Kerangka Normatif Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan T1 312011807 BAB II

Sumber hukum selanjutnya adalah ijma’, yaitu, pendapat-pendapat yang diterima secara umum di kalangan orang beriman, terutama cendekiawan hukum yang menafsirkan dua sumber hukum utama yaitu Al- Qur’an dan Sunnah. 98 Hukum Muslim adalah sistem aturan-aturan hukum agama. 99 Hukum Muslim memuat sejumlah firman dan larangan yang tidak ada hubungannya dengan sanksi hukum yang sebenarnya, sehingga di mata Barat, firman dan larangan itu lebih termasuk ranah agama atau moral. 100 Dikarenakan fakta bahwa dua sumber hukum Islam primer dan fundamental berasal dari Tuhan Qur’an atau dari Rasul-Nya Muhammad Sunnah, dan bahwa segala sesuatu baik yang terjadi maupun belum terjadi sudah ada hukumnya dalam Alquran, baik itu secara langsung atau tidak langsung 101 maka keduanya dianggap oleh umat muslim yang beriman sebagai sah dan tetap selama-lamanya. 102

B. Kerangka Normatif

B.1. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan B.1.1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No 10 Tahun 2004 Meliputi: a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; 98 Michael Bogdan, Op.Cit., Hlm. 292. 99 Ibid. Hlm. 289. 100 Ibid. Hlm. 290. 101 Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit., Hlm. 4. 102 Michael Bogdan, Op.Cit., Hlm. 294. c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan. Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Pasal 5 Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; danatau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain asas sebagaimana dimaksud pada Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang- undangan yang bersangkutan Pasal 6 B.1.2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: h. kejelasan tujuan; i. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; j. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; k. dapat dilaksanakan; l. kedayagunaan dan kehasilgunaan; m. kejelasan rumusan; dan n. keterbukaan. Pasal 5 Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; danatau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain mencerminkan asas di atas Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan Pasal 6 B.2. Legalitas Peraturan Perundang-Undangan Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan teori sebelumnya bahwa legalitas mengacu pada ketentuan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan maka pada pembahasan ini akan di paparkan legalitas formil dan legalitas materill peraturan perundang-undang berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 20011 sebagai undang- undang yang mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. B.2.1. Legalitas Formil B.2.1.1. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupatiwalikota, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota Pasal 26 UU 102004. Rancangan tersebut dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi Pasal 28 ayat 1 UU 102004. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupatiwalikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupatiwalikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupatiwalikota , untuk rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupatiwalikota Pasal 29 UU 102004. Apabila dalam satu masa sidang, gubernur atau bupatiwalikota dan dewan perwakilan rakyat daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat daerah, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur atau bupatiwalikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan Pasal 31 UU 102004. Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah bersama gubernur atau bupatiwalikota. Pembahasan bersama dilakukan dalam tingkat-tingkat pembicaraan yaitu, rapat komisipanitiaalat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna Pasal 40 UU 102004 Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupatiwalikota. Asalkan sudah mendapat persetujuan bersama dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupatiwalikota Pasal 41 UU 102004. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupatiwalikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupatiwalikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama Pasal 42 UU 102004. Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh gubernur atau bupatiwalikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupatiwalikota. Jika dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, rancangan peraturan daerah tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupatiwalikota maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. Dengan kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah . Yang dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah Pasal 43 UU 102004. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam: lembaran Daerah; atau Berita Daerah Pasal 45 UU 102004. Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah Pasal 52 UU 102004. B.2.1.2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam Prolegda Pasal 32 Jo 39 Jo 40 UU 122011. Prolegda memuat program pembentukan Peraturan Daerah dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi atau Rancangan Peraturan Daerah KabupatenKota, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang meliputi: a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. jangkauan dan arah pengaturan. Setelah melalui pengkajian dan penyelarasan materi-materi di atas kemudian dituangkan dalam Naskah Akademik Pasal 33 Jo Pasal 39 Jo Pasal 40 UU 122011. Penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi. Dengan penyusunan dan penetapannya dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 34 Jo Pasal 39 Jo Pasal 40 UU 122011 Penyusunan daftar rancangan peraturan daerah didasarkan atas: a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi; b. rencana pembangunan daerah; c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan d. aspirasi masyarakat daerah. Pasal 35 Jo 39 Jo 40 UU 122011. Dalam penyusunan Prolegda baik itu antara DPRD dengan Pemerintah Daerah atau penyusunan dalam lingkup DPRD dikoordinasikan oleh DPRD melalui alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Sedangkan penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait Pasal 36 Jo 39 Jo 40 UU 122011. Hasil penyusunan Prolegda antara DPRD dan Pemerintah Daerah, disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD, melalui Keputusan DPRD Pasal 37 Jo 39 Jo 40 UU 122011 . Dalam Prolegda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kemudian dalam keadaan tertentu, DPRD atau Gubernur, BupatiWalikota dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah di luar Prolegda: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; b. akibat kerja sama dengan pihak lain; dan c. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum Pasal 38 Jo 39 Jo 40 UU 122011 . Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau Gubernur, BupatiWalikota. Rancangan Peraturan Daerah tersebut harus disertai dengan penjelasan atau keterangan danatau Naskah Akademik. Dengan rancangan mengenai: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. pencabutan Peraturan Daerah; atau c. perubahan Peraturan Daerah yang hanya terbatas mengubah beberapa materi, disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur Pasal 56 Jo 63 UU 122011 . Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik Pasal 57 Jo 63 UU 122011. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Jika asalnya dari Gubernur maka yang mengkoordinasi adalah biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum Pasal 58 Jo 63 UU 122011. Rancangan Peraturan Daerah dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi Pasal 60 ayat 1 Juncto Pasal 63 UU 122011 disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada Gubernur. Dalam hal sebaliknya Rancangan Peraturan Daerah yang disiapkan oleh Gubernur disampaikan dengan surat pengantar Gubernur kepada pimpinan DPRD Provinsi Pasal 61 Jo 63 UU 122011. Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan Pasal 62 Jo 63 UU 122011. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur atau BupatiWalikota. Dalam tingkatan rapat komisi panitia badan alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna Pasal 75 Jo 77 UU 122011. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur atau Bupati Walikota dalam hal telah memenuhi persetujuan bersama DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota Pasal 76 Jo 77 UU 122011. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau BupatiWalikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Dengan tata cara penyampaian dilakukan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama Pasal 78 Jo 80. UU 122011. Kemudian ditetapkan oleh Gubernur atau BupatiWalikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota. Apabila dalam jangka waktu yang disediakan yaitu tiga puluh hari Gubernur atau BupatiWalikota tidak menandatangani, maka Rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan dengan tambahan kalimat pengesahan: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam Lembaran Daerah Pasal 79 Jo 80 UU 122011. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang- undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam: Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah Pasal 81 UU 122011. Khusus untuk Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah KabupatenKota, dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah Pasal 86 UU 122011 dan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada saat itu juga, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan Pasal 87 UU 122011. Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah Pasal 95 UU 122011. B.2.2. Legalitas Materiil B.2.2.1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang berisi hal-hal yang: a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: 1. hak-hak asasi manusia; 2. hak dan kewajiban warga negara; 3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; 4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara. b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang- Undang. pasal 8, 9 Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya Pasal 10. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Pasal 11. Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi Pasal 12. Materi muatan Peraturan Desayang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi Pasal 13. Ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Pasal 14 B.2.2.2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi: a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; c. pengesahan perjanjian internasional tertentu; d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; danatau e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Pasal 10 Jo 11. Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya Pasal 12. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Pasal 13 Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah KabupatenKota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah danatau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 14. Ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang Peraturan Daerah. Ketentuan pidana yang dimuat dalam Peraturan daerah hanya berupa ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak lima puluh juta rupiah atau ancaman pidana lain sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya. Pasal 15 B.3. Kewenangan Daerah Otonom Sebagai daerah otonom pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. 103 Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan urusan-urusan pemerintahan yang oleh undang- undang menjadi urusan pemerintah pusat, dimana dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2008 yang menjadi urusan pemerintah pusat, adalah meliputi: 1. Politik luar negeri. 2. Pertahanan. 3. Keamanan. 4. Yustisi. 5. Moneter dan fiskal nasional. 6. Agama. Pasal 10 UU 322004 Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam mengurus pemerintahan dibagi atas dua yaitu hal yang merupakan urusan wajib berupa penyelenggaraan pemerintahan yang berdasar pada jaminan standar pelayanan minimum dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan yang di dalamnya berupa urusan pemerintahan yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 104 Sehingga berdasarkan urusan pemerintahan yang wajib, kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi: 103 Siswanto Sunanrno, Op.Cit., Hlm. 37 104 Ibid, Hlm. 35 a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupatenkota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupatenkota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupatenkota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupatenkota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenkota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupatenkota ; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan. Urusan pemerintahan daerah yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pasal 13, 14

C. Hasil Penelitian