58
2. Analisis
1. Kebijakan yang diambil
Bahwa Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Peraturan yang diatasnya tidak dapat lagi diberlakukan, seperti halnya dengan Peraturan
Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003, sehingga Pemerintah Daerah mengambil langkah-langkah kebijakan dengan:
i. Memberlakukan peraturan yang lebih tinggi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan tidak ada keterangan dari dasar kebijakan yang telah dilaksanakan apakah melalui petunjuk dan
instruksi tertulis ataupun perintah lisan dari pejabat yang berwenang atau langsung dilaksanakan. Apabila terjadi keadaan seperti terdapatnya
Peraturan Daerah yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sebaiknya perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam
proses Peraturan Daerah dimaksud membuat telaahan berupa pengajuan beberapa alternatif kepada pejabat yang berwenang agar dapat
menetapkan kebijakan sebagai dasar lebih lanjut untuk bertindak. Telaahan yang cepat perlu dilakukan karena proses pencabutan
Peraturan Daerah melalui tahap-tahap yang cukup panjang, sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 158 ayat 2 sampai dengan 6 sebagai berikut :
2 Dalam hal
Peraturan Daerah
bertentangan dengan
kepentingan umum danatau peraturan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomandasikan pembatalan Peraturan
Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
59 3
Penyampaian rekomendasi
pembatalan oleh
Menteri Keuangan kepada Menetri Dalam Negeri dilakukan paling
lambat 20 dua puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah.
4 Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan
oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada
Presiden.
5 Keputusan pembatalan Peraturan Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Presiden paling lama 60 enam puluh hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah.
6 Paling lama 7 tujuh hari kerja setelah keputusan
pembatalan, Kepala Daerah harus membekukan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala
Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.
Dapat diketahui cukup panjang dan lama proses pencabutan suatu
Peraturan Daerah, belum lagi waktu yang diperlukan untuk mengagendakannya dalam sidang dewan di daerah yang berdasarkan
pengalamanan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sidang Dewan tidak bisa dilaksanakan tanpa memperhitungkan seluruh agenda
kegiatan tahunan daerah lainnya. Pada keadaan yang lain perlu pula dipikirkan perlunya deregulasi dalam proses pencabutan Peraturan
Daerah dengan cara yang lebih singkat dan sederhana. Bagaimanapun Gubernur, Bupati dan Walikota adalah wakil pemerintah pusat di
daerah yang kewenangannya sudah ditetapkan dalam Undang-undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah khususnya pasal 10 ayat
1 dan 2. b. Sosialisasi
Menyertai kebijakan peniadaan biaya retribusi SIUP bagi UMKM telah diambil pula kebijakan untuk mengadakan sosialisasi
60 oleh Satuan Kerja terkait. Dari hasil penelitian ternyata pelaksanaan
sosialisasi masih sangat terbatas. Salah satu indikator terbatasnya sosialisasi dapat diketahui dari banyaknya UMKM yang tidak
mengatahui adanya peniadaan biaya retribusi permohonan izin mengajukan SIUP. Bahkan UMKM yang mengajukan SIUP setelah
tahun 2012 disaat mana peniadaan biaya retribusi sudah diberlakukan. Pemohon SIUP merasa tidak ada sesuatu yang baru dalam proses
mendapatkan SIUP dimaksud. Dalam keadaan belum adanya pencabutan atau adanya peraturan daerah yang baru, seharusnya
Pemerintah Daerah Kota Salatiga terus melanjutkan kegiatan sosialisasi guna mendapatkan masukan sebagai bahan dalam menetapkan
kebijakan selanjutnya yang lebih tepat. Perbaikan-perbaikan dalam permohonan mengajukan SIUP seperti pengurangan biaya dalam
perizinan lainnya yang nenjadi lampiran kelengkapan syarat pengajuan SIUP dapat didiskusikan dalam forum sosialisasi. Kurangnya
komunikasi yang dilakukan yang antara lain melalui sosialisasi, maka adanya kebijakan peniadaan retribusi SIUP ataupun kebijakan lainnya
tidak akan terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kepemilikan SIUP.
c. Kebijakan menunggu dalam proses pencabutan Peraturan Daerah. Sebagaimana diketahui dengan tidak berlakunya Peraturan Daerah
No. 10 tahun 2003, ternyata Pemerintah Daerah Kota Salatiga tidak serta merta membuat kebijakan yang secara langsung meminta
61 rekomendasi pencabutan kepada Gubernur melalui konsultasi teknis di
daerah. Konsultasi ini merupakan jalan terpendek untuk proses pencabutan peraturan daerah tetapi justru sebaliknya daerah menunggu
pencabutan tersebut berproses keatas. Dengan terlambatnya proses pengajuan pencabutan Peraturan Daerah di tingkat Provinsi, maka saat
ini masih ditunggu Peraturan Presiden yang membatalkan berbagai Peraturan Daerah dari berbagai Daerah yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau dengan peraturan yang lebih tinggi. Kebijakan menunggu yang sedemikain berpotensi merumitkan suatu
proses yang seharusnya sederhana menjadi berkepanjangan atau dengan kata lain tidak menggunakan kewenangan yang sudah diserahkan
kepada daerah, tetapi menunggu penetapan dan petunjukperintah dari atas. Kebijakan simplifikasi regulasi oleh pemerintah pusat banyak
kelemahan dari sisi yuridis. Kesan populis untuk deregulasi investasi tetap tidak ada instrumen subtitutif yang tepat justru ada kevakuman
dan ketidakstabilan sistem hukum dari aspek otonomi daerah. Kebijakan menunggu petunjuk dari atas merupakan kebijakan yang
tidak populis dalam masa reformasi dan penegakan pemerintahan daerah yang lebih bertanggung jawab.
d. Peningkatan pembinaan Kebijakan lain yang diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga
terkait dengan peniadaan biaya retribusi SIUP adalah melakukan
62 kerjasama dengan Forum Pembina UMKM Jawa Tengah, yang
diharapkan UMKM mendapatkan kemudahan dalam hal. 1. Pengembangan permodalan
2. Pengembangan usaha dibidang produksi 3. Pengolahan hasil
4. Pemasaran 5. Peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan
6. Penjaminan dan 7. Kemitraan dengan usaha besar.
Kebijakan peningkatan pembinaan seyogianya dapat lebih dikongkritkan dengan program yang lebih realistis sesuai dengan
kebutuhan yang mendesak bagi peran UMKM misalnya pengembangan permodalan dan pelatihan-pelatihan untuk peningkatan sumberdaya
manusia wira usaha. Berdasarkan uraian penjelasan tersebut di atas maka beberapa
kebijakan yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam hal pelayanan SIUP adalah melakukan pencabutan Perda No. 10 tahun 2003
selain melakukan perbaikan-perbaikan dalam pelayanan SIUP, seperti pengurangan besarnya biaya perizinan lainnya yang menjadi lampiran
kelengkapan syarat mengajukan SIUP, pemangkasan lamanya waktu agar prosesnya dapat lebih cepat dengan jumlah hari yang dapat ditentukan,
pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Hal-hal tersebut penting untuk dilakukan sebab tanpa adanya peningkatan profesionalisme dalam
63 pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam pembuatan SIUP maka
kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP di Kota Salatiga, tidak akan terlalu berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepemilikan SIUP.
2. Pelayanan Publik oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga