44 RSUD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berhubungan dengan
penulisan ini yaitu Bagian Hukum, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal.
2. Pelayanan SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga
Dalam rangka memberikan pelayanan kepada UMKM di Kota Salatiga, Pemerintah Kota Salatiga telah menetapkan kelembagaan yang
bertugas memberikan layanan kepada UMKM, seperti halnya dalam hal penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP.
SIUP merupakan dokumen untuk menjalankan usaha di bidang perdagangan. Setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan jasa
perdagangan diwajibkan memiliki SIUP. Dengan memilki SIUP usaha yang diselenggarakan mendapatkan pengakuan atau pengesahan dari
pemerintah, sehinga memudahkan untuk pengembangan usahanya. Untuk pengurusan SIUP cukup banyak persyaratan yang diperlukan yaitu :
a. Mengajukan permohonan ke Dinas Perindustrian Perdagangan
dan Koperasi. b.
Mengisi Surat Permohonan Izin yang disediakan dengan membubuhkan meterai. Surat Permohonan Izin dilampiri
berkas-berkas foto copy kartu tanda penduduk, foto copy akta pendirian usaha atau Tanda daftar perusahaan, foto copy
NPWP, foto copy Izin GangguanHO, foto copy IMB, Retribusi IMB, gambar peta lokasi usaha, penanggung jawab
usaha.
25
Mengenai retribusi penerbitan SIUP setiap daerah kabupetenkota diatur melalui Peraturan Daerah masing-masing. Kota Salatiga
mempunyai Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat
25
Akifa P. Nayla, mendirikan PT, CV, dan UD, Laksana, yogyakarta, 2014, hal 158.
45 Izin Usaha Perdagangan SIUP. Dalam peraturan Daerah tersebut terkait
dengan retribusi SIUP pada Bab VI pasal 8 ditetapkan pokok-pokok sebagai berikut : Bahwa prinsip penetapan tarif retribusi Surat Izin Usaha
Perdagangan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan, peningkatan pelayanan, pengawasan dan
pengendalian. Selanjutnya pada pasal 9, bahwa penetapan biaya retribusi didasarkan kepada index investasi, index lokasi jalan, index luas ruangan
dan tarif ruangan serta tarif dasar. Index investasi dihitung dari besar kecilnya modal usaha yang
digunakan untuk investasi, index lokasi dihitung dari letak atau kelas jalan kelas I, II dan III, sedang index luas ruangan dihitung dari luas
atau sempitnya ruangan yang dipakai untuk usaha. Dalam pasal 10 retribusi penerbitan SIUP dihitung berdasarkan rumus :
Tarif Dasar + index investasi x index lokasi jalan x index luas ruangan x tarif ruangan
Adapun tarif dasar ditetapkan sebesar Rp 38.500,- tiga puluh delapan ribu lima ratus, dan tariff ruangan sebesar Rp. 20.000,- dua
puluh ribu
rupiah. Untuk
retribusi perubahan,
penggantian, pembaharuan ditetapkan sebesar 60 dari besarnya retribusi penerbitan.
Sedangkan retribusi pendaftaran cabang perusahaan atau perwakilan perusahaan yang merupakan bagian perusahaan pusat ditetapkan sama
dengan penerbitan SIUP. Pada Bab VII, pasal 11 mengenai Tata Cara Pemungutan
disebutkan bahwa pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan dan
46 retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD Surat Keterangan
Retribusi Daerah. Pada Bab IX tentang Tata Cara Pembayaran pada pasal 14 disebutkan, Walikota menetapkan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan penyetoran retribusi terutang paling lama 30 tiga puluh hari setelah saat terutang. Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah
atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD danatau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal
15 menyebutkan bahwa pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai. Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada
wajib retribusi untuk mengangsur dan atau menunda retribusi yang terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. SIUP tidak diberikan kepada Warga Negara Asing, Perusahaan
Asing yang melakukan usaha tertentu yang tertutup untuk PMA dan PMDN. Tentang sanksi bagi wajib retribusi yang tidak membayar tepat
pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 setiap bujlan dari retribusi yang terutang atau
kurang bayar dan ditagih dengan menggunkan STRD. Selain sanksi administrasi Bab XX mengatur tentang Ketentuan Pidana yaitu bagi
wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidan kurungan paling lama 3
bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,- satu juta lima ratus ribu rupiah.
Sebagaimana diketahui bahwa dengan dikeluarkannya Undang- Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
47 Peraturan Menteri Perdagangan No. 46M-DAGPER92009, tentang
Perubahan atas
Peraturan Menteri
Perdagangan No.
36M- DAGPER92007, tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan,
dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 39M-DAGPER122011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36M-
DAGPER92007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, maka Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003 tentang
Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, sudah tidak sesuai lagi. Data dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman
Modal Kota Salatiga mencatat realisasi penerbitan Surat Ijin Perdagangan SIUP sebagai berikut:
Tabel 2.1. Realisasi Penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan SIUP
Tahun 2008 – 2012
Tahun Jumlah
2008 245
2009 221
2010 260
2011 253
2012 240
Total 1219
Sumber: Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga
Pada tabel di atas dapat dijelaskan, bahwa tahun 2008 sebanyak 245, tahun 2009 sebanyak 221, tahun 2010 sebanyak 260, tahun 2011
sebanyak 253, dan tahun 2012 sebanyak 240. Berdasarkan data tersebut
48 dapat dilihat bahwa jumlah SIUP yang diterbitkan mengalami
kecenderungan penurunan. Kemudian adapun data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian
Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga menunjukkan bahwa jumlah UMKM di Kota Salatiga adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Banyaknya UMKM, Tenaga Kerja, dan Investasi
Menurut Kelurahan Tahun 2008 sd 2012
Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga
49 Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 1920
UMKM dengan nilai investasi sebesar 28.264,91 Juta Rupiah. Jumlah tersebut sedikit turun dibanding tahun 2011 yang jumlahnya adalah
sebanyak 1922, tapi jika dibandingkan tahun 2008-2010 jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian jika dilihat dari
nilai investasinya jumlahnya terus mengalami penurunan yang cukup drastis, tahun 2008 nilai investasi sebesar 960.889 Juta Rupiah, tahun
2009 nilai investasi meningkat sebesar 970.613 Juta Rupiah, tahun 2010 meningkat lagi sebesar 1.005.543 Juta Rupiah, tahun 2011 meningkat
lagi menjadi 1.057.131 Juta Rupiah, sementara pada tahun 2012 nilai investasinya hanya berkisar 28.264,91 juta rupiah.
Data di atas juga menjelaskan bahwa pada tahun 2012 banyaknya UMKM pada masing-masing kelurahan. Kelurahan Sidorejo memiliki
jumlah UMKM sebanyak 575 unit dengan nilai investasi sebesar Rp. 5.293 juta rupiah, Tingkir sebanyak 593 unit dengan nilai investasi
sebanyak 5.560,30, Argomulyo sebanyak 286 unit dengan nilai investasi sebanyak 7,423,61 juta rupiah, dan Kelurahan Sidomukti sebanyak 466
unit dengan nilai investasi sebanyak 9.988 juta rupiah. Jika dilihat dari jumlahnya, Kelurahan Tingkir merupakan kelurahan yang paling banyak
memiliki UMKM, sementara Kelurahan Argomulyo adalah kelurahan yang paling sedikit memiliki UMKM. Namun jika dilihat dari nilai
investasinya, Kelurahan Sidomukti adalah merupakan kelurahan dengan UMKM yang memiliki nilai investasi yang paling besar, sementara
Kelurahan Sidorejo merupakan kelurahan dengan UMKM yang memiliki
50 nilai investasi paling rendah. Berdasarkan data kedua table tersebut di
atas dapat dijelaskan bahwa penurunan jumlah SIUP setidaknya memberikan indikasi terhadap keberadaan UMKM itu sendiri.
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, daftar pertanyaan maupun wawancara kepada satuan kerjainstansi yang
berkompeten dan kepada pelaku usaha UMKM di kota Salatiga, maka beberapa pertimbangan dikeluarkannya kebijakan peniadaan Surat Izin
Usaha Perdagangan SIUP oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga antara lain sebagai berikut :
1. Belum ada pencabutan Peraturan Daerah.
Bahwa Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan sudah tidak berlaku lagi
dikarenakan telah ditetapkannya Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan Undang-undang No. 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah, dimana kedua Undang-undang tersebut tidak lagi mengatur tentang retribusi Surat Izin
Usaha Perdagangan. Kemudian telah ditetapkannya beberapa Peraturan Menteri Perdagangan berturut-turut No. 36M-DAGPER92007, tentang
pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan No. 46M-DAGPER92009, dan Peraturan Menteri Perdagangan No.
39M-DAGPER122011 yang pada pasal 16 menegaskan “Setiap
perusahaan yang mengajukan permohonan SIUP baru, pendaftaran ulang,
51 perubahan danatau penggantian SIUP yang hilang atau rusak tidak
dikenakan retribusi ”.
Dengan berdasarkan Undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut diatas seharusnya dan setidak-tidaknya pada tahun 2012,
Pemerintah Daerah Kota Salatiga sudah dapat mengusulkan untuk pencabutan Perda No. 10 tahun 2003 kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur Jawa Tengah. Namun menurut penjelasan Kepala Sub Bagian Perundangan-undangan, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota
Salatiga, Bapak Basuki Tedjo Sugondo, mengatakan ”Secara de facto
Perda Kota Salatiga No.10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan sudah tidak berlaku lagi, yang kemudian Pemerintah Daerah
melaksanakan kebijakan untuk menyesuaikan dengan peraturan yang ada, sambil menyiapkan pencabutan Peraturan Daerah dimaksud, adapun
rujukan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5821107SJ tentang Penegasan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 582476SJ tentang
PencabutanPerubahan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala daerah yang menghambat Birokrasi dan Perizinan
Investasi. Di Kota Salatiga terdapat 11 Perda yang bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang mana nantinya perlu pencabutan dan
Peninjauan kembali. Sekalipun di dalam daftar usulan perubahanpembatalan,
pencabutan, Peraturan Daerah dari beberapa Peraturan Daerah Kota Salatiga yang sudah tidak sesuai lagi sudah diinventarisir, tetapi dalam
52 prosesnya masih memerlukan mekanisme yang cukup panjang yang dapat
melalui beberapa alktrernatif. Kemudian masih menurut Bapak Basuki Tedjo Sugondo mengatakan bahwa beberapa alternatif dalam proses
mekanisme yang cukup panjang tersebut yaitu : pertama, Mengusulkan kepada Gubernur dengan dasar keputusan Gubernur tentang pencabutan,
selanjutnya kita membuat Peraturan Daerah. Kedua, Menunggu inventarisasi dari Menteri Dalam Negeri, setelah ada keputusan Menteri
Dalam Negeri danatau keputusan Gubernur, kemudian Peraturan Daerah tersebut dapat diproses untuk kita cabut. Ketiga, Meminta fasilitasi kepada
Gubernur, supaya mendapat rekomendasi, sehingga kita bisa cabut peraturan daerahnya. Prinsip pencabutan Peraturan Daerah harus dengan
Peraturan Daerah dengan dasar yang jelas. Semua pencabutan Peraturan Daerah pada umumnya sampai sekarang belum ada arahan lebih lanjut.
Dari ketiga alternatif tersebut alternatif pertama dan ketiga merupakan jalan terpendek yang bisa ditempuh. Oleh sebab itu tanpa
menunggu sudah seharusnya Gubernur Jawa Tengah membuat Surat Keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-peraturan Daerah di
wilayahnya dengan memanggil seluruh Bupati dan Walikota se-Jawa Tengah untuk menuntaskan masalah tersebut. Daerah kabupaten dan kota
dapat pula berinisiatif untuk melakukan konsultasi dengan Gubernur sehingga penyelesaian tidak berlarut-larut.
53 2.
Menyesuaikan dan Peraturan yang lebih tinggi. Dengan berlakunya Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sejumlah Peraturan
Menteri Perdagangan, dalam keadaan sedemikian Pemerintah Daerah Kota Salatiga memberlakukan azas lex superior derogate legi inferior. Azas ini
memberlakukan peraturan yang lebih tinggi, dengan mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Pemberlakuan azas tersebut sebenarnya dapat
segera dihindari apabila sebelumnya dalam waktu yang tepat Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah mengambil langkah-langkah untuk memproses
pengusulan pencabutan Peraturan Daerah yang sudah tidak berlaku lagi kepada Gubernur. Bahkan apabila perlu menetapkan Peraturan Daerah
baru yang lebih inovatif, misalnya setelah keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-Paraturan Daerah yang sudah tidak berlaku keluar,
maka sebagai penggantinya di dalam Peraturan Daerah yang baru dapat memuat pula ketentuan yang membuka kesempatan kepada UMKM untuk
diberikan keringanan biaya izin-izin lainnya yang merupakan syarat UMKM dalam mengurus pengajuan izin SIUP.
Inisiatif dan berbagai alternatif sangat diperlukan berdasarkan wewenang yang telah diberikan oleh pemerintah pusat antara lain melalui
Undang-undang No. 12 tahun 2008, tentang perubahan kedua Undang- Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang dinyatakan
dalam pasal 10 ayat 1 dan 2. Ayat 1 menjelaskan bahwa Pemerintah
54 Daerah
menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang
menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-undang ini
ditentukan menjadi urusan pemerintah. Kemudian Ayat 2 menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya sebagaimana dimaksud ayat 1, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan. Lebih lanjut Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat
menjelaskan bahwa “Pejabat Administrasi Negara yang memiliki kewenangan perizinan berada pada tangan Kepala Daerah. Surat
Keputusan Kepala Daerah yang berisikan tentang perizinan merupakan salah satu bentuk ketetapan beschikking yang terdapat dalam lapangan
hukum publik.
26
Dalam banyak hal, proses pencabutan Peraturan Daerah terlalu kaku, dengan tidak melihat kewenanganan Kepala Daerah untuk dapat
menindaklanjuti setiap peraturan Daerah melalui Surat Keputusan Gubernur atau BupatiWalikota. Secara lebih lanjut seharusnya hal-hal
yang bersifat lebih teknis dapat dibuka pasal tersendiri untuk Peraturan Daerah tersebut dapat ditindaklanjuti pencabutannya cukup dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah setempat atau Kepala Darah setingkat diatasnya.
26
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.Cit, hal 146.
55 3. Tanggapan para Pelaku Usaha UMKM.
Dari sisi pelaku usaha, dengan diberlakukannya kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga,
pada umumnya mereka meminta agar pengawasan, pengendalian dan sosialisasi dari pemerintah lebih ditingkatkan. Pendapat tersebut
disampaikan dalam kuisener yang mereka isi dan hasil wawancara penulis yang antara lain sebagai berikut :
a. Bahwa pengurusan pengajuan SIUP kepada pemerintah daerah sudah lancar. Dengan ditiadakannya pungutan retribusi penerbitan SIUP
hendaknya disertai pula dengan pengurangan besarnya biaya perizinan lainya yang menjadi lampiran kelengkapan syarat mengajukan SIUP.
Izin-izin dimaksud seperti Izin Mendirikan Bangunan IMB, Surat Keterangan Rencana Kota biayanya menjadi satu dengan IMB, Izin
Gangguan dan Pelunasan PBB. Selain itu masih banyak syarat-syarat lain yang harus diajukan dalam pengajuan penerbitan SIUP, seperti izin
dari tetangga yang harus disahkan oleh Kepala Desa atau Kelurahan dan Kecamatan, Kartu Keluarga, NPWP dan lain-lain. Persyaratan tersebut
diatas tidak mereka pahami bahkan seperti memperpanjang urusan karena beberapa diataranya tidak ada hubungan yang signifikan dengan
usaha yang mereka lakukan. b. Selain perlu pengawasan dan pengendalian, sosialisasi terutama
diperlukan terkait dengan kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP.
56 Sosialisasi dapat menjadi forum dialog antara pemerintah daerah dan
pelaku usaha untuk menjembatani masalah-masalah yang masih dihadapi UMKM. Misalnya seperti yang disampaikan oleh Pemilik
Toko Anugerah di Argomas Salatiga, bahwa pada awal usaha diharapkan pada tahun pertama sampai tahun kedua pemerintah daerah
tidak langsung menerapkan pajak penghasilan secara penuh. Alasannya karena tahun-tahun tersebut masih memerlukan pengeluaran untuk
menanggung biaya yang berhubungan dengan konsolidasi usaha. c. Toko Wahyu Blauran Salatiga, Pemiliknya tidak mengetahui adanya
kebijakan Pemerintah Daerah dalam peniadaan pungutan retribusi SIUP, tetapi dalam pengurusan penerbitan SIUP cukup lancar. Namun
demikian toko ini merasa keberatan karena setiap hari mereka harus membayar retribusi yang bagi mereka belum jelas retribusi jenis apa
yang mereka bayar tersebut. Disini terlihat bahwa sosialisai yang dilakukan pemerintah kepada para pengusaha UMKM dikota salatiga
tidak menunjukkan pelayanan yang terbuka dan tidak berjalan dengan baik, yang mengakibatkan minimnya pengetahuan mengenai program-
program yang di jalankan pemerintah terhadap para pengusaha UMKM. d. Toko Arimbi Tegalrejo Salatiga, Pemiliknya mengatakan bahwa sudah
memiliki SIUP, Dalam pengurusan SIUP cukup sulit karena banyaknya persyaratan dan data-data yang diperlukan dari pihak-pihak terkait yang
terkesan cukup berbelit-belit. Pemilik toko menyarankan agar ada sosialisasi pengurusan SIUP, serta hak dan kewajiban UMKM yang
57 terkait dengan pembinaan dari pemerintah untuk pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah. 4. Penyusunan Program Legislasi Daerah.
Dengan sudah tidak diberlakukannya Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, dan untuk
mendukung kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terkait dengan peniadaan pungutan retribusi Surat Izin Usaha
Perdagangan, maka apabila dasar pencabutan sudah ada dari Gubernur ataupun dari Menteri Dalam Negeri, pencabutan Peraturan Daerah
dimaksud harus disegerakan dalam jadwal Sidang DPRD Kota Salatiga. Sidang untuk perubahan, pencabutan atau pembatalan Peraturan Daerah ini
cukup penting karena terdapat pula beberapa Peraturan Daerah yang memerlukan perubahan.
Dengan demikian masih banyaknya Peraturan Daerah yang akan diusulkan untuk masuk dalam program legislasi daerah, maka pekerjaan
rumah pemerintah daerah masih cukup banyak. Dikaitkan dengan agenda politik untuk pemilihan Kepala Daerah Kota Salatiga dikuatirkan
perubahan, pembatalan dan pencabutan Peraturan-peraturan daerah tersebut diatas kemungkinan untuk pembahasannya masih memerlukan
waktu sampai tahun 2017.
58
2. Analisis