Kerangka Teoritik Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan T1 312011807 BAB II

BAB II PEMBAHASAN

A. Kerangka Teoritik

A.1. Kualifikasi Perundang-Undangan yang Berkualitas Dari bentuknya hukum terbagi atas dua yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis dan peraturan perundang-undangan adalah bagian dari hukum tertulis. 32 Sebagai sumber hukum yang tertulis peraturan perundang-undangan memiliki kelebihan-kelebihan yaitu sebagai berikut: 1. Apa yang diatur mudah diketahui orang. 2. Setiap orang, kecuali yang tidak bisa membaca, mendapatkan jalan masuk yang sama ke dalam hukum. 3. Pengetahuan orang mengenai hukum senantiasa bisa di cocokkan kembali dengan yang telah dituliskan, sehingga mengurangi ketidakpastian. 4. Untuk keperluan pengembangan peraturan hukum atau perundang- undangan, untuk membuat yang baru, maka hukum tertulis juga menyediakan banyak kemudahan. 33 Menurut Satjipto Raharjo suatu peraturan perundang-undangan yang baik dan berkualitas memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 32 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum Cetakan Keenam 2006, PT Citra Aditya Bakti, 2006, Hlm. 72 33 Ibid. 1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. 2. Bersifat Universal, Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa- peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkrit nya. Oleh karena itu tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja. 34 A.2. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Peraturan perundang-undangan, pembentukannya sangat berpengaruh pada apakah sebuah peraturan perundang-undangan dalam proses pembentukannya sudah sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Menurut Maria F arida “Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik.” 35 Pendapat lain dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan adalah Burkhardt Krems, Burkhardt Krems menyebut asas-asas pembentukan peraturan perundang-undang negara dengan istilah Staatsliche Rechtssetzung, sehingga pembentukan peraturan perundang-undangan itu menyangkut : 1. Isi peraturan Inhalt der Regelung; 2. Bentuk dan susunan peraturan Form der Regelung; 3. Metoda pembentukan peraturan Methode der Ausarbeitung der Regelung; dan 4. Prosedur dan proses pembentukan peraturan Verfahren der Ausarbeitung der Regelung. 36 34 Satjipto Raharjo, Op. Cit., Hlm. 83 35 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 252. 36 Ibid. Dikutip dari A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Suatu studi analisis mengenai Keputusan Presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu PELITA I - PELITA IV. Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 300. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut I.C van der Vlies, dimana I.C van der Vlies membagi asas-asas pembentukan negara yang baik kedalam dua kategori yaitu kedalam asas-asas formal dan asas-asas material. Asas-asas formal meliputi: 1. asas tujuan yang jelas beginsel van duidelijke doelstelling; 2. asas organlembaga yang tepat beginsel van het juiste orgaan; 3. asas perlunya pengaturan het noodzakelijkheids beginsel; 4. asas dapatnya dilaksanakan het beginsel van uitvoerbaarheid; 5. asas konsensus het beginsel van consensus. Asas-asas yang material meliputi: 1. asas tentang terminologi dan sistematika yang benar het beginsel van duidelijke terminologi en duidelijke systematiek; 2. asas tentang dapat dikenali het beginsel van de kenbaarheid; 3. asas perlakuan yang sama dalam hukum het rechtsgelijkheidsbeginsel; 4. asas kepastian hukum het rechtszekerheidsbeginsel; 5. asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual het beginsel van de individuele rechtsbedeling. 37 Menurut A. Hamid S. Attamimi bahwa pembentukan peraturan perundang- undangan Indonesia yang patut adalah: a. Cita hukum Indonesia; b. Asas Negara Berdasarkan Atas Hukum dan Atas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi; c. Asas-asas lainnya. 38 Dari tiga rumusan tersebut maka asas-asas pembentukan peraturan perundang-undang Indonesia yang patut akan berpedoman pada: 37 Ibid., Hlm. 254. Dikutip dari Ibid., Hlm. 330. 38 Ibid. a. Cita hukum Indonesia yang tidak lain melainkan Pancasila Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Cita Idee, yang berlaku sebagai “bintang pemandu”. b. Norma Fundamental Negara yang juga tidak lain melainkan Pancasila Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Norma; c. 1 Asas-asas Negara Berdasar Atas Hukum yang menempatkan Undang-Undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam kekuatan hukum der Primat des Rechts; 2 Asas-asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi yang menempatkan Undang-Undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan. 39 Asas-asas pembentukan peraturan yang patut yang selain rumusan di atas adalah sebagai berikut” 1. asas tujuan yang jelas; 2. asas perlunya pengaturan; 3. asas organlembaga dan materi muatan yang tepat; 4. asas dapatnya dilaksanakan; 5. asas dapatnya dikenali; 6. asas perlakuan yang sama dalam hukum; 7. asas kepastian hukum; 8. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual. 40 Asas-asas di atas apabila dibagi menurut kategorinya yaitu asas yang formal dan asas yang material, A. Hamid S. Attamimi membagi asas-asas pembetukan peraturan perundang-undangan yang patut sebagai berikut: a. Asas-asas formal, dengan perincian : 1 asas tujuan yang jelas; 2 asas perlunya pengaturan; 3 asas organlembaga yang tepat; 4 asas dapatnya dilaksanakan; dan 5 asas dapatnya dikenali; b. Asas-asas material, dengan perincian : 1 asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara; 2 asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara; 3 asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar Atas Hukum; dan 39 Ibid., Hlm. 255 40 Ibid., Hlm. 256. Dikutip dari Ibid., Hlm. 244-245. 4 asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan berdasar Sistem Konstitusi. 41 A.3. Asas Legalitas Tujuan utama dari keberadaan peraturan perundang-undangan adalah untuk menciptakan kepastian hukum, 42 karena hukum yang tertulis akan membuat para subjek hukum mengerti betul hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan atau tidak dilakukan, yang boleh dan atau tidak boleh, serta mana hak dan kewajibannya 43 sehingga keberadaan peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting dalam sebuah negara hukum. 44 Peraturan perundang-undangan ketika dikaitkan dengan hukum sebagai sebuah ideal ialah mencegah timbulnya kesewenang oleh penguasa terhadap warga negaranya, sehingga dalam konsep negara hukum pengertian tersebut kemudian dikaitkan dengan asas legalitas. 45 Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental. 46 Asas ini dinamakan juga dengan kekuasaan undang-undang de heerschappij van de wet 47 yang dalam konsep peraturan perundang-undangan sering di identik dengan asas supremasi hukum government under law dan asas pemerintahan melalui peraturan perundang- undangan government by rules . 48 Yang menyebabkan setiap penyelenggaraan 41 Ibid. Dikutip dari Ibid. 42 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 49 43 Ibid., Hlm. 49-50 44 Ibid. 45 Ibid. 46 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm. 90. 47 Ibid., Hlm. 91. Dikutip dari H.D van WijkWillem Konijnenbelt, Hoofdsukken van Administratief Rech , Utrecht: Uitgeverij Lemma BV., 1995, Hlm. 41. 48 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 51. Dikutip dari Andrew Altman, Arguing About Law , Hlm. 3-5. pemerintahan harus didasari oleh hukum dan ketika tidak ada peraturan perundang- undangan maka tidak ada kewenangan sebagai dasar bertindak bagi setiap badan atau pejabat negara dan pemerintah. 49 50 Teori yang mendasari asas legalitas dalam peraturan perundang-undangan adalah teori yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen yaitu Stufentheorie yang menekankan bahwa setiap peraturan perundang-undangan adalah merupakan bagian keseluruhan dari sistem peraturan perundang-undangan itu sendiri atau hukum merupakan suatu sistem yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lain 51 dengan sistem berjenjang dan berlapis-lapis yang berarti bahwa norma yang lebih rendah harus berdasarkan dan bersumber pada norma yang lebih tinggi demikian seterusnya sampai berujung pada norma Dasar Grundnorm . 52 Stufentheorie ini kemudian dilengkapi oleh murid Hans Kelsen yang bernama Hans Nawiasky dalam teorinya die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen , Nawiasky menambahkan bahwa selain berlapis dan berjenjang, norma hukum juga berdasarkan kelompok-kelompoknya msing-massing yaitu terbagi atas empat. Kelompok pertama: Staatsfundamentalnorm Norma Fundamental Negara, Kelompok kedutan: Staatsgrundgesetz Aturan Dasar Negara Aturan Pokok Negara, Kelompok ketiga: Formell Gesetz Undang- Undang ‘formal’, Kelompok 49 Ibid., Hlm. 51. 50 Kebalikan dari Asas Legalitas adalah Asas Diskresi. Lihat Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah: Kajian Mengenai Konsep, Dasar Pengujian, dan Sarana Kontrol, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hlm. 1-10 51 Titon Slamet Kurnia, Op.Cit., Hlm. 55 52 Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 41. Dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law Ana State, New York, Russell Russell, 1945, Hlm. 113 keempat: Verordnung Autonome Satzung Aturan Pelaksana Aturan otonom. 53 Dalam teorinya Hans Kelsen dan Hans Nawiasky di atas ketika digabungkan akan berbunyi bahwa hukum merupakan sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang sekaligus berkelompok kelompok, dimana setiap norma yang berlaku harus memiliki sumber dan dasar dari norma lain yang lebih tinggi, begitu seterusnya dirunut sampai berpangkal pada norma tunggal 54 yang paling tinggi yaitu Konstitusi. 55 Karena Sebuah norma dapat dikatakan sah hanya jika norma tersebut menurut materi muatannya dapat dirunut sampai ke pada norma dasar. 56 Demikian peraturan perundang-undangan sebagai sebuah sistem harus dipertahankan berdasarkan konsep hirarki aturan hukum. 57 Sehingga asas legalitas dalam peraturan perundang-undangan yaitu Lex Superior Derodat Lex Inferiori. Ada dua legalitas yang harus dipenuhi dalam sebuah peraturan perundang- undangan yaitu legalitas formal dan legalitas material. Sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa “sebuah norma dapat dikatakan sah sebagai norma hukum hanya karena norma tersebut dicapai dengan cara tertentu – diciptakan menurut aturan tertentu, dikeluarkan atau ditetapkan menurut sebuah metode spesifik. formil ” dan dengan materi muatan yang sesuai dengan tingkatan dan kelompoknya berdasarkan pada aturan yang lebih tinggi dan dapat dirunut sampai ke norma dasar materiil. 58 53 Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 45. Dikutip dari Hans Nawiasky, Allgemeine Rechtslehre als System der rechtslichen Grundbegriffe, EinsidelnZurichKoln: Benziger, Cet. 2 1948, Hlm. 31 dst. 54 Hans Kelsen, Op.Cit., Hlm. 94. 55 Maria Farida Indrati S., Op.Cit., Hlm. 57. 56 Hans Kelsen, Op.Cit., Hlm. 95, 105. 57 Titon Slamet Kurnia, Op.Cit., Hlm. 55. 58 Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum Introduction to the Problem of Legal Theory, Nusa Media, Bandung, 2012, Hlm. 96-97. A.2.1. Legalitas Formil Dalam pembahasan mengenai legalitas formal yaitu berbicara seputar kaidah yang menentukan rangkaian aktivitas dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi tata cara mulai dari Input – proses – Output, karena salah satu aspek penting dari hukum perundang-undangan adalah pengaturan mengenai tata cara atau proses pembentukan perundang-undangan, baik tingkat pusat maupun daerah. 59 Proses yang pertama dalam tahapan pembentukan peraturan daerah adalah tahapan pembentukan atau perencanaan. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dua lembaga yaitu lembaga legislatif, yang di tingkat daerah adalah DPRD dan lembaga eksekutif daerah yaitu gubernur atau bupatiwalikota dan rancangan peraturan tersebut harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. 60 Dalam proses pembentukan peraturan daerah, masyarakat harus dilibatkan baik itu secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat berhak memberikan masukan baik itu lisan maupun tertulis dalam menyiapkan rancangan peraturan daerah. 61 Proses perencanaan atau pembentukan adalah proses penuangan harapan atau keinginan dari masyarakat, dan terutama dari para Juris atau ahli hukum, maka dari itu agar sebuah peraturan daerah dapat memenuhi aspirasi masyarakat, dalam 59 Soehino, Hukum Tata Negara Hukum Perundang-Undangan: Perkembangan Pengaturan Mengenai Tata Cara Pembentukan Perundang-Undangan Baik Tingkat Pusat Maupun Tingkat Daerah , BPFE – Yogyakarta, Yogyakarta, Edisi Kedua, Cetakan Pertama 2012, 2012, Hlm. 2. 60 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hlm. 37. 61 Ibid. proses pembentukannya harus diawali dengan Naskah Akademik, agar aspirasi masyarakat dapat diakomodir. 62 Naskah Akademik sangat penting keberadaannya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan untuk menghasilkan sebuah peraturan perundang- undangan yang responsif, egaliter, futuristik dan berkualitas. Sehingga harus diawali dengan riset secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisikan latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan perundang-undangan. Melalui Naskah Akademik output dari sebuah Raperda akan lebih berkualitas dan dapat disebut sebagai good legislation peraturan perundang-undangan tang baik. 63 Tahap berikutnya adalah tahapan pembahasan, pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh dua lembaga pembentuknya yaitu gubernur atau bupatiwalikota, pembahasan tersebut dilakukan melalui tingkat-tingkat pembahasan yaitu rapat komisi, rapat pansus, rapat alat kelengkapan DPRD dan rapat paripurna. 64 Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupatiwalikota disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupatiwalikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan daerah. 65 Kemudian pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam lembaran daerah. 66 62 I Gede Pantja Astawa dan Na’a Suprin, Dinamika Hukum dan Ilmu perundang- Undangan Di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008. Hlm. 108. 63 Ibid., Hlm. 109-110. 64 Ibid., Hlm. 115. 65 Ibid., Hlm. 116. 66 Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 39. A.2.2. Legalitas Materiil Legalitas materiil dalam kaitannya dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai pedoman yang mengatur mengenai substansi atau materi muatan peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah dibentuk dan dilaksanakan untuk mengatur dan mengurus otonomi daerah dan tugas pembantuan dimana kewenangannya diperoleh dari pemerintahan yang tingkatannya lebih tinggi, selain itu juga otonomi dan tugas pembantuan juga merupakan manifestasi dari pemencaran kekuasaan, maka substansi dari peraturan daerah pada hakikatnya merupakan pelaksanaan norma hukum dari jenis peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. 67 Peraturan daerah yang merupakan pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan materi muatannya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, sebaliknya peraturan daerah harus bermateri muatan berupa penjabaran dari norma yang lebih tinggi. Sehingga materi muatan peraturan daerah baik itu di tingkat provinsi dan tingkat kabupatenkota materi muatannya adalah sebagai berikut. Perda Provinsi, materi muatannya adalah: 1 Kewenangan yang diperoleh dalam bidang otonomi yang berisikan kewenangan yang bersifat lintas kabupatenkota, kewenangan di bidang 67 B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting Desain Naskah Akademik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, Hlm. 126. pemerintahan tertentu, dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupatenkota. 2 Berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya, termasuk tugas pembantuan. 3 Untuk menampung dan mengekspresikan kondisi khusus daerah yang lintas kabupatenkota. 68 Untuk perda di tingkat kabupatenkota, yang menjadi materi dan muatannya adalah sebagai berikut. 1 Kewenangan yang diperoleh untuk melaksanakan otonomi daerah yang berisikan wajib dan kewenangan pilihan. 2 Berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya, termasuk tugas pembantuan. 3 Untuk menampung mengekspresikan kondisi khusus di daerah. 69 Menurut Bagir Manan materi dan muatan sebuah peraturan daerah juga sebagai berikut. 1 Sistem rumah tangga daerah. Dalam sistem rumah tangga formal, segala urusan pada dasarnya dapat diatur oleh daerah sepanjang belum diatur atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pada sistem rumah tangga materiil, hanya urusan yang ditetapkan sebagai urusan rumah tangga daerah yang dapat diatur dengan perda. 2 Ditentukan secara tegas dalam UU Pemerintahan Daerah seperti APBD, Pajak dan Retribusi. 68 I Gede Pantja Astawa dan Na’a Suprin, Op.Cit, Hlm. 105. 69 Ibid. 3 Urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebuh tinggi tingkatannya. 70 A.4. Kewenangan Daerah Otonom Urgensi dibentuknya sebuah peraturan daerah ialah dalam rangka otonomi daerah, karena yang paling esensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat otonom, ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah otonom atau kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat disertai dengan pemberian hak dan kewajiban, 71 dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 72 Berkenaan dengan otonomi daerah sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dilaksanakan dengan asa-asas yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi, asas desentralisasi inilah yang merupakan hakikat keberadaan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah, desentralisasi merupakan sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintahan nasional dan pemerintahan lokal 73 berupa penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan 70 Ibid, Hlm. 105-106, dikutip dari Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-Undangan Indonesia, IndHill.Co, Jakarta, 1992, Hlm. 61-62. 71 Siswanto Sunarno, Op.Cit.,, Hlm. 4. 72 Ibid, Hlm. 6. 73 Syaukani, HR., et.al, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2007, Hlm. xvii Republik Indonesia. Asas ini dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, yakni penyerahan sebagian hak dari pemilik yaitu pemerintah hak kepada penerima sebagian hak yaitu pemerintah daerah, dengan objek hak tertentu, berupa kewenangan memerintah dalam bentuk mengatur urusan pemerintahan namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemberian hak tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada pemerintah melalui menteri dalam negeri dan DPRD yang merupakan representatif dari rakyat daerah. 74 Menurut Hans Kelsen berkaitan dengan pengertian negara bahwa negara merupakan tatanan norma hukum legal norm order . Oleh sebab itu pengertian desentralisasi menyangkut berlakunya sistem tatanan norma hukum dalam suatu negara. Di dalam negara ada kaidah-kaidah hukum yang berlaku sah untuk seluruh wilayah negara yang sering disebut kaidah sentral central norm dan ada pula kaidah-kaidah hukum yang berlaku sah dalam bagian-bagian wilayah yang berbeda yang disebut desentral atau kaidah lokal decentral or local norm . Jadi apabila kita membicarakan tatanan hukum yang desentralistik, maka hal ini akan dikaitkan dengan lingkungan tempat berlakunya suatu tatanan hukum yang berlaku secara sah tersebut. 75 Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pelimpahan wewenang yang sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penerapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi vertikal 74 Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 7. 75 B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit., Hlm. 118. Dikutip dari B. Hestu Handoyo, Hukum Tata negara, kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia , Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, Hlm. 136. di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat dengan sumber pembiayaan dari pemerintah pusat. 76 Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah danatau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupatenkota danatau desa; serta dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Tugas yang diberikan dari instansi atas kepada instansi bawahan yang ada di daerah sesuai arah kebijakan umum yang ditetapkan oleh instansi yang memberikan penugasan, dan wajib dipertanggungjawabkan tugasnya itu kepada instansi yang memberi penugasan. 77 Dari asas-asas pemerintahan sebagaimana dipaparkan di atas terutama asas desentralisasi, maka yang kemudian menjadi tugas dari pemerintah daerah adalah. Yang pertama adalah dalam bidang legislasi yakni atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang meliputi peraturan daerah provinsi, peraturan daerah kabupatenkota, peraturan kepala daerah meliputi peraturan gubernur danatau peraturan bupatiwalikota. 78 Yang kedua adalah dalam hal perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab, dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 79 76 Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 7-8. 77 Ibid., Hlm. 8. 78 Ibid., Hlm. 9. 79 Ibid. Yang ketiga adalah perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan rancangan keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 80 Untuk menjalankan tiga tugas di atas, daerah menjalankannya dengan otonomi yang seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. 81 Sehingga, berdasarkan asas otonomi daerah tersebut melahirkan wewenang disertai hak dan tanggung jawab daerah dalam mengurus rumah tangga sendiri, dan dalam wilayah hukumnya setiap daerah memerlukan pembentukan sebuah peraturan perundang- undangan guna melegalkan setiap kebijakan pelaksanaan otonomi daerah, mengingat prinsip bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum Rechstaat . 82 Dengan kata lain Peraturan daerah yang merupakan pilar utama yang memayungi realisasi otonomi daerah. 83 Walaupun peraturan daerah merupakan peraturan yang lahir dalam rangka otonomi daerah dan berlaku dalam satu wilayah hukum sebuah daerah otonom namun peraturan daerah tetap saja bagian dari Perundang-undangan secara keseluruhan, ada dua arti penting dari perundang-undangan, pertama, berarti tata cara atau proses pembentukan peraturan-peraturan negara dari jenis yang tertinggi yaitu undang-undang sampai dengan yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi dari kekuasaan perundang-undangan. Kedua, berarti keseluruhan 80 Ibid. 81 Ibid., Hlm. 10 82 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, Hlm. 24. 83 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.Cit., Hlm. viii produk peraturan-peraturan negara tersebut. 84 Jadi peraturan daerah bukan produk hukum yang terpisah dalam sistem perundang-undangan Indonesia namun harus dipandang sebagai bagian dari sistem perundang-undangan itu sendiri. Ada dua kewenangan dalam pembentukan peraturan daerah yaitu atribusi kewenangan dan delegasi kewenangan. Atribusi kewenangan adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar atau undang-undang kepada suatu lembaga negara atau pemerintah, sedangkan delegasi kewenangan adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik dinyatakan secara tegas maupun tidak. 85 Kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan apabila dialihkan harus melalui atribusi atau delegasi yang tegas dan jelas. 86 Organ yang bertugas membentuk peraturan perundang-undangan pada prinsip nya ada dua yaitu legislatif dan eksekutif, ketika yang akan dibentuk Peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah yang merupakan decentral or local norm tentunya harus di bentuk oleh organ pemerintahan dalam daerahnya tersebut, maka dari itu lembaga legislatif tingkat daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan lembaga eksekutifnya yaitu gubernur dan bupatiwalikota. Dua organ inilah yang merupakan pemerintah daerah dan kewenangan membentuk peraturan daerah oleh pemerintah daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan 84 Soehino, Hukum Tata Negara Hukum Perundang-Undangan: Perkembangan Pengaturan Mengenai Tata Cara Pembentukan Perundang-Undangan Baik Tingkat Pusat Maupun Tingkat Daerah , BPFE – Yogyakarta, Yogyakarta, Edisi Kedua, Cetakan Pertama 2012, Hlm. 1, Dikutip dari A. Hammid S. Sattamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991, Hlm. 6. 85 B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit,. Hlm. 166. 86 Siswanto Sunarno, Op.Cit., Hlm. 39. Gubernur atau BupatiWalikota adalah diperoleh secara atribusi melalui Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 87 A.5. Keagamaan A.5.1. Injil Injil bahasa Yunani: euangelion - Kabar Baik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keempat kitab pertama dalam Alkitab Perjanjian Baru. Keempat kitab tersebut, Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes, disebut Kabar Baik, karena orang Kristen percaya bahwa narasi keempat Injil yang berpuncak pada kematian dan kebangkitan Yesus tersebut merupakan kisah penyelamatan Allah kepada umat manusia yang berdosa, supaya manusia dapat kembali mengenal Allah yang sesungguhnya dan dapat masuk ke surga.. Istilah Injil berasal dari bahasa Arab ʾInǧīl, yang diturunkan dari bahasa Yunani euangelion yang berarti Kabar Baik atau Berita Kesukaan, yang merujuk pada 1 Peter 1:25 BIS, TL, Yunani. Injil dalam bahasa Inggris disebut Gospel , dari bahasa Inggris Kuno gōd -spell yang berarti kabar baik, yang merupakan terjemahan kata-per-kata dari bahasa Yunani eu- baik, -angelion kabar. Beberapa ayat yang penting yang memuat kata ini antara lain Markus 1:1: Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.; Markus 1:15: Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil; Markus 8:35: Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku 87 B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit,. Hlm. 125-126. dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.; 1 Korintus 9:23: Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.; Matius 24:14: Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya, dan di dalam Roma 1 Injil biasanya mengandung arti: 1. Pemberitaan tentang aktivitas penyelamatan Allah di dalam Yesus dari Nazaret atau berita yang disampaikan oleh Yesus dari Nazaret. Inilah asal usul penggunaan kata Injil menurut Perjanjian Baru lihat Surat Roma 1:1 atau Markus 1:1. 2. Dalam pengertian yang lebih populer, kata ini merujuk kepada keempat Injil kanonik Matius, Markus, Lukas dan Yohanes yang menyampaikan kisah kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. 3. Sejumlah sarjana modern menggunakan istilah Injil untuk menunjuk kepada sebuah genre hipotetis dari sastra Kristen perdana bdk. Peter Stuhlmacher, ed., Das Evangelium und die Evangelien , Tübingen 1983, juga dalam bahasa Inggris: The Gospel and the Gospels . Kata injil dipergunakan oleh Paulus sebelum kitab-kitab Injil dari kanon Perjanjian Baru ditulis, ketika ia mengingatkan orang-orang Kristen di Korintus kepada Injil yang aku beritakan kepadamu 1 Korintus 15:1. Melalui berita itu, Paul menegaskan, mereka diselamatkan, dan ia menggambarkannya di dalam pengertian yang paling sederhana, sambil menekankan penampakan Kristus setelah kebangkitan 15:3-8: Sumber utama dari injil adalah kitab suci umat kristiani yaitu Alkitab karena setiap kitab-kitab dalam Alkitab merupakan bagian dari sistem yang saling terhubung antara satu dengan yang lain, sehingga untuk memahami empat kitab Injil dalam perjanjian yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes harus dipahami secara keseluruhan 88 dengan dasar yang kuat dari isi kitab Perjanjian Lama dan bagaimana injil itu bekerja melalui surat-surat Rasul Paulus serta Kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru, sehingga dapat di simpulkan bahwa Injil adalah keseluruhan Alkitab, hal ini senada dengan pendapat Stair yang adalah Juris sekaligus penulis Institusional dalam bidang hukum Skotlandia dengan pendapatnya bahwa Common Law atau the Bible adalah Injil. 89 Dan inti dari Injil Adalah Yesus Kristus. A.5.2. Syariah Hukum Muslim Muslem Law atau Hukum Islam Islamic Law , di Arab disebut “syariah” 90 jalan yang benar. Menurut logat bahasa syariat berarti jalan, jalan ke mata air, jalan ke tempat bersiram atau jalan yang harus dituruti oleh umat Islam. 91 Dikarenakan bagi orang Arab dengan kondisi tanah yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir adalah sangat penting untuk mengetahui jalan yang menuju ke mata air. Begitu pula pentingnya syariat bagi umat Islam. Hukum suci Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan yang mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam seluruh aspek yang didalamnya terdiri dari 88 Triawan Wicaksono, Jaminan Yang Pasti: Bahan Pemahaman Alkitab Kelompok Tumbuh Bersama , Perkantas Salatiga, Salatiga, 2011, Hlm. 60. 89 Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Dari Ilmu Hukum, Hlm.3. 90 Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Comparative Law, Nusa Media, Bandung, 2010, Hlm. 289. 91 Mohd. Idris Ramulyo, ASAS-ASAS HUKUM ISLAM: Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hlm. 8. atas hukum-hukum yang sama mengenai ibadah ritual, seperti aturan politik dan aturan hukum. 92 Ada dua pandangan besar yang mengartikan syariat yaitu Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi “syariat adalah semua yang diajarkan oleh nabi besar Muhammad saw, yang bersumber pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam. ” 93 Dan menurut Mazhab Syafi’i “syariat merupakan aturan-aturan lahir batin bagi umat Islam yang bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan deductions yang dapat ditarik dari wahyu Allah, dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir ini mengenai bagaimana cara manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama mahkluk lain selain manusia.” 94 Sehingga dapat di simpulkan bahwa syariat adalah setiap pengajaran Nabi Muhammad yang bersumber pada wahyu Allah yang di dalamnya mengatur cara pergaulan manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungan. Sumber utama dan tertinggi hukum muslim adalah Al- Qur’an, kitab suci umat Islam. 95 Berikutnya dalam hierarki sumber hukum Islam terdapat Sunnah, yang merupakan penjelasan tentang ucapan, perbuatan, dan tingkah laku Nabi, yang ditulis dalam hadis . 96 Alquran dan hadis merupakan bagian dari agama Islam dalam arti luas 97 92 Joseph Shacht, Pengantar Hukum Islam, Nuansa, 2010, Hlm. 21. Diterjemahkan dari Joseph Shacht, An Introduction to Islamic Law Oxford University Press, London, 1965. 93 Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit., Hlm. 8. 94 Ibid. 95 Michael Bogdan, Op.Cit., Hlm. 291. 96 Ibid. 97 Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit,, Hlm. 2. Sumber hukum selanjutnya adalah ijma’, yaitu, pendapat-pendapat yang diterima secara umum di kalangan orang beriman, terutama cendekiawan hukum yang menafsirkan dua sumber hukum utama yaitu Al- Qur’an dan Sunnah. 98 Hukum Muslim adalah sistem aturan-aturan hukum agama. 99 Hukum Muslim memuat sejumlah firman dan larangan yang tidak ada hubungannya dengan sanksi hukum yang sebenarnya, sehingga di mata Barat, firman dan larangan itu lebih termasuk ranah agama atau moral. 100 Dikarenakan fakta bahwa dua sumber hukum Islam primer dan fundamental berasal dari Tuhan Qur’an atau dari Rasul-Nya Muhammad Sunnah, dan bahwa segala sesuatu baik yang terjadi maupun belum terjadi sudah ada hukumnya dalam Alquran, baik itu secara langsung atau tidak langsung 101 maka keduanya dianggap oleh umat muslim yang beriman sebagai sah dan tetap selama-lamanya. 102

B. Kerangka Normatif