TABEL 2.1. Penyebab kelahiran preterm yang dapat diidentifikasikan Kliegman, 2011
Janin Gawat janin
Kehamilan multipel Eritroblastosis
Hidrops non imun Plasenta
Plasenta previa Abrupsio plasenta
Uterus Uterus bikornus
Serviks tidak kompeten dilatasi prematur Ibu
Pre-eklamsia Penyakit medis yang kronis misalnya, penyakit jantung sianosis,
penyakit ginjal Infeksi misalnya, streptokokus grup b, infeksi saluran kencing,
korioamnionitis Penyalahgunaan obat misalnya, kokain
Lainnya Ketuban pecah prematur
Polihidramnion Iatrogenik
2.2. Penyakit Jantung Bawaan
2.2.1. Definisi Penyakit jantung bawaan PJB adalah penyakit dengan abnormalitas pada
struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir Sani,2007. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan konsepsi. Pada waktu
Universitas Sumatera Utara
jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini, terjadi pada
usia 3bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia 4bulan Dhania, 2009.
2.2.2. Epidemiologi Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.
Insiden lebih tinggi pada lahir mati 2, abortus 10-25, dan bayi prematur 2 Tank, 2004.
Berdasarkan penelitian lain, 1 orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, sedangkan tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB, mempunyai bayi dengan PJB.
Dari 28 bayi dengan PJB, 4 bayi meninggal 14,3 selama 5hari pengamatan. Harimurti, 1996.
2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Pada sebagian kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui Sastroasmoro, 1994.
Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi 2, yaitu genetik dan lingkungan.
Pada faktor genetik hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung Fachri, 2007. Dalam hubungan
keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1, untuk Heterotaxsia, 11,7 untuk Conotruncal Defects, 24,3 untuk Atrioventricular Septal Defect,
12,9 untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1 untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4 untuk Isolated Ventricular Septal Defect Poulsen,
2009.Pada faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah paparan lingkungan yang tidak baik, adanya infeksi virus pada trisemester
pertama, adanya penyakit sistemik, adanya penggunaan alkohol dan obat-obatan Indriwanto, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Klasifikasi Secara garis besar PJB ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu,
asianotik dan sianotik Widyantoro, 2009. 2.2.4.1. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan PJB non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis
Roebiono, 2003. Berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok dengan pirau dari kiri kekanan dan
kelompok tanpa pirau Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994.
Kelompok dengan pirau dari kiri ke kanan adalah sebagai berikut : A. Defek Septum Ventrikel
Defek Septum Ventrikel DSV adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehinggal terdapat hubungan
antara antar rongga ventrikel Ramaswamy, 2013. Defek septum ventrikel merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan, yaitu
sekitar 30 dari semua jenis penyakit jantung bawaanSoeroso dan Sastrosoebroto, 1994
DSV terbagi atas beberapa klasifikasi, diantaranya : 1. Defek Septum Ventrikel Perimembran, yang dibagi menjadi :
a.Defek perimembran inlet,mengarah ke posterior ke daerah inlet septum. b.Defek perimembran outlet,mengarah ke depan, dibawah akar aorta ke
dalamseptum pars muskularis. c.Defek trabekular, mengarah ke bawah, kearah septum trabekularis.
d.Defek perimembran
konfluen, yang
mencakup ketiga
bagian septummuskular, sehingga merupakan defek yang besar.
2. Defek Septum Ventrikel Muskular, yang dibagi menjadi : a. Defek muskular inlet
b. Defek trabekular c. Defek muskular outlet
Universitas Sumatera Utara
Gejala klinis DSV cukup bervariasi, mulai dari asimtomatis, gagal jantung berat, ataupun gagal tumbuh. Semua ini sangat bergantung pada besarnya defek
serta derajat piraunya sendiri, sedangkan lokasi defek sendiri tidak mempengaruhi derajat ringannya manifestasi klinis yang akan terjadi Soeroso
dan Sastrosoebroto, 1994. Diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi, ekokardiografi dapat menentukan perkiraan ukuran dan lokasi DSV. Koreksi
dilakukan dengan tindakan pembedahan, kecuali dalam keadaan tertentu Aaronson dan Ward, 2008.
B. Defek Septum Atrium Defek septum atrium adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan
kanan. Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, sekundum, tipe sinus venousus, dan tipe sinus koronarius. Prevalensi defek
septum atrium pada remaja lebih tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehinga diagnosis baru
ditegakkan setelah anak besar atau remaja Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994.
Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu : Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum
dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum. Kejadian DSA Ostium primum pada wanita sama dengan pria dan terhitung
sekitar 20 dari seluruh kasus PJB. Ostium Sekundum, defek ini, pada daerah fosa ovalis, adalah bentuk defek
sekat atrium yang paling sering dan bersama dengan katup atrioventrikular normal. Defek ini mungkin tunggal atau multiple. Wanita 3 kali lebih banyak
dari pada pria. Sinus Venosus, defek terletak pada bagian atas sekat atrium berhubungan
dekat dengan masuknya vena cava superior. Seringkali, satu atau lebih vena pulmonalis biasanya dari paru kanan secara anomali mengalirkan kedalam
vena cava superior Bernstein, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Defek yang terjadi dapat berbagai jenis, mulai dari yang berukuran kecil sampai sangat besar dan menyebabkan pirau dari atrium kiri ke atrium kanan
dengan beban volume lebih banyak di atrium dan ventrikel kanan.Gejala pada anak dan neonatus umumnya asimtomatis, namun bila pirau cukup besar pasien
dapat mengalami sesak nafas dan sering mengalami infeksi paru Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994. Diagnosis DSA ditegakkan dengan memasukkan kateter
secara langsung untuk mengetahui adanya defek atau tidak. Penatalaksanaan DSA dapat dilakukan dengan pembedahan untuk melakukan penutupan pada
defek di septumnya atau dengan kateterisasi Markham, 2012.
C. Defek Septum Atrioventrikularis Defek septum atrioventrikularis DSAV ditandai dengan penyatuan DSA dan
DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular Bernstein, 2007. Kelainan ini sering menyertai sindrom down. Gejala dapat timbul pada minggu pertama
dan gagal jantung pada bulan-bulan pertama kelahiran. Biasanya pasien dengan defek septum atrioventrikularis memerlukan operasi korektif pada umur
dibawah 1 tahun Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994.
D. Duktus Arteriosus Persisten Duktus Arteriosus Persisten DAP disebabkan oleh duktus arteriosus yang
tetap terbuka setalah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7 dari PJB dan sering dijumpai pada bayi BBLR Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994
Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru,maka darah aorta dapat bercampur kedarah arteri pulmonalis. Gejala klinis yang
muncul tergantung ukuran duktus, duktus berukuran kecil tidak menyebabkan gejala,dan biasanya diketahui jika terdapat suara murmur saat dilakukan
pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan DAP berukuran besar, pasien akan mengalami gejala gagal jantung. Gangguan pertumbuhan fisik dapat menjadi
gejala utama pada bayi yang menderita DAP besar Bernstein, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis dengan menggunakan ekokardiografi atau dengan EKG Kim, 2012.Tindakan penatalaksanaan dari DAP ini adalah ligasi Aaronson dan
Ward, 2008.
Kelompok tanpa pirau meliputi : A. Stenosis Pulmonalis
Istilah stenosis pulmonalis digunakan secara umum untuk menunjukan adanya terdapat obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau arteri pulmonalis dan
cabang-cabangnya Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994. Diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi dan penatalaksanaan dilakukan dengan tindakan bedah
valvulotomy Ren, 2012.
B. Stenosis Aorta Stenosis aorta adalah penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat
subvalvular, valvular, atau supravalvular. Kelainan ini mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak karena katup berfungsi normal, hanya pada
auskultasi ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994. Diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi dan
radiografi dada. Penatalaksanaannya adalah dengan penggantian katup aorta Ren, 2012.
C. Koarktasio Aorta Koarktasio aorta adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya
terjadi pada daerah duktus arteriosus. Koarktasio aorta dapat pula terjadi praduktal atau pascaduktal. Gejala dapat timbul mendadak. Tanda klasik
koarktasio aorta adalah nadi brakialis yang teraba normal atau kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis tidak teraba atau teraba kecil Soeroso dan
Sastrosoebroto, 1994. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan pemeriksaan radiografi dada atau dapat pula dengan ekokardiografi. Penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan pemberian obat-obatan maupun dengan tindakan operatif tergantung dari keadaannya Rao, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2. PJB Sianotik Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh
terdapatnya 5gdl hemoglobin terreduksi dalam sirkulasi. Manifestasi klinis pasien penyakit jantung bawaan sianotik sangat bervariasi. Sebagian pasien
menunjukan gejala sianosis akibat hipoksemia. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, PJB sianotik menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dari pada PJB non sianotik Prasodo, 1994
A. Tetralogi Fallot Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling
banyak ditemukan yakni merupakan lebih kurang 10 dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi fallot merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu
defek septum ventrikel, over-raiding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat
beratnya penyakit, adalah stenosis pulmonal. Stenosis pulmonal ini bersifat progresif, semakin lama semakin berat. Dengan terdapatnya defek septum
ventrikel besar yang disertai stenosis pulmonal, maka tekanan sistolik puncak ventrikel kanan menjadi sama dengan tekanan sistolik puncak ventrikel kiri.
Karena tekanan ventrikel kiri ini berada di bawah pengawasan baroreseptor, maka tekanan sistolik ventrikel kanan tidak akan melampaui tekanan sistemik.
Hal inilah yang menerangkan mengapa pada tetralogi of fallot tidak atau jarang terjadi gagal jantung, karena tidak ada beban volume sehingga ukuran jantung
umumnya normal Prasodo, 1994. Diagnosis penyakit ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan ekokardiografi, radiografi dada, maupun EKG.
Penatalaksanaa penyakit ini dengan melakukan tindakan operatif Bhimji, 2013.
B. Transposisi Arteri Besar Pada anomali ini, vena sistemik kembali secara normal ke atrium kanan dan
vena-vena pulmonalis ke atrium kiri. Hubungan antara atrium dan ventrikel juga normal. Namun, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
Universitas Sumatera Utara
keluar dari ventrikel kiri Bernstein, 2011. Akibatnya, aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah
diteruskan ke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan seterusnya
keparu.Manifestasi klinis pasien dengan transposisi arteri besar bergantung pada adanya pencampuran yang adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru, dan
ada tidaknya stenosis pulmonal.
Apabila pencampuran hanya melalui foramen ovale, atau duktus arteriosus yang kecil maka keadaan tidak adekuat dan bayi akan tampak sianotik
Prasodo, 1994. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan pemeriksaan radiografi dada dan ekokardiografi. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan
adalah dengan tindakan operatif, namun tindakan ini bergantung pada umur dan tingkat keparahan pasien Charpie, 2012
C. Atresia Pulmonal dengan Defek Septum Ventrikel Kelainan ini merupakan 20 dari pasien dengan gejala menyerupai tetralogi
fallot dan merupakan penyebab penting sianosis pada neonatus Prasodo, 1994.Keadaan ini merupakan bentuk ekstrem dari tetralogi fallot Bernstein,
2011.
D. Ventrikel Kanan dengan Jalur Ganda Sesuai dengan namanya, maka pada kelainan ini kedua arteri besar keluar dari
ventrikel kanan, masing-masing dengan konusnya. Presentasi klinis pasien dengan ventrikel kanan dengan jalur ganda sangat bervariasi, bergantung
kepada kelainan hemodinamiknya: kelainan ini dapat menyerupai defek septum ventrikel, transposisi, atau tetralogi fallot. Oleh karena itu tidak mungkin
dilakukan atas dasar gambaran klinis Prasodo,1994.
Universitas Sumatera Utara
E. Trunkus Arteriosus Trunkus arteriosus ditandai oleh keluarnya pembuluh tunggal dari jantung yang
menampung aliran darah dari kedua ventrikel, yang memasok darah sistemik,paru dan koroner. Secara normal trunkus primitif yang keluar dari
ventrikel primitif terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Apabila pembagian ini tidak terjadi, maka dari kedua ventrikel hanya keluar satu
pembuluh darah, yaitu trunkus arteriosus. Presentasi klinis pasien trunkus arteriosus mirip dengan pada defek septum ventrikel yang besar Prasodo,
1994.
2.3. Hubungan bayi lahir kurang bulan dengan penyakit jantung bawaan