Latar Belakang PROPOSAL HUBUNGAN METODE KANGURU DENGAN KELANCARAN ASI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa 54 persen kematian bayi disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian bayi. Di Negara berkembang, sekitar 10 juta bayi mengalami kematian, dan sekitar 60 persen dari kematian tersebut seharusnya dapat ditekan salah satunya adalah dengan menyusu, karena air susu ibu ASI sudah terbukti meningkatkan status kesehatan bayi sehingga 1,3 juta bayi dapat diselamatkan. Bayi kemungkinan besar akan mengalami gizi buruk, apabila tidak diberikan zat gizi untuk meningkatkan imunitas, seperti terkandung dalam ASI WHO, 2007. ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan,kecuali obat dan vitamin. WHO, 2011. Di Indonesia presentase menyusu eksklusif menurut umur anak dan karakteristik responden, presentase menyusu bayi usia 0-1 bulan 45, usia 2-3 bulan 38,3, dan usia 4-5 bulan 31. Riskesdas, 2006. American Academy of pediatrics AAP merekomendasikan agar ibu menyusu anaknya pada bulan pertama sebanyak 8 – 12 kali sehari, bergantian dari payudara kanan dan kiri dan indikasi bahwa anak tersebut cukup ASI terlihat ketika bayinya BAK minimal 6 kali sehari. 1 Bayi menyusu dengan intensitas yang berbeda, bayi akan menyusu 8-9 kali diusia 2 bulan, dan bayi akan menyusu 7-8 kali di usia 3 bulan. Isma, 2015. Banyak hal yang mempengaruhi frekuensi menyusu ASI pada bayi salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan pijat bayi. Menurut Roesli 2008, Pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang paling populer. Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam. Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus Ebers, yaitu catatan kedokteran pada zaman Mesir Kuno. Ayur Veda adalah buku kedokteran tertua sekitar 1800 SM yang menuliskan tentang pijat, diet, dan olahraga, sebagai cara penyembuhan utama pada masa itu di India. Para dokter di Cina dan Dinasti Tang, sekitar 5000 tahun yang lalu, meyakini bahwa pijat adalah salah satu dari empat teknik pengobatan yang penting.Menurut Kusmini, Melyana dan Sutarmi, 2015 mengatakan bahwa pijat merupakan salah satu bentuk dari terapi sentuh yang berfungsi sebagai salah satu pengobatan penting. Bahkan menurut penelitian modern, pijat bayi secara rutin akan membantu tumbuh kembang fisik dan emosi bayi disamping mempertahankan kesehatannya. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369MENKESSKIII2007 tentang Standar Profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu bentuk stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah dengan pijat bayi. Manfaat pijat bayi dari segi fisik yaitu pijat dapat merangsang fungsi pencernaan Riksani, 2015. Menurut Galenia Mom and Child Center,2015 mengatakan bahwa memijat anak secara teratur dapat memberikan manfaat untuk mempengaruhi rangsangan saraf dan kulit serta memproduksi hormon- hormon yang berpengaruh dalam meningkatkan nafsu makan, seperti hormon gastrin dan insulin yang berperan aktif dalam penyerapan makanan. Menurut dr. Narulita Dewi dalam Kusmini, Melyana dan Sutarmi, 2015 mengatakan bahwa manfaat pijat bagi bayi salah satunya adalah memaksimalkan aktivitas nervus vagus yang berfungsi untuk meningkatkan volume asi, tidak hanya itu penyerapan makanan yang lebih baik karena peningkatan aktivitas nervus vagus akan menjadikan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering menyusu ibunya. Frekuensi pijat bayi yang ideal mengacu pada hasil penelitian beberapa peneliti yang mengungkapkan bahwa frekuensi pemijatan bayi yang efektif minimal 2 kali 1 minggu. Ghicara, 2006. Pijat bayi sebaiknya dilakukan saat bayi berusia diatas 3 bulan, mengingat kulit bayi yang belum terbentuk sempurna, selain itu secara emosi mental pun belum stabil. Purwadi, 2015 . Penelitian Prof.T.Field Scafidi cit Dasuki2005, menunjukkan bahwa bayi yang dipijat mengalami peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin,sehingga penyerapan makanan lebih baik. Aktifitas itulah yang menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering menyusu pada ibunya. Menurut hasil penelitian Annisa Falikhah 2015 melakukan pemijatan 2X seminggu pada 17 bayi menunjukkan bahwa sebelum dilakukan pijat bayi ada 11 orang 64,7 yang termasuk dalam kategori baik, sedangkan 6 orang 35,3 lainnya masuk ke kategori cukup, setelah dilakukan pijat bayi sebanyak 17 orang 100 masuk dalam kategori baik. Penulis melakukan studi pendahuluan di Wilayah Puskesmas Sumowono pada bayi umur 3-6 bulan . Penulis melakukan pemijatan pada bayi Ny.I yang frekuensi menyusu masih kurang baik yaitu 6-8xhari dalam waktu 5-7 menit, setelah dilakukan pemijatan bayi mau menyusu selama 10 menit. Hasil studi pendahuluan di Desa Sumowono melalui pengamatan dan wawancara terhadap 5 ibu yang yang mempunyai bayi 1-3 bulan, dan bayinya sudah pernah dipijat dengan pertanyaan seputar frekuensi menyusu, diperoleh data bayi yang menyusu lebih kuat dan lebih sering setelah dilakukan pijat bayi ada 4 bayi 83.3, dan 1 bayi 16,7 tidak mengalami perubahan yang berarti. Dari uraian latar belakang yang ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Frekuensi Menyusu Pada Bayi Usia 3-6 Bulan Sebelum dan Sesudah dilakukan Pijat Bayi Di Wilayah Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang”

B. Rumusan Masalah