BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerangka Teoritik
A.1.
Kualifikasi Perundang-Undangan yang Berkualitas
Dari bentuknya hukum terbagi atas dua yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis dan peraturan perundang-undangan adalah bagian dari hukum tertulis.
32
Sebagai sumber hukum yang tertulis peraturan perundang-undangan memiliki kelebihan-kelebihan yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang diatur mudah diketahui orang.
2. Setiap orang, kecuali yang tidak bisa membaca, mendapatkan jalan masuk
yang sama ke dalam hukum. 3.
Pengetahuan orang mengenai hukum senantiasa bisa di cocokkan kembali dengan yang telah dituliskan, sehingga mengurangi ketidakpastian.
4. Untuk keperluan pengembangan peraturan hukum atau perundang-
undangan, untuk membuat yang baru, maka hukum tertulis juga menyediakan banyak kemudahan.
33
Menurut Satjipto Raharjo suatu peraturan perundang-undangan yang baik dan berkualitas memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
32
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum Cetakan Keenam 2006, PT Citra Aditya Bakti, 2006, Hlm. 72
33
Ibid.
1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian
merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. 2.
Bersifat Universal, Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa- peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkrit
nya. Oleh karena itu tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
34
A.2. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan, pembentukannya sangat berpengaruh pada apakah sebuah peraturan perundang-undangan dalam proses pembentukannya
sudah sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Menurut Maria F arida “Asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik.”
35
Pendapat lain dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan adalah Burkhardt Krems, Burkhardt Krems menyebut asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undang negara dengan istilah Staatsliche Rechtssetzung, sehingga pembentukan peraturan perundang-undangan itu menyangkut
:
1. Isi peraturan Inhalt der Regelung;
2. Bentuk dan susunan peraturan Form der Regelung;
3. Metoda pembentukan peraturan Methode der Ausarbeitung
der Regelung; dan 4.
Prosedur dan proses pembentukan peraturan Verfahren der Ausarbeitung der Regelung.
36
34
Satjipto Raharjo, Op. Cit., Hlm. 83
35
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 252.
36
Ibid. Dikutip dari A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Suatu studi analisis mengenai Keputusan Presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu PELITA I - PELITA IV.
Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 300.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut I.C van der Vlies, dimana I.C van der Vlies membagi asas-asas pembentukan negara
yang baik kedalam dua kategori yaitu kedalam asas-asas formal dan asas-asas material.
Asas-asas formal meliputi: 1.
asas tujuan yang jelas beginsel van duidelijke doelstelling; 2.
asas organlembaga yang tepat beginsel van het juiste orgaan; 3.
asas perlunya pengaturan het noodzakelijkheids beginsel; 4.
asas dapatnya dilaksanakan het beginsel van uitvoerbaarheid; 5.
asas konsensus het beginsel van consensus. Asas-asas yang material meliputi:
1. asas tentang terminologi dan sistematika yang benar het
beginsel van
duidelijke terminologi
en duidelijke
systematiek; 2.
asas tentang dapat dikenali het beginsel van de kenbaarheid; 3.
asas perlakuan yang sama dalam hukum het rechtsgelijkheidsbeginsel;
4. asas kepastian hukum het rechtszekerheidsbeginsel;
5. asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual
het beginsel van de individuele rechtsbedeling.
37
Menurut A. Hamid S. Attamimi bahwa pembentukan peraturan perundang- undangan Indonesia yang patut adalah:
a. Cita hukum Indonesia;
b. Asas Negara Berdasarkan Atas Hukum dan Atas Pemerintahan
Berdasar Sistem Konstitusi; c.
Asas-asas lainnya.
38
Dari tiga rumusan tersebut maka asas-asas pembentukan peraturan perundang-undang Indonesia yang patut akan berpedoman pada:
37
Ibid., Hlm. 254. Dikutip dari Ibid., Hlm. 330.
38
Ibid.
a. Cita hukum Indonesia yang tidak lain melainkan Pancasila
Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Cita Idee, yang berlaku sebagai “bintang pemandu”.
b. Norma Fundamental Negara yang juga tidak lain
melainkan Pancasila Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Norma;
c. 1 Asas-asas Negara
Berdasar Atas
Hukum yang
menempatkan Undang-Undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam kekuatan hukum der Primat des
Rechts;
2 Asas-asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi yang menempatkan Undang-Undang sebagai dasar dan batas
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan.
39
Asas-asas pembentukan peraturan yang patut yang selain rumusan di atas adalah sebagai berikut”
1. asas tujuan yang jelas;
2. asas perlunya pengaturan;
3. asas organlembaga dan materi muatan yang tepat;
4. asas dapatnya dilaksanakan;
5. asas dapatnya dikenali;
6. asas perlakuan yang sama dalam hukum;
7. asas kepastian hukum;
8. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.
40
Asas-asas di atas apabila dibagi menurut kategorinya yaitu asas yang formal dan asas yang material, A. Hamid S. Attamimi membagi asas-asas pembetukan
peraturan perundang-undangan yang patut sebagai berikut: a.
Asas-asas formal, dengan perincian : 1
asas tujuan yang jelas; 2
asas perlunya pengaturan; 3
asas organlembaga yang tepat; 4
asas dapatnya dilaksanakan; dan 5
asas dapatnya dikenali; b.
Asas-asas material, dengan perincian : 1
asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara;
2 asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara;
3 asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar Atas
Hukum; dan
39
Ibid., Hlm. 255
40
Ibid., Hlm. 256. Dikutip dari Ibid., Hlm. 244-245.
4 asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan berdasar
Sistem Konstitusi.
41
A.3. Asas Legalitas
Tujuan utama dari keberadaan peraturan perundang-undangan adalah untuk menciptakan kepastian hukum,
42
karena hukum yang tertulis akan membuat para subjek hukum mengerti betul hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan atau tidak
dilakukan, yang boleh dan atau tidak boleh, serta mana hak dan kewajibannya
43
sehingga keberadaan peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting dalam sebuah negara hukum.
44
Peraturan perundang-undangan ketika dikaitkan dengan hukum sebagai sebuah ideal ialah mencegah timbulnya kesewenang oleh penguasa
terhadap warga negaranya, sehingga dalam konsep negara hukum pengertian tersebut kemudian dikaitkan dengan asas legalitas.
45
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi
negara-negara hukum dalam sistem kontinental.
46
Asas ini dinamakan juga dengan kekuasaan undang-undang
de heerschappij van de wet
47
yang dalam konsep peraturan perundang-undangan sering di identik dengan asas supremasi hukum
government under law
dan asas pemerintahan melalui peraturan perundang- undangan
government by rules
.
48
Yang menyebabkan setiap penyelenggaraan
41
Ibid. Dikutip dari Ibid.
42
Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 49
43
Ibid., Hlm. 49-50
44
Ibid.
45
Ibid.
46
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm. 90.
47
Ibid., Hlm. 91. Dikutip dari H.D van WijkWillem Konijnenbelt, Hoofdsukken van Administratief Rech
, Utrecht: Uitgeverij Lemma BV., 1995, Hlm. 41.
48
Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 51. Dikutip dari Andrew Altman, Arguing About Law
, Hlm. 3-5.
pemerintahan harus didasari oleh hukum dan ketika tidak ada peraturan perundang- undangan maka tidak ada kewenangan sebagai dasar bertindak bagi setiap badan
atau pejabat negara dan pemerintah.
49 50
Teori yang mendasari asas legalitas dalam peraturan perundang-undangan adalah teori yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen yaitu
Stufentheorie
yang menekankan bahwa setiap peraturan perundang-undangan adalah merupakan
bagian keseluruhan dari sistem peraturan perundang-undangan itu sendiri atau hukum merupakan suatu sistem yang saling berhubungan dan mendukung satu
sama lain
51
dengan sistem berjenjang dan berlapis-lapis yang berarti bahwa norma yang lebih rendah harus berdasarkan dan bersumber pada norma yang lebih tinggi
demikian seterusnya sampai berujung pada norma Dasar
Grundnorm
.
52
Stufentheorie
ini kemudian dilengkapi oleh murid Hans Kelsen yang bernama Hans Nawiasky dalam teorinya
die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen
, Nawiasky menambahkan bahwa selain berlapis dan berjenjang, norma hukum juga
berdasarkan kelompok-kelompoknya msing-massing yaitu terbagi atas empat. Kelompok pertama:
Staatsfundamentalnorm
Norma Fundamental Negara, Kelompok kedutan: Staatsgrundgesetz Aturan Dasar Negara Aturan Pokok
Negara, Kelompok ketiga: Formell Gesetz Undang- Undang ‘formal’, Kelompok
49
Ibid., Hlm. 51.
50
Kebalikan dari Asas Legalitas adalah Asas Diskresi. Lihat Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah: Kajian Mengenai Konsep, Dasar Pengujian, dan Sarana
Kontrol, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hlm. 1-10
51
Titon Slamet Kurnia, Op.Cit., Hlm. 55
52
Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 41. Dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law Ana State,
New York, Russell Russell, 1945, Hlm. 113
keempat: Verordnung Autonome Satzung Aturan Pelaksana Aturan otonom.
53
Dalam teorinya Hans Kelsen dan Hans Nawiasky di atas ketika digabungkan akan berbunyi bahwa hukum merupakan sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang
sekaligus berkelompok kelompok, dimana setiap norma yang berlaku harus memiliki sumber dan dasar dari norma lain yang lebih tinggi, begitu seterusnya
dirunut sampai berpangkal pada norma tunggal
54
yang paling tinggi yaitu Konstitusi.
55
Karena Sebuah norma dapat dikatakan sah hanya jika norma tersebut menurut materi muatannya dapat dirunut sampai ke pada norma dasar.
56
Demikian peraturan perundang-undangan sebagai sebuah sistem harus dipertahankan
berdasarkan konsep hirarki aturan hukum.
57
Sehingga asas legalitas dalam peraturan perundang-undangan yaitu
Lex Superior Derodat Lex Inferiori.
Ada dua legalitas yang harus dipenuhi dalam sebuah peraturan perundang- undangan yaitu legalitas formal dan legalitas material. Sebagaimana dikemukakan
oleh Hans Kelsen bahwa “sebuah norma dapat dikatakan sah sebagai norma hukum hanya karena norma tersebut dicapai dengan cara tertentu
– diciptakan menurut aturan tertentu, dikeluarkan atau ditetapkan menurut sebuah metode spesifik.
formil ” dan dengan materi muatan yang sesuai dengan tingkatan dan
kelompoknya berdasarkan pada aturan yang lebih tinggi dan dapat dirunut sampai ke norma dasar materiil.
58
53
Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 45. Dikutip dari Hans Nawiasky, Allgemeine Rechtslehre als System der rechtslichen Grundbegriffe,
EinsidelnZurichKoln: Benziger, Cet. 2 1948, Hlm. 31 dst.
54
Hans Kelsen, Op.Cit., Hlm. 94.
55
Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 57.
56
Hans Kelsen, Op.Cit., Hlm. 95, 105.
57
Titon Slamet Kurnia, Op.Cit., Hlm. 55.
58
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum Introduction to the Problem of Legal Theory, Nusa Media, Bandung, 2012, Hlm. 96-97.
A.2.1. Legalitas Formil
Dalam pembahasan mengenai legalitas formal yaitu berbicara seputar kaidah yang menentukan rangkaian aktivitas dalam rangka pembentukan peraturan
perundang-undangan yang meliputi tata cara mulai dari Input – proses – Output,
karena salah satu aspek penting dari hukum perundang-undangan adalah pengaturan mengenai tata cara atau proses pembentukan perundang-undangan, baik
tingkat pusat maupun daerah.
59
Proses yang pertama dalam tahapan pembentukan peraturan daerah adalah tahapan pembentukan atau perencanaan. Rancangan peraturan daerah dapat berasal
dari dua lembaga yaitu lembaga legislatif, yang di tingkat daerah adalah DPRD dan lembaga eksekutif daerah yaitu gubernur atau bupatiwalikota dan rancangan
peraturan tersebut harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
60
Dalam proses pembentukan peraturan daerah, masyarakat harus dilibatkan baik itu secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat berhak memberikan masukan
baik itu lisan maupun tertulis dalam menyiapkan rancangan peraturan daerah.
61
Proses perencanaan atau pembentukan adalah proses penuangan harapan atau keinginan dari masyarakat, dan terutama dari para Juris atau ahli hukum, maka dari
itu agar sebuah peraturan daerah dapat memenuhi aspirasi masyarakat, dalam
59
Soehino, Hukum Tata Negara Hukum Perundang-Undangan: Perkembangan Pengaturan Mengenai Tata Cara Pembentukan Perundang-Undangan Baik Tingkat Pusat Maupun
Tingkat Daerah , BPFE
– Yogyakarta, Yogyakarta, Edisi Kedua, Cetakan Pertama 2012, 2012, Hlm. 2.
60
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hlm. 37.
61
Ibid.
proses pembentukannya harus diawali dengan Naskah Akademik, agar aspirasi masyarakat dapat diakomodir.
62
Naskah Akademik sangat penting keberadaannya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan untuk menghasilkan sebuah peraturan perundang-
undangan yang responsif, egaliter, futuristik dan berkualitas. Sehingga harus diawali dengan riset secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisikan latar
belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan perundang-undangan. Melalui
Naskah Akademik
output
dari sebuah Raperda akan lebih berkualitas dan dapat disebut sebagai
good legislation
peraturan perundang-undangan tang baik.
63
Tahap berikutnya adalah tahapan pembahasan, pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh dua lembaga pembentuknya yaitu gubernur atau
bupatiwalikota, pembahasan tersebut dilakukan melalui tingkat-tingkat pembahasan yaitu rapat komisi, rapat pansus, rapat alat kelengkapan DPRD dan
rapat paripurna.
64
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupatiwalikota disampaikan oleh
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupatiwalikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan daerah.
65
Kemudian pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam lembaran
daerah.
66
62
I Gede Pantja Astawa dan Na’a Suprin, Dinamika Hukum dan Ilmu perundang-
Undangan Di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008. Hlm. 108.
63
Ibid., Hlm. 109-110.
64
Ibid., Hlm. 115.
65
Ibid., Hlm. 116.
66
Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 39.
A.2.2. Legalitas Materiil
Legalitas materiil dalam kaitannya dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai pedoman yang mengatur mengenai substansi
atau materi muatan peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah dibentuk dan dilaksanakan untuk mengatur dan mengurus
otonomi daerah dan tugas pembantuan dimana kewenangannya diperoleh dari pemerintahan yang tingkatannya lebih tinggi, selain itu juga otonomi dan tugas
pembantuan juga merupakan manifestasi dari pemencaran kekuasaan, maka substansi dari peraturan daerah pada hakikatnya merupakan pelaksanaan norma
hukum dari jenis peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.
67
Peraturan daerah yang merupakan pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan materi muatannya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih
tinggi, sebaliknya peraturan daerah harus bermateri muatan berupa penjabaran dari norma yang lebih tinggi. Sehingga materi muatan peraturan daerah baik itu di
tingkat provinsi dan tingkat kabupatenkota materi muatannya adalah sebagai berikut.
Perda Provinsi, materi muatannya adalah: 1
Kewenangan yang diperoleh dalam bidang otonomi yang berisikan kewenangan yang bersifat lintas kabupatenkota, kewenangan di bidang
67
B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting Desain Naskah Akademik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, Hlm. 126.
pemerintahan tertentu, dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupatenkota.
2 Berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
di atasnya, termasuk tugas pembantuan. 3
Untuk menampung dan mengekspresikan kondisi khusus daerah yang lintas kabupatenkota.
68
Untuk perda di tingkat kabupatenkota, yang menjadi materi dan muatannya adalah sebagai berikut.
1 Kewenangan yang diperoleh untuk melaksanakan otonomi daerah yang
berisikan wajib dan kewenangan pilihan. 2
Berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya, termasuk tugas pembantuan.
3 Untuk menampung mengekspresikan kondisi khusus di daerah.
69
Menurut Bagir Manan materi dan muatan sebuah peraturan daerah juga sebagai berikut.
1 Sistem rumah tangga daerah. Dalam sistem rumah tangga formal, segala
urusan pada dasarnya dapat diatur oleh daerah sepanjang belum diatur atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Pada sistem rumah tangga materiil, hanya urusan yang ditetapkan sebagai urusan rumah tangga daerah yang dapat diatur dengan
perda. 2
Ditentukan secara tegas dalam UU Pemerintahan Daerah seperti APBD, Pajak dan Retribusi.
68
I Gede Pantja Astawa dan Na’a Suprin, Op.Cit, Hlm. 105.
69
Ibid.
3 Urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah yang lebuh tinggi tingkatannya.
70
A.4. Kewenangan Daerah Otonom
Urgensi dibentuknya sebuah peraturan daerah ialah dalam rangka otonomi daerah, karena yang paling esensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang bersifat otonom, ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah otonom atau kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi
masyarakat disertai dengan pemberian hak dan kewajiban,
71
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
72
Berkenaan dengan otonomi daerah sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dilaksanakan dengan
asa-asas yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi, asas desentralisasi inilah yang merupakan hakikat
keberadaan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah, desentralisasi merupakan sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut
pola hubungan antara pemerintahan nasional dan pemerintahan lokal
73
berupa penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
70
Ibid, Hlm. 105-106, dikutip dari Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-Undangan Indonesia,
IndHill.Co, Jakarta, 1992, Hlm. 61-62.
71
Siswanto Sunarno, Op.Cit.,, Hlm. 4.
72
Ibid, Hlm. 6.
73
Syaukani, HR., et.al, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2007, Hlm. xvii
Republik Indonesia. Asas ini dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, yakni penyerahan sebagian hak dari pemilik yaitu pemerintah hak
kepada penerima sebagian hak yaitu pemerintah daerah, dengan objek hak tertentu, berupa kewenangan memerintah dalam bentuk mengatur urusan pemerintahan
namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemberian hak tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada pemerintah melalui menteri dalam
negeri dan DPRD yang merupakan representatif dari rakyat daerah.
74
Menurut Hans Kelsen berkaitan dengan pengertian negara bahwa negara merupakan tatanan norma hukum
legal norm order
. Oleh sebab itu pengertian desentralisasi menyangkut berlakunya sistem tatanan norma hukum dalam suatu
negara. Di dalam negara ada kaidah-kaidah hukum yang berlaku sah untuk seluruh wilayah negara yang sering disebut kaidah sentral
central norm
dan ada pula kaidah-kaidah hukum yang berlaku sah dalam bagian-bagian wilayah yang berbeda
yang disebut desentral atau kaidah lokal
decentral or local norm
. Jadi apabila kita membicarakan tatanan hukum yang desentralistik, maka hal ini akan dikaitkan
dengan lingkungan tempat berlakunya suatu tatanan hukum yang berlaku secara sah tersebut.
75
Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Pelimpahan wewenang yang sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penerapan strategi kebijakan dan
pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi vertikal
74
Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 7.
75
B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit., Hlm. 118. Dikutip dari B. Hestu Handoyo, Hukum Tata negara, kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia
, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, Hlm. 136.
di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat dengan sumber pembiayaan dari pemerintah pusat.
76
Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah danatau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupatenkota
danatau desa; serta dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Tugas yang diberikan dari instansi atas kepada
instansi bawahan yang ada di daerah sesuai arah kebijakan umum yang ditetapkan oleh instansi yang memberikan penugasan, dan wajib dipertanggungjawabkan
tugasnya itu kepada instansi yang memberi penugasan.
77
Dari asas-asas pemerintahan sebagaimana dipaparkan di atas terutama asas desentralisasi, maka yang kemudian menjadi tugas dari pemerintah daerah adalah.
Yang pertama adalah dalam bidang legislasi yakni atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang meliputi peraturan daerah
provinsi, peraturan daerah kabupatenkota, peraturan kepala daerah meliputi peraturan gubernur danatau peraturan bupatiwalikota.
78
Yang kedua adalah dalam hal perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab, dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
79
76
Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 7-8.
77
Ibid., Hlm. 8.
78
Ibid., Hlm. 9.
79
Ibid.
Yang ketiga adalah perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan rancangan keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
80
Untuk menjalankan tiga tugas di atas, daerah menjalankannya dengan otonomi yang seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
81
Sehingga, berdasarkan asas otonomi daerah tersebut melahirkan wewenang disertai hak dan
tanggung jawab daerah dalam mengurus rumah tangga sendiri, dan dalam wilayah hukumnya setiap daerah memerlukan pembentukan sebuah peraturan perundang-
undangan guna melegalkan setiap kebijakan pelaksanaan otonomi daerah, mengingat prinsip bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
Rechstaat
.
82
Dengan kata lain Peraturan daerah yang merupakan pilar utama yang memayungi realisasi otonomi daerah.
83
Walaupun peraturan daerah merupakan peraturan yang lahir dalam rangka otonomi daerah dan berlaku dalam satu wilayah hukum sebuah daerah otonom
namun peraturan daerah tetap saja bagian dari Perundang-undangan secara keseluruhan, ada dua arti penting dari perundang-undangan, pertama, berarti tata
cara atau proses pembentukan peraturan-peraturan negara dari jenis yang tertinggi yaitu undang-undang sampai dengan yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi
atau delegasi dari kekuasaan perundang-undangan. Kedua, berarti keseluruhan
80
Ibid.
81
Ibid., Hlm. 10
82
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, Hlm. 24.
83
Zuhro, R. Siti, et.al., Op.Cit., Hlm. viii
produk peraturan-peraturan negara tersebut.
84
Jadi peraturan daerah bukan produk hukum yang terpisah dalam sistem perundang-undangan Indonesia namun harus
dipandang sebagai bagian dari sistem perundang-undangan itu sendiri. Ada dua kewenangan dalam pembentukan peraturan daerah yaitu atribusi
kewenangan dan delegasi kewenangan. Atribusi kewenangan adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh
Undang-Undang Dasar atau undang-undang kepada suatu lembaga negara atau pemerintah, sedangkan delegasi kewenangan adalah pelimpahan kewenangan
membentuk peraturan perundang undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik dinyatakan secara tegas maupun
tidak.
85
Kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan apabila dialihkan harus melalui atribusi atau delegasi yang tegas dan jelas.
86
Organ yang bertugas membentuk peraturan perundang-undangan pada prinsip nya ada dua yaitu legislatif dan eksekutif, ketika yang akan dibentuk
Peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah yang merupakan
decentral or local norm
tentunya harus di bentuk oleh organ pemerintahan dalam daerahnya tersebut, maka dari itu lembaga legislatif tingkat daerah adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan lembaga eksekutifnya yaitu gubernur dan bupatiwalikota. Dua organ inilah yang merupakan pemerintah daerah dan kewenangan membentuk
peraturan daerah oleh pemerintah daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
84
Soehino, Hukum Tata Negara Hukum Perundang-Undangan: Perkembangan Pengaturan Mengenai Tata Cara Pembentukan Perundang-Undangan Baik Tingkat Pusat Maupun
Tingkat Daerah , BPFE
– Yogyakarta, Yogyakarta, Edisi Kedua, Cetakan Pertama 2012, Hlm. 1, Dikutip dari A. Hammid S. Sattamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan
Peraturan Kebijakan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991, Hlm. 6.
85
B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit,. Hlm. 166.
86
Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 39.
Gubernur atau BupatiWalikota adalah diperoleh secara atribusi melalui Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
87
A.5. Keagamaan
A.5.1. Injil
Injil bahasa Yunani:
euangelion
- Kabar Baik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keempat kitab pertama dalam Alkitab Perjanjian Baru. Keempat
kitab tersebut, Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes, disebut Kabar Baik, karena orang Kristen percaya bahwa narasi keempat Injil yang
berpuncak pada kematian dan kebangkitan Yesus tersebut merupakan kisah penyelamatan Allah kepada umat manusia yang berdosa, supaya manusia dapat
kembali mengenal Allah yang sesungguhnya dan dapat masuk ke surga.. Istilah Injil berasal dari bahasa Arab
ʾInǧīl, yang diturunkan dari bahasa Yunani
euangelion
yang berarti Kabar Baik atau Berita Kesukaan, yang merujuk pada 1 Peter 1:25 BIS, TL, Yunani. Injil dalam bahasa Inggris disebut
Gospel
, dari bahasa Inggris Kuno gōd
-spell
yang berarti kabar baik, yang merupakan terjemahan kata-per-kata dari bahasa Yunani
eu-
baik,
-angelion
kabar. Beberapa ayat yang penting yang memuat kata ini antara lain Markus 1:1:
Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.; Markus 1:15: Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah
kepada Injil; Markus 8:35: Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku
87
B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit,. Hlm. 125-126.
dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.; 1 Korintus 9:23: Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.; Matius 24:14:
Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya, dan di dalam Roma 1
Injil biasanya mengandung arti: 1.
Pemberitaan tentang aktivitas penyelamatan Allah di dalam Yesus dari Nazaret atau berita yang disampaikan oleh Yesus dari Nazaret. Inilah asal
usul penggunaan kata Injil menurut Perjanjian Baru lihat Surat Roma 1:1 atau Markus 1:1.
2. Dalam pengertian yang lebih populer, kata ini merujuk kepada keempat
Injil kanonik Matius, Markus, Lukas dan Yohanes yang menyampaikan kisah kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus.
3. Sejumlah sarjana modern menggunakan istilah Injil untuk menunjuk
kepada sebuah genre hipotetis dari sastra Kristen perdana bdk. Peter Stuhlmacher, ed.,
Das Evangelium und die Evangelien
, Tübingen 1983, juga dalam bahasa Inggris:
The Gospel and the Gospels
. Kata injil dipergunakan oleh Paulus sebelum kitab-kitab Injil dari kanon
Perjanjian Baru ditulis, ketika ia mengingatkan orang-orang Kristen di Korintus kepada Injil yang aku beritakan kepadamu 1 Korintus 15:1. Melalui berita itu,
Paul menegaskan, mereka diselamatkan, dan ia menggambarkannya di dalam pengertian yang paling sederhana, sambil menekankan penampakan Kristus setelah
kebangkitan 15:3-8: Sumber utama dari injil adalah kitab suci umat kristiani yaitu Alkitab karena
setiap kitab-kitab dalam Alkitab merupakan bagian dari sistem yang saling
terhubung antara satu dengan yang lain, sehingga untuk memahami empat kitab Injil dalam perjanjian yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes harus dipahami
secara keseluruhan
88
dengan dasar yang kuat dari isi kitab Perjanjian Lama dan bagaimana injil itu bekerja melalui surat-surat Rasul Paulus serta Kitab-kitab lain
dalam Perjanjian Baru, sehingga dapat di simpulkan bahwa Injil adalah keseluruhan Alkitab, hal ini senada dengan pendapat Stair yang adalah Juris sekaligus penulis
Institusional dalam bidang hukum Skotlandia dengan pendapatnya bahwa
Common Law
atau
the Bible
adalah Injil.
89
Dan inti dari Injil Adalah Yesus Kristus.
A.5.2. Syariah
Hukum Muslim
Muslem Law
atau Hukum Islam
Islamic Law
, di Arab disebut “syariah”
90
jalan yang benar. Menurut logat bahasa syariat berarti jalan, jalan ke mata air, jalan ke tempat bersiram atau jalan yang harus dituruti oleh umat
Islam.
91
Dikarenakan bagi orang Arab dengan kondisi tanah yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir adalah sangat penting untuk mengetahui jalan yang menuju
ke mata air. Begitu pula pentingnya syariat bagi umat Islam. Hukum suci Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan yang mengatur
perilaku kehidupan orang Islam dalam seluruh aspek yang didalamnya terdiri dari
88
Triawan Wicaksono, Jaminan Yang Pasti: Bahan Pemahaman Alkitab Kelompok Tumbuh Bersama
, Perkantas Salatiga, Salatiga, 2011, Hlm. 60.
89
Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Dari Ilmu Hukum, Hlm.3.
90
Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Comparative Law, Nusa Media, Bandung, 2010, Hlm. 289.
91
Mohd. Idris Ramulyo, ASAS-ASAS HUKUM ISLAM: Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia
Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hlm. 8.
atas hukum-hukum yang sama mengenai ibadah ritual, seperti aturan politik dan aturan hukum.
92
Ada dua pandangan besar yang mengartikan syariat yaitu Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi “syariat adalah semua yang diajarkan oleh
nabi besar Muhammad saw, yang bersumber pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam.
”
93
Dan menurut Mazhab Syafi’i “syariat merupakan aturan-aturan lahir batin bagi umat Islam yang bersumber pada wahyu
Allah dan kesimpulan-kesimpulan
deductions
yang dapat ditarik dari wahyu Allah, dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir ini mengenai bagaimana cara
manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama mahkluk lain selain manusia.”
94
Sehingga dapat di simpulkan bahwa syariat adalah setiap pengajaran Nabi Muhammad yang bersumber pada wahyu Allah yang di dalamnya mengatur
cara pergaulan manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungan.
Sumber utama dan tertinggi hukum muslim adalah Al- Qur’an, kitab suci umat
Islam.
95
Berikutnya dalam hierarki sumber hukum Islam terdapat
Sunnah,
yang merupakan penjelasan tentang ucapan, perbuatan, dan tingkah laku Nabi, yang
ditulis dalam
hadis
.
96
Alquran dan hadis merupakan bagian dari agama Islam dalam arti luas
97
92
Joseph Shacht, Pengantar Hukum Islam, Nuansa, 2010, Hlm. 21. Diterjemahkan dari Joseph Shacht, An Introduction to Islamic Law Oxford University Press, London, 1965.
93
Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit., Hlm. 8.
94
Ibid.
95
Michael Bogdan, Op.Cit., Hlm. 291.
96
Ibid.
97
Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit,, Hlm. 2.
Sumber hukum selanjutnya adalah ijma’, yaitu, pendapat-pendapat yang
diterima secara umum di kalangan orang beriman, terutama cendekiawan hukum yang menafsirkan dua sumber hukum utama yaitu Al-
Qur’an dan
Sunnah.
98
Hukum Muslim adalah sistem aturan-aturan hukum agama.
99
Hukum Muslim memuat sejumlah firman dan larangan yang tidak ada hubungannya dengan sanksi
hukum yang sebenarnya, sehingga di mata Barat, firman dan larangan itu lebih termasuk ranah agama atau moral.
100
Dikarenakan fakta bahwa dua sumber hukum Islam primer dan fundamental berasal dari Tuhan Qur’an atau dari Rasul-Nya Muhammad Sunnah, dan bahwa
segala sesuatu baik yang terjadi maupun belum terjadi sudah ada hukumnya dalam Alquran, baik itu secara langsung atau tidak langsung
101
maka keduanya dianggap oleh umat muslim yang beriman sebagai sah dan tetap selama-lamanya.
102
B. Kerangka Normatif