Kinerja perkembangan gonad bulubabi tripneustes gratilla yang diberi pakan buatan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda serta hormon estradiol 17β

(1)

DAN RASIO ENERGI PROTEIN BERBEDA

SERTA HORMON ESTRADIOL-1

AGNETTE TJENDANAWANGI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

(Tripneustes gratilla) fed artificial diet with different protein level and energy-protein ratio, and estradiol 17-β hormone. Under the supervision of MUHAMMAD ZAIRIN Jr. as a Chairman, ING MOKOGINTA, FREDINAN YULIANDA, MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI as members of the supervisory committee.

Sea urchin is one of the important marine biota which has economic value. Its gonads fetch high price in many countries. The research was conducted in four phases. The first phase was to study the biological reproduction aspect of sea urchin (Tripneustes gratilla) that catched from Kupang Bay. Ten to thirty individuals were catched every month from May until December 2008. Parameters observed consisted of gonad weight, gonad somatic index, oocyte diameter, gonad colour, test diameter, and body weigth. The second phase was to study gonad development of sea urchin that reared in captivity. Twenty five individuals were reared in tank (2.5 x 2.0 x 1.5 m) and fed macroalga every two days. Parameters such as testosterone and estradiol hormone in gonad and coelomic fluids, gonad weight, and oocyte diameter were measured every two weeks. The third phase was to know the requirement of protein and energy-protein ratio to maximize gonad production and quality. Adult sea urchins were collected from the wild and held in aquarium at laboratory. Nine formulated diet were prepared in order to examine two experimental factors: (1 protein levels (22, 27, and 32%) and (2) energy protein ratio (9, 11, 13 kcalGE/g protein). Gonad weight, protein, total carotenoid, β-carotene, colour, texture, and gonad taste were evaluated at the end of the experiment. The fourth phase was to study the effect of estradiol-17β at dose of 10 and 30 µg/g wet weight of diet for accelerating gonad maturation of sea urchin at different test diameter: 50 – 59, 60 – 69, and 70 – 79 mm. Parameter observed in this experiment were the same as that of the second phase. Result from the first phase showed gonad of sea urchin consisted of five stages of development, namely; developing/recovering, growing, pre mature, mature, and partial spawning. At the second phase, development stages of gonad were the same as observed at the first phase, gonad maturation achieved maximum at 9th week. At the third phase, the 32% protein level and 9 kcal GE/g energy-protein ratio gave higher production and gonad quality. At the fourth phase, estradiol-17β at dose 30 µg could accelerate gonad maturation of sea urchin at the 60 – 69 mm test diameter. Gonad maturation achieved maximum at 7th week. As conclusion, application of 32% protein and 9 ccal GE/g energy-protein ratio, as well as estradiol-17β could maximize gonad performance. Keywords; Gonad development, Estradiol, Testosterone, Protein, Gonad quality,


(3)

Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio

Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol-17β. Dibimbing oleh MUHAMMAD

ZAIRIN Jr. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing, ING MOKOGINTA, FREDINAN YULIANDA, dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Gonad bulubabi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan bergizi tinggi dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu bulubabi dapat juga dimanfaatkan sebagai hewan hias. Tingginya harga gonad di pasaran internasional, serta adanya penurunan populasi di beberapa negara mendorong pengembangan budidaya bulubabi di beberapa negara, namun di Indonesia budidaya bulubabi belum dikembangkan.

Tripneustes gratilla adalah salah satu jenis bulubabi yang dominan di perairan Indonesia dan Teluk Kupang khususnya serta berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki gonad yang rasanya enak. Pada umumnya budidaya bulubabi diarahkan untuk meningkatkan produksi (massa gonad) dan kualitas gonad (warna, rasa, dan tekstur). Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh kondisi reproduksi (tingkatan perkembangan gonad) dan kualitas nutrien. Perkembangan gonad bulubabi berbeda diantara spesies, waktu, dan tempat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, musim, dan geografis.

Penelitian pertama bertujuan mengkaji perkembangan gonad T. gratilla di

perairan Teluk Kupang, NTT. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Juni hingga Desember 2008. Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan, dengan mengamati/mengukur bobot tubuh, diameter tubuh, bobot gonad, diameter oosit, warna gonad, dan histologi gonad. Hasil penelitian menunjukkan pada setiap bulan pengamatan, ditemukan gonad berada pada beberapa tingkatan perkembangan gonad, yaitu: tingkatan berkembang dan atau pulih, bertumbuh, pra matang, matang, dan

salin. Hal ini menunjukkan bulubabi T. gratilla memiliki tipe reproduksi yang

asinkronis. Puncak matang gonad terjadi pada bulan Desember.

Penelitian kedua bertujuan mengkaji perkembangan gonad bulubabi T.

gratilla dalam wadah budidaya. Bulubabi dipelihara dalam bak beton berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistim air mengalir. Selama pemeliharaan, bulubabi diberi pakan makroalga (campuran lamun, padina, dan sargassum). Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu dengan mengukur hormon testosteron dan estradiol pada gonad dan cairan koelomik, bobot gonad, dan diameter oosit. Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol tertinggi pada minggu ke-7, yaitu pada tahap awal perkembangan gonad. Pada cairan koelomik, didapatkan konsentrasi estradiol lebih tinggi daripada testosteron dan konsentrasi keduanya lebih rendah dibandingkan di dalam gonad. Bobot gonad tertinggi pada minggu ke-9 yang menunjukkan matang gonad. Hasil pengamatan diameter oosit menunjukkan oosit berada pada tingkatan berkembang, pra matang dan matang, namun oosit yang matang dimulai pada kelas ukuran 51 – 75 dan 76 – 100 µm. Puncak matang gonad terjadi pada minggu 9 dan 11 dengan puncak tertinggi terjadi pada minggu ke-11.


(4)

resirkulasi. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah kadar protein dan rasio energi protein sebagai berikut: 22:9, 22:11, 22:13, 27:9, 27:11, 27:13, 32:9, 32:11, dan 32% : 13 kkal GE/g. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan

mengukur bobot gonad, protein, total karotenoid, β-karoten, warna, tekstur, dan rasa

gonad. Hasil penelitian menunjukkan bobot gonad dan protein gonad terbaik dihasilkan pada perlakuan kadar protein 32% dan rasio energi protein 9 kkal GE/g.

Total karotenoid dan β-karoten gonad berkisar 15 – 18 dan 5 – 6 ppm. Pada

penelitian ini dihasilkan warna gonad berkualitas baik, tekstur gonad lembek hingga padat berbutir (berkualitas cukup hingga baik) dengan rasa manis hingga sangat manis (berkualitas baik dan sangat baik). Pemberian pakan buatan dengan kadar protein 32% dan rasio energi protein 9 kkal GE/g menghasilkan produksi dan kualitas gonad yang terbaik.

Penelitian keempat bertujuan mengkaji pengaruh pemberian hormon

estradiol-17β dalam mempercepat pematangan gonad T. gratilla yang berbeda

ukuran. Bulubabi dipelihara dalam keranjang plastik berukuran 60 x 40 x 30 cm yang digantung dalam bak beton dengan sistim air mengalir. Bulubabi dibagi ke dalam 3 kelompok ukuran, yaitu: 50 – 59; 60 – 69; dan 70 – 79 mm dan diberi pakan berhormon dengan dosis hormon 10 dan 30 μg. Pengamatan dilakukan pada minggu ke- 3, 5, dan 7. Hasil penelitian menunjukkan dosis 30 μg dapat mempercepat pematangan gonad bulubabi yang berukuran 60 - 69 mm yang ditandai oleh puncak konsentrasi estradiol gonad pada minggu ke 5. Pada cairan koelomik didapatkan konsentrasi estradiol tertinggi pada bulubabi berukuran 70 – 79 mm dengan dosis 10 μg dan ukuran 60 – 69 mm dengan dosis hormon 30 μg. Sedangkan konsentrasi testosteron tertinggi pada minggu ke-3 baik pada gonad maupun pada cairan koelomik. Bobot gonad dan diameter oosit menunjukkan peningkatan hingga minggu ke-7 dan ovari didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 dan 76 – 100 µ m.

Penambahan hormon estradiol-17β dalam pakan dapat mempercepat pematangan


(5)

PROTEIN BERBEDA SERTA HORMON ESTRADIOL-

17β

AGNETTE TJENDANAWANGI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kinerja Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol -17β adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2010

Agnette Tjendanawangi NIM: C161060011


(7)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan nama sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

Nama : Agnette Tjendanawangi

NIM : C161060011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Zairin, Jr., M.Sc Prof. Dr.Ir. Ing Mokoginta, MS

Ketua Anggota

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr.Ir. M.Agus Suprayudi, M.Sc

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perairan

Prof.Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

karena KASIH dan perkenaanNyalah sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 hingga September 2009 adalah aspek reproduksi dan nutrisi dengan judul “Kinerja

Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan

dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol -17β” . Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Prof.

Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi, M.Si masing-masing selaku anggota komisi pembimbing atas segala masukan dan saran-saran yang diberikan.

2. Ketua Program Studi beserta Staf pengajar pada Program Studi Ilmu Perairan

atas bantuan dan ilmu yang sudah diberikan

3. Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc, Dr. Ir. Etty Riani M.Si, Prof Dr. Ir. Ketut Sugama

M.Sc, dan Dr. Ir. Nur Bambang PU M.Si, atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian sidang tertutup dan terbuka.

4. Pemerintah RI, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Biaya Penyelenggara Pendidikan Pascasarjana (BPPS) atas bantuan beasiswa dan bantuan hibah penelitian program Doktor yang diberikan.

5. Rektor Universitas Nusa Cendana, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Nusa

Tenggara Timur, dan Mitra Bahari-Coremap II yang telah memberikan bantuan baik fasilitas penelitian maupun biaya penulisan disertasi.

6. Ibunda Yohana Pampang (alm); Ayahanda Dr. Semuel R. Dundu, Sp.M.; Ibu

dan Bapak Mertua: Angelina Katipana dan Dominggus Dahoklory, serta saudara-saudaraku dan ipar-iparku terkasih atas segala dukungan dan doa yang selalu menyertai dalam menempuh pendidikan.

7. Suami Ir. Nicodemus Dahoklory, M.Si dan ananda Reynaldo Yoel Dahoklory

dan Renain Jones Dahoklory yang terkasih atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa dan kasih sayang yang dicurahkan.

8. Ibu Ir. Betsy Pattiassina, M.Si, Bapak Ir. Hengky Manoppo, M.Sc, Ibu Ade

Lukas, Spi, M.Si atas bantuan dan kerjasamanya selama studi serta teman-teman S3-AIR lainnya.

9. Bapak Wasjan, Bapak Ranta, dan Yosi, atas bantuannya selama penelitian, serta

semua pihak yang turut membantu selama proses studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2010


(10)

anak ke dua dari pasangan Yohana Pampang (alm) dan Dr. Semuel R. Dundu, Sp.M. Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Ir. Nicodemus Dahoklory, M.Si dan telah dikarunia dua orang anak: Reynaldo Yoel Dahoklory dan Renain Jones Dahoklory.

Penulis memperoleh gelar sarjana perikanan dari Program studi Budidaya Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado pada tahun 1993. Sejak tahun 1994 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program Doktor pada Porgram Studi dan Perguruan Tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2006 dengan beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Klasifikasi dan Morfologi ... 8

2.2 Reproduksi Bulubabi ... 10

2.3 Perkembangan Gonad ... 11

2.4 Kebutuhan Protein dan Rasio Energi Protein ... 15

2.5 Peranan Karotenoid ... 16

2.6 Kualitas Gonad Bulubabi ... 19

2.7 Makanan... 20

2.8 Kontrol Hormon dalam Reproduksi Bulubabi ... 21

III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Penelitian Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang ... 24

Parameter yang Diamati ... 24

3.2 Penelitian Perkembangan Gonad T.gratilla dalam Wadah Budidaya ... 26

Pemeliharaan Bulubabi ... 26

3.3 Penelitian Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda ... 27

Rancangan Percobaan ... 27

Pakan Uji ... 27

Pemeliharaan Bulubabi ... 29

Parameter yang Diamati ... 30

3.4 Penelitian Pengaruh Pemberian Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad Bulubabi yang Berbeda Ukuran ... 31

Rancangan Percobaan ... 31

Pakan Uji ... 32

Pemeliharaan Bulubabi ... 33

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Beberapa aspek reproduksi T. gratilla di perairan Teluk Kupang ... 34

4.1.1 Bobot Gonad ... 34

4.1.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG) ... 35

4.1.3 Diameter Telur ... 36

4.1.4 Warna Gonad ... 40

4.1.5 Bobot Tubuh dan Diameter Tubuh ... 41


(12)

4.2 Perkembangan Gonad Bulubabi dalam Wadah Budidaya ... 48

4.2.1 Hormon Testosteron ... 48

4.2.2 Hormon Estradiol (E2) ... 49

4.2.3 Bobot Gonad ... 50

4.2.4 Diameter Telur ... 51

4.2.5 Pembahasan ... 53

4.3 Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda ... 55

4.3.1 Bobot Gonad ... 55

4.3.2 Protein Gonad ... 56

4.3.3 Total Karotenoid dan β-karotin ... 57

4.3.4 Warna Gonad ... 58

4.3.5 Tekstur Gonad ... 59

4.3.6 Rasa Gonad ... 60

4.3.7 Pembahasan ... 61

4.4 Pengaruh Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad T.gratilla yang Berbeda Ukuran ... 65

4.4.1 Testosteron ... 65

4.4.2 Estradiol (E2) ... 66

4.4.3 Bobot Gonad ... 67

4.4.4 Diameter Telur ... 68

4.4.5 Pembahasan ... 69

V PEMBAHASAN UMUM ... 73

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 84


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Formulasi pakan uji ... 28

2. Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-3 (dalam %

Bobot kering) ... 29

3. Komposisi bahan pakan pada penelitian ke-4 ... 32

4. Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-4 ... 32

5. Rata-rata diameter tubuh (cm), bobot tubuh (g) bulubabi


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bulubabi Tripneuestes gratilla ... 8

2. Gonad primer bulubabi Strongylocentrotus intermedius ... 11

3. Tahapan perkembangan testis bulubabi ... 14

4. Tahapan perkembangan ovari bulubabi ... 15

5. Distribusi bobot gonad (g) bulubabi setiap pada setiap bulan pengamatan . 34 6. Profil IKG (%) bulubabi pada setiap bulan pengamatan ... 35

7. Distribusi frekuensi diameter oosit (µm) bulubabi pada setiap bulan pengamatan ... 37

8. Struktur histologis testis dalam berbagai tahap perkembangan ... 38

9. Struktur histologis ovari dalam berbagai tahap perkembangan ... 39

10. Warna gonad bulubabi setiap bulan selama penelitian ... 40

11. Hubungan bobot tubuh (g) dengan diameter tubuh (cm) ... 41

12. Hubungan antara IKG (%) dan bobot tubuh (g) bulubabi ... 42

13. Hubungan antara bobot gonad (g) dan bobot tubuh (g) ... 42

14 Suhu rata-rata pada setiap bulan pengamatan ... 43

15. Profil hormon testosterone (pg/g) pada gonad bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ... 48

16. Profil estradiol (pg/g) pada ovari dan testis bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ... 49

17. Profil estradiol (pg/ml) pada cairan koelomik bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ... 50

18. Rataan bobot gonad (g) bulubabi selama pengamatan (n=2) ... 51

19. Rata-rata diameter oosit bulubabi ... 51

20. Distribusi frekuensi diameter (μm) oosit bulubabi dengan n=1-2 Pada setiap pengamatan ... 52

21. Bobot gonad (g) bulubabi pada beberapa perlakuan protein;C/P dengan n=3 – 7 ... 56

22. Protein gonad bulubabi pada perlakuan protein;C/P ... 57

23. Kadar total karotenoid pada gonad bulubabi ... 57


(15)

25. Penilaian warna gonad bulubabi ... 59

26. Penilaian tekstur gonad bulubabi ... 60

27. Penilaian rasa gonad bulubabi ... 60

28. Profil asam amino gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein ... 61

29 Kadar air pada gonad bulubabi ... 64

30. Konsentrasi testosteron pada gonad bulubabi... 66

31. Konsentrasi estradiol gonad bulubabi ... 67

32. Bobot gonad (g) bulubabi ... 68


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur radioimmunoassay ... 84

2. Analisa protein pakan dan gonad bulubabi (metode Kjeldahl, Takeuchi, 1988) ... 85

3. Analisa asam amino gonad bulubabi ... 86

4. Analisa karotenoid gonad bulubabi ... 87

5. Analisa kadar air gonad ... 88

6. Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin ... 89

7. Analisis ragam IKG bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin ... 90

8. Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein ... 91

9. Analisis ragam protein gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein ... 92


(17)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Gonad bulubabi atau ”roe”dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi. Selain itu beberapa bulubabi memiliki duri-duri yang berwarna-warni dengan ukuran yang berbeda-beda sesuai jenisnya, misalnya: jenis bulubabi Echinotrix sp. durinya berwarna hitam dengan bintik-bintik putih; Diadema setosum mempunyai duri-duri berwarna hitam pekat dan panjang; Tripneustes gratilla dan Mespilia globulus mempunyai duri berwarna putih, coklat atau merah bata dengan sekat-sekat berwarna ungu dan hitam. Daya tarik ini dapat dimanfaatkan sebagai organisme hias terutama dalam akuarium. Bulubabi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik oleh karena cangkang dan durinya mengandung kalsium karbonat.

Gonad bulubabi merupakan makanan yang populer dan mempunyai nilai perdagangan yang sangat layak ekspor khususnya bagi masyarakat Jepang, Korea, Amerika Serikat, Kanada, Chili, Meksiko, Perancis, China, dan Rusia dengan Jepang sebagai konsumen gonad bulubabi yang terbesar di dunia (Pearce et al. 2004; Aslan 2005; Dagget et al. 2005; Hammer et al. 2006). Harga gonad bulubabi di pasaran internasional berkisar dari $6 hingga $200 kg-1 USA (Robinson et al. 2002; Sphigel et al. 2005), bahkan di pasaran Jepang diperdagangkan dengan harga mencapai $400 kg-1

Tingginya harga gonad mendorong ekploitasi bulubabi dari alam secara besar-besaran sehingga terjadi over fishing di beberapa negara (Hammer et al. 2006; Siikavuopio et al. 2004, 2006). Gonad bulubabi yang ditangkap dari alam bersifat musiman dan seringkali tidak berkembang secara penuh, sehingga bobotnya kecil dan warnanya coklat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, (Pearce et al. 2002). Harga yang tinggi ditentukan oleh kualitas gonad. Salah satu faktor yang menentukan kualitas gonad bulubabi adalah warnanya. Warna gonad yang berkualitas baik dapat berkisar dari kuning terang hingga oranye merah (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Selain warna, kualitas gonad juga ditentukan oleh tekstur gonad (padat dan halus), rasanya yang enak (sangat manis), dan massa gonad (Pearce et al. 2002).


(18)

aktivitas merumput, dan jumlah serta variasi jenis makanannya di alam yang bergantung kepada musim (Agatsuma et al. 2005; Siikavuopio et al. 2004, 2006).

Tingginya harga gonad dengan permintaan pasar yang cukup stabil dan adanya penurunan bulubabi dari sumber alam serta kualitas gonad yang bervariasi, mendorong pengembangan budidaya bulubabi di beberapa negara, namun di Indonesia, budidaya bulubabi belum dikembangkan. Pada umumnya budidaya bulubabi diarahkan untuk meningkatkan produksi dan kualitas gonad sesuai dengan permintaan pasar. Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh tingkatan perkembangan gonad dan kualitas nutrisi seperti kandungan protein dan energi dan karotenoid pakan.

Di alam, perkembangan gonad bulubabi berbeda diantara spesies, waktu, dan tempat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, musim, dan geografis. Pengetahuan mengenai siklus reproduksi dan kebutuhan nutrisi setiap spesies bulubabi sangat diperlukan untuk mengembangkan budidaya bulubabi. Oleh karena itu perlu dianalisa kondisi reproduksi bulubabi di alam, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif untuk mendapatkan informasi dasar guna mengembangkan bulubabi dalam wadah budidaya. Pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif yang dapat menggambarkan sistim reproduksi (perkembangan gonad) bulubabi antara lain; dengan pengamatan dan atau pengukuran Indeks Kematangan Gonad (IKG), distribusi diameter oosit, kadar hormon, histologi gonad, dan morfologi gonad.

Secara alamiah, perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis), dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma et al. 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance), seperti; 1-metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif), yang selanjutnya


(19)

mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal (Barbaglio et al. 2007). Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan berikutnya. Selanjutnya sinyal lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon, syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, yang selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet dan tingkah laku reproduksi. Dalam wadah budidaya, sinyal lingkungan seringkali kurang atau lemah, sehingga dilakukan manipulasi hormonal sebagai jalan pintas untuk merangsang perkembangan dan pematangan gonad. Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada perkembangan gonad bulubabi, protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma et al. 1999).

Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450 (Unuma et al. 1999). Pada ikan, perubahan kadar steroid sex, seperti; testosteron (T) dan estradiol (E2) secara langsung mengatur aktivitas gonadal, demikian juga pada echinoid. Diduga T dan E2 terlibat dalam spermatogenesis dan oogenesis Paracenrotus lividus (Barbaglio et al. 2007), namun mekanisme dan hubungannya dengan siklus reproduksi (perkembangan dan pematangan gonad) pada berbagai spesies bulubabi belum jelas diketahui. Unuma et al. (1999) mendapatkan jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan GSI yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus, perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis.

Sebagian besar spesies bulubabi merupakan perumput makroalga utama, sedangkan penggunaan makrophyta untuk budidaya skala besar tidak cocok karena beberapa alasan; 1) keterbatasan sumber spesies makroalga di alam, 2) variasi pada kuantitas dan kualitas alga, dan 3) kesulitan penyimpanan alga dalam jumlah besar. Oleh karena itu pengembangan pakan buatan telah dilakukan untuk budidaya beberapa spesies bulubabi seperti: Strongylocentrotus droebachiensis


(20)

(Pearce et al. 2002; Robinson et al. 2002; Pearce et al. 2004; Daggett et al. 2005; Kennedy et al. 2007), Paracentrotus lividus (Schlosser et al. 2005; Sphigel et al. 2005), Lytechinus variegatus (Wasson et al. 1998; Hammer et al. 2004, 2006), dan Pseudocentrotus depressus (Unuma et al. 1999).

Tersedianya nutrien dalam pakan buatan secara positif mempengaruhi perkembangan dan produksi gonad. Kandungan protein pakan mempengaruhi kandungan protein gonad dan lebih lanjut pada peningkatan ukuran pagosit nutritif. Protein merupakan faktor utama dalam menyokong perkembangan gonad, peningkatan produksi gonad, dan kualitas gonad. Pakan yang mengandung atau menggunakan sumber protein nabati ataupun hewani dapat mempengaruhi komposisi biokimia gonad dan produksi gonad. Kebanyakan pakan bulubabi mengandung 20 – 40% protein (Schlosser et al. 2005), namun kebutuhan protein berbeda diantara spesies dan umur/ukuran bulubabi. Beberapa penelitian mengenai kebutuhan protein pada beberapa spesies bulubabi telah dilakukan, antara lain: Akiyama et al. (2001) mendapatkan kadar protein 20 % optimal untuk pertumbuhan bulubabi Pseudocentrotus depressus ukuran 15 mm; pada Strongylocentrotus droebachiensis ukuran 60 mm, kadar protein pakan 19% yang optimal menghasilkan gonad berkualitas baik (Pearce et al. 2002); Hammer et al. (2004,2006) mendapatkan kadar protein pakan ≥21% memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang maksimal pada Lytechinus variegatus berukuran 14 mm dan protein pakan 20% optimal untuk induk Lythecinus variegatus berukuran 36 mm. Kebutuhan protein untuk memaksimalkan gonad bulubabi Tripneustes gratilla belum diketahui.

Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi (Schlosser et al. 2005). Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Schlosser et al. (2005) mendapatkan Paracentrotus lividus yang diberi tiga jenis pakan, yaitu Ulva lactuca, Gracilaria conferta, dan pakan buatan, menghasilkan energy


(21)

digestibility masing-masing sebesar 25, 26, dan 12 mg/kj. Namun informasi pengaruh energi pakan khususnya rasio energi protein dalam pakan terhadap produksi gonad bulubabi masih sangat terbatas, terlebih pada Tripneustes gratilla. Protein dan energi yang dialokasikan untuk meningkatkan ukuran tubuh atau produksi gonad, tergantung pada kondisi reproduksi bulubabi. Oleh karena protein adalah salah satu komponen yang mahal dalam pakan budidaya, maka sangatlah penting untuk menentukan kadar optimal dari kebutuhan protein dan rasio energi protein untuk memaksimalkan pertumbuhan dan atau produksi gonad serta pemanfaatan protein yang lebih efisien.

Warna gonad dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi (Agatsuma et al. 2005). Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi disebabkan oleh karotenoid terutama β-echinenon (Agatsuma et al. 2005). Echinenon merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi yang disintesis dari β- karoten (Shpigel et al. 2005). Sampai saat ini, sudah diketahui bahwa karotenoid alami dari rumput laut lebih efektif untuk pewarnaan gonad bulubabi dibandingkan dengan karotenoid sintetis yang ditambahkan dalam pakan buatan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh bentuk isomernya. Karotenoid alami terdiri dari isomer 9-cis dan All-trans, sedang β -karoten sintetik hanya terdiri dari isomer trans. Perbedaan kedua bentuk -karoten ini berhubungan dengan akivitas biologisnya (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005).

Tripneuptes gratilla merupakan salah satu jenis bulubabi bernilai ekonomis tinggi yang terdapat di perairan Indonesia dan di Teluk Kupang pada khususnya. Bulubabi ini mempunyai prospek untuk dikembangkan karena gonadnya sangat enak dan telah diekspor dalam skala kecil, namun masih ditangkap dari alam khususnya di perairan Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan (Murniyati dan Setiabudi 1998; Aslan 2005). Budidaya bulubabi di Indonesia belum dilakukan, dan informasi reproduksi di alam dan di dalam wadah budidaya, kebutuhan nutrien, dan perbaikan kualitas gonad bulubabi T. gratilla dalam wadah budidaya masih sangat terbatas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengkaji: 1) kondisi reproduksi bulubabi yang ditangkap di perairan dan yang dipelihara dalam wadah budidaya, 2) kebutuhan T. gratilla akan protein dan rasio


(22)

energi protein yang optimal, dan 3) pengaruh hormon estradiol-17β terhadap perkembangan gonad T. gratilla pada beberapa ukuran.

1.2 Perumusan Masalah

Produksi gonad dan kualitas gonad dipengaruhi oleh sistim reproduksi (perkembangan gonad) dan kualitas nutrisi, seperti kandungan protein dan energi, dan karotenoid pakan. Bulubabi yang dipelihara dalam wadah budidaya mempunyai siklus reproduksi yang kurang teratur. Tanpa rangsangan lingkungan, beberapa tahapan dalam siklus reproduksi ada dalam satu waktu namun sedikit ditemukan fase pertumbuhan, padahal tingkatan dari siklus reproduksi yang diinginkan adalah tingkatan pertumbuhan. Telah diketahui bahwa perkembangan gonad dan peningkatan bobot gonad dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin, di bawah rangsangan hormon steroid. Namun pada bulubabi terlebih pada T. gratilla, sistim reproduksi dalam wadah budidaya dan pengaruh hormon steroid belum diketahui dengan jelas.

Kandungan protein dan energi dalam pakan buatan juga berpengaruh terhadap perkembangan dan produksi gonad. Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metebolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan produksi gonad menjadi berkurang. Sebaliknya, jika kandungan energi pakan terlalu tinggi, akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Informasi kebutuhan protein dan rasio energi protein dalam pakan yang optimal dalam meningkatkan produksi gonad bulubabi terlebih pada T. gratilla belum diketahui.

Kualitas gonad seperti; warna gonad, tekstur, dan rasa juga dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi. Pemberian makroalga seperti; Ulva lactuca dan Gracilaria conferta, dapat meningkatkan kualitas gonad bulubabi Strogylocentrotus droebachiensis dan Paracentrotus lividus. Namun pemberian makroalga saja akan menghasilkan kualitas gonad bulubabi yang baik tetapi IKGnya rendah, sedangkan bila hanya mengandalkan pakan buatan maka akan dihasilkan IKG yang tinggi akan tetapi kualitas gonadnya kurang baik (warna dan tekstur gonad pucat dan lembek). Kemungkinan kombinasi pakan


(23)

buatan dengan makroalga dapat memperbaiki produksi dan kualitas gonad bulubabi.

Bertolak dari hal tersebut diatas, maka perlu diketahui beberapa aspek reproduksi (perkembangan gonad) T. gratilla di alam dan dalam wadah budidaya, kadar protein dan rasio energi protein, serta dosis hormon steroid (Estradiol 17-β) pada ukuran diameter tubuh yang berbeda, yang optimal meningkatkan produksi dan kualitas gonad serta mempercepat perkembangan gonad bulubabi. Melalui penelitian ini, diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi, perkembangan gonad dapat dipercepat, dan produksi dan kualitas gonad bulubabi khususnya T. gratilla yang tinggi dapat dicapai.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mengkaji beberapa aspek reproduksi (perkembangan gonad) T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang dan dalam wadah budidaya

2 Mengkaji kadar protein dan rasio energi dan protein yang optimal terhadap peningkatan produksi dan kualitas gonad T. gratilla

3 Mengkaji pengaruh hormon estradiol 17β terhadap perkembangan gonad T. gratilla pada beberapa ukuran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam mengembangkan pakan buatan serta perlakuan hormonal yang tepat untuk mempercepat perkembangan gonad serta meningkatkan produksi dan kuallitas gonad bulubabi T. gratilla.

1.4 Hipotesis

1 Kadar protein dan rasio energi protein dengan kombinasi yang optimal dalam pakan dapat meningkatkan preduksi gonad bulubabi.

2 Penambahan hormon estradiol -17β dalam pakan buatan dengan dosis yang optimal dapat meningkatkan akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif sehingga mempercepat perkembangan gonad bulubabi.


(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Tripneustes gratilla adalah bulubabi yang termasuk dalam phylum Echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut:

Phylum : Echinodermata Klass : Echinoidea Ordo : Temnopleuroida Famili : Toxopneutidae Spesies : Tripneustes gratilla

Gambar 1 Bulubabi Tripneustes gratilla.

Secara morfologi bulubabi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu; kelompok reguler dan kelompok irregular (Jenkins 2002; Aslan 2005). Kelompok reguler adalah kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh hemisfer, membulat di bagian atas dan merata di bagian bawah. Hewan ini memiliki duri yang panjang dan kadang berwarna menyolok. Kelompok irreguler adalah kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh yang memipih, misalnya: bulu hati dan dolar pasir.

Beberapa jenis bulubabi reguler terbagi ke dalam beberapa ordo, yaitu: ordo Arbacioida, ordo Temnopleuroida, dan ordo Echinoida (Aslan 2005). Karakteristik dari ordo Arbacioida adalah periprok (area sekeliling anus) memiliki


(25)

4 atau 5 keping (plate) berukuran besar. Ordo Arbacioida hanya terdiri dari satu famili yaitu Arbaciidae. Hidup pada habitat bersubstrat keras dan terlindung dari ombak besar. Bergerak pada malam hari dan hidup pada ganggang yang mengandung kalkareus, contohnya: Arbacia lixula. Ordo Temnopleuroida terdiri dari 2 famili, yaitu: (1) famili Temnopleuridae memiliki ukuran tubuh yang kecil dan diameter cangkang 6 – 7 mm dan berduri pendek, dan (2) famili Toxopneustidae, tergolong ke dalam famili bulubabi yang dapat dikonsumsi, contohnya: Lytechinus variagatus, Toxopneutes pileolus (sangat mudah dikenali memiliki pedicellaria berukuran besar), dan Tripneustes gratilla. Ordo Echinoida terdiri dari 3 famili, yaitu: (1) famili Echinoidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Echinus esculentus, Paracentrotus lividus; (2) famili Echinometridae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dijadikan bulubabi hias, contoh: Echinometra spp., Echinometra viridis, Echinometra lucunter, Echinometra oblonga, dan Echinometra vanbrunti; (3) famili Strongylocentroidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Strongylocentrotus droebachiensis, S. Franciscanus, dan S. Purpuratus. Beberapa bulubabi yang dapat dikategorikan sebagai bulubabi ekonomis penting adalah: Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Toxopneustes pileolus, Echinotrix calamaris, Mespilia globulus, Heterocentrotus mammilatus, Salmacis belli, dan Echinometra spp. (Aslan 2005).

Bulubabi Tripneustes gratilla memiliki karakter warna tubuh yang didominasi oleh warna oranye, putih dan coklat, sehingga nampak indah. Bulubabi ini di Indonesia umumnya hidup di padang lamun dan jarang ditemukan pada pantai berkarang atau bebatuan. Gonadnya sangat enak dimakan serta bernilai ekonomis penting karena dijual hingga ke manca negara. Bulubabi ini dijadikan salah satu bulubabi hias karena keindahannya (Aslan 2005). Jenis bulubabi Tripneustes gratilla berdiameter 10 cm dan tinggi 6 cm, mempunyai daerah penyebaran yang luas mulai India hingga perairan Pasifik sebelah barat.

Pada cangkang bulubabi terdapat 5 segmen ambulakral dengan barisan kaki tabung dan 5 segmen interambulakral tanpa kaki tabung. Segmen tersebut tersusun secara berselang seling (Jenkins 2002; Aslan 2005).


(26)

Mulut terletak tepat di tengah dari sisi aboral tubuh. Organ ini dikelilingi oleh kaki tabung yang berguna membantu dalam bergerak dan menjaga stabilitas tubuh khususnya saat makan dan saat berada di substrat /tidak melaksanakan aktivitas pergerakan. Bagian mulut dan gigi merapat jadi satu dan dilekatkan oleh bahan kapur membentuk struktur yang dinamakan lentera aristoteles (Romimohtarto dan Juwana 2005). Lentera aristoteles terdapat di bagian tengah aboral. Organ ini berfungsi untuk merumput pada substrat. Lentera aristoteles dilengkapi oleh 5 pasang gigi yang tajam pada bagian ujungnya. Gigi-gigi ini apabila rusak maka akan tumbuh kembali. Semua bagian dari lentera aristoteles ini dapat dijulurkan atau dimasukkan secara fleksibel ke dalam mulut khususnya pada saat merumput (Aslan 2005).

Anus terletak di bagian tengah dari sisi aboral tubuh berdekatan dengan madreporit (tempat masuknya air laut ke dalam tubuh dan berperan dalam sistim pembuluh air) dan gonopor. Pada bulu hati, sebagai kekecualian, anusnya terletak antara sisi atas dan sisi bawah, di ujung berlawanan dengan mulut.

2.2 Reproduksi Bulubabi

Bulubabi adalah organisme dioecious. Bulubabi bentuk regular mempunyai 5 lobul gonad. Gonad berukuran besar saat matang dan memanjang dari pusat aboral ke lentera (Jenkins 2002). Gonad ditutupi oleh lipatan-lipatan epitelium perivisceral dari bagian inter ambulakral pada separuh apikal rongga tubuh. Setiap lobul gonad memiliki sebuah saluran gonad (gonaduct) yang terbuka ke bagian luar melalui sebuah lubang genital (Fuji 1960). Contoh gonad primer disajikan pada Gambar 2.

Semua jenis bulubabi sangat unik dalam hal seksnya (unisexual). Struktur kelamin jantan dan betina hampir sama, sehingga perbedaan jenis kelamin hampir tak nampak morfologisnya akibat sifatnya dimorfisme (Yamaguchi 1991). Rasio individu jantan dan betina bulubabi secara umum adalah 1:1 (Aslan 2005).


(27)

Gambar 2 Gonad primer bulubabi Stronggylocentrotus intermedius (Fuji 1960)

Keterangan: Ac ; acinus , Gd; gonaduct.

Sperma dan telur dilepaskan ke laut, dan fertilisasi terjadi secara eksternal (Fuji 1960; Jenkins 2002). Setelah pembuahan, telur akan mengalami proses perkembangan embrio yang diawali oleh pembelahan sel dari 2 hingga 64 sel, dan berlanjut hingga mencapai tahap blastula dan gastrula (Aslan 2005). Setelah menetas, larva berkembang berbentuk prisma. Tangkai memanjang dan membentuk empat lengan pada larva awal pluteus dengan sepasang lengan antero lateral dan sepasang lengan postero oral. Pada tahap pluteus dengan enam lengan, terbentuk lengan postero dorsal, dan pada tahap pluteus dengan delapan lengan, bagian cangkang, kaki tabung primitif, dan duri terbentuk. Metamorfosis dimulai dengan munculnya primordium bulubabi dan berakhir dengan perkembangan anus dan mulut dengan perubahan dari bentuk pelagik menjadi bentik setelah metamorfosis (Yamaguchi 1991).

2.3 Perkembangan Gonad

Selama perkembangan gonad berlangsung akan terjadi perubahan-perubahan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan gonad somato indeks (Effendie 1997). Nilai gonad somato indeks akan


(28)

mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan menurun sesudah pemijahan. Selain itu, distribusi ukuran diameter telur pada bulubabi betina, dapat pula menunjukkan tahapan-tahapan perkembangan gonad (Lango-Reynoso et al. 2000) dan interval pemijahan pada ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner). Perubahan gonad secara kualitatif dapat dinyatakan dengan pengamatan histologi dan morfologi gonad. Perubahan-perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad dikelompokkan ke dalam tingkatan kematangan gonad.

Tahapan-tahapan selama perkembangan gonad bulubabi Evechinus chloroticus menurut Brewin et al. (2000) diacu dalam Lamare et al. (2002) dan Fuji (1960), digambarkan sebagai berikut:

Oogenesis

Tahap I (recovery/pemulihan): ovari terdiri dari oosit primer gelap ( diameter <25

μm ), menempel pada dinding ascinal. Sisa-sisa oosit berwarna gelap berada di antara pagosit nutritif.

Tahap II (growing /perkembangan): ovari didominasi oleh pagosit nutritif, dengan oosit vitelogenik awal ( diameter 25 – 70 µ m) menempel pada dinding ascinal. Kelimpahan material sisa-sisa oosit menurun.

Tahap III (pre-mature): Kelimpahan pagosit nutritif menurun selama vitelogenesis berlanjut. Ovari terdiri dari oosit pada semua tingkatan perkembangan (diameter 25 – 100 μm). Sejumlah kecil ova yang matang terlepas dari dinding ascinal dan terpusat pada lumen ovari.

Tahap IV (mature / pre-spawning): Ovari didominasi oleh ova yang matang (diameter 100 µ m). Tertutup dalam lumen. Pagosit nutritif tidak ada atau sebagian kecil bergabung dengan oosit primer di sepanjang dinding ascinal.


(29)

Tahap V (partially spawned): Ova matang kurang padat dalam lumen mengikuti permulaan pelepasan ova. Vitelogenesis penuh dan oosit premature dan pagosit nutritif tidak ada atau bergabung dengan dinding ascinal dalam jumlah kecil.

Tahap VI (spent / post-spawning): Ovari kosong, mengandung hanya sejumlah kecil sisa sisa oosit. Dinding ascinal tipis dengan sejumlah kecil oosit primer disekitar peripheri ovari. Kelimpahan pagosit nutritif meningkat disekitar periferi ovari dengan sisa-sisa oosit pagositosis yang nyata.

Spermatogenesis

Tahap I (recovery): Testis didominasi warna pucat, pagosit nutritif, butiran material nutritif yang berwarna gelap. Lapisan spermatogonia tipis (< 50 μm) dan spermatosit primer menempel pada epitelium germinal. Sisa-sisa spermatozoa berada dalam lumen.

Tahap II (growing/ perkembangan): Pagosit nutritif dominan dalam testes, namun frekuensi butiran material nutritif menurun. Ketebalan lapisan spermatogonia dan spermatosit primer meningkat (50 – 100 µm), dengan kolom spermatofor memanjang ke arah lumen.

Tahap III (pre mature): Kelimpahan pagosit nutritif terhalau ke periferal karena lapisan spermatogonial menebal (100 – 120 μm). Kolom spermatosit bertambah panjang dan memanjang ke bagian lumen, dan akumulasi spermatozoa terpusat di dalam lumen testes.

Tahap IV (mature / pre-spawning): Testes didominasi oleh kumpulan spermatozoa padat tanpa pagosit nutritif atau hanya berupa lapisan periferal tipis. Ketebalan lapisan spermatogonial menurun (70 – 100 μm) karena spermatogenesis berakhir.

Tahap V (partially spawned): Kepadatan spermatozoa menurun mengikuti permulaan pemijahan dengan ruang kosong yang jelas terlihat di dalam lumen.


(30)

Ketebalan epitelium germinal terus menurun (25 – 70 µ m) sedangkan lapisan periferal pagosit nutritif mulai bertambah tebal.

Tahap VI (spent / post spwning): Testes didominasi oleh lumen besar yang kosong yang terdiri dari sejumlah kecil sisa-sisa spermatozoa. Dinding ascinal sangat tipis (<25 µ m), sedang lapisan pagosit nutritif terus bertambah tebal.

Tahapan perkembangan gonad pada jantan dan betina bulubabi diperjelas pada gambaran histologis menurut Fuji (1960) yang disajikan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3 Tahapan perkembangan testis bulubabi (Fuji 1960). Keterangan:

1. Gonad tahap 0 (Neuter)

2. Testis tahap I (Developing virgin) 2 Testis tahap I (Recovering spent) 3 Testis tahap II (Growing)

4 Testis tahap II (Growing) 5 Testis tahap III (Pre-mature) 6 Testis tahap IV (Mature) 8. Testis tahap V (Spent).


(31)

Gambar 4 Tahapan perkembangan ovari bulubabi (Fuji 1960). Keterangan:

9. Ovari tahap I (Developing virgin) 10. Ovari tahap I (Recovering spent) 11. Ovari tahap II (Growing)

12. Ovari tahap III (Pre-mature) 13. Ovari tahap IV (Mature) 14 Ovari tahap V (Spent).

2.4 Kebutuhan Protein dan Rasio Energi Protein

Jaringan ikan mengandung sekitar 65 – 75% protein dalam bobot kering. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh; pembentukan jaringan; penggantian jaringan tubuh yang rusak; dan penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Dalam proses reproduksi, protein merupakan faktor utama dalam menyokong perkembangan gonadal. Pakan yang mengandung atau menggunakan sumber protein nabati ataupun hewani dapat mempengaruhi komposisi biokimia gonad dan produksi gonad. Kandungan protein pakan akan mempengaruhi kandungan protein gonad yang ditandai dengan peningkatan ukuran pagosit nutritif yang berkapasitas sebagai penyimpan protein


(32)

(Schlosser et al. 2005). Untuk tujuan tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, yaitu: jumlah dan jenis asam-asam amino esensial; kandungan protein yang dibutuhkan; kandungan energi pakan; dan faktor fisiologis ikan. Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi jika kebutuhan energi dari lemak dan karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon, dan antibodi.

Setiap spesies bulubabi membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran bulubabi. Kebanyakan pakan bulubabi mengandung 20 – 40% protein (Schlosser et al. 2005). Akiyama et al. (2001) mendapatkan kadar protein 20 % optimal untuk pertumbuhan bulubabi Pseudocentrotus depressus ukuran 15 mm, sedang Hammer et al. (2004) mendapatkan kadar protein pakan ≥21% memberikan pertumbuhan dan

kelangsungan hidup yang maksimal pada Lytechinus variegatus berukuran 14 mm. Pada Strongylocentrotus droebachiensis ukuran 60 mm, kadar protein pakan 19% yang optimal menghasilkan gonad berkualitas baik (Pearce et al. 2002), sedang Hammer et al. (2006) mendapatkan protein pakan 20% optimal untuk induk Lythecinus variegatus berukuran 36 mm.

Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi (Schlosser et al. 2005). Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan ikan/bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Pengaruh energi pakan khususnya keseimbangan antara protein dan energi dalam pakan terhadap produksi gonad bulubabi belum banyak diketahui. Protein dan energi dialokasikan untuk meningkatkan ukuran tubuh atau produksi gonad, tergantung pada kondisi reproduksi bulubabi.

2.5 Peranan Karotenoid

Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi, disebabkan oleh karotenoid terutama β-echinenon (Agatsuma et al. 2005). Echinenon


(33)

merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi yang disintesis dari β- karoten (Shpigel et al. 2005). Warna gonad berubah secara musiman dipengaruhi oleh siklus reproduksi dan aktivitas merumput. Warna gonad juga dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi (Agatsuma et al. 2005).

Bulubabi yang memakan pakan buatan sering menghasilkan gonad yang besar tetapi berwarna pucat. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sumber karotenoid alami dari rumput laut paling efektif menciptakan pewarnaan yang baik dibandingkan dengan karotenoid yang ditambahkan dalam pakan buatan (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Pakan alga alami atau penambahan β -karoten alami yang dihasilkan dari alga Dunaliella salina kering, memberikan peningkatan warna gonad, sedang β-karoten sintetik atau astaxantin tidak memperbaiki warna gonad (Shpigel et al. 2005). Pada penelitian pemberian pakan kombinasi alga Gracilaria conferta dan Ulva lactula dengan pakan buatan pada bulubabi Paracentrotus lividus, menunjukkan pakan buatan sangat efektif dalam meningkatkan massa gonad, sementara alga dapat digunakan untuk memperbaiki warna dan kualitas gonad. Pada studi ini didapatkan korelasi positif antara kadar echinenon dan warna gonad. Echinenon telah diidentifikasi sebagai karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi, dan β-karoten digambarkan sebagai prekursor untuk proses metabolisme dalam memproduksi echinenon. Oleh karena kandungan echinenon sebesar 83% dari total karotenoid pada berbagai studi gonad echinoid, Plank et al. (2002) menyimpulkan bahwa gonad bulubabi adalah terminal karotenoid dan kadarnya yang tinggi di dalam gonad, mengindikasikan pentingnya bagi perkembangan gamet, telur, dan embrio.

Pada beberapa spesies ikan salmon, karotenoid berfungsi dalam reproduksi, dengan mobilisasi karotenoid pada daging dan deposisinya pada kulit dan ovari, yang terjadi selama maturasi. Kadar karotenoid dalam plasma kemungkinan dipengaruhi oleh absorpsi karotenoid dari makanan. Selain itu, kadar karotenoid plasma dipengaruhi oleh waktu dan proses pematangan. Kadar karotenoid dalam plasma ikan yang matang, relatif menurun dibandingkan pada ikan yang belum matang. Hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya konsumsi pakan. Kadar astaxantin pada ovari lebih tinggi daripada dalam daging, menunjukkan bahwa ovari mempunyai afinitas yang tinggi untuk deposisi


(34)

karotenoid. Selama pematangan, karotenoid dimobilisasi dari otot dan diinkorporasi ke dalam perkembangan ovari (Torinsen dan Torinsen 1985).

Warna oranye pada otot dan telur salmon Atlantik terutama karena adanya astaxantin karotenoid (3,3’-dihidroxi-β, β-karoten-4,4’-dione). Seperti pada spesies ikan lain, salmon tidak dapat mensintesis astaxantin atau karotenoid lain tetapi diabsorpsi dari makanan dan dideposit ke dalam berbagai jaringan tubuh termasuk gonad. Kadar astaxantin dalam plasma dipengaruhi oleh waktu dan tingkat kematangan sexual. Kadar astaxantin pada daging dan ovari menurun secara signifikan selama pematangan, tetapi jumlah total dalam ovari terus meningkat.

Kandungan karotenoid juga berkaitan dengan kemampuan telur dalam mentoleransi kondisi lingkungan, misalnya: elevasi temperatur air, elevasi kadar amoniak, dan bahaya pengaruh cahaya UV. Konsentrasi karotenoid yang tinggi dalam telur dilaporkan dapat meningkatkan derajat fertilisasi (Christiansen dan Torinsen 1997).

Deufel (1965) diacu dalam Christiansen dan Torrissen (1997), mendapatkan terjadi peningkatan jumlah betina matang dan pematangan awal pada rainbow trout yang diberi suplemen kantaxantin dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi suplemen. Menurut Cabello et al. (2002), pada crustacea, pematangan ovari dicirikan oleh akumulasi bahan karotenoid. Defisiensi karotenoid pada pakan induk udang diduga dapat menyebabkan pigment deficiency syndrome (PDS) yang dicirikan oleh bleaching pada ovari betina yang matang dan pada kuning telur, yang selanjutnya berdampak pada rendahnya nafsu makan, dan tingginya deformities pada zoea 1, serta rendahnya kelangsungan hidup pada zoea 2 (Regunathan dan Wesley 2006).

Wyban et al. (1997) diacu dalam Cabello et al. (2002) mendapatkan paprika merupakan bahan pakan tambahan, yang baik bagi pematangan ovari Pennaeus vannamei, karena dapat mensuplai beberapa nutrien essensial yang diperlukan bagi produksi nauplius berkualitas. P. vannamei mampu mengubah karotenoid (α-karoten, α-kriptoxantin, kaptaxantin, kapsorubin) pada paprika menjadi astaxantin.


(35)

Tahap oogenesis pada crustacea dicirikan oleh penimbunan kuning telur ke dalam oosit. Lipoprotein utama di dalam kuning telur adalah vitelin, yang kemudian akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi perkembangan embrio. Vitelin crustacea merupakan High Density Lipoprotein (HDL) yang sering berhubungan dengan karotenoid. Vitelin ini sebenarnya adalah lipo-gliko-karotenoprotein (Chein et al. 1993). Telur crustacea mengakumulasi karotenoid dalam jumlah yang signifikan sehingga memungkinkan untuk berfungsi selama vitelogenesis. Lebih lanjut dinyatakan bahwa warna telur memberikan suatu indikasi dari kualitas telur. Selain itu, ada dugaan bahwa berkurangnya kualitas larva, disebabkan oleh kurangnya kadar karotenoid dalam kuning telur, pada saat perkembangan embrio udang.

Karotenoid mempunyai kemampuan memicu vitelogenesis udang, dan berpengaruh langsung pada transkripsi gen hormon, yang terlibat dalam pematangan ovari. Selama vitelogenesis sekunder, karotenoid dimobilisasi dari hepatopankreas ke ovari melalui hemolim, dimana karotenoid tersebut terakumulasi dalam oosit, sebagai bagian utama dari protein kuning telur (lipovitelin). Karotenoid juga berhubungan dengan produksi vitamin A dan melindungi lemak tak jenuh terhadap oksidasi. Selain itu, karotenoid dapat berfungsi untuk melindungi cadangan makanan dan perkembangan embrio dari oksidasi radikal bebas dan radiasi cahaya matahari, serta mensuplai cadangan pigmen untuk embrio dan larva (Regunathan dan Wesley 2006).

2.6 Kualitas Gonad Bulubabi

Kualitas gonad (uni atau roe) sangat penting dan mempengaruhi harga produk. Salah satu faktor yang menentukan kualitas gonad adalah warna. Mutu warna gonad bulubabi dapat dikelompokan sebagai berikut: (1) mutu sangat baik, gonad berwarna kuning terang, oranye merah (2) mutu baik, gonad berwarna orange, (3) mutu jelek, gonad berwarna pucat, atau coklat (Sphigel et al. 2005).

Pearce et al. ( 2004) mendapatkan warna gonad bulubabi yang dihasilkan, lebih baik pada bulubabi yang diberi pakan buatan yang ditambahkan mikroalga Dunaliella salina dibandingkan yang diberi pakan kelp (Laminaria longicruris atau L. digitata), dan lebih baik pada individu berukuran kecil dibandingkan yang


(36)

berukuran besar. Ukuran dan tipe pakan tidak signifikan mempengaruhi tekstur, tetapi kedua faktor secara signifikan mempengaruhi kekompakan dan rasa. Gonad bulubabi yang diberi pakan buatan, lebih lembek dan mempunyai kandungan air lebih banyak dibandingkan dengan gonad bulubabi yang diberi kelp.

Selain warna, tekstur, rasa dan aroma juga menentukan mutu gonad. Gonad bulubabi yang baik adalah teksturnya kompak, manis, dan berbau seperti rumput laut segar. Rasa enak (manis) dari gonad berhubungan dengan tingginya konsentrasi asam amino, seperti; alanina, arginina, asam glutamat, glisina, lisina, serina dan taurina. Sebaliknya, rasa pahit dari gonad berhubungan dengan tingginya kadar valina dan puserrimina (Pearce et al. 2004).

Gonad bulubabi mengandung nilai gizi yang tinggi. Gonad mengandung protein, lemak, glikogen, kalsium, fosfor, vitamin B kompleks, dan vitamin A. Protein adalah komponen yang dominan dalam pakan yang dapat mempengaruhi produksi gonad. Gonad bulubabi juga diperkirakan mengandung sekitar 18 asam amino yang penting untuk pertumbuhan. Kandungan kimia gonad maupun nilai gizi gonadnya sangat bervariasi menurut jenis bulubabi dan faktor lainnya, antara lain: jenis T. gratilla dalam kondisi segar mempunyai kadar air, protein, lemak, dan abu masing – masing sebesar 81.39%; 14.43%; 1.89%; dan 3.92%, jenis E. calamaris dalam kondisi segar sebesar 69.34%; 15.64%; 3.61%, dan 2.48%, dan jenis D. Setosum sebesar 69.47; 16.99; 2.45; 2.25 (Murniyati dan Setiabudi 1998).

2.7 Makanan

Jenis makanan bulubabi T. gratilla sangat bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangannya. Larva biasanya memakan diatom – diatom plantonik, tetapi pada tahap juvenil memakan diatom – diatom sesil, dan yang telah berukuran besar memakan makroalga, lamun, dan mikro flora (Yamaguchi 1991). T. gratilla yang telah dewasa dapat memakan bermacam – macam makroalga, antara lain: Sargassum spp., Padina spp., Hydroclathrus clathrus, Cladosiphon okamwarmus., Hypnea charoides, Gracilaria blodgettii, Ceratodictyon spongiosum. Berdasarkan hasil analisa lambung T. gratilla yang diambil dari alam, menunjukkan bahwa yang paling dominan sebagai makanannya adalah Sargassum spp., Padina spp., dan Hydroclathrus clathrtus, serta lamun lainnya.


(37)

Makroalga merupakan makanan alami bulubabi dan mengandung Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA), yang secara taxonomi dikarakterisasi sebagai berikut: makroalga hijau kaya 16:4n-3, 18:3n-3, dan 18:4n-3; makroalga merah kaya 20:4n-6 dan 20:5n-3; dan makroalga coklat kaya 18:3n-3, 18:4n-3, 20:4n-6 dan 20:5n-3 (Floreto dan Ishikawa 1996).

2.8 Kontrol Hormon dalam Reproduksi Bulubabi

Reproduksi pada ikan berada di bawah kontrol poros hipothalamus – hipofisis – gonad. Ada tiga faktor yang terlibat dalam reproduksi ikan yaitu sinyal lingkungan, hormon, dan organ reproduksi. Sistim hormon pada reproduksi ikan dibedakan dalam dua hal, yaitu pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan (Zairin 2003).

Pada echinodermata, pematangan seksual dan pemijahan diatur oleh suatu sistem hormon yang sederhana, yakni: (1) Gonad-Stimulating Substance (GSS) dihasilkan oleh syaraf radial, (2) Maturating-Inducing Substance (MIS) disintesis oleh sel-sel folikel ovari, dan (3) Gonad- Inhibiting Substance (GIS) yang dibentuk oleh syaraf radial. Gonad Stimulating Substance adalah protein sederhana dengan bobot molekul sekitar 2000 sedangkan hormon folikular adalah purin 1-metiladenin (Lafont 2000). Selain hormon 1-metil adenin (MIS) pada kelompok echinodermata dan moluska ditemukan hormon vertebrate-type steroid. Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450. Keberadaan steroid pada hewan fitofage kemungkinan juga berasal dari tumbuhan yang dimakan, oleh karena molekul steroid banyak terdapat pada tumbuhan (Lafont 2000).

Perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis) dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance) seperti 1-metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan


(38)

bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif) yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan berikutnya. Selanjutnya sinyal lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, dan selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet, dan tingkah laku reproduksi.

Penelitian Unuma (1999) mendapatkan hormon steroid (androstenedion, estron, dan derivatnya) dapat merangsang perkembangan gonadal dan gametogenesis pada juvenil bulubabi merah (Pseudocentrotus depressus). Jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan IKG yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis.

Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada bulubabi, protein yolk tidak hanya khusus pada betina. Protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma 1999). Akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif telah ditingkatkan oleh steroid melalui sintesis vitelogenin.


(39)

III METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2008 hingga Oktober 2009. Pengambilan sampel bulubabi dari alam dilakukan di perairan Teluk Kupang, percobaan dilakukan di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang. Analisa proximat dan pengukuran diameter telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, dan analisa energi pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Fakultas Peternakan, IPB. Pembuatan preparasi histologi dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pengukuran estradiol dan testosteron pada gonad dan cairan koelomik dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Analisa total karotenoid, dan β-karoten dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu 1) Kajian beberapa aspek reproduksi T. gratilla di alam, 2) Kajian perkembangan gonad dalam wadah budidaya, 3) Kajian pengaruh kadar protein dan rasio energi protein yang berbeda terhadap produksi gonad T. gratilla, dan 4) Kajian pengaruh hormon estradiol 17-β dalam mempercepat pematangan gonad T. gratilla yang berbeda ukuran. Tahap I : Mengkaji beberapa aspek reproduksi ( bobot gonad, IKG, diameter

telur, dan histologi gonad) T. gratilla yang ditangkap dari alam. Hasil percobaan tahap pertama ini digunakan sebagai acuan untuk percobaan selanjutnya.

TahapII : Mengkaji perkembangan gonad T gratilla dalam wadah budidaya. Percobaan ini dilakukan untuk memperoleh data waktu dan tingkatan perkembangan gonad, profil hormon estradiol dan testosteron T. gratilla yang diberi makroalga dalam wadah budidaya.

Tahap III : Mengkaji pengaruh kadar protein dan rasio energi protein yang berbeda terhadap produksi gonad T. gratilla. Percobaan ini untuk memperoleh kadar protein dan rasio energi protein yang optimal


(40)

untuk meningkatkan produksi gonad T. gratilla. Produksi gonad dapat diindikasikan pada kuantitas gonad seperti bobot gonad dan kualitas gonad seperti: kandungan protein, total karotenoid, β- karoten, warna, tekstur, dan rasa gonad.

Tahap IV: Mengkaji pengaruh penambahan hormon Estradiol 17-β dalam pakan buatan terhadap perkembangan gonad T. gratlla pada beberapa ukuran diameter tubuh. Percobaan ini dilakukan untuk memperoleh dosis hormon yang optimun dalam mempercepat perkembangan gonad T. gratilla dan ukuran T. gratilla yang optimum dalam merespon hormon Estradiol 17-β. Fenomena tersebut dapat diindikasikan antara lain pada peningkatan bobot gonad, ukuran diameter telur, profil hormon estradiol dan testosteron, dan lama waktu perkembangan gonad.

3.1 Penelitian Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang Tujuan penelitian ini adalah mengkaji beberapa aspek reproduksi T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei hingga Desember 2008.

Parameter yang Diamati

Sebanyak 10 – 30 individu T. gratilla ditangkap dari perairan Teluk Kupang setiap bulan. Penangkapan dilakukan pada saat air laut surut. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, setiap sampling dilakukan pengukuran bobot tubuh, diameter tubuh, bobot gonad, penentuan IKG, diameter telur, pengamatan warna gonad, dan histologi gonad.

Pengamatan dilakukan dengan cara membedah hewan uji. Sebelum dilakukan pembedahan, masing-masing hewan uji diukur diameter tubuhnya dengan menggunakan kaliper, dan ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui bobotnya. Bulubabi dibedah dengan menggunting cangkang dari bagian aboral ke bagian oral pada segmen yang tidak terdapat duri (bagian inter ambulakral). Dengan perlahan organ bagian dalam dikeluarkan kecuali gonad


(41)

yang menempel pada cangkang. Selanjutnya gonad yang menempel dibilas dengan air, lalu dilepaskan dari cangkang dengan menggunakan sendok kecil yang tipis, dan diletakkan pada kertas saring. Gonad kemudian ditimbang untuk mengetahui bobotnya, dan dihitung IKGnya. Penentuan nilai IKG dengan persamaan sebagai berikut:

IKG = (Bobot gonad (g) / Bobot tubuh (g)) x 100%

Pengukuran diameter telur dilakukan dengan mengambil telur sebanyak 100 butir. Telur yang diambil terlebih dahulu difiksasi dengan alkohol 70%, kemudian dipisahkan dengan perlahan, dan diukur diameternya dibawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dengan pembesaran 10 kali.

Pengamatan warna gonad dilakukan secara subyektif. Warna gonad dibandingkan dengan warna pada kartu warna yang telah dibuat, dan selanjutnya disusun dalam persentase warna gonad.

Pengamatan mikroskopis gonad dilakukan dengan menggunakan gambaran histologi gonad. Mula-mula gonad difiksasi dalam larutan formaldehid selama 24 jam, selanjutnya di dalam alkohol bertingkat beberapa kali dengan selang waktu 24 jam. Gonad kemudian diembeding dalam parafin lalu disayat maksimum setebal 10 µ m. Sayatan selanjutnya dideparafinisasi dalam xylol, direhidrasi dalam alkohol bertingkat kemudian diwarnai dengan perwarna hematoksilin dan eosin, dicounting dan selanjutnya diamati di bawah mikroskop dan dilakukan pemotretan.

Parameter lingkungan yang diukur dan diamati adalah suhu, salinitas, substrat, dan jenis pakan alami. Parameter diukur dan diamati pada setiap bulan pengamatan selama penelitian berlangsung.

Hasil pengukuran bobot gonad, IKG, diameter telur, dan warna gonad, dianalisis secara deskriptif. Untuk melihat pengaruh bulan pengamatan dan jenis kelamin terhadap bobot gonad dan IKG, dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (two-way Anova) (Steel dan Torrie 1991). Data yang mempunyai perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey. Sebagai alat bantu pada pengolahan data untuk uji statistik digunakan paket program Minitab 14.0.


(42)

3.2 Penelitian Perkembangan Gonad T.gratilla dalam Wadah Budidaya Penelitian tahap II bertujuan mengkaji perkembangan gonad T. gratilla dalam wadah budidaya. Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Analisis hormon testosteron dan estradiol dalam cairan koelomik dan gonad dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Pemeliharaan Bulubabi

Sebanyak 25 individu induk bulubabi T. gratilla yang berdiameter tubuh 50 – 80 mm dipelihara dalam bak yang berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistem air mengalir. Bulubabi yang digunakan adalah induk yang baru selesai memijah. Pada awal penelitian dilakukan pengukuran diameter tubuh dengan menggunakan kaliper dan penimbangan bobot tubuh dengan timbangan analitik. Selanjutnya bulubabi dipuasakan selama seminggu untuk mengosongkan gonadnya.

Selama 8 minggu pemeliharaan, bulubabi T. gratilla diberi pakan makroalga setiap 2 hari. Setiap minggu tangki pemeliharaan dibersihkan untuk menghilangkan makanan yang tidak dimakan dan material feses.

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, sebanyak 2 individu disampling setiap 2 minggu, lalu dilakukan pengukuran konsentrasi hormon testosteron, estradiol, bobot gonad, dan diameter telur. Pengukuran bobot gonad dan diameter telur dilakukan seperti pada penelitian pertama.

Pengukuran kadar hormon dilakukan dengan mengambil cairan koelomik dan ekstrak gonad. Cairan koelomik diambil dari 2 individu bulubabi yang sama yang masing-masing dipelihara dalam kantong yang terbuat dari waring. Kantong tersebut lalu digantung di dalam bak pemeliharaan. Pengambilan cairan koelomik sebanyak 1 ml pada bagian aboral (area lubang gonophorik) dilakukan dengan menggunakan syringe 1 ml. Sampel cairan koelomik kemudian dimasukkan ke dalam tabung polietilen dan disimpan dalam freezer pada suhu – 20o C sampai dilakukan analisis dengan menggunakan radioimmunoassay (RIA) (Lampiran 1). Hormon yang dianalisis adalah hormon estradiol dan hormon testosteron. Sebanyak 0.5g gonad dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 10 ml dietil eter


(43)

lalu dihomogenisasi. Selanjutnya didiamkan selama 48 jam. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan PBS ph 7.2 dan disentrifus pada 2500 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan siap dianalisa. Hasil pengukuran kadar hormon testosteron, estradiol, bobot gonad, dan diameter telur dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk gambar.

Sebagai data pendukung, setiap minggu dilakukan pengukuran suhu air dan salinitas. Kadar amoniak diukur pada pertengahan dan akhir percobaan.

3.3 Penelitian Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kadar protein dan rasio energi protein berbeda terhadap produksi gonad bulubabi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perikanan dan Kelautan Universitas Nusa Cendana, Kupang. Analisis proximat bahan pakan, pakan percobaan, dan kadar protein gonad dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Analisis kandungan energi bahan pakan dan pakan percobaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB. Analisis total karotenoid dan β-karoten dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah kadar protein dengan kadar 22, 27, dan 32%. Faktor kedua adalah rasio energi protein (C/P) dengan kadar 9, 11, dan 13 (kkal GE/g). Kombinasi perlakuan yang diberikan sebagai berikut: A (22:9), B (22:11), C (22:13), D (27:9), E (27:11), F (27:13), G (32:9), H (32:11), dan I (32% : 13) (kkal GE/g).

Pakan Uji

Bahan bahan yang digunakan untuk pembuatan pellet dalam penelitian ini adalah: tepung ikan, tepung kedele, tepung jagung, tepung terigu, tepung makroalga, minyak ikan, ekstrak sargassum, agar, vitamin mix, mineral mix, dan etoxyquin. Formulasi pakan disajikan pada Tabel 1.


(44)

(45)

Hasil analisa proximat pakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-3 (dalam % bobot kering)

Perlakuan (Protein; C/P)

Komposisi proximat

Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar BETN A (22;9) B (22;11) C (22;13) D (27;9) E (27;11) F (27;13) G (32;9) H (32;11) I (32;13) 16.21 16.02 15.44 17.31 16.42 15.71 16.53 16.96 16.91 22.21 22.77 22.12 26.73 26.69 26.34 31.82 31.70 31.67 3.95 5.57 9.85 6.22 8.93 16.02 5.95 12.13 27.25 25.46 21.76 16.39 18.97 15.71 9.29 19.72 8.96 3.69 32.17 33.88 36.20 30.77 32.25 32.64 25.98 30.25 20.48

Ekstrak sargassum dibuat dari sargassum yang sudah dikeringkan dan digiling hingga halus. Sebanyak 2 kg tepung sarggasum dilarutkan dalam 6 l campuran aceton dan heksan (3+7). Selanjutnya dibiarkan dalam tempat gelap semalaman pada suhu ruang. Kemudian ekstrak disaring dan dimasukkan ke dalam labu yang lain lalu dievaporasi hingga menjadi ekstrak yang pekat.

Bahan tepung dicampur hingga rata. Agar disiram dengan air mendidih (volume air yang digunakan sama dengan volume bahan), lalu diaduk dan kemudian ditambahkan ke bahan tepung sambil terus diaduk dengan mixer. Selanjutnya ke dalam adonan pakan ditambahkan minyak ikan dan ekstrak sargassum lalu dimixer. Setelah semua bahan tercampur rata selagi hangat pakan dibentuk bulat panjang dengan tangan. Pakan uji kemudian dimasukkan dalam kotak palstik yang tertutup rapat dan disimpan dalam freezer suhu -20o

T. gratilla dengan diameter tubuh rata-rata 50 – 60 mm dipelihara dalam 9 akuarium yang masing-masing berukuran 50 x 50 x 30 cm dan dilengkapi aerator dan termometer. Pada setiap akuarium dipelihara 20 individu T. gratilla sebagai ulangan. Semua hewan ini diadaptasikan selama 2 minggu lalu dipuasakan selama

C.


(46)

2 minggu sebelum pemberian pakan percobaan. Selanjutnya T. gratilla diberi pakan sebanyak 3% dari bobot tubuh setiap 2 hari secara satiasi. Pakan yang tidak termakan disifon dari akuarium setiap 2 hari sebelum pemberian pakan.

Parameter yang Diamati

Pada akhir penelitian diukur bobot gonad (sama dengan penelitian 1, 2, dan 3), kadar protein, kadar asam amino gonad, total karotenoid, β- karoten, kadar air gonad, dan diamati warna, rasa, dan tekstur gonad. Kadar protein gonad diukur dengan metode Kjeldahl (Lampiran 2) dan kadar asam amino gonad diukur dengan menggunakan HPLC (Lampiran 3). Total karotenoid dan β-karoten diukur dengan menggunakan spektrometer dan HPLC menurut prosedur Lamare dan Hoffman (2004) (Lampiran 4). Pengukuran Kadar air gonad disajikan pada Lampiran 5.

Warna, tekstur, dan rasa dari gonad diuji secara subjektif oleh 3 orang responden dengan merangking setiap gonad dalam beberapa kategori yang dimodifikasi dari Pearce et al. (2004) sebagai berikut:

Warna gonad ( penilaian 1 – 4)

1 = sangat baik (kuning terang atau oranye) 2 = baik (kuning muda)

3 = cukup (kuning-coklat, oranye – coklat, merah coklat, krem) 4 = tidak baik (coklat gelap, abu-abu, hijau)

Tekstur gonad

1 = sangat baik (padat halus) 2 = baik (padat berbutir) 3= cukup (lembek)

4= tidak baik (cair/berlendir) Rasa gonad (penilaian 1 – 4)

1 = sangat baik (sangat manis ) 2 = baik (manis)

3 = cukup (tidak manis dan tidak pahit) 4 = tidak baik (pahit)


(47)

Data pendukung yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas, pH, dan kadar amoniak. Suhu dan salinitas diukur setiap hari, sedangkan pH dan amoniak diukur pada pertengahan dan akhir penelitian.

Hasil pengukuran bobot gonad dan protein gonad dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (two-way anova) (Steel dan Torrie 1991). Data yang mempunyai perbedaan nyata antar pelakuan dilanjutkan dengan uji Tukey. Kadar asam amino gonad, kadar air, warna, tekstur, dan rasa gonad dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk gambar. Sebagai alat bantú pada pengolahan data untuk uji statistik digunakan paket program Minitab 14.0.

3.4 Penelitian Pengaruh Pemberian Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad Bulubabi yang Berbeda Ukuran

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian hormon estradiol 17-β dalam mempercepat perkembangan gonad bulubabi yang berbeda ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai Kupang. Analisis hormon testosteron dan estradiol-17β dalam cairan koelomik dan gonad dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap IV adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 x 2. Faktor pertama adalah ukuran diameter tubuh yang terdiri atas: ukuran 50 – 59; 60 – 69; 70 – 79 mm. Faktor kedua adalah dosis hormon estradiol-17β dengan dosis 10 dan 30 μg. Keseluruhan percobaan terdiri atas 6 kombinasi perlakuan dan ditambahkan 1 perlakuan tanpa hormon sebagai kontrol. Setiap perlakuan terdiri atas 10 ulangan (jumlah individu). Masing-masing kombinasi perlakuan sebagai berikut:

D5H1 = Diameter tubuh 50 – 59 mm dengan dosis hormon 10 μg D5H2= Diameter tubuh 50 – 59 mm dengan dosis hormon 30 μg D6H1= Diameter tubuh 60 – 69 mm dengan dosis hormon 10 μg D6H2= Diameter tubuh 60 – 69 mm dengan dosis hormon 30 μg D7H1= Diameter tubuh 70 – 79 mm dengan dosis hormon 10 μg D7H2= Diameter tubuh 70 – 79 mm dengan dosis hormon 30 μg


(48)

Pakan Uji

Bahan pakan yang digunakan terdiri atas: tepung ikan, tepung kedele, tepung jagung, tepung terigu, tepung kanji, minyak ikan, agar, vitamin, dan mineral mix. Kandungan protein pakan sekitar 27% dengan komposisi bahan pakan dan analisa proximat seperti pada Tabel 3 dan 4. Bahan tepung dicampur hingga rata. Agar disiram dengan air mendidih (volume air yang digunakan sama dengan volume bahan), lalu diaduk dan kemudian ditambahkan ke bahan tepung sambil terus diaduk dengan mixer. Ke dalam adonan pakan ditambahkan minyak ikan, vitamin dan mineral mix. Setelah semua bahan tercampur rata, selanjutnya ditambahkan hormon yang dilarutkan dalam alkohol. Pakan yang tidak diberi hormon hanya ditambahkan larutan alkohol. Selagi hangat pakan dibentuk bulat pipih seperti kue dengan tangan. Pakan uji kemudian dimasukkan dalam kotak plastik yang tertutup rapat dan disimpan dalam freezer.

Tabel 3 Komposisi bahan pakan pada penelitian ke-4

Bahan pakan Jumlah (%)

Tepung ikan Tepung kedele Tepung jagung Tepung kanji Tepung terigu Minyak ikan Agar

Vit + mineral mix Total 25 20 20 10 10 7 5 3 100

Tabel 4 Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-4

Jenis analisa Jumlah (%)

Bobot basah Bobot kering Kadar air Abu Protein Lemak Serat kasar 10.01 6.75 24.15 8.03 3.18 0.00 7.50 26.83 8.92 3.53


(49)

Pemeliharan Bulubabi

Wadah yang digunakan pada percobaan ini adalah keranjang plastik berukuran 60 x 40 x 30 cm sebanyak 7 buah. Keranjang-keranjang tersebut digantung dalam bak beton berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistem air mengalir.

Sebanyak 85 individu bulubabi T. gratilla dengan diameter tubuh 50 – 77 mm dan bobot 40 – 95 g dibagi dalam 7 kelompok perlakuan. Sebelum diberi pakan berhormon, semua hewan ini dipuasakan selama 2 minggu untuk mengosongkan gonadnya. Setelah dipuasakan selama 2 minggu, sebanyak 5 individu pada setiap kategori diameter tubuh ( 50 – 59; 60 – 69; 70 – 79 mm) dibedah untuk memastikan kondisi gonadnya. Selanjutnya selama pemeliharaan 8 minggu, T. gratilla diberi pakan yang ditambahkan hormon estradiol - 17β setiap 2 hari. Masing-masing individu diletakkan di atas potongan pakan. Setiap 2 hari tangki pemeliharaan dibersihkan untuk menghilangkan makanan yang tidak dimakan dan material feses. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, sebanyak 2 – 3 individu pada setiap perlakuan disampling pada minggu ke-3, 5,dan 7 lalu dilakukan pengukuran bobot tubuh, bobot gonad, diameter telur, dan pengukuran hormon estradiol dan testosteron (n=2). Pengukuran dan pengamatan parameter uji dilakukan sama dengan penelitian pertama dan kedua. Hasil pengukuran bobot gonad, diameter telur, dan profil hormon testosteron dan estradiol dianalisa secara deskriptif.


(50)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Beberapa Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang Kajian beberapa aspek reproduksi T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang telah menghasilkan data yang berkaitan dengan perkembangan gonad, antara lain: bobot gonad, IKG, diameter telur, histologi gonad, warna gonad, bobot tubuh, dan diameter tubuh.

4.1.1 Bobot Gonad

Hasil pengukuran bobot gonad secara keseluruhan berkisar antara 0.43 – 11.17 g dengan rata-rata 2.74 ± 0.21g (SD). Distribusi bobot gonad setiap bulan selama penelitian disajikan pada Gambar 5. Pada setiap bulan pengamatan didominasi oleh bobot gonad yang berukuran < 3.0 g. Persentase bobot gonad yang berukuran < 3.0 g didapatkan tinggi pada bulan Juni dan menurun pada bulan Juli. Selanjutnya meningkat dan terbanyak didapatkan pada bulan Oktober, kemudian menurun kembali pada bulan Desember.

Gambar 5 Distribusi bobot gonad (g) bulubabi pada setiap bulan pengamatan.

Bobot gonad sebesar 3.1 – 6.0 g ditemukan mulai dari bulan Juni dan terus meningkat hingga bulan September, selanjutnya menurun pada bulan Oktober dan meningkat kembali pada bulan Desember. Bobot gonad 6.1 – 9.0 g ditemukan

0 20 40 60 80 100 120

Juni Juli sept Oktb Des

F

re

k

ue

ns

i bo

bo

t

g

o

na

d (

%

)

<3.0 3,1 - 6.0 6,1- 9.0 9,1 - 12.0


(51)

pada bulan Juli dan September sedang bobot gonad 9.0 – 12.0 g hanya didapatkan pada bulan Juni hingga Juli dan tertinggi pada bulan Juni. Fluktuasi bobot gonad diduga berhubungan dengan tipe reproduksi bulubabi yang asinkronis, sehingga pada setiap bulan pengamatan, gonad bulubabi terdiri atas beberapa tahap perkembangan dan pemijahannya terjadi secara parsial.

Rata-rata bobot gonad berbeda signifikan diantara bulan pengamatan (p<0.05) namun tidak signifikan berbeda diantara sex (betina dan jantan) (p>0.05). Interaksi antara bulan dan sex menunjukkan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap bobot gonad bulubabi (Lampiran 6). Rata-rata bobot gonad betina tertinggi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Oktober, sedang rata-rata bobot gonad jantan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Oktober.

4.1.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Hasil pengamatan nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) secara keseluruhan berkisar antara 0.09 – 15.14% dengan rata-rata 4.24% ± 0.22 (SE). Rata-rata IKG T. gratilla tertinggi ditemukan pada bulan Desember sebesar 5.66% dan terendah pada bulan Oktober sebesar 3.09%. Rata-rata IKG mencapai puncak pada bulan Juli dan Desember. Distribusi IKG setiap bulan selama penelitian disajikan pada Gambar 6. Nilai IKG < 3.0% terbanyak ditemukan pada bulan Juni dan IKG 3.1 – 6.0 dan 6.1 – 9.0% terbanyak ditemukan pada bulan Desember. IKG yang lebih besar 9.1% ditemukan pada bulan Juni, Juli, dan Desember dan terbanyak ditemukan pada bulan Juni.

Gambar 6 Profil IKG (%) bulubabi pada setiap bulan pengamatan. 0 10 20 30 40 50 60 70

Juni Juli September Oktober Desember

Fr e k u e n si IK G ( % ) < 3,0 3,1 - 6,0 6,1 - 9,0 > 9,1


(52)

Seks ( jantan atau betina) tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai IKG selama pengamatan (p>0.05), namun waktu (bulan pengamatan) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai IKG dari jantan dan betina (p< 0,05) (Lampiran 6). Interaksi antara sex dan bulan (sex*bulan) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap IKG (p< 0.05). Rata-rata IKG betina pada bulan Juni berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Oktober, rata-rata IKG betina pada bulan juli berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan September dan Oktober, rata-rata IKG betina pada bulan September berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember, dan rata-rata IKG betina pada bulan Oktober berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember. Rata-rata IKG betina tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. IKG jantan pada bulan Juni berbeda signifikan dengan rata-rata IKG bulan Desember, rata-rata IKG jantan pada bulan September berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember, rata-rata IKG jantan pada bulan Oktober berbeda signifikan dengan rata-rata IKG bulan Desember. Rata-rata IKG jantan juga tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni.

4.1.3 Diameter Telur

Hasil pengamatan ukuran diameter telur menunjukkan bulubabi memiliki pola reproduksi tipe asinkronis. Berdasarkan pada 100 contoh oosit pada setiap individu dari beberapa individu bulubabi di setiap bulan pengamatan diperoleh data distribusi diameter telur T. gratilla yang disajikan pada Gambar 7. Pada setiap bulan pengamatan didapatkan oosit dalam beberapa kelas ukuran, namun lebih didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 µ m dan tertinggi didapatkan pada bulan September, sedang oosit yang berukuran 75 – 100 µ m (matang) ditemukan di setiap bulan pengamatan dan mencapai puncak pada bulan Desember. Hal ini menunjukkan pemijahan terjadi setiap bulan pengamatan dan puncaknya diduga setelah bulan Desember.


(1)

(2)

Lampiran 10 Analisis ragam total karotenoid gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein

SK DB JKT KT F hit P

Protein Energi Protein*Energi Gallat Total 2 2 4 9 17 6.647 18.841 5.276 38.933 69.698 3.324 9.421 1.319 4.326 0.77 2.18 0.30 0.492 0.169 0.868

Lampiran 11 Analisis ragam β-karoten gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein

SK DB JKT KT F hit P

Protein Energi Protein*Energi Gallat Total 2 2 4 9 17 0.7341 1.8283 0.7732 3.671 7.006 0.367 0.914 0.193 0.408 0.90 2.24 0.47 0.440 0.162 0.754


(3)

Lampiran 4 Rata-rata IKG bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin

Bulan pengamatan IKG

Jenis kelamin Betina Jantan

Juni Juli September Oktober Desember 5.53±0.52 3.72±0.26 3.63±2.01 2.50±0.23 5.74±0.10 2.73±0.43 3.84±0.25 3.69±0.32 3.99±0.24 6.31±0.13 Uji lanjut:

Perlakuan Huruf yang sama tidak berbeda signifikan

Jenis kelamin Rataan Uji Fisher Juni-betina Juni- jantan Juli-betina Juli-jantan September-betina September-jantan Oktober-betina Oktober-jantan Desember-betina Desember-jantan 5.53 2.73 3.72 3.84 3.63 3.69 2.50 3.99 5.74 6.31 A B C C C C B C A A

Lampiran 5 Rata-rata bobot gonad bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin

Uji lanjut:

Perlakuan Huruf yang sama tidak berbeda signifikan

Jenis kelamin Rataan Uji Fisher Juni-betina Juni- jantan Juli-betina Juli-jantan September-betina September-jantan Oktober-betina Oktober-jantan Desember-betina Desember-jantan 4.84 1.91 3.95 2.88 2.86 2.77 1.04 1.96 2.95 3.52 A C B


(4)

Bulan pengamatan IKG

Jenis kelamin Betina Jantan

Juni Juli

September Oktober Desember

4.84±0.49 3.95±0.41 2.86±0.37 1.04±0.17 2.95±0.13

1.91±0.39 2.88±0.36 2.77±0.37 1.96±0.16 3.52±0.14


(5)

(6)

Ujian Tertutup Penguji Luar komisi:

1. Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc

Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB

Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

2. Dr. Ir. Etty Riani, M.Si

Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

Ujian Terbuka Penguji luar komisi

1. Dr. Ir. Ketut Sugama

Direktur Jenderal Budidaya Perikanan, Kementria Kelautan dan Perikanan

2. Dr. Ir. Nur Bambang PU

Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB