnya. Contohnya adalah rumusan Pasal 2 tentang organ yayasan yang diimplementasikan 52 secara rinci pada beberapa pasal tentang pembina, pengurus, dan pengawas pada Pasal 28 – Pasal 47. Demikian pula ketentuan Pasal 5 tentang kekayaan yayasan dan ketentuan pada Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 8 tentang usaha atau badan usaha yang dapat diselenggarakan oleh yayasan. lihat bahasa detail pada bab III, B.3.b. dan c. pada halaman 117-135. Dalam pasal-pasal tersebut yayasan dikons- truksi sebagai sebuah lembaga yang bentuknya pasti sama dari aspek organ dan kewenangannya, struktur organisasi, status kekayaan yayasan, dan larangan-larangan kepada pengurus. Perbe- daan-perbedaan yang nyata ada dalam yayasan dianggap tidak penting sehingga tidak perlu di- atur. Akibatnya, materi pengaturan UUY tampak banyak yang janggal dan terkesan bukan meng- atur yayasan yang nyata ada, melainkan yayasan yang dibayangkan ada. Untuk menjelaskan hal tersebut dapat ditinjau ketentuan Pasal 9 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2001 yang mengatur siapa saja yang dapat mendirikan yayasan. Rumusannya demikian: “Yayasan didiri- kan oleh satu orang atau lebih dengan memisah- kan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal.” Istilah “orang” 23 dalam ayat 23 Penjelasan Pasal 9 ayat 1, UU No. 16 tahun 2001 53 tersebut diartikan sebagai orang perseorangan atau badan hukum 24 . Persoalannya ialah penyamaan posisi orang perseorangan dan orang dalam arti beberapa o- rang tampaknya kurang tepat. Dalam prakteknya penyamaan tersebut dapat menimbulkan masa- lah hukum yang mengakibatkan ketidak-adilan yang justru bertentangan dengan tujuan hukum. Pandangan ini didasarkan pada tiga argumen berikut: a. Perbedaan Secara Konseptual. Secara konsep- tual orang perseorangan berbeda dengan o- rang dalam arti beberapa orang. Perbedaan juga dapat tampak atau ditampakkan dalam hal inisiatif pendirian yayasan. Yayasan de- ngan inisiatif pendiri berbeda dari inisiatif pewaris seperti wakaf, dan inisiatif orang- orang dalam korporasi. Demikian pula moti- vasi dan tujuan mendirikan yayasan, kekaya- 24 Dalam pandangan hukum positip, penyamaan orang perse- orangan dan badan hukum sebagai pihak yang berhak mendirikan yayasan memang sah karena telah menjadi doktrin yang diakui oleh hukum positip. Akan tetapi dalam kenyataannya pemosisian orang perseorangan dengan latar belakang diri sendiri secara pribadi dan orang perseorangan dengan latar belakang sebagai perwakilan badan hukum, baik badan hukum publik maupun korporasi memiliki perbedaan yang cukup dignifikan. Penghayatan atau sense of belonging orang-orang seperti ini terhadap yayasan bisa sangat berbeda yang berakibat pada cara padanganya terhadap status yayasan serta segala kegiatannya. 54 an awal dan sumber dana, penggunaan keka- yaan setelah yayasan berdiri, dan sebagainya. b. Perbedaan Wujud. Wujud nyata dari yayasan juga berbeda-beda sesuai dengan latar bela- kang pendirian ataupun sasaran kegiatannya. Yayasan yang bertujuan sosial dengan kegiat- an memelihara anak-anak cacat, anak-anak terlantar, kaum jompo, mengurus kematian, berbeda dengan yayasan yang menyeleng- garakan pendidikan atau rumah sakit, dan berbeda pula dengan yayasan yang didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dalam sebuah instansi. c. Perbedaan Sumber Kekayaan. Yayasan yang didirikan dengan kekayaan awal bersumber dari pemisahan kekayaan pribadi berbeda de- ngan yayasan yang kekayaan awalnya ber- sumber dari wakaf. Demikian pula dengan ya- yasan yang kekayaan awalnya bersumber dari keuangan negara seperti pada Yayasan Kese- jahteraan Karyawan Bank Indonesia, yayasan- yayasan dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia atau di berbagai BUMN atau BUMD. Kekayaan awal dari perseorangan atau wa- kaf adalah kekayaan pribadi yang tak ada hubungannya dengan publik. Kekayaan awal yang bersumber dari keuangan negara, ins- 55 tansi pemerintah, berkaitan dengan publik. Sudah tentu penggunaan kekayaan yayasan yang sumbernya dari instansi pemerintah, tidak tepat kalau hanya dimanfaatkan untuk menyejahterakan karyawan atau mantan kar- yawan pada instansi bersangkutan. Uang negara adalah milik umum. Jika milik umum dipakai untuk kepentingan sebagian orang, maka tindakan itu dapat digolongkan sebagai penyelewengan atas keuangan negara 25 . Uang negara yang ada dalam BUMNBUMD kemu- dian dipisahkan sebagai modal awal yayasan tetap merupakan kekayaan negara 26 . Perbedaan yang dikemukakan di atas memang tidak selalu menimbukan masalah apabila diatur 25 Lihat UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut; jo ayat 10 Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara; dan jo ayat 17, yang menyatakan bahwa Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. 26 Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa “kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara perusahaan daerah. 56 berdasarkan kenyataan. Van Apeldoorn 27 menya- takan bahwa: Hukum objektif mengatur pelbagai hubungan. Peraturan itu adalah baik jika ia cocok dengan sifat hubungan-hubungan yang diaturnya, sebab peraturan itu harus sesuai dengan apa yang diautur. Oleh karena itu, isi peraturan-peraturan hu- kum itu bergantung pada hakekat hubungan yang diaturnya. Pengaturan hubungan adalah pengaturan kepentingan-kepentingan dari yang bersangkutan, karena hubungan hukum adalah kepentingan-kepentingan yang menda- pat perlindungan. Jadi, isi pengaturan hu- kum bergantung kepada hakekat kepentingan- kepentingan yang diatur oleh hukum. Apa yang ditekankan Apeldoorn di atas, tam- paknya terlewat dari perhatian pembentuk UUY. Keadaan inilah yang berpotensi menimbukkan masalah hukum, sebab mengatur hal-hal yang berbeda secara sama atau menerapkan keten- tuan hukum yang sama pada hal-hal yang ber- beda tentu saja tidak adil, bertentangan dengan 27 Konteks uraian Apeldoorn adalah konteks pembagian hukum dalam golongan besar yaitu menyangkut pembagian isi hukum publik danhukum privat. Dalam hal ini Apeldoorn menyebutkan bahwa kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum terdiri atas dua, yaitu kepentingan-kepentingan umum atau kepentingan- kepentingan publik dan kepentingan-kepentingan khusus atau kepentingan-kepentingan perdata. Dalam kedua isi hukum ini Apeldoorn menekankan tetap terpenuhinya perlindungan atas kepentingan umum dan kepentingan tiap-tiap pribadi. Van Apeldoorn, Op.ci., hal 171-182 57 tujuan hukum lihat uraian pada Bab II.C.2. halaman 81-90 Disadari atau tidak, keadaan tersebut meme- ngaruhi rumusan ketentuan UUY, dan barang tentu pada penerapannya di seluruh yayasan. Apabila hal itu dipaksakan semata-mata karena sudah menjadi hukum positip, maka upaya mengembalikan fungsi yayasan sebagaimana dikehendaki oleh UUY dapat menyimpang, bah- kan bisa menimbulkan persoalan keadilan dan kemanfaatan bagi adresat hukum. Akan terasa tidak adil apabila hak atas keka- yaan pribadi pendiri yayasan serta merta hilang hanya dengan hadirnya UUY. Jika yang ber- sangkutan serta merta menghentikan kegiatan yayasan karena tidak menerima pengaturan UUY tentu saja menimbulkan persoalan hukum juga. Bila kegiatan dimaksud adalah kegiatan pendi- dikan formal atau rumah sakit yang justru sa- ngat dibutuhkan oleh masyarakat sudah pasti persoalannya lebih rumit. Untuk mengatasi masalah itu, penulis berpen- dapat bahwa upaya mengembalikan fungsi yaya- san secara adil sesuai dengan tujuan hukum, pengaturan yayasan semestinya dilakukan de- ngan melakukan pemilahan yayasan dan menga- turnya sesuai dengan klasifikasi atau jenis atau keadaan yayasan. 58

B. Keragaman Yayasan dan Pengaturannya

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Normativitas Hukum Internasional dalam Praktik Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi RI T2 322014017 BAB II

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggelapan Pajak oleh Notaris/PPAT Ditinjau dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi T2 322013035 BAB II

0 1 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mahkamah Konstitusi sebagai Policy Maker Menggantikan Pembentuk Undang-Undang T2 2013014 BAB III

0 1 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mahkamah Konstitusi sebagai Policy Maker Menggantikan Pembentuk Undang-Undang T2 322013014 BAB I

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mahkamah Konstitusi sebagai Policy Maker Menggantikan Pembentuk Undang-Undang T2 322013014 BAB II

22 114 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mahkamah Konstitusi sebagai Policy Maker Menggantikan Pembentuk Undang-Undang T2 322013014 BAB IV

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan T2 322011001 BAB I

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan T2 322011001 BAB IV

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Negara Hukum Pancasila (Analisis terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pra dan Pasca Amandemen) T2 322010004 BAB II

0 6 99