Karakteristik dan Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

(1)

Oleh:

BAGINDA YUSUF SIREGAR

NIM: 090100001

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih

Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

BAGINDA YUSUF SIREGAR

NIM: 090100001

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakteristik dan Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

Nama : Baginda Yusuf Siregar NIM : 090100001

Pembimbing Penguji 1

(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) NIP : 19550807 198503 2001 NIP : 19690609 199903 2001

Penguji 2

(dr. Putri Chairani Eyanoer, MS, Epi, PhD) NIP : 19720901 199903 2001

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP : 19540220 198011 1001


(4)

ABSTRAK

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif dan bersifat irreversible. Data di RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat 633 orang penderita PGK tahun 2011.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang dilakukan dengan melihat data rekam medis. Sampel penelitian berjumlah 100 orang yang diperoleh secara Quota sampling, dengan pemilihan sampel berdasarkan data rekam medis yang lengkap. Cara pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis penderita dan mengambil data yang dibutuhkan.

Distribusi frekuensi penderita PGK tertinggi pada kelompok umur 54-61 tahun (28%), jenis kelamin laki-laki (61%), dengan faktor risiko hipertensi (75.3%), keluhan utama sulit BAK (32%), keluhan tambahan mual dan muntah (25%), dengan hasil pemeriksaan fisik hipertensi dan anemia (26.59%), penatalaksaan secara konservatif dan simptomatik (64%), disertai dengan hemodialisis (36%), komplikasi hipertensi dan asidosis metabolik masing-masing (21.21%), lama perawatan rata-rata 7 hari dengan keadaan Pulang Atas Permintaan Sendiri (35%).

RSUP. H.Adam Malik Medan diharapkan dapat melakukan penyuluhan terhadap penderita hipertensi agar dapat mengontrol tekanan darah untuk mengurangi risiko terjadinya PGK. Berdasarkan data rekam medis RSUP. H.Adam Malik Medan juga diharapkan lebih memperhatikan sistem pelayanan kesehatan terhadap penderita PGK mengingat tingginya frekuensi PAPS penderita PGK yaitu 35%.


(5)

ABSTRACT

Chronic Renal Failure (CRF) is progresif and irreversible reduction glomerular filtration rate. The high insiden up to 633 people of CRF patients in internal medicine Departemen of H. Adam Malik General Hospital in 2011.

The objective of this research is to know the characteristic and management of the Chronic Renal Failure (CRF) patient in internal medicine Departement of H. Adam Malik General Hospital in 2011. The study design of this research is descriptive, which conduted by studying the medical record of CRF patient. The total subject were 100 people which selected using quota sampling that satisfies the selection complete medical record. Data collecting procedure was carried out by studying and extracting the required data from the medical record of CRF patient.

The highest distribution frequency of CRF in the age 54-61 years old (28%), male (61%), risk factor of hypertention (75.3%), clinical symptom dysuria (32%), nausea and vomiting (25%), physic examination hypertention and anemia (26.59%), medical management conservative and symptomatic (64%), hemodialysis (36%), complication hypertention and acidosis metabolic as (21.21%). Average length of stay 7 days, clinical recovery out patient (35%). H. Adam Malik General Hospital should to counseling patient with hypertension for intensively control blood pressure to reduce risk factor of CRF. H. Adam Malik General Hospital should to recovery care of provide CRF patient, because high frequency clinical recovery out of CRF patient at 35%.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya tulis ini yang berjudul “Karakteristik dan Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011”. Penyusunan Karya Tulisan Ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Hotmansyah Siregar dan Ibunda Ratna Lembayung Pulungan yang senantiasa menyayangi memberikan doa, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Dalam penulisan Karya Tulisan Ilmiah ini, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Yahwardiah Siregar, PhD selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Putri Chairani Eyanoer, MS, Epi, PhD, dr. Dwi Rita Anggraini, M.Kes dan dr. Arlinda Sari wahyuni, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah bersedia menguji, memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

4. Keluarga tercinta kakanda Mely Silvani Siregar, Rery Sulianti Siregar, Dian Novita Silvani Siregar dan adinda Fauziah Diniy Hanif yang telah memberi dukungan, doa, dan motivasi yang tiada henti selama ini sehingga penulis dapat menulis hasil Karya Tulisan Ilmiah ini.

5.

Komisi Etik dan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini.


(7)

6.

Bidang Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

7.

Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman angakatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan bantuan, terutama kepada sahabat penulis yaitu Furqan Arief, Andru Aswar, Cici M.P. Siregar, Dizalia A., Donny D.P., Abduh H.P. Aritonang, Rizky A. Lubis, Karina Dwi Swastika, Maulida Septianita, Rana Fathiyya, Wiliam S.W., Febi Putri L.H. serta kepada teman seperjuangan Soraya Mourina, Dhiny Y. Hrp, dan T. Nanda Edwina.

Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, 5 Desember 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Penyakit Ginjal Kronik ... 6

2.1.1 Etiologi ... ... 6

2.1.2 Klasifikasi ... 9

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ... 10

2.1.4 Faktor Risiko ... 12

2.1.5 Gambaran Klinis... ... 12

2.1.6 Diagnosis ... 14

2.1.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan fisik ... 15

2.1.6.2 Pemeriksaan Laboratorium ... 15

2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang ... 16

2.1.7 Penatalaksanaan ... 16


(9)

2.1.7.2 Terapi Simptomatik ... 19

2.1.7.3 Terapi Pengganti Ginjal ... 21

2.1.8 Pencegahan ... 22

2.1.9 Komplikasi ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24

3.2. Defenisi Operasional... . 25

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.5. Metode Analisis Data ... 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1. Hasil Penelitian ... 30

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian ... 30

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 30

5.2. Pembahasan ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.2 Klasifikasi PGK Atas Derajat Penyakit ... 9

Tabel 2.2.2 Klasifikasi PGK Atas Diagnosis Etiologi ... 10

Tabel 2.1.7 Tatalaksana PGK Sesuai Derajat... 17

Tabel 2.1.9 Komplikasi PGK ... 22

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi PGK berdasarkan umur dan jenis kelamin . 30 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi faktor risiko PGK ... 31

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi keluhan utama pasien PGK ... 32

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi keluhan tambahan pasien PGK ... 33

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hasil pemeriksaan fisik PGK ... 34

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penatalaksanaan&pengelolaan pasien PGK 34 Tabel 5.7. Distribusi frekuensi lama perawatan pasien PGK... 35

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi komplikasi PGK ... 35


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.3 Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada PGK………….. 10 Gambar 2.1.3 Hemodynamic dan Non Hemodynamic Glomerular

action of angiotension II dan Endothelin I……… 11 Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian………... 24


(12)

DAFTAR ISTILAH

BUN Blood Uremic Nitrogen

CAPD Continous Ambulatory Peritonel Dialisis CKD Chronic Kidney Disease

COP Cardiac Output Pressure DRP Diet Rendah Protein

EPO Eritropoitin

GGTA Gagal Ginjal Tahap Akhir IRR Indonesian Renal Registry

JNC The Joint National Committee on the Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

LES Lupus Eritematosus

LFG Laju Filtrasi Glomerulus MCU Micturating Cysto Urography

NKF KDOQI National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative

PGK Penyakit Ginjal Kronik PRC Paked Red Cell

SPSS Statisstic Package for Social Science VCES Volume Cairan Ekstraseluler

VP Volume Plasma

WHO World Health Organization PAPS Pulang Atas Permintaan Sendiri PBJ Pasien Berobat Jalan


(13)

ABSTRAK

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif dan bersifat irreversible. Data di RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat 633 orang penderita PGK tahun 2011.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang dilakukan dengan melihat data rekam medis. Sampel penelitian berjumlah 100 orang yang diperoleh secara Quota sampling, dengan pemilihan sampel berdasarkan data rekam medis yang lengkap. Cara pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis penderita dan mengambil data yang dibutuhkan.

Distribusi frekuensi penderita PGK tertinggi pada kelompok umur 54-61 tahun (28%), jenis kelamin laki-laki (61%), dengan faktor risiko hipertensi (75.3%), keluhan utama sulit BAK (32%), keluhan tambahan mual dan muntah (25%), dengan hasil pemeriksaan fisik hipertensi dan anemia (26.59%), penatalaksaan secara konservatif dan simptomatik (64%), disertai dengan hemodialisis (36%), komplikasi hipertensi dan asidosis metabolik masing-masing (21.21%), lama perawatan rata-rata 7 hari dengan keadaan Pulang Atas Permintaan Sendiri (35%).

RSUP. H.Adam Malik Medan diharapkan dapat melakukan penyuluhan terhadap penderita hipertensi agar dapat mengontrol tekanan darah untuk mengurangi risiko terjadinya PGK. Berdasarkan data rekam medis RSUP. H.Adam Malik Medan juga diharapkan lebih memperhatikan sistem pelayanan kesehatan terhadap penderita PGK mengingat tingginya frekuensi PAPS penderita PGK yaitu 35%.


(14)

ABSTRACT

Chronic Renal Failure (CRF) is progresif and irreversible reduction glomerular filtration rate. The high insiden up to 633 people of CRF patients in internal medicine Departemen of H. Adam Malik General Hospital in 2011.

The objective of this research is to know the characteristic and management of the Chronic Renal Failure (CRF) patient in internal medicine Departement of H. Adam Malik General Hospital in 2011. The study design of this research is descriptive, which conduted by studying the medical record of CRF patient. The total subject were 100 people which selected using quota sampling that satisfies the selection complete medical record. Data collecting procedure was carried out by studying and extracting the required data from the medical record of CRF patient.

The highest distribution frequency of CRF in the age 54-61 years old (28%), male (61%), risk factor of hypertention (75.3%), clinical symptom dysuria (32%), nausea and vomiting (25%), physic examination hypertention and anemia (26.59%), medical management conservative and symptomatic (64%), hemodialysis (36%), complication hypertention and acidosis metabolic as (21.21%). Average length of stay 7 days, clinical recovery out patient (35%). H. Adam Malik General Hospital should to counseling patient with hypertension for intensively control blood pressure to reduce risk factor of CRF. H. Adam Malik General Hospital should to recovery care of provide CRF patient, because high frequency clinical recovery out of CRF patient at 35%.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian.

Penyakit Ginjal Kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya (Suwitra, 2006).

Prevalensi penyakit ginjal kronik atau disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 1999 hingga 2004, terdapat 16,8 % dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami Penyakit Ginjal Kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6 tahun sebelumnya, yaitu 14,5% (CDC, 2007).

Di masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan meningkat jumlah penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi suatu peningkatan luar biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini karena meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia, obesitas dan penyakit degeneratif (Roesma, 2008).

Enam negara dunia dengan penduduk melebihi 50% penduduk dunia adalah Cina, India, USA, Indonesia, Brazil dan Rusia, tiga negara terakhir termasuk negara berkembang dimana penyakit ginjal kronik tentunya ada tapi


(16)

tidak dapat ditanggulangi secara baik karena terbatasnya daya dan data. Prediksi menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tiga juta penduduk dunia perlu menjalani pengobatan pengganti untuk gagal ginjal terminal atau End Stage Renal Disease (ESRD) dengan perkiraan peningkatan 5% per tahunnya(Roesma, 2008).

Mempelajari data ESRD dunia mengesankan adanya peningkatan yang signifikan setiap tahun dari kejadian ESRD mulai dari tahun 2000 dan seterusnya, baik negara berkembang maupun negara maju. Di Asia, Jepang tercatat mempunyai populasi ESRD tertinggi 1800 per juta penduduk dengan 220 kasus baru per tahun, suatu peningkatan 4.7 % dari tahun sebelunya. Negara berkembang di Asia Tenggara pencatatannya belum meyakinkan, kecuali Sigapura dan Thailand (Roesma, 2008).

Ginjal dan hipertensi berkaitan dengan erat, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran akan timbulnya PGK akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi Hipertensi di populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara PGK dan hipertensi (Prodjosudjadi, 2008).

Hipertensi sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, karena prevalensinya yang meningkat juga karena masih banyaknya penderita hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan yang memadai maupun bila sudah mendapatkan pengobatan tapi masih banyak juga penderita yang tekanan darahnya tidak terkontrol mencapai target 140/90 mmHg. Adanya penyakit penyerta serta komplikasi akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Tessy, 2006).

Penyakit ginjal dan hipertensi dapat menjadi penyakit ginjal kronik (PGK) dan bila tidak diatasi akan berkembang ke gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Prodjosudjadi, 2008).

Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang saat ini jumlahnya sangat meningkat, dari survei yang dilakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar


(17)

12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik (Siallagan,2012).

Hasil penelitian Sinabariba (2002), terdapat 158 penderita PGK di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode tahun 2000-2001.

Hasil penelitian Handayani (2006) di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP. Nusantara II Medan terdapat 126 penderita PGK yang dirawat inap di rumah sakit tersebut selama priode 2002 – 2004, dimana tahun 2002 sebanyak 32 orang (25,40%) tahun 2003 sebanyak 36 orang (28,57%) dan tahun 2004 sebanyak 58 orang (46,03%).

Berdasarkan Hasil penelitian Ginting (2008) terjadi peningkatan penderita PGK dari tiga tahun sebelumnya di RSUP. H. Adam Malik Medan, dimana selama periode 2004 – 2007 terdapat 934 penderita PGK yang dirawat inap dengan perincian, pada tahun 2004 sebanyak 116 orang (12,5%) tahun 2005 sebanyak 189 orang (20,2%) tahun 2006 sebanyak 275 orang (29,4%) dan tahun 2007 sebanyak 354 orang (37,9%).

Hasil penelitian Romauli (2009) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tahun 2007 – 2008 terdapat 148 penderita PGK yaitu 80 penderita pada tahun 2007, dan 68 penderita PGK pada tahun 2008. Kemudian Hasil penelitian Umri (2011), terdapat 265 penderita PGK pada tahun 2010 di RSU. Dr. Pirngadi Medan.

Berdasarkan survei pendahuluan di RSUP. H. Adam Malik Medan, terdapat peningkatan jumlah penderita PGK yang sangat drastis mencapai 633 penderita pada tahun 2011. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, diperlukan penelitian untuk mengetahui karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.


(18)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendata distribusi frekuensi penyakit ginjal kronik berdasarkan umur di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

2. Mendata distribusi frekuensi penyakit ginjal kronik berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

3. Mendata distribusi frekuensi faktor risiko penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

4. Mendata distribusi frekuensi keluhan utama pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

5. Mendata distribusi frekuensi keluhan tambahan pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

6. Mendata distribusi frekuensi hasil pemeriksaan fisik pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

7. Mengetahui penanganan dan pengelolaan pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

8. Mengetahui lama perawatan pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

9. Mengetahui komplikasi penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

10. Mengetahui keadaan pasien penyakit ginjal kronik saat pulang dari RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai : 1. Data dan sumber acuan informasi yang dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya mengenai penyakit ginjal kronik

2. Informasi dan data medis untuk rumah sakit tentang bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

3. Pengembangan wawasan dan kemampuan peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan manifestasi klinis dan kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi, dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal (penurunan LFG) yang berlangsung > 3 bulan.

2. Penurunan LFG < 60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

2.1.1 Etiologi

Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar ginjal, seperti nefropati obstruktif dapat menyebabakan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan penyakit ginjal kronik (Sukandar, 2006).

Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).


(21)

1. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma (Sukandar, 2006).

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinis glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).

2. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan


(22)

seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

3. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10% (Sukandar, 2006).

4. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.

Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%. Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20% (Sukandar, 2006).

Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2006).

Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang


(23)

dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papilla renalis yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2006).

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi PGK didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi derajat penyakit, dikelompokkan atas penurunan faal ginjal berdasarkan LFG sesuai rekomendasi NKF-KDOQI:

Tabel 2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Derajat Penyakit

Derajat Deskripsi LFG (mL/menit/1,73

m²)

1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi

≥ 90

2 Kerusakan ginjal disertai penurunan ringan LFG

60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis


(24)

Tabel 2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit Ginjal non

Diabetes

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstisial

(pielonefritis kronik, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik

(ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan Obat Penyakit recurrent (Suwitra, 2006)

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Teori yang paling dapat diterima adalah hiperfiltrasi pada nefron ginjal yang tersisa setelah terjadi kehilangan nefron akibat lesi. Peningkatan tekanan glomerular menyebabkan hiperfiltrasi ini. Hiperfiltrasi terjadi sebagai konsekuensi adaptif untuk mempertahankan laju filtrasi glomerulus (LFG), namun kemudian akan menyebabkan cedera pada glomerulus. Permeabilitas glomerulus yang abnormal umum terjadi pada gangguan glomerular, dengan proteinuria sebagai tanda klinis (Conchol, 2005).


(25)

Nefropati Kompensasi hiperfiltrasi dan hipertropi

Berkurangnya jumlah Nefron

Hipertensi Angiotensin II Kebocoran protein

sistemik Melalui glomerular

Glomeruloskelerosis Ekspresi Growth mediator Inflamasi / fibrosis

Gambar 2.1. Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik

Gambar 2.2. Hemodynamic dan Non Hemodynamic Glomerular action of Angiotension II dan Endothelin

Glomerular capillary pressure

Glomerular art eriole resist ance

Glomerular ult rafilt rat ion coefficient

M esangial cell cont ract ion

Cyt okines, Arachidonic acid derivat e

Angiot ensin II Endot helin I

Proteinuria GLOM ERULOSKELEROSIS

Hypert rophy / Hyperplasia

M at rix Product ion GBM


(26)

2.1.4 Faktor risiko

Faktor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

2.1.5 Gambaran Klinik Penyakit Ginjal Kronik

Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan neuropsikiatri (Sukandar, 2006).

1. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom dan normositer, sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit (Sukandar, 2006).

2. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia (NH3). Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika (Sukandar, 2006).

3. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.


(27)

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tertier (Sukandar, 2006).

4. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost (Sukandar, 2006).

5. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis (Sukandar, 2006).

6. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Pada kelainan neurologi, kejang otot atau muscular twitching sering ditemukan pada pasien yang sudah dalam keadaan yang berat, kemudian terjun menjadi koma (Sukandar, 2006).


(28)

7. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif pada penyakit ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem vaskuler, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Hal ini dapat menyebabkan gagal faal jantung (Sukandar, 2006).

8. Hipertensi

Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia (Sukandar, 2006).

Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma (VP) dan volume cairan ekstraselular (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan pengisiaan jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output pressure (COP). Kenaikan COP akan mempertinggi tonus arteriol (capacitance) dan pengecilan diameter arteriol sehinga tahanan perifer meningkat. Kenaikan tonus vaskuler akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik (feed-back mechanism) sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal tetapi kenaikan tekanan darah arterial masih dipertahankan (Sukandar, 2006).

Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga (buffer) yang mengatur tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan darah selalu dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga tersebut. Pada pasien azotemia, mekanisme penyangga dari sinus karotikus tidak berfungsi lagi untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan volume dan tonus pembuluh darah arteriol (Sukandar, 2006).

2.1.6 Diagnosis

Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK) mempunyai sasaran berikut:


(29)

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Menentukan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar, 2006).

2. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2006).

a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).

b. Etiologi penyakit ginjal kronik (PGK) i. Analisis urin rutin


(30)

ii. Mikrobiologi urin iii. Kimia darah iv. Elektrolit v. Imunodiagnosis

c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:

a. Diagnosis etiologi PGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).

b. Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

2.1.7. Penatalaksanaan 1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan


(31)

histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak bermanfaat (Suwitra, 2006).

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra, 2006).

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat di tabel

Tabel 2.1.7 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya

Derajat LFG (mL/menit/1,73 m²)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkeciol risiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat perburukan (progression)

fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 atau dialisis Terapi untuk pengganti ginjal (Suwitra, 2006)

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen (Sukandar, 2006).


(32)

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan melalui ginjal (Suwitra, 2006).

Pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik (Suwitra, 2006).

Masalah penting lain adalah, asupann protein berlebihan (protein Overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hyperfosfatemia (Suwitra, 2006).

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2006).

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.


(33)

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L (Sukandar, 2006).

b. Anemia

Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 g% atau hematokrit ≤ 30g%, meliputi evaluasi terhadap status besi (Iron Binding Capacity), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis (Suwitra, 2006).

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan cermat. Transfusi darah yang tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal. Sasaraan hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl (Suwitra, 2006).


(34)

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak (Sukandar, 2006).

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada PGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari PGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik (Sukandar, 2006).

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glmerulus. Beberapa studi membuktikann bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, yang merupakan faktor risiko terjadinya perburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena


(35)

40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular adalah, pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan (Suwitra, 2006).

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).


(36)

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien-pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGTA (gagal ginjal tahap akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: 1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal

ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

2. Kualitas hidup normal kembali 3. Masa hidup (survival rate) lebih lama

4. Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.

5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

2.1.8 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,


(37)

anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).

2.1.9. Komplikasi

Tabel 2.1.9 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

Derajat Deskripsi LFG

(mL/menit/1, 73 m²)

Komplikasi

1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi

≥ 90 -

2 Kerusakan ginjal disertai penurunan ringan LFG

60-89 Tekanan Darah tinggi

3 Penurunan moderat LFG 30-59 Hiperfosfatemia Hipokalsemia Anemia Hiperparatiroid Hipertensi

Hiperhomosistinemia 4 Penurunan berat LFG 15-29 Malnutrisi

Asidosis Metabolik Hiperkalsemia Dislipidemia

5 Gagal ginjal < 15 atau

dialysis

Gagal jantung Uremia (Suwitra, 2006)


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel yang didata

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penyakit Ginjal Kronik Umur Jenis kelamin Faktor risiko Keluhan utama Keluhan tambahan Penatalaksanaan

Lama peraw atan

Keadaan sew aktu pulang

Gam baran Klinis Pemeriksaan fisik

Komplikasi

Hipert ensi Anemia St roke

Hiperf osfat emia Asidosis M et abolik Uremia

Sign : Hipert ensi Anemia

Neuropat i Perif er Hiperpigment asi Berat badan t urun Kardiom egali Sympt oms :

Badan Lemah M ual, munt ah Parest esia Oliguria Sesak nafas

Laborat orium : Prot einuria Ureum


(39)

3.2. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur

1. Usia Jumlah tahun

hidup pasien Penyakit Ginjal Kronik yang sesuai dengan rekam medis tahun 2011 Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis 14-21 22-29 30-37 38-45 46-53 54-61 62-69 70-77 78-85 >85 Interval

2. Jenis Kelamin Jenis Kelamin pasien penyakit ginjal kronik sesuai dengan rekam medis tahun 2011 Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis Laki-laki atau perempuan Nominal

3. Faktor risiko Faktor atau karakteristik yang memapar manusia sehat, meningkatkan probabilitas menderita penyakit ginjal kronik Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis - Diabetes - Hipertensi - Obesitas - Umur lebih 50 tahun - Riwayat penyakit ginjal

Nominal

4. Keluhan Utama Keluhan yang menyebabkan pasien penyakit Observasi data sekunder Rekam Medis

- Sulit Buang Air Kecil - Sesak Nafas


(40)

ginjal kronik datang konsultasi dengan dokter rekam medis - Penurunan Kesadaran

5. Keluhan tambahan Keluhan lain yang dirasakan pasien penyakit ginjal kronik saat konsultasi dengan dokter Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis

- Mual & muntah - Oliguria - Hematuria

Nominal

6. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang dilakukan dokter pada pasien penyakit ginjal kronik sehingga memberikan hasil klinis yang bermakna Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis - Hipertensi - Anemia - Oedem Nominal

7. Penatalaksan aan Pengobatan atau tindakan lanjut yang diberikan dokter pada pasien penyakit ginjal kronik Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis - Konservatif & simtomatik - Konservatif, Simtomatik & Hemodialisis Nominal

8. Lama rawat Rentang waktu pasien penyakit ginjal kronik dirawat di RSUP. H. Adam Malik Menghitun g selisih tanggal masuk dengan tanggal Rekam Medis - Rata-rata lama perawatan Rasio


(41)

Medan keluar pasien yang dirawat 9. Komplikasi Keadaan

timbulnya penyakit penyerta lain yang memperburuk kondisi pasien penyakit ginjal kronik Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis - Uresemic Encepalopathy - Hipertensi - Stroke - Anemia - Asidosis metabolik - Oedem paru

Nominal

10. Keadaan sewaktu pulang Kondisi yang dialami pasien penyakit ginjal kronik saat keluar RSUP. H. Adam Malik Medan setelah menjalani perawatan Observasi data sekunder rekam medis Rekam Medis

- Pulang atas permintaan sendiri - Pasien Berobat Jalan - Baik - Meninggal Nominal


(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif dengan menggunakan data sekunder, dimana mendeskripsikan karakteristik dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit pendidikan dan rujukan untuk wilayah regional Sumatera.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang telah terdiagnosis mengalami Penyakit Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 berdasarkan pendataan dari Instalansi Rekam Medis.

4.3.2. Besar Sampel

Sampel penelitian ini sebanyak 100 pasien yang telah terdiagnosis mengalami Penyakit Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 berdasarkan Quota sampling.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari catatan rekam medik penderita penyakit ginjal kronik di Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik Medan tahun 2011. Awalnya pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Sub Ginjal dan Hipertensi untuk mengetahui data dan jumlah penderita penyakit ginjal kronik tahun 2011. Data yang telah ditabulasi diserahkan pada Instalansi Rekam Medik untuk dilakukan pencarian rekam medis yang sesuai. Rekam medis yang telah


(43)

didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu umur, jenis kelamin, faktor risiko, keluhan utama, keluhan tambahan,dan riwayat penyakit penderita penyakit ginjal kronik sesuai dengan rekam medis yang terlengkap.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul dari rekam medis diperiksa dan diolah dengan menggunakan progam Statistic Product and Social Science (SPSS), selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(44)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas A, RSUP H. adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga kesehatan yang kompeten. RSUP H. Adam Malik merupakan pusat rujukan wilayah Sumatera yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau sehingga kita dapat menjumpai pasien dengan latar belakang yang bervariasi. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 september 1991, RSUP. H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi penyakit ginjal kronik berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur (tahun) Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

n % n % n %

14 – 21 3 3 0 0 3 3

22 – 29 2 2 3 3 5 5

30 – 37 4 4 0 0 4 4

38 – 45 4 4 5 5 9 9

46 – 53 13 13 9 9 22 22

54 – 61 16 16 12 12 28 28

62 – 69 13 13 7 7 20 20

70 – 77 4 4 1 1 5 5

78 – 85 0 0 2 2 2 2

> 85 2 2 0 0 2 2


(45)

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan Tabel 5.1. diketahui jumlah penderita penyakit ginjal kronik berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah kelompok umur 54-61 tahun sebanyak 28 orang (28%), jumlah laki-laki 16 orang (16%) dan perempuan 12 orang (12%), yang terendah adalah kelompok umur 78-85 dan diatas 85 tahun, masing-masing dua orang (2%), jumlah perempuan 2 orang (2%) dan laki-laki tidak ada pada kelopok umur 78-85 tahun. Sebaliknya pada kelompok umur diatas 85 tahun, laki-laki 2 orang(2%) dan perempuan tidak ada. Umur yang paling muda adalah 14 tahun, sedangkan paling tua berumur 90 tahun.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi faktor risiko penyakit ginjal kronik (n = 81)

Faktor Risiko n %

Hipertensi 61 75.3

Diabetes Mellitus 7 8.6

Hipertensi dan Diabetes Mellitus 13 16

Total 81 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.2. diketahui dari 100 orang penderita penyakit ginjal kronik proporsi faktor risiko hipertensi sebanyak 61 orang (75.3%), diikuti Diabetes Mellitus sebanyak 7 orang (8.6%), sementara sampel dengan faktor risiko hipertensi disertai diabetes mellitus sebanyak 13 orang (16%).


(46)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi keluhan utama pasien penyakit ginjal kronik

Keluhan Utama n %

Sulit BAK 32 32

Sesak Nafas 26 26

Penurunan Kesadaran 8 8

Sulit BAK & Sesak Nafas 12 12

Sulit BAK & Penurunan Kesadaran 1 1

Sesak Nafas & Penurunan Kesadaran 6 6

Nyeri Ulu Hati 4 4

Anoreksia 4 4

Anemia 7 7

Total 100 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.3. diketahui keluhan utama penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah sulit Buang Air Kecil (BAK) sebanyak 32 orang (32%), diikuti sesak nafas 26 orang (26%), sulit BAK disertai sesak nafas 12 orang (12%).


(47)

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi keluhan tambahan pasien penyakit ginjal kronik

Keluhan Tambahan n %

Mual & Muntah 25 25

Oliguria 15 15

Hematuria 3 3

Mual muntah dan Oliguria 24 24

Mual muntah dan Hematuria 1 1

Oliguria dan Hematuria 10 10

Mual muntah, Oliguria dan hematuria 6 6

Batuk 5 5

Nyeri Pinggang 2 2

Nyeri dada 6 6

Demam 3 3

Total 100 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.4. diketahui keluhan tambahan penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah mual dan muntah sebanyak 25 orang (25%), diikuti mual muntah disertai oliguria 24 orang (24%), oliguria saja 15 orang (15%), sedangkan oliguria disertai hematuria sebanyak 10 orang (10%).


(48)

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hasil pemeriksaan fisik pasien penyakit ginjal kronik (n = 94)

Pemeriksaan fisik n %

Hipertensi 19 20.21

Anemia 9 9.57

Oedem 5 5.31

Hipertensi dan anemia 25 26.59

Hipertensi dan Oedem 9 9.57

Anemia dan Oedem 7 7.44

Hipetensi, Anemia dan Oedem 20 21.27

Total 94 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.5. diketahui hasil pemeriksaan fisik penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah hipertensi disertai anemia sebanyak 25 orang (26.59%), diikuti hipertensi disertai anemia dan oedem 20 orang (21.27%) dan hanya hipertensi sebanyak 19 orang (20.21%).

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penatalaksanaan dan pengelolaan pasien penyakit ginjal kronik

Penatalaksanaan n %

Konservatif & simptomatik 64 64

Konservatif, Simptomatik dan Hemodialisis 36 36

Total 100 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.6. diketahui penatalaksanaan penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah konservatif dengan simptomatik sebanyak 64 orang (64%), penatalaksanaan konservatif disertai simptomatik dan hemodialisis sebanyak 36 orang (36%).


(49)

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi lama perawatan pasien penyakit ginjal kronik

Lama Rawatan rata-rata (hari)

Mean 7.44

Median 3

Standar Deviasi 10.819

Minimum 1

Maximum 60

Berdasarkan tabel 5.7. diketahui bahwa lama perawatan rata- rata penderita penyakit ginjal kronik yang di rawat di RSUP. H. Adam Malik Medan adalah 7.44 hari (7 hari), Standar deviasi 10.819 hari dengan lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maximum selama 60 hari.

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi komplikasi penyakit ginjal kronik (n = 33)

Komplikasi n %

Uresemic Encepalopathy 4 12.12

Hipertensi 7 21.21

Stroke 5 15.15

Anemia 5 15.15

Asidosis Metabolik 7 21.21

Oedema Paru 5 15.15

Total 33 100

Keterangan: n = frekuensi, % = persentase

Berdasarkan tabel 5.8. diketahui dari 100 penderita penyakit ginjal kronik yang mengalami komplikasi sebanyak 33 orang (33%), diantaranya komplikasi yang terbanyak Hipertensi dan Asidosis metabolik masing-masing 7 orang ( 21.12%), diikuti Anemia, stroke, oedem paru masing- masing 5 orang (15.15%) dan terendah adalah Uresemic encephalopathy 4 orang (12.12%).


(50)

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi keadaan pasien penyakit ginjal kronik saat pulang berdasarkan lama rawatan

Keadaan pasien pulang

Lama rawatan (hari)

N X SD

PAPS 35 4.40 5.952

PBJ 29 9.66 12.653

Baik 12 14.08 10.850

Meninggal 24 5.88 12.428

Total 100 7.44 10.819

F = 3.202 df = 3 p = 0.027

Keterangan: n = frekuensi, x = rata-rata, SD = Standar Deviasi

PAPS = Pulang Atas Permintaan Sendiri, PBJ = Pasien Berobat Jalan Berdasarkan tabel 5.9. diketahui keadaan sewaktu pulang penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah PAPS sebanyak 35 orang (35%) dengan lama rawatan rata-rata 4 hari, diikuti Pasien Berobat Jalan (PBJ) sebanyak 29 orang (29%) dengan lama rawatan rata-rata 10 hari, Meninggal 24 orang (24%) dengan lama rawatan rata-rata 6 hari, dan yang terendah adalah baik yaitu 12 orang (12%) dengan lama rawatan rata-rata 14 hari.

Berdasarkan hasil uji Anova, diperoleh nilai p < 0.05, artinya ada perbedaan bermakna antara kelompok rata-rata lama perawatan dengan kelompok keadaan pasien sewaktu pulang.

5.2. Pembahasan

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan PGK melalui berbagai cara edukasi dan menyiapkan masyarakat dalam menghadapi PGK akan membantu upaya untuk menghambat progresivitas penyakitnya (Prodjosudjadi, 2008).


(51)

Sampel penelitian ini adalah penderita penyakit ginjal kronik yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 yang diperoleh dari data sekunder catatan rekam medik. Besar sampel penelitian sebanyak 100 penderita yang ditentukan dengan cara Quota sampling, jumlah sampel ini cukup representatif berdasarkan pertimbangan bahwa PGK merupakan penyakit kronis yang berasal dari beberapa faktor risiko yang bersifat kronis seperti hipertensi dan DM, sehingga pemilihan sampel dalam satu waktu tertentu cukup efektif untuk menggambarkan keadaan klinis kasus ini.

Dalam sampel penelitian ini masih terdapat ketidaklengkapan data variabel yang diharapkan, seperti variable faktor risiko hanya terdapat 81 data dan variabel komplikasi hanya terdapat 33 data dari 100 data rekam medis penderita PGK.

Proporsi penderita PGK berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah kelompok umur 54-61 tahun 28%, dengan laki-laki 16% dan perempuan 12%, sementara yang terendah adalah kelompok umur 78-85 dan diatas 85 tahun, yaitu masing-masing 2%.

Proporsi penderita PGK berdasarkan kelompok umur 46-53 tahun 22%, 54-61 tahun 28%, dan 62-69 tahun 20% lebih besar daripada kelompok umur 14-21 tahun 3%. Penderita PGK yang paling muda berusia 14 tahun, sedangkan paling tua berumur 90 tahun. Pertambahan umur akan mengubah bentuk anatomi tubuh manusia dan juga disertai penurunan fungsi anggota tubuh, ginjal mengalami perubahan anatomis dan fisiologis yang khas untuk proses penuaan. Proses ini dimulai pada usia 30 tahun, setelah seseorang berusia 30 tahun mulai terjadi penurunan faal ginjal, dan penurunan faal ginjal tersebut bisa sampai 50% ketika usia mencapai 60 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses penuaan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah nefron dan berkurangnya kemampuan untuk menggantikan sel-sel yang telah mengalami kerusakan. Proses ini tidak sama pada setiap orang, ada yang mempertahankan LFG dengan baik tetapi faal ini dapat menurun dengan cepat misalnya karena Hipertensi atau gangguan fungsi jantung (Markum, 2003).


(52)

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Romauli (2009) dengan desain case series di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi, dimana umur PGK terbesar pada kelompok umur 53-61 tahun 30.4%.

Proporsi penderita PGK berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi laki-laki 61% dan perempuan 39%, dengan sex ratio laki-laki terhadap perempuan adalah 61 : 39 = 1.56 : 1. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Umri (2011) di RSU Dr. Pirngadi Medan, dimana proporsi jenis kelamin tertinggi laki-laki 54.7%.

Proporsi penderita PGK berdasarkan faktor risiko diketahui dari 81 orang penderita penyakit ginjal kronik, proporsi penderita PGK dengan faktor risiko hipertensi 75.3%, diikuti Diabetes Mellitus 8.6%, sementara faktor risiko hipertensi disertai diabetes mellitus 16%.

Hipertensi merupakan penyakit sistemik yang menjadi penyebab tersering PGK. Penderita Hipertensi memiliki resiko tinggi untuk mengalami kehilangan fungsi ginjal lebih lanjut, karena hipertensi akan mempercepat laju filtrasi glomerulus yang progresif. Karena itu penderita Hipertensi harus dievaluasi secara teliti untuk mendeteksi adanya PGK, terutama bagi mereka yang sudah mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus(Yugiantoro,2003).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sinabariba (2002), dimana proporsi riwayat penyakit terdahulu yang tertinggi adalah hipertensi 23.4% di RSUP. H. Adam Malik Medan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Umri (2011) di RSU. Dr. Pirngadi Medan riwayat penyakit terdahulu yang tertinggi hipertensi 34%.

Proporsi penderita PGK berdasarkan keluhan utama yang terbanyak adalah sulit Buang Air Kecil (BAK) 32%, hal ini berhubungan dengan terjadinya deplesi natrium dan air yang menyebabkan penurunan volume cairan ekstra selular (VCES), diikuti penurunan aliran darah ginjal. Iskemia ginjal akan menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus (LFG) dan akhirnya terjadi oliguria (Sukandar, 2006). Keluhan lain yang banyak dialami penderita PGK adalah sesak nafas 26%, karena sesak nafas juga merupakan tanda dan gejala uremia. Penderita PGK mengalami keluhan lain lebih dari 1 keluhan utama yaitu sulit BAK disertai sesak


(53)

nafas 12%, penurunan kesadaran 8%, sementara sesak nafas disertai penurunan kesadaran 6%.

Sementara berdasarkan hasil penelitian Romauli (2009), keluhan utama penderita PGK tertinggi adalah mual dan muntah 29.3%, diikuti sesak nafas 23.2% , sedangkan sulit BAK 12.8%.

Proporsi keluhan tambahan penderita PGK yang terbanyak adalah mual dan muntah 25%, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sinabariba (2002), keluhan PGK yang tertinggi mual muntah 27.8%. Keluhan ini berhubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk ammonia (NH3). Amonia yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus (Sukandar, 2006). Penderita PGK juga mengalami keluhan tambahan lain yang lebih dari satu keluhan seperti mual muntah disertai oliguria 24%, oliguria 15%, oliguria disertai hematuria sebanyak 10% sementara keluhan tambahan mual muntah disertai oliguria dan hematuria 6%, yang terendah hematuria 3%, dan hematuria disertai mual muntah 1%.

Proporsi hasil pemeriksaan fisik penderita PGK yang tertinggi adalah hipertensi disertai anemia 26.59%, diikuti hipertensi disertai anemia dan oedem 21.27%, hipertensi saja 20.21%, hipertensi disertai oedem 9.57%, anemia 9.57%, anemia disertai oedem 7.44%, sementara yang terendah oedem 5.31%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aisyah (2011) di RS Haji Medan, dimana proporsi penderita PGK disertai dengan hipertensi 59.43%.

Retensi natrium dan sekresi rennin menyebabkan kenaikan volume plasma (VP), dan volume cairan ekstra selular (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan pengisian jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output (COP). Kenaikan COP akan mempertinggi tonus arteriol (capacitance) dan pengecilan diameter arteriol sehingga tahanan perifer (resistensi) meningkat. Kenaikan tonus vascular arteriol akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik (feedback mechanism) sehingga akhirnya terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal tetapi kenaikan tekanan darah dipertahankan. Pada keadaan normal sinus karotikus bertindak sebagai regulator setiap perubahan volume maupun tonus vaskuler dan tekanan darah dipertahankan dalam batas normal. Pada keadaan


(54)

azotemia, fungsi sinus karotikus gagal sebagai regulator dari setiap rangsangan atau perubahan volume dan tonus vaskuler sehingga terjadi hipertensi (Sukandar, 2006).

Anemia normokrom normositter paling sering dijumpai pada gagal ginjal kronis terutama disebabkan ketidakmampuan sumsum tulang bereaksi terhadap proses hemolisis atau perdaarahan Depresi sumsum tulang ini disebabkan defisiensi hormone eritropoeitin, dimana ginjal merupakan sumber pembentukan erytropoeitic stimulating factors (ESF) (Sukandar, 2006).

Proporsi penatalaksanaan penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah konservatif dengan simptomatik 64%, penatalaksanaan konservatif disertai simptomatik dan hemodialisis 36%. Hal ini menunjukkan terapi konservatif masih memegang peranan penting untuk memberi perbaikan kepada penderita PGK, terapi konservatif dapat mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. Sehingga terapi konservatif masih dapat diupayakan untuk mencegah atau mengurangi progresivitas penurunan fungsi ginjal melalui diet kalori, diet protein dan memenuhi kebutuhan cairan, elektolit dan mineral (Sukandar, 2006).

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Sinabariba (2002) di RSUP. H. Adam Malik Medan, dimana proporsi pengobatan PGK yang terbesar adalah diet dan obat-obatan 72.3%. Hal ini juga sesuai dengan Romauli (2009) pengobatan obat dan diet 66.2%.

Proporsi komplikasi penderita PGK yang terbanyak Hipertensi dan Asidosis metabolik masing-masing 21.12% dari 33 orang penderita PGK, diikuti Anemia, stroke, oedem paru masing- masing 15.15% dan terendah adalah Uresemic encephalopathy 12.12%.

Proporsi penderita PGK berdasarkan lama perawatan diketahui bahwa lama perawatan rata- rata penderita penyakit ginjal kronik yang di rawat di RSUP. H. Adam Malik Medan adalah 7 hari, Standar deviasi 11 hari dengan lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maksimum selama 60 hari. Terdapat


(55)

26 penderita PGK yang hanya menjalani satu hari perawatan, 10 penderita diantaranya meninggal, 10 penderita Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS), dan 6 penderita Pulang Berobat Jalan (PBJ).

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan Umri (2011), lama perawatan rata-rata penderita PGK 9 hari, Standar Deviasi 8 hari dengan lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maksimum 44 hari.

Berdasarkan hasil uji Anova, diperoleh nilai p < 0.05, artinya ada perbedaan bermakna antara kelompok rata-rata lama perawatan dengan kelompok keadaan pasien sewaktu pulang.

Proporsi penderita PGK berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita penyakit ginjal kronik yang terbanyak adalah PAPS 35% dengan lama rawatan rata-rata 4 hari. Sementara yang terendah adalah baik yaitu 12% dengan lama rawatan rata-rata 14 hari.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sinabariba (2002) di RSUP. H. Adam Malik Medan, dimana proporsi keadaan sewaktu pulang penderita PGK tertinggi adalah Pasien Berobat Jalan (PBJ) 45.9%.

Pada umumnya penderita yang PAPS memiliki keterbatasan biaya untuk menjalani rawat inap di Rumah Sakit atau secara pribadi penderita PGK sudah merasa cukup baik. Selain itu, perlu diobservasi lapangan terhadap sistem pelayanan kesehatan apakah sudah cukup memadai dan memuaskan penderita PGK melihat tingginya proporsi penderita PGK yang PAPS 35%.

Sementara Proporsi penderita PGK yang Pasien Berobat Jalan (PBJ) 29% dengan lama rawatan rata-rata 10 hari, hal ini dapat terjadi karena pengobatan PGK memerlukan pengobatan yang terus-menerus dan berkelanjutan, sehingga pengobatan masih dilakukan dengan berobat jalan.

Penderita PGK yang meninggal ada 24 orang (24%) dengan lama rawatan rata-rata 6 hari, dimana 17 orang (70.8%) diantaranya merupakan penderita laki-laki, dan 7 orang (29.2%) perempuan. Proporsi meninggal penderita PGK yang tertinggi adalah pada kelompok umur 46-53 tahun yaitu 29,2%, umur 62-69 tahun 25%, diikuti kelompok umur 54-61 tahun dan 70-77 tahun masing-masing 16.7%.


(56)

Hasil penelitian ini sesuai dengan Umri (2011), proporsi penderita PGK yang meninggal 29%, dimana penderita laki-laki 56.5% dan perempuan 43.5%. Sementara hasil penelitian Romauli (2009), proporsi penderita PGK meninggal yang tertinggi pada kelompok umur 62-70 tahun 6.9%, diikuti 53-61 tahun 6.7%.


(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan distribusi frekuensi karakteristik dan penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011 adalah sebagai berikut :

6.1.1 Proporsi penderita PGK berdasarkan umur yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 54-61 tahun (28%) dan jenis kelamin laki-laki (61%). 6.1.2 Proporsi penderita PGK berdasarkan faktor risiko yang tertinggi adalah

hipertensi (75.3%).

6.1.3 Proporsi penderita PGK berdasarkan keluhan utama yang tertinggi adalah sulit Buang Air Kecil (BAK) (32%).

6.1.4 Proporsi penderita PGK berdasarkan keluhan tambahan yang tertinggi adalah mual dan muntah (25%).

6.1.5 Proporsi penderita PGK berdasarkan pemeriksaan fisik yang tertinggi adalah hipertensi disertai anemia (26.59%).

6.1.6 Proporsi penderita PGK berdasarkan penatalaksanaan yang tertinggi adalah konservatif dengan simptomatik (64%).

6.1.7 Proporsi penderita PGK berdasarkan komplikasi adalah Hipertensi dan Asidosis metabolik masing-masing ( 21.12%).

6.1.8 Proporsi penderita PGK berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) (35%).

6.1.9 Lama rawatan rata-rata penderita PGK adalah 7.44 hari (7 hari).

6.2. Saran

6.2.1 Diharapkan RSUP. H. Adam Malik Medan dapat melakukan penyuluhan kepada penderita hipertensi agar dapat menjaga dan mengontrol tekanan darah sebagai usaha preventif terhadap PGK.

6.2.2 Diharapkan kepada pihak RSUP. H. Adam Malik Medan dapat mengobservasi lapangan dan mengupayakan sistem pelayanan kesehatan


(58)

yang lebih baik terhadap pasien, mengingat tingginya proporsi penderita PGK yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 35%.

6.2.3 Sangat diharapkan bagi pihak Rumah Sakit untuk melengkapi pencatatan dan pengisian data rekam medik penderita PGK.


(1)

Lampiran

Master Data

PF : Pemeriksaan Fisik 1. Hipert ensi 2. Anemia 3. Oedem

4. Hipert ensi dan Anemia 5. Hipert ensi dan Oedem 6. Anemia dan Oedem

7. Hipert ensi, anemia dan oedem 8. Tidak ada

TT : Tat alaksana 1. Konservat if 2. Simpt omat ik 3. Hemodialisis

4. Konservat if dan Simpt omat ik 5. Konservat if dan Simpt omat ik 6. Simpt omat ik dan Hemodilisis

7. Konservat if, simpt omat ik dan hemodialisis 8. Tidak ada

KP : Komplikasi

1. Uresemic Encephalopat y 2. Hipert ensi

3. St roke 4. Anemia

5. Asidosis M et abolik 6. Oedema Paru 7. Tidak ada

KSP : Keadaan Sew aktu Pulang 1. PAPS

2. PBJ 3. Baik 4. M eninggal

UI : Umur Interval 1. 14-21 t ahun 2. 22-29 t ahun 3. 30-37 t ahun 4. 38-45 t ahun 5. 46-53 t ahun 6. 54-61 t ahun 7. 62-69 t ahun 8. 70-77 t ahun 9. 78-85 t ahun 10. >85 t ahun


(2)

Lampiran

Output Komputerisasi Hasil penelitian

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * JenisKelamin 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

Umur * JenisKelaminCrosstabulation

a

JenisKelamin

Total

Laki-laki Perempuan

Umur 14 - 21 Count 3 0 3

% within Umur 100.0% .0% 100.0%

22 - 29 Count 2 3 5

% within Umur 40.0% 60.0% 100.0%

30 - 37 Count 4 0 4

% within Umur 100.0% .0% 100.0%

38 - 45 Count 4 5 9

% within Umur 44.4% 55.6% 100.0%

46 - 53 Count 13 9 22

% within Umur 59.1% 40.9% 100.0%

54 - 61 Count 16 12 28

% within Umur 57.1% 42.9% 100.0%

62 - 69 Count 13 7 20

% within Umur 65.0% 35.0% 100.0%

70 - 77 Count 4 1 5

% within Umur 80.0% 20.0% 100.0%

78 - 85 Count 0 2 2

% within Umur .0% 100.0% 100.0%

> 85 Count 2 0 2

% within Umur 100.0% .0% 100.0%

Total Count 61 39 100


(3)

Lampiran

FaktorRisiko

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Hipertensi 61 75.3 75.3 75.3

DM 7 8.6 8.6 84.0

Hipertensidan DM 13 16.0 16.0 100.0

Total 81 100.0 100.0

KeluhanUtama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sulit BAK 32 32.0 32.0 32.0

SesakNafas 25 25.0 25.0 57.0

PenurunanKesadaran 8 8.0 8.0 65.0

Sulit BAK &SesakNafas 12 12.0 12.0 77.0

Sulit BAK

&PenurunanKesadaran

1 1.0 1.0 78.0

SesakNafas&PenurunanKes adaran

6 6.0 6.0 84.0

Lain-lain 16 16.0 16.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Komplikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid UresemicEncepalopathy 4 4.0 4.0 4.0

Hipertensi 7 7.0 7.0 11.0

Stroke 5 5.0 5.0 16.0

Anemia 5 5.0 5.0 21.0

AsidosisMetabolik 7 7.0 7.0 28.0

OedemaParu 5 5.0 5.0 33.0

Tidakada 67 67.0 67.0 100.0


(4)

Lampiran

Pemeriksaan fisik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Hipertensi 19 19.0 19.0 19.0

Anemia 9 9.0 9.0 28.0

Oedem 5 5.0 5.0 33.0

Hipertensidan anemia 25 25.0 25.0 58.0

HipertensidanOedem 9 9.0 9.0 67.0

Anemia danOedem 7 7.0 7.0 74.0

Hipetensi, Anemia danOedem

20 20.0 20.0 94.0

Lain-lain 6 6.0 6.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

KeluhanTambahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mual&Muntah 25 25.0 25.0 25.0

Oliguria 13 13.0 13.0 38.0

Hematuria 2 2.0 2.0 40.0

Mualmuntahdan Oliguria 24 24.0 24.0 64.0

Mualmuntahdan Hematuria 1 1.0 1.0 65.0

Oliguria dan Hematuria 10 10.0 10.0 75.0

Mualmuntah, Oliguria dan hematuria

6 6.0 6.0 81.0

Lain-lain 19 19.0 19.0 100.0


(5)

Lampiran

Penatalaksanaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Konservatif&simptomatik 64 64.0 64.0 64.0

Konservatif,

SimptomatikdanHemodialisi s

36 36.0 36.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

KeadaanPasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PAPS 35 35.0 35.0 35.0

PBJ 29 29.0 29.0 64.0

Baik 12 12.0 12.0 76.0

Meninggal 24 24.0 24.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Statistics Lama perawatan

N Valid 100

Missing 0

Mean 7.44

Std. Error of Mean 1.082

Median 3.00

Mode 1

Std. Deviation 10.819

Variance 117.057

Minimum 1


(6)

Lampiran

Lama perawatan

KeadaanPasien Mean N Std. Deviation

PAPS 4.40 35 5.952

PBJ 9.66 29 12.653

Baik 14.08 12 10.850

Meninggal 5.88 24 12.428

Total 7.44 100 10.819

KeadaanPasien * JenisKelaminCrosstabulation JenisKelamin

Total

Laki-laki Perempuan

KeadaanPasien PAPS 22 13 35

PBJ 15 14 29

Baik 7 5 12

Meninggal 17 7 24

Total 61 39 100

KeadaanPasien * JenisKelaminCrosstabulation JenisKelamin

Total

Laki-laki Perempuan

KeadaanPasien PAPS Count 22 13 35

% within KeadaanPasien 62.9% 37.1% 100.0%

PBJ Count 15 14 29

% within KeadaanPasien 51.7% 48.3% 100.0%

Baik Count 7 5 12

% within KeadaanPasien 58.3% 41.7% 100.0%

Meninggal Count 17 7 24

% within KeadaanPasien 70.8% 29.2% 100.0%

Total Count 61 39 100