PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH INDUK IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GONAD

(1)

ABSTRAK

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH INDUK IKAN LELE (Clarias sp.)

YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GONAD

Oleh

Wayan Marta Sastradi

Ekstrak testis sapi merupakan bahan alami yang mengandung hormon testosteron, dimana testosteron merupakan hormon untuk pematangan gonad. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan hormon testosteron dan estradiol dalam plasma darah induk ikan lele yang diberi ekstrak testis sapi pada pakan terhadap perkembangan gonad. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur. Jumlah ektrak testis sapi yang diberikan sebanyak 1, 2, 3, 4 mg/kg pakan. Dosis 1 mg/kg pada lama pemberian selama 10 hari menghasilkan kadar testosteron mencapai 9004,50 pg/ml. Pemberian ekstrak testis sapi yang dicampurkan pada pakan memberikan pengaruh terhadap profil testosteron dan estradiol pada plasma darah, semakin tinggi hormon testosteron dan estradiol maka semakin mempercepat proses pematangan gonad ikan lele (Clarias sp.).


(2)

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH INDUK IKAN LELE (Clarias sp.)

YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GONAD

(SKRIPSI)

Oleh:

WAYAN MARTA SASTRADI

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH INDUK IKAN LELE (Clarias sp.)

YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GONAD

Oleh

WAYAN MARTA SASTRADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(4)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(5)

v

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Konsentrasi Testosteron Pada Plasma Darah Ikan Lele Yang Diberi Pakan ber ETS Selama 10 Hari ... 24

1. Konsentrasi Testosteron Pada Plasma Darah Ikan Lele Yang Diberi Pakan ber ETS Selama 30 Hari ... 25 2. Konsentrasi Estradiol Pada Plasma Darah Ikan Lele Yang Diberi Pakan

ber ETS Selama 10 Hari ...27 3. Konsentrasi Estradiol Dalam Plasma Darah Ikan Lele Yang Diberi Pakan


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. ...

Sekretaris : Tarsim, S.Pi., M.Si. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Eko Efendi, S.T., M.Si. ………..

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S.

NIP 19610826 198702 1 001


(7)

Judul Skripsi : PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH

INDUK IKAN LELE (Clarias sp.)

YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA

DENGAN PERKEMBANGAN GONAD Nama Mahasiswa :

Wayan Marta Sastradi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714111062 Jurusan / Program Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. Tarsim, S.Pi., M.Si.

NIP. 196402151996032001 NIP. 197610122000121001

2. Ketua Program Sudi Budidaya Perairan

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Wayan Marta Sastradi lahir di Lampung Timur pada tanggal 27 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama

dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Gedung Wani, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMP N 1 Pugung Raharjo dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Kristen 1 Metro. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2007, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Perairan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis juga pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA), UKM Hindu Universitas Lampung. Hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-1 di jurusan Budidaya Perairan pada

tahun 2012 dengan judul skrpsi “Profil Hormon Testosteron dan Estradiol Dalam

Plasma Darah Induk Ikan Lele (Clarias sp.) Yang Diberi Ekstrak Testis Sapi


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL DALAM PLASMA DARAH INDUK IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIBERI EKSTRAK TESTIS SAPI DALAM PAKAN DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GONADadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung, dalam hal ini telah banyak pihak yang memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun, karena itu dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. sebagai Pembimbing Pertama sekaligus Ketua Jurusan Program Studi Budidaya Perairan atas masukan, motivasi, arahan dan nasehatnya.

2. Tarsim, S.pi., M.Si. sebagai Pembimbing Kedua atas masukan, motivasi, arahan dan nasehatnya.

3. Eko Efendi, S.T., M.Si sebagai Dosen Penguji Skripsi ini atas masukan, motivasi, arahan, dan nasehatnya.

4. Munti Sarida S.Pi. atas saran dan semangat dalam menyelesaikan proposal skripsi.


(10)

5. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Kedua orang tuaku Tercinta, Ayahanda I Made Sophan S.Pd. dan Ibunda Ketut Martinawati, Adik-adikku Kadek Arifta Anggara dan Komang Ari Pawitra yang selalu memberikan kasih sayang yang tak tergantikan oleh apapun, semangat, perhatian, dukungan baik moril maupun materil serta do’a yang tidak putus-putus untukku dalam menjalankan kehidupan.

7. Seluruh dosen dan staf jurusan Budidaya Perairan Unila.

8. Relfia Tyara S.P., telah menjadi saudara yang selalu memberikan semangat dan bantuan.

9. Sahabat-sahabatku Zulfikar Safeska S.Pi., Rudi Hartono, Sutan Fasya S.Pi., Hasym S.Pi., Vivi Dwi Ratna Sari S.Pi., Selly Novita S.Pi., Gede Deta Kp. S.Pi., Andika Agustonti, Noni Aprianto, Yulian Nursasongko,Yoga Pratama, Dewa A.S., Dwi Saka, Yonathan Ijong atas kebersamaan dan semangat kepada penulis.

10.Terman-teman terdekatku Ovy Erfandari S.P., Christin Angelina S.Kep., Siwi Ocin S.Ked., Kartika Ressa Sip., Deby, Pipit Penolisa S.Keb., Serty S.Ked, Rani, Komang Yuni S.Kep, Merry Mira yang pernah memberikan bantuan untuk menghilangkan kejenuhan selama masa kuliah.

11.Teman-teman angkatan 2007 atas kebersamaan selama kuliah, serta adik-adik ankatan 2008-2011 atas bantuan serta dukungannya.

12.Teman-teman FORMATIN yang selalu memberikan saran dan dukungannya. 13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(11)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak sekali kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan segala kritik serta saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat diterima di masyarakat umumnya dan masyarakat akuakultur khususnya serta dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Maret 2012 Penulis,


(12)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan lele selain memiliki rasa yang enak harganya juga terjangkau. Hal ini berpengaruh pada permintaan pasar yang tinggi. Budidaya ikan lele semakin berkembang pesat, hal ini harus diimbangi dengan proses penyediaan bibit yang cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk itu diperlukan berbagai teknologi dalam proses pembenihan diantaranya adalah teknik pemijahan buatan.

Keberhasilan dalam proses pembenihan sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor internal dan eksternal, seperti : sinyal lingkungan dan fisiologi reproduksi ikan (Suhandoyo, 1991). Menurut Isriansyah (2005), fisiologi reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga komponen utama, yaitu hipotalamus, hipofisa dan gonad. Komponen tersebut bekerjasama dalam proses perkembangan dan pematangan gonad serta pemijahan.

Proses pemijahan sangat dipengaruhi oleh kesesuaian hormonal tubuh dan rangsangan dari lingkungan, seperti cahaya, suhu dan fotoperiodisitas. Keduanya


(13)

2

sangat memungkinkan untuk dimanipulasi secara bersamaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Suhandoyo, 1991). Untuk menyesuaikan rasangan dari lingkungan dan kesesuaian hormonal tersebut dilakukan manipulasi lingkungan dan hormonal pada proses pembenihan ikan lele untuk mempercepat proses pemijahannya. Oleh karena itu digunakanlah rangsangan pemberian hormon reproduksi pada induk ikan.

Hormon reproduksi yang digunakan untuk membantu proses pemijahan adalah LHRH-a dan 17-α metil testosteron. Fungsi dari LHRH-a adalah merangsang pelepasan hormon gonadotropin (Zairin, 2003). Berdasarkan penelitian Subagja (2006), penggunaan LHRH-a dengan kombinasi dosis 17-α metil testosteron dapat meningkatkan konsentrasi estradiol dan testosteron dalam plasma darah ikan balashark (Balantiocheilus melanopterus) serta efektif untuk kelangsungan perkembangan gonad karena 17-α metil testosteron sebagai penyedia testosteron yang berguna untuk merangsang spermiasi spermatozoa dan tingkah laku pemijahan pada ikan. Hormon-hormon yang selama ini digunakan untuk membantu dalam reproduksi ikan merupakan bahan kimia yang umumnya berbahaya bila masuk kedalam jaringan tubuh manusia, untuk itu perlu adanya bahan alami untuk menggantikan dalam penggunaan bahan kimia tersebuat tanpa menghilangkan fungsinya.

Testosteron merupakan kunci dalam proses pematangan gonad karena sebagai bahan dasar sintesis estradiol yang berperan utama dalam vitelogenesis. Pada penggunaan hormon testosteron, saat ini telah ditemukan bahan alami berupa penggunaan ekstrak testis sapi (ETS). Saat ini telah dikembangkan penggunaan


(14)

3

ekstrak testis sapi dalam sex reversal dan reproduksi ikan. Ekstrak testis sapi (ETS) diindikasikan mengandung hormon testosteron (Toelihere, 1985). Berdasarkan hasil analisis 1 gram ekstrak testis sapi mengandung 8,48 µg testosteron. Pemberian ekstrak testis sapi selain dapat meningkatkan konsentrasi testosteron pada plasma darah gonad yang diaromatasi menjadi estradiol, juga untuk memberikan umpan balik positif terhadap pituitari untuk mensekresikan hormon gonadotropin sehingga proses pematangan gonad ikan lele dapat dipercepat.

Pada penelitian ini dilakukan pemberian hormon berupa ETS pada ikan lele dengan aras dosis yang berbeda untuk melihat kinerja reproduksi ikan lele dengan profil testosteron dan estradiol.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ETS dalam pakan terhadap konsentrasi testosteron dan estradiol dalam plasma darah dan kaitannya dengan perkembangan gonad induk ikan lele (Clarias sp.).

C. Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk menggantikan pemberian hormon sintetis dalam reproduksi ikan lele secara cepat dan relatif aman sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan dalam penggunaannya.


(15)

4

D. Kerangka Pikir

Perkembangan dan pematangan gonad dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar dari ikan (lingkungan dan pakan). Pengaruh faktor lingkungan terhadap gametogenesis dibantu oleh hubungan antara poros Hipotalamus Pituitary-Gonad melalui proses stimulisasi. Hormon-hormon yang terlibat dalam proses ini adalah GnRH dan Steroid (Halver and Hardy 2004). Keadaan ini memungkinkan untuk perlakuan pemberian hormon baik melaui penyuntikan, implantasi dan pakan. Hormon sangat penting dalam pengaturan reproduksi dan sistem endokrin yang ada dalam tubuh yang reaksinya lambat untuk menyesuaikan dengan keadaan luar. Hasil kegiatan sistem endokrin adalah terjadinya keselarasan yang baik antara kematangan gonad dengan kondisi di luar yang cocok untuk mengadakan perkawinan. Aktivitas gonadotropin terhadap perkembangan gonad tidak langsung tetapi melalui biosintesis hormon steroid gonad pada media stadia gametogenesis, termasuk perkembangan oosit (vitelogenesis) pematangan oosit,spermato-genesis danspermiasi (Zairin 2003).

Hormon testosteron dapat menggunakan bahan alami berupa ekstrak testis sapi. Adapun mekanisme ETS adalah membantu perkembangan gonad yaitu dengan mempengaruhi kadar profil testosteron pada gonad ikan dalam merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin pada proses perkembangan gonad (Gambar 1).


(16)

5

GONAD

Otak

Hypotalamus GnRH Hipofisa Gonadotropin Testosteron (meningkat) Estradiol 17β Oosit Berkembang Vitellogenin Sel Teka Sel Granulosa (Aromatase)

Hati

Ekstrak Testis Sapi (Testosteron) Dicmpur dalam pakan Sinyal lingkungan Keterangan :

: Masuk dalam aliran darah

: Proses sintesis

: Umpan balik

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Sinyal lingkungan diterima oleh sistem saraf pusat dan diteruskan ke hypotalamus. Sebagai reson hypotalamus akan melepaskan hormon gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang kemudian merangsang hipofisa melepaskan FSH (Foliicle Stimulating Hormone) atau GtH 1 serta Luteotropin atau prolaktin yang


(17)

6

berperan merangsang aktivitas gonad untuk berkembang (Matty, 1985). Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis akan merangsang sel teka untuk menghasilkan testosteron, selanjutnya pada lapisan granulose dengan bantuan enzim aromatase akan dikonversi menjadi 17-β estradiol (E2). Hormon estradiol ini dilepas oleh oosit ke pembuluh darah menuju hati, melalui reseptor spesifik di dalam hati disintesis menjadi vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur. Vitellogenin akan dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan secara selektif akan diserap oleh lapisan folikel oosit (Nagahama, 1983), akibat menyerap vitellogenin oosit akan tumbuh membesar sampai mencapai ukuran maksimum. Pemberian ekstrak testis sapi yang dicampurkan pada pakan diharapkan memberikan umpan balik positif ke otak untuk merangsang hati untuk meningkatkan konsentrasi testosteron dan estradiol pada plasma darah ikan lele (Clarias sp.) sehingga perkembangan gonad dapat dipercepat.


(18)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele

Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh 400-500 gram. Di Thailand, ikan lele yang hidup di alam memijah pada musim penghujan dari bulan Mei sampai Oktober (Sinjal, 2007).

Pertumbuhan pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: (1) Pertumbuhan somatik, yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tulang dan lain-lain dan (2) Pertumbuhan gonad, yaitu pertumbuhan pada organ seksual. Pertumbuhan somatik terjadi apabila terdapat kelebihan energi setelah energi yang dikonsumsi digunakan dengan energi yang digunakan untuk segala kebutuhan hidup termasuk energi yang hilang, baik sebagai feses ataupun urin. Pertumbuhan gonad dapat terjadi apabila energi yang ada telah memenuhi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan somatik (Affandi dan Tang, 2002).

Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ sel yang terdapat dalam lamela dan membentuk oogonia. Oosit primer kemudian meneruskan masa tubuh yang meliputi dua fase, pertama adalah previtelogenesis yaitu ukuran oosit membesar akibat meningkatnya volume sitoplasma namun belum terjadi akumulasi kuning


(19)

9

telur. Kedua adalah fase vitelogenesis yaitu terjadi akumulasi material kuning telur yang disintesis oleh hati, kemudian dibebaskan ke darah dan di bawa ke dalam oosit secara mikropinositosis (Devlin dan Nagahama, 2002). Peningkatan ukuran indeks gonad somatik atau perkembangan gonad dipengaruhi oleh perkembangan stadia oosit. Pada saat perkembangan oosit terjadi perubahan morfologi yang mencirikan stadianya. Stadia oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma, penempelan nukleolus, serta keberadaan butiran kuning telur. Berdasarkan kriteria ini oosit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kelas.

Menurut Nagahama (1983) ; Sinjal (2007) membaginya dalam 8 kelas, yaitu stadia kromatin-nukleolus, perinukleolus (yang terdiri atas awal dan akhir nukleolus), oil drop stadium yolk primer, sekunder, tersier dan stadia matang. Menurut Chinabut et al (1991); Sinjal (2007), membagi oosit ke dalam enam kelas untuk Clarias sp, stadia nukleolus dan perinukleolus dikategorikan sebagai stadium pertama, dan setiap stadium dicirikan sebagai berikut :

Stadium 1 : Oogonia dikelilingi satu lapis set epitel dengan pewarnaan

hematoksilin-eosin plasma berwarna merah jambu, dengan inti yang besar ditengah.

Stadium 2 : Oosit berkembang ukuranya, fitoplasma bertambah besar, inti biru terang dengan pewarnaan, dan terletak masih di tengah sel. Oosit dilapisi oleh satu lapis epitel.

Stadium 3 : Pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar dan provitelin nukleoli mengelilingi inti.


(20)

10

Stadium ini merupakan awal vitelogenesis yang ditandai dengan adanya butiran kuning telur pada sitoplasma. Pada stadium ini oosit dikelilingi oleh dua lapis sel dan lapisan zona radiata tampak jelas pada epitel folikular.

Stadium 5 : Stadia peningkatan ukuran oosit karena diisi oleh kuning telur. Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi sitoplasma dan zona radiata terlihat jelas.

Stadium 6 : Inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi. Zona radiata, sel folikel, dan sel teka terlihat jelas.

Pengetahuan tingkat kematangan gonad sangat penting dan sangat menunjang keberhasilan dalam membenihkan ikan karena berkaitan erat dengan pemilihan calon-calon induk ikan yang akan dipijahkan.

Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin dan selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai dari telur menetas hingga mencapai dewasa kelamin. Dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan normal (Zairin, 2003).

Perkembangan gonad ikan betina terdiri atas beberapa tingkat yang dapat didasarkan atas pengamatan secara mikroskopis dan makroskopis. Secara mikroskopis perkembangan telur diamati untuk menilai perkembangan ovarium antara lain tebal dinding indung telur, keadaan pembuluh darah, inti butiran minyak, dan kuning telur. Secara makroskopis perkembangan ovarium ditentukan


(21)

11

dengan mengamati warna indung telur, ukuran butiran telur, dan volume rongga perut ikan (Subagja, 2006).

Vitelogenesis adalah sintesis vitelogenin (prekursor kuning telur) di dalam hati. Vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap secara selektif dan disimpan sebagai kuning telur. Vitelogenin ini berupa glikofosprotein yang mengandung kira-kira 20% lemak, terutama fosfolipid, trigliserida, lipoprotein, dan kolesterol (Komatsu dan Hayashi, 1997; Sinjal, 2007).

Proses oogenesis pada teleostei terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit (vitelogenesis) dan pematangan oosit. Vitelogenesis merupakan aspek penting dalam pertumbuhan oosit yang melalui proses (1) adanya sirkulasi estrogen dalam darah merangsang hati untuk mensintesis dan mensekresikan dan mensintesis vitelogenin yang merupakan prekursor protein kuning telur; (2) vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh; (3) secara selektif, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis, dan (4) terjadi pertukaran sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan pembelahan preteolitik dari vitelogenin menjadi subunit lipoprotein kuning telur, lipovitelin, dan fosfitin. Adanya vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning telur didalam oosit. Pada beberapa jenis ikan selama pertumbuhan oosit terjadi peningkatan indeks somatik gonad (ISG) sampai 20% atau lebih (Subagja,2006).

Pada ikan betina, ovari berkembang terhadap peningkatan konsentrasi gonadotropin dengan meningkat secara tidak langsung produksi estrogen, yakni estradiol-17β (E2). Estradiol-17β beredar menuju hati, memasuki jaringan dengan


(22)

12

cara difusi dan secara spesifik merangsang sintesis vitelogenin (Sularto 2002 ; Sinjal 2007). Aktifitas vitelogenin ini menimbulkan nilai indeks hepatosomatik (IHS) dan indeks gonadosomatik (IGS) ikan meningkat (Sinjal, 2007).

Terjadinya penimbunan kuning telur akibat pembesaran oosit. Pada ikan umumnya kuning telur merupakan komponen penting oosit ikan teleostei. Terdapat tiga tipe material kuning telur pada ikan lele: butiran kecil minyak, gelembung kuning telur dan butiran kuning telur. Secara umum, butiran kecil minyak yang sering kita kenal dengan lipid yang berantai panjang (asam lemak tidak jenuh) pertama kali muncul di daerah perinuklear dan kemudian berpindah ke periferi (tepi sel) pada tahap selanjutnya. Urutan kemunculan material kuning telur berbeda antar spesies. Sebagai contoh ikan rainbow, butiran muncul segera setelah dimulainya pembentukan gelembung kuning telur (Devlin and Nagahama 2002).

Ketika vitelogenesis berlangsung, sebagian besar sitoplasma telur matang ditempati oleh banyak gelembung kuning telur yang padat dengan asam lemak dan dikelilingi oleh selapis membran pembatas. Selama tahap akhir vitelogenesis, globula kuning telur beberapa ikan bergabung menjadi satu membentuk masa tunggal kuning telur (Suhandoyo, 2002).

Pada ovarium ikan terdapat bakal sel telur yang dilindungi suatu jaringan pengikat yang bagian luarnya dilapisi peritoneum dan bagian dalamnya dilapisi epitelium. Sebagian sel-sel epitelium akan membesar dan berisi nukleus, yang kemudian butiran ini kelak akan menjadi telur. Selama perkembanganya, ukuran oosit akan bervarisai. Pada tahap perkembangan awal, oogonis terlihat masih sangat kecil,


(23)

13

berbentuk bulat dengan inti sel yang sangat besar dibandingkan dengan sitoplasmanya. Oogonia terlihat berkelompok namun kadang-kadang ada juga yang berbentuk tunggal. Pada ikan yang memiliki siklus reproduksi tahunan atau tengah tahunan akan terlihat adanya puncak-puncak pembelahan oogonia. Pada ikan yang memijah sepanjang tahun, perbanyakan oogonia akan terus menerus sepanjang tahun (Sinjal, 2007).

Transformasi oogonia menjadi oosit primer banyak terjadi pada tahap pertumbuhan yang ditandai dengan munculnya kromosom. Setelah itu, folikel berubah bentuk, dari semula yang berbentuk skuamosa menjadi bentuk kapsul oosit. Inti sel terletak pada bagian sentral dibungkus oleh lapisan sitoplasma yang tipis (Machlin, 1990 ; Sinjal, 2007).

Kematangan gonad merupakan tahapan dalam perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad dalam proses reproduksi. Ikan akan memijah pada saat bobot gonad ikan mencapai maksimum dan kemudian akan menurun selama proses pemijahan selesai. Kematangan seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui penyebaran distribusi telurnya (Sinjal, 2007). Tahap pertama berlangsung mulai dari ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan normal (Sinjal, 2007).

B. Hormon dan Perananannya dalam Vitelogenesis

Proses vitetelogenesis pada ikan melibatkan beberapa hormon, dan pada ikan ada dua macam hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh adenohipofisis yang


(24)

14

berperan sebagai follicle stimul;ating hormone (FSH) dan luteinnizing hormone (LH). Hormon tersebut adalah FSH (GTH I), yang bekerja merangsang perkembangan folikel melalui sekresi estradiol-17β pada ovari dan LH (GTH II) yang dibutuhkan untuk proses pematangan akhir oosit (Nagahama,1983). Gonadotropin yang dihasilkan akan bekerja pada sel teka sebagai tempat sintesis testosteron. Testosteron yang dihasilkan oleh lapisan sel teka akan masuk ke dalam lapisan granulosa. Di dalam lapisan granulosa testosteron diubah menjadi estradiol dengan bantuan enzim aromatase.

Estradiol merupakan perangsang dalam proses biosintesis vitelogenin di hati. Di samping itu, estradiol yang terbuat dalam darah memberikan rangsangan balik terhadap hipofisis dan hipotalamus ikan. Rangsangan yang diberikan oleh estradiol terhadap hipofisis ikan adalah rangsangan dalam proses pembentukan gonadotropin. Rangsangan terhadap hipotalamus adalah dalam memacu proses GnRH. GnRH yang dihasilkan ini bekerja untuk merangsang hipifisis melepaskan gonadotropin yang nantinya berperan dalam biosintesis estradiol pada lapisan granulosa. Siklus hormonal terus menerus berjalan di dalam tubuh ikan selama terjadinya proses vitelogenesis (Nagahama 1983 dan Yaron 1995).

Sintesis vitelogenin di hati sangat dipengaruhi oleh estradiol yang merupakan stimulator dalam biosintesis vitelogenin. Selain itu, sintesis tersebut dipengaruhi juga oleh androgen yang ada dalam tubuh ikan (testosteron) dan melalui perubahan androgen menjadi estrogen aoleh enzim aromatase hati (Yaron, 1995). Dengan demikian, peningkatan GtH dapat meningkatkan estradiol, dan pola kandungan estradiol seiring dengan perkembangan telur (Yaron, 1995).


(25)

15

C. Faktor Penentu Pematangan Gonad

Umur dan ukuran ikan untuk spesies yang sama saat pertama kali matang gonad tidak sama, perbedaan tersebut diakibatkan adanya perbedaan kondisi ekologis perairan (Blay and Evenson, 1980). Pada spesies ikan yang sama, perkembangan oosit dalam ovarium bergantung pada ukuran ikan, pada ikan yang berukuran lebih kecil banyak ditemukan stadium oosit dini dari pada ikan yang lebih besar (Hardjamulia et al, 1990).

1. Umur

Pada umumnya umur juga berpengaruh pada perkembangan gonad, ikan jantan matang lebih dulu dibandingkan ikan betina. Ikan jantan mulai matang pada umur 6 bulan sedangkan ikan betina matang gonad pada umur 8 bulan (Legendre et al, 2000).

2. Pakan

Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad, khususnya ovarium, proses vitelogenesis (akumulasi vitelogenin dalam telur) membutuhkan nutrien. Selain itu pakan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap fekunditas dan kualitas telur (Subagja, 2006). Pertumbuhan dan pematangan gonad akan terjadi bila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan untuk pemeliharaan tubuh. Apabila kekurangan energi dapat meningkatkan oosit atresia. Halver dan Hardy (2002) mengemukakan bahwa metabolisme protein berbeda pada ikan yang sedang berkembang gonadnya dibandingkan ikan yang hanya sedang tumbuh. Pada tahap perkembanagan gonad diperlukan banyak energi dan


(26)

16

asam amino. Banyak asam amino diperlukan untuk pematangan gonad diambil dari cadangan yang ada di otot putih dan tersedia sebagai hasil degradasi protein.

3. Temperatur

Suhu air yang ideal untuk kegiatan budidaya ikan lele adalah 220-320C. Selain untuk membantu dalam pertumbuhan juga sebagai laju metabolisme ikan dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air (Khairuman dan Amri, 2008). Menurut Affandi (2002), perubahan temperatur dapat merangsang tingkah laku pemijahan pada ikan. Temperatur secara langsung dapat menstimulasi kelenjar endokrin untuk mengarahkan ovulasi.

D. Hormon 1. Testosteron

Kondisi ikan di dalam kolam budidaya menyebabkan rangsangan lingkungan yang dibutuhkan tersebut menjadi sangat langka dan ini mengakibatkan hambatan fisiologi bagi terjadinya proses-proses reproduksi. Pada kondisi demikian pemberian hormon menjadi sangat penting untuk menerobos hambatan itu, lebih spesifik lagi dalam proses pematangan gonad.

Hormon testosteron merupakan hormon yang paling maksimal dalam proses pematangan gonad dengan rumus kimia C19H27O2. Testis merupakan sumber hormon testosteron yang potensial. Pada testis terdapat sel leydig yang berfungsi sebagai sel yang mensintesis hormon testosteron, sedangkan pada ovarium, hormon testosteron dihasilkan oleh sel teka (Effendie, 1997). Implan hormon testosteron berdosis 100 µg/kg pada kakap memberikan umpan balik positif terhadap hipotalamus atau hipofisis yang ditunjukkan oleh adanya perkembangan


(27)

17

gonad dan spermatogenesis (Zanuy et al, 1999). Implan hormon 17α -metiltestosteron 5 µg/kg ikan sangat efektif untuk pematangan testis dan spermiasi ikan belanak (Mugil sp) (Lee et al, 1992).

2. Estradiol 17β (E2)

Hormon estradiol merupakan hormon hasil sisntesis dari testosteron yang telah diaromatase oleh bantuan enzim. Hormon ini umumnya ada pada induk ikan betina pada proses vitelogenesis, semakin meningkatnya ukuran oosit maka semakin tinggi kadar hormon estradiol ikan tersebut. Adanya peningkatan konsentrasi estradiol dalam darah akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad. Oleh, karena itu kadar steroid plasma dapat digunakan sebagai indikator dari pematangan gonad (Zairin et al., 1992).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi estradiol akan meningkatkan konsentrasi Vg darah dan konsentrasi estradiol yang tinggi dijumpai pada saat vitelogenesis (Hassin et al., 1991). Sintesis Vg di hati sangat dipengaruhi oleh estradiol yang merupakan stimulator dalam biosintesis Vg. Selain itu, dipengaruhi juga oleh androgen seperti testosteron yang ada dalam tubuh ikan dan mungkin karena perubahan dari androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase folikel (Yaron, 1995). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan GtH dapat meningkatkan estradiol, dan pola kadar estradiol seiring dengan perkembangan telur (Yaron, 1995; Tang-Ferming et al., 2000).


(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel darah dilakukan pada bulan September 20011 bertempat di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Jawa Barat.

B. Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kolam dengan ukuran 30x15x1m3 untuk pemeliharaan induk, hapa dengan ukuran 1x1x1m3, alat suntik , tabung polietilen, mikroskop olympus cx 21, kamera digital Canon, sprayer, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 gr, gelas ukur, penggaris, dan alat ukur kualitas air (termometer dengan tingkat ketelitian 0,10C, DO meter dengan tingkat 0,1 mg/l , dan pH meter dengan tingkat ketelitian 0,1).

Bahan yang digunakan adalah ikan lele betina dengan ukuran 300 gr sebanyak 45 ekor, Ekstrak Testis Sapi (ETS), alkohol 70%, larutan formalin 40%, larutan EDTA, minyak cengkeh, antibiotik, dan pakan komersial.


(29)

19

C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan yang meliputi persiapan kolam dan pemeliharaan induk. Persiapan kolam dilakukan dengan menguras kolam berukuran 5x4x1m3. Kolam dikeringkan selama 3 hari, selanjutnya pada hari keempat kolam diisi dengan air sampai ketinggian sekitar 80 cm dan dibiarkan sampai hari ke-7. Selanjutnya untuk pemeliharaan induk dilakukan dalam wadah terpisah antara induk jantan dan induk betina. Masa adaptasi ikan dilakukan selama 7 hari yang diberi pakan berupa pellet. Pemberian pakan induk selama pemeliharaan dilakukan sebanyak dua kali sehari secara ad libitum (sampai ikan kenyang). Setelah 7 hari masa adaptasi, ikan lele diseleksi dan ditempatkan di dalam happa berukuran 1x1x1 m3 sesuai dengan perlakuan yang ditentukan.

2. Perlakuan

Perlakuan pada penelitian ini adalah pemberian ETS yang sudah dicampur pada pakan dengan dosis 0; 1; 2 ; 3 dan 4 mg/kg pakan dan pengelompokan dengan lama pemberian ETS yaitu selama 10 hari dan 30 hari.

Tabel 1. Perlakuan pemberian ETS pada berbagai dosis yang diberikan pada pakan ikan dan lama pemberiannya.

Pengelompokan pemberian ETS

Dosis hormon

Ekstrak Testis Sapi (mg/kg pakan)

10 hari (A) 0 1 2 3 4


(30)

20 Perlakuan di atas diterapkan pada hapa, dapat dilihat pada tabel 2 :

Tabel 2. Desain penempatan hapa

Kelompok Perlakuan

A 1 4 2 0 3

B 2 0 3 4 1

3. Pelaksanaan Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian yaitu :

1. Tahap awal penelitian dilakukan dengan menyiapkan kolam untuk pemeliharaan induk dengan ukuran 30x15x1m3

. Kemudian melapisi dengan terpal. Kolam diisi air hingga ketinggian 80cm dan dibiarkan selama 7hari. Selanjutnya dilakukan pemasangan happa dengan ukuran 1x1x1m3 sesuai pengacakan yang telah dilakukan. Induk ikan selanjutnya ditimbang dan diletakkan pada masing-masing hapa sebanyak 3 ekor. Masa adaptasi ikan dilakukan selama 7 hari dengan pemberian pakan komersial. Pemberian makan induk selama pemeliharaan dilakukan sebanyak dua kali sehari secara ad libitum (sampai ikan kenyang).

2. Pembuatan pakan yang mengandung ETS dilakukan dengan melarutkan ETS sesuai dosis pada larutan alkohol 70% sebanyak 50 ml. Larutan ETS selanjutnya dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan secara merata pada pakan yang telah disiapkan berupa pakan terapung. Pakan dikeringanginkan selama 24 jam agar alkohol menguap.

3. Induk lele diambil seluruhnya kemudian dimasukkan kedalam 10 happa dengan ukuran 1x1x1 m3 masing-masing berisi 3 ekor.


(31)

21 4. Pemberian Pakan

Ikan diberi pakan yang mengandung ETS sesuai dosis yaitu 0; 1; 2; 3; 4 mg/kg pakan dan pengelompokkan lama pemberian pakan yaitu 10 hari dan 30 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 dan 17.00. Pakan yang diberikan sebanyak 5% dari bobot ikan.

5. Pengamatan Kualitas Air

Pengamatan suhu air dilakuan setiap hari pada pagi siang dan sore hari. Pengamatan untuk pH dan oksigen terlarut dilakukan setiap seminggu sekali. Penambahan air dilakukan setiap minggu sekali untuk menjaga volume air kolam tetap stabil.

6. Pengamatan untuk melihat respon ikan uji terhadap perlakuan diamati pada hari ke-15 dan 30 dengan mengambil sampel darah. Untuk pengamatan kualitas air yang meliputi suhu perairan dilakukan setiap hari dan untuk pH dan DO dilakukan setiap 7 hari sekali.

7. Ikan yang akan diambil darahnya dipingsankan terlebih dahulu menggunakan minyak cengkeh dengan dosis 0,3 ml/liter air. Ikan yang telah pingsan selanjutnya diambil darahnya menggunakan alat suntik yang telah dilapisi dengan larutan EDTA untuk mencegah penggumpalan darah. Darah diambil sebanyak 1-1,5 ml pada bagian pangkal sirip ekor. Darah selanjutnya ditampung pada tabung polietilen. Darah yang telah terkumpul selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 2-4 menit untuk memisahkan antara sel darah dengan plasma darah. Plasma darah (supernatan) yang diperoleh selanjutnya ditampung kembali dalam tabung polietilen untuk diuji kandungan testosteronnya. Plasma darah disimpan dalam freezer -20°C untuk


(32)

22 mencegah plasma darah mengalami kerusakan (Zanuy et al, 1999). Uji kadar hormon testosteron dilakukan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Jawa Barat. Uji kadar hormon testosteron dilakukan dengan metode Radioimmunoassay (RIA).

8. Analisis kematangan gonad dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad pada ikan lele yang diberi perlakuan. Dilakukan perhitungan terhadap keadaan gonad dalam keadaan previtelogenesis, vitelogenesis dan matang. Kemudian dilakuan uji proporsi untuk membandingkan proporsi previtelogenesis, vitelogenesis dan matang digunakan uji dua proporsi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Walpole, 1995) :

Wilayah kritik untuk ̂1 ≠ ̂2 adalah - tα/2 > Z > tα/2

̂1 = x1 n1

̂2 = x2 n2

̂ = x1 + x2 n1 + n2

ԛ = 1 – ̂ Z = ̂ ̂

√̂

Keterangan :

X1 : Jumlah tingkat kematangan gonad (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang) pada kontrol

X2 : Jumlah tingkat kematangan gonad (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang) pada dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg

n1 : Jumlah anggota (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang pada kontrol

n2 : Jumlah anggota (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang pada dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg


(33)

23

̂2 : Proporsi keberhasilan dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg

̂ : Dugaan gabungan proporsi kontrol z : Uji dua proporsi


(34)

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian Ekstrak Testis Sapi (ETS) yang dicampurkan pada pakan memberikan pengaruh terhadap profil testosteron dan estradiol pada plasma darah, semakin tinggi hormon testosteron dan estradiol maka semakin mempercepat proses pematangan gonad ikan lele (Clarias sp.).

B. Saran

Terapi hormon menggunakan ekstrak testis sapi dapat dijadikan acuan untuk mempercepat proses pematangan gonad ikan lele yang dipelihara dalam lingkungan budidaya dan perlu ditindak lanjuti dengan pemijahan guna melihat dampak perlakuan terhadap suksesnya pemijahan.


(35)

38

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air, edisi pertama, Badan Penerbit Univesitas Riau, Pekan Baru, 213 hlm.

Blay J, K. N. Evenson. Observation on reproductive biologu of shad, Ethmalosa Fibriata in coastal water of the cape coast. Ghana, Journal of fish Biology, 21: 158-196.

Chinabut, S.C. 1991. Histology of the Walking Catfish, Clarias batrachus. I DRC : 93 P.

Devlin, R.H. and Y. Nagahama.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in Fish: An Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences. Aquaculture 208: 191-364.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan, (Bagian I: Studi Natural History), Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan, 163 hlm.

Harvey, B.J. 1993. Induced Breeding in tropical fish culture. IDRC. 144 p. Halver, J.E., and R.W., Hardy. 2002. Fish Nutrition, “Third edition”, Academic

Press. Amsterdam, P: 767-768.

Hassin, S., Z. Yaron, and Y. Zohar. 1991. Follicular Steroidogenesis, Steroid Profiles and Oogenesis in the European Sea Bass, Dicentrarchus labrax. p. 100. Proceedings of The Fourth International Symposium on The Reproductive Physiology of Fish. Univ. of East Anglia, Norwich, U.K. 7-12 July 1991.

Khairuman, dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta, 358 hlm.

Komatsu, M., Hayashi, S. 1997. Pharmacological dose of estradiol 17-β induces vitelogenin synthesis in cultured hepatocytes of immature Eel (Anguilla Japonica). Fisheries Sciences, 63: 98-994.

Lee, C.S. 1992. Influence of chorionic administration of LHRH-a and 17-α methyltestosterone on maturation in Mugil sp. Aquaculture, 59 : 147-159.


(36)

39

Legendre, M. 1986. Seasonal changes in sexual maturity and facundity, and HCG induced breeding of the catfish, Heterobranchus longifis Val. (clariidae), reared in Ebrie lagoon (ivory coast). Journal Aquaculture, 55 : 201-213.

Machlin, L.J. 1990. Hand Book of Vitamin. Second edition revised and expanded. Nagahama, Y. 1994. Endocrine Regulation of Gametogenesis in Fish. Int J Dev

Biol 38 : 217-229.

Sinjal, H.J.2007. Kajian Penampilan Reproduksi Ikan Lele (Clarias gariepinus) Betina melalui pemanbahan Ascorbyl Phosphate Magnesium sebagai sumber vitamin C dan implitasi dengan Estradiol-17β. Tesis IPB, 78 hlm. Subagja, J. 2006. Implantasi LHRH-a Dengan Kombinasi Dosis 17α

-Metiltestosteron Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus Bleeker). Institiut Pertanian Bogor. 37 hlm. Suhandoyo. 2002. Aplikasi Teknologi Induksi Untuk Meningkatkan Efesiensi

Reproduksi Ikan Budidaya. FP. MIPA IKIP. Yogayakarta. 8 hlm.

Sularto. 2002. Pengaruh Implantasi LHRH dan Estradiol-17_ terhadap Perkembangan Gonad Ikan Pangasius Jambal. Tesis Pascasarjana IPB. 60 hal.

Susana, B.P. 2008. Growth Hormone and Somatolactin Function During Sexual Maturation of Female Atlantic Salmon. Dissertation. Departement of Zoology/Zoophisiology. Gotenborg University. Sweden.

Tang, U. M. 2000. Biology Reproduction of Fish. Canada

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung.327p. Yaron, Z. 1995. Endocrine Control of Gametogenesis and Spawning Induction in

the carp. Aquaculture, 129 : 49-73.

Yusuf, N. S. 2005. Efektifitas Hormon LHRH analog dan Estradiol-17β melalui Emulsi W/O/W terhadap Perkembangan Gonad Ikan Baung. Tesis program pascasarjana. IPB. Bogor. 7-10 hal.

Zairin, M. Jr. 2003. Endokrinologi dan Peranannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi ilmiah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 71 hlm.

Zanuy, S., M. Carillo, J. Mateos, V. Trudeau dan O. Kah. 1999. Effect of Sustained administration of Testoterone in Pre-pubertal Sea Bass (Dicentrartus labrax L). Aquaculture, 177: 21-35


(1)

21 4. Pemberian Pakan

Ikan diberi pakan yang mengandung ETS sesuai dosis yaitu 0; 1; 2; 3; 4 mg/kg pakan dan pengelompokkan lama pemberian pakan yaitu 10 hari dan 30 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 dan 17.00. Pakan yang diberikan sebanyak 5% dari bobot ikan.

5. Pengamatan Kualitas Air

Pengamatan suhu air dilakuan setiap hari pada pagi siang dan sore hari. Pengamatan untuk pH dan oksigen terlarut dilakukan setiap seminggu sekali. Penambahan air dilakukan setiap minggu sekali untuk menjaga volume air kolam tetap stabil.

6. Pengamatan untuk melihat respon ikan uji terhadap perlakuan diamati pada hari ke-15 dan 30 dengan mengambil sampel darah. Untuk pengamatan kualitas air yang meliputi suhu perairan dilakukan setiap hari dan untuk pH dan DO dilakukan setiap 7 hari sekali.

7. Ikan yang akan diambil darahnya dipingsankan terlebih dahulu menggunakan minyak cengkeh dengan dosis 0,3 ml/liter air. Ikan yang telah pingsan selanjutnya diambil darahnya menggunakan alat suntik yang telah dilapisi dengan larutan EDTA untuk mencegah penggumpalan darah. Darah diambil sebanyak 1-1,5 ml pada bagian pangkal sirip ekor. Darah selanjutnya ditampung pada tabung polietilen. Darah yang telah terkumpul selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 2-4 menit untuk memisahkan antara sel darah dengan plasma darah. Plasma darah (supernatan) yang diperoleh selanjutnya ditampung kembali dalam tabung polietilen untuk diuji kandungan testosteronnya. Plasma darah disimpan dalam freezer -20°C untuk


(2)

22 mencegah plasma darah mengalami kerusakan (Zanuy et al, 1999). Uji kadar hormon testosteron dilakukan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Jawa Barat. Uji kadar hormon testosteron dilakukan dengan metode Radioimmunoassay (RIA).

8. Analisis kematangan gonad dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad pada ikan lele yang diberi perlakuan. Dilakukan perhitungan terhadap keadaan gonad dalam keadaan previtelogenesis, vitelogenesis dan matang. Kemudian dilakuan uji proporsi untuk membandingkan proporsi previtelogenesis, vitelogenesis dan matang digunakan uji dua proporsi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Walpole, 1995) :

Wilayah kritik untuk ̂1 ≠ ̂2 adalah - tα/2 > Z > tα/2

̂1 = x1

n1

̂2 = x2

n2

̂ = x1 + x2

n1 + n2 ԛ = 1 – ̂

Z = ̂ ̂

√̂

Keterangan :

X1 : Jumlah tingkat kematangan gonad (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang) pada kontrol

X2 : Jumlah tingkat kematangan gonad (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang) pada dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg

n1 : Jumlah anggota (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang pada kontrol

n2 : Jumlah anggota (Previtelogenesis, vitelogenesis, dan matang pada dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg


(3)

23 ̂2 : Proporsi keberhasilan dosis 1, 2, 3, 4 mg/kg

̂ : Dugaan gabungan proporsi kontrol z : Uji dua proporsi


(4)

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian Ekstrak Testis Sapi (ETS) yang dicampurkan pada pakan memberikan pengaruh terhadap profil testosteron dan estradiol pada plasma darah, semakin tinggi hormon testosteron dan estradiol maka semakin mempercepat proses pematangan gonad ikan lele (Clarias sp.).

B. Saran

Terapi hormon menggunakan ekstrak testis sapi dapat dijadikan acuan untuk mempercepat proses pematangan gonad ikan lele yang dipelihara dalam lingkungan budidaya dan perlu ditindak lanjuti dengan pemijahan guna melihat dampak perlakuan terhadap suksesnya pemijahan.


(5)

38

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air, edisi pertama, Badan Penerbit Univesitas Riau, Pekan Baru, 213 hlm.

Blay J, K. N. Evenson. Observation on reproductive biologu of shad, Ethmalosa Fibriata in coastal water of the cape coast. Ghana, Journal of fish Biology, 21: 158-196.

Chinabut, S.C. 1991. Histology of the Walking Catfish, Clarias batrachus. I DRC : 93 P.

Devlin, R.H. and Y. Nagahama.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in Fish: An Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences. Aquaculture 208: 191-364.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan, (Bagian I: Studi Natural History), Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan, 163 hlm.

Harvey, B.J. 1993. Induced Breeding in tropical fish culture. IDRC. 144 p. Halver, J.E., and R.W., Hardy. 2002. Fish Nutrition, “Third edition”, Academic

Press. Amsterdam, P: 767-768.

Hassin, S., Z. Yaron, and Y. Zohar. 1991. Follicular Steroidogenesis, Steroid Profiles and Oogenesis in the European Sea Bass, Dicentrarchus labrax. p. 100. Proceedings of The Fourth International Symposium on The Reproductive Physiology of Fish. Univ. of East Anglia, Norwich, U.K. 7-12 July 1991.

Khairuman, dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta, 358 hlm.

Komatsu, M., Hayashi, S. 1997. Pharmacological dose of estradiol 17-β induces vitelogenin synthesis in cultured hepatocytes of immature Eel (Anguilla Japonica). Fisheries Sciences, 63: 98-994.

Lee, C.S. 1992. Influence of chorionic administration of LHRH-a and 17-α methyltestosterone on maturation in Mugil sp. Aquaculture, 59 : 147-159.


(6)

39

Legendre, M. 1986. Seasonal changes in sexual maturity and facundity, and HCG induced breeding of the catfish, Heterobranchus longifis Val. (clariidae), reared in Ebrie lagoon (ivory coast). Journal Aquaculture, 55 : 201-213.

Machlin, L.J. 1990. Hand Book of Vitamin. Second edition revised and expanded. Nagahama, Y. 1994. Endocrine Regulation of Gametogenesis in Fish. Int J Dev

Biol 38 : 217-229.

Sinjal, H.J.2007. Kajian Penampilan Reproduksi Ikan Lele (Clarias gariepinus) Betina melalui pemanbahan Ascorbyl Phosphate Magnesium sebagai sumber vitamin C dan implitasi dengan Estradiol-17β. Tesis IPB, 78 hlm. Subagja, J. 2006. Implantasi LHRH-a Dengan Kombinasi Dosis 17α

-Metiltestosteron Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus Bleeker). Institiut Pertanian Bogor. 37 hlm. Suhandoyo. 2002. Aplikasi Teknologi Induksi Untuk Meningkatkan Efesiensi

Reproduksi Ikan Budidaya. FP. MIPA IKIP. Yogayakarta. 8 hlm.

Sularto. 2002. Pengaruh Implantasi LHRH dan Estradiol-17_ terhadap Perkembangan Gonad Ikan Pangasius Jambal. Tesis Pascasarjana IPB. 60 hal.

Susana, B.P. 2008. Growth Hormone and Somatolactin Function During Sexual Maturation of Female Atlantic Salmon. Dissertation. Departement of Zoology/Zoophisiology. Gotenborg University. Sweden.

Tang, U. M. 2000. Biology Reproduction of Fish. Canada

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung.327p. Yaron, Z. 1995. Endocrine Control of Gametogenesis and Spawning Induction in

the carp. Aquaculture, 129 : 49-73.

Yusuf, N. S. 2005. Efektifitas Hormon LHRH analog dan Estradiol-17β melalui Emulsi W/O/W terhadap Perkembangan Gonad Ikan Baung. Tesis program pascasarjana. IPB. Bogor. 7-10 hal.

Zairin, M. Jr. 2003. Endokrinologi dan Peranannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi ilmiah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 71 hlm.

Zanuy, S., M. Carillo, J. Mateos, V. Trudeau dan O. Kah. 1999. Effect of Sustained administration of Testoterone in Pre-pubertal Sea Bass (Dicentrartus labrax L). Aquaculture, 177: 21-35