Pelayanan UMKM Kebijakan Pemerintah Daerah dalam pelayanan UMKM

30 Dalam kerangka Negara hukum, Freies Emerssen tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itulah maka dapat diambil suatu unsur- unsur dari Freies Emerssen, sebagai berikut : a. Sebagai bentuk konsekuensi dari konsep welfare state. b. Merupakan bentuk sikap dari campur tangan pemerintah atau pejabat Administrasi Negara. c. Dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul secara tiba-tiba atau belum dimuat dalam ketentuan undang-undang. d. Diambil berdasarkan inisiatif sendiri dari pemerintah atau admnistrasi negara. e. Bertujuan untuk memberikan pelayanan publik. f. Dimaksudkan untuk mengisi kekurangan dan kelemahan dari peraturan perundang-undangan. g. Tidak bertentangan dengan sistem hukum atau norma-norma dasar. 19 Freies Emerssen merupakan hal yang tidak terelakan dalam tatanan negara kesejahteraan modern yang kehidupan sosial ekonomi para warganya semakin kompleks.

2. Pelayanan UMKM

Dalam pertimbangan Undang-undang No. 25 tahun 2009, tentang Pelayanan Publik dengan jelas dinyatakan “bahwa Negara berkewajiban melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang D asar 1945”. Pertimbangan selanjutnya menyatakan pokok-pokok sebagai berikut : 19 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Publik, Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung, 2014, hal 152. 31 a. Bahwa pelayanan publik untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan. b. Bahwa pelayanan publik sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga dan penduduk serta tanggung jawab Negara dan koorporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. c. Sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan koorporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga Negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik maka diperlukan pengaturan- pengaturan yang mendukung. Pelayanan publik menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 25 tahun 2009 diartikan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, danatau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan pada pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara Negara, koorporasi, lembaga independent yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Tujuan tentang pelayanan publik adalah untuk terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu pelayanan publik bertujuan pula untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai 32 dengan asas asas umum pemerintahan dan koorporasi yang baik serta terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat. 20 Kemudian adapun jenis-jenis kebijakan publik, salah satu jenis nya adalah Kebijakan Formal, yang di dalamnya di kelompokan menjadi Perundang-undangan, hukum, dan regulasi. Untuk perundang-undangan itu sendiri adalah kebiajakan publik berkenaan dengan usaha-usaha pembangunan nasional, baik berkenaan dengan negara state maupun masyarakat atau rakyat society. Oleh karena berkenaan dengan pembangunan, maka perundang-undangan lazimnya bersifat menggerakkan, maka wajarnya perundang-undangan itu bersifat mendinamiskan, mengantisipasi, dan memberi ruang bagi inovasi. Perundang-undangan terdapat dua pemahaman: pola Anglo-Saxon, yang berupa keputusan legislatif dan keputusan eksekutif; dan pola kontinental, yang biasanya terdiri dari pola makro, messo, mikro. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yang lazim diterima mencakup UUD, Tap MPR, UUPerpu. Lalu kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan, yang lazim diterima mencakup PP dan Perpres. Dan kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan di atasnya yang lazim diterima mencakup Perda-Perda. Di Indonesia terdapat pula pemahaman bahwa kebijakan messo dan mikro mencakup peraturan- peraturan di tingkat kementrian, sehingga dapat dikategorikan sebagai “pencopetan kewenangan”. Misalnya, sebuah Permen mengatur daerah otonom. Seharusnya, kebijakan yang mengatur daerah otonom disusun dalam bentuk Peraturan Pemerintah, atau setidaknya Peraturan Presiden. Alih- alih “mewakili Presiden”, Kementrian Dalam Negeri menjadi salah satu Kementrian yang “rajin mengatur daerah”, sehingga membuat tata kelola pemerintahan Indonesia yang baik sulit tercapai. 21 Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, adanya pemberian kewenangan kepada daerah diharapkan dapat memberikan dampak yang luas terhadap peningkatan pelayanan publik sebagaimana dituangkan dalam Bab XIII, pasal 344 20 Pasal 2 undang-undang No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. 21 Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 2014, hal 9-10. 33 sampai pasal 352. Adapun pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dikehendaki Undang-undang tersebut memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalan birokrasi yang lebih pendek dan lebih cepat dan membuka peluang bagi pemerintah daerah dalam melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Pada pasal 344 ayat 2 Undang- undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan asas : a. Kepentingan hukum b. Kesamaan hak c. Keseimbangan hak dan kewajiban d. Keprofesionalan e. Partisipatif f. Persamaan perlakuantidak diskriminatif g. Keterbukaan h. Akuntabilitas i. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. j. Ketepatan waktu k. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan Pada pasal 345 dinyatakan bahwa pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas- asas yang telah ditetapkan di atas. Manajemen pelayanan publik tersebut tersebut meliputi: pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan pada masyarakat, pelayanan konsultasi dan pelayanan publik lainnya. Pasal penting lainnya yang terkait dengan pelayanan publik yaitu pasal 349 yang menyatakan bahwa Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik dan dapat memanfaatkan teknologi 34 informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan dalam pasal 350 ditegaskan bahwa daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan perizinan daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu. Kepala Daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan dikenai sanksi administratif. Hal lain yang penting dalam pelayanan publik bahwa masyarakat berhak mengadukan pelayanan publik yang tidak memuaskan kepada Pemerintah DaerahOnbudsman dan atau DPRD. Pengaduan dimaksud meliputi penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik danatau melanggar larangan yang diatur dalam undang-undang. Bahkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 80 Tahun 2015 Pasal 130 ayat 4 dinyatakan bahwa “Dalam hal hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, danatau kesusilaan, ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda Provinsi dan Peraturan Gubernur kepada Gu bernur”. Selanjutnya Pasal 132 ayat 1 juga dijelaskan bahwa “Pembatalan perda provinsi dan peraturan gubernur dilakukan berdasarkan: a usulan dari setiap orang, kelompok orang, pemerintah daerah, badan hukum, danatau instansi lainnya; danatau, b temuan dari tim pembatalan perda provinsi dan peraturan gubernur”. 35 Dalam penyelenggaraan pelayanan publik Juniarso Ridwan dan A Sodik Sudrajat, menjelaskan perlunya memperhatikan dan menetapkan adanya pedoman mengenasi prinsip pelayanan publik sebagai berikut : a. Kesederhanan tidak berbelit-belit dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan memuat tentang persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik, unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhanpersoalansengketa dan rincian biaya pelayanan dan tata cara pembayaran. c. Kepastian waktu, dimana dalam pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan. d. Akurasi, dimana produk pelayanan publik dapat diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan, proses dan produk memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab pimpinan atau pejabat yang ditunjuk untuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja termasuk sarana teknologi komunikasi dan informatika. h. Kemudahan akses. Dimana lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat. i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan publik harus tertib, teratur, ada ruang tunggu, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat dan dilengkapi fasilitas pendukung lainnya. 22 Selain prinsip-prinsip dimaksud di atas dalam pelayanan publik pola penyelenggaraannyapun harus jelas yang meliputi pola fungsional yaitu penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Terpusat dalam arti pola pelayanan diberikan secara tunggal berdasarkan pelimpahan wewenang dan pola terpadu satu atap satu pintu yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dilayani melalui satu pintu. 22 Juniarso Ridwan dan A Sodik Sudrajat, Op.Cit , hal 103. 36 Disamping pola yang jelas, biaya pelayanan publik memerlukan perhatian terkait dengan tingkat kemampuan masyarakat, kejelasan rincian biaya dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Dengan adanya kejelasan, kemudahan dan kelancaran pelayanan publik akan memberikan kepuasan pada masyarakat. Kondisi tingkat kepuasan masyarakat perlu mendapat perhatian serius mengingat dewasa ini masih banyak ditemui kelemahan dan pelayanan yang belum memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Ini dibuktikan dengan munculnya banyak keluhan dari masyarakat yang disampaikan melalui media masa dan informasi yang disampaikan dalam pengurusan izin-izin tertentu sehingga menimbulkan citra yang kurang baik bagi aparatur pemerintah dalam pelayanan publik. Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 retribusi adalah “pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau bada n.”Perizinan dimaksud bersifat tertentu yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi menurut Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, dibagi kedalam 3 golongan. yaitu : a. Retribusi Jasa Umum, merupakan retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan 37 kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi ini antara lain retribusi pelayanan kesehatan, retribusi persampahankebersihan, retribusi pelayanan parker di jalan umum, retribusi pasar dan lain-lain. b. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contohnya retribusi tempat khusus parker, retribusi tempat rekreasi, retrebusi terminal dan lain-lain. c. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sebagai contoh retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek dan lain-lain. 23 Penetapan retribusi diatur melalui Peraturan Daerah, dalam peraturan daerah dimaksud sukurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai nama, obyek dan subyek retribusi, golongan retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa, prinsip yang dianut untuk menetapkan besarnya bretribusi, struktur dan besarnya tarif, wilayah dan tata cara pemungutan, saksi yang diberikan, tata cara penagihan dan saat mulai berlakunya retribusi dimaksud. Peraturan daerah mengenai retribusi dapat pula mengatur ketentuan mengenai masa dari retribisi, pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu serta tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa. Sejarah keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM di Indonesia telah melalui masa yang panjang yang telah bersaing secara 23 Angger Sigit Pamungkas dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Pajak, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015, hal 3. 38 keras dengan usaha besar yang lebih efisien dan mengglobal. Usaha mikro kecil dan menengah sebelum dikenal seperti sekarang biasa disebut sebagai perekonomian rakyat. Tingginya urbanisasi untuk memperoleh pekerjaan di sektor industri dan jasa tidak dapat menampung jumlah penduduk desa yang mengalir ke kota. Akibat keadaan tersebut tenaga kerja di kota menjadi sangat tidak seimbang dan terjadi banyak pengangguran. Para penganggur mencari nafkah seadanya untuk tetap bisa mempertahankan hidup menimbulkan pola pencarian nafkah seadanya survival yang selanjutnya dikenal dengan sektor informal. Ekonomi rakyat dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar dan dilakukan dengan cara-cara swadaya. Mubyarto menjelaskan “Dalam usaha ekonomi rakyat tidak ada buruh, tidak ada majikan, tidak ada motivasi mengejar untung, ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup yang dikembangkan oleh penduduk, rakyat miskin di kota maupun di desa-desa ”. 24 Pembangunan ekonomi di Negara Indonesia dalam 20 tahun terakhir pertumbuhannya rata rata 5 sampai 6 pertahun dan ekonomi rakyat tidak pernah mati dan tetap menjadi andalan ketahanan ekonomi bangsa yang tangguh. Sejarah telah membuktikan bahwa ekonomi rakyat telah menemukan cara-cara sendiri untuk bertahan menghadapi globalisasi yang terus dan semakin cangggih. Dengan perhatian pada ketangguhan ekonomi rakyat, pemerintah memandang 24 Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program Inpres Desa Tertinggal, Penerbit Aditya Media, Yogyakarta 1996, hal 11. 39 perlu memberi penguatan pada usaha ekonomi rakyat yang didukung dengan permodalan, pembinaan, bimbingan dan membuka akses pasar yang lebih luas. Pada tahun 1990 kita mulai mengenal istilah usaha mikro kecil dan menengah yang pada masa krisis ekonomi tahun 1998 telah membuktikan keberadaannya sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Pembinaan perkembangan terhadap usaha mikro kecil dan menengah berlanjut melalui beberapa sektor yang terkait dengan usaha rakyat antara lain diterbitkannya berbagai peraturan perundangan. Peraturan Perundangan-undangan tentang UMKM yang dikeluarkan adalah Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Undang-undang ini memberikan pertimbangan dan penjelasan tentang usaha mikro kecil dan menengah antara lain sebagai berikut : a. Bahwa dalam rangka demokrasi ekonomi, usaha mikro, kecil dan menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang dan berkeadilan. b. Bahwa pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran dan potensi usaha mikro, kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Undang-undang No. 20 tahun 2008, dalam pertimbangan menjelaskan agar Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur usaha kecil 40 perlu diganti menjadi usaha mikro, kecil dan menengah yang keberadaannya dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan berusaha. Dalam ketentuan Undang-undang No. 20 tahun 2008 dijelaskan pula pengertian dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memiliki kreteria usaha mikro. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilaukan orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kreteria usaha usaha kecil. Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. BupatiWalikota dalam pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai tugas meliputi : a. Menyusun, menyiapkan, menetapkan pertumbuhan danatau melaksanakan kebijakan umum di daerah kabupatenkota tentang penumbuhan iklim usaha pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan dan kemitraan. 41 b. Memaduserasikan perencanaan daerah sebagai dasar penyusunan kebjakan dan strategi pemberdayaan yang dijabarkan dalam program darerah kabupetenkota. c. Merumuskan suatu kebijakan dan penanganan suatu penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pemberdayaan di daerah kabupatenkota. d. Memaduserasikan penyusunan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di daerah kabuptenkota dengan Undang- undang. e. Menyelenggarakan tentang kebijakan dan program pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan dan kemitraan pada daerah kabupatenkota. f. Mengkoordinasikan pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah di daerah kabupatenkota. g. Melakukan pemantauan pelaksanaan program. .. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, pada Bab IV Pasal 36 sampi dengan pasal 51 yang mengatur tentang Perizinan UMKM, Yang pada pasal 26 ayat 1 menjelaskan bahwa usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dalam melakukan usahanya harus memiliki bukti legalitas usaha. Kemudian ayat 2 menjelaskan bahwa Bukti legalitas usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menegah diberikan dalam bentuk: a. Surat ijin usaha; b. Tanda bukti pendaftaran;atau c. Tanda bukti pendataan. Pemerintah Daerah perlu mendorong terus upaya pengembangan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah, dunia usaha dan masyarakat dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber 42 daya manusia, design dan teknologi. Selain itu pemerintah daerah berkewajiban pula untuk pengembangan dibidang pembiayaan dan penjaminan. Melakukan evaluasi sejauh mana pelaksanaan program usaha mikro, kecil dan usaha menengah dapat berjalan dan masalah-masalah yang dihadapi Pemda kabupatenkota kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.

B. Hasil Penelitian

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 16 Tahun 1981 tentang Terminal dan Retribusi Terminal di Kota Salatiga T1 312012716 BAB II

2 16 48

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga T1 312012030 BAB I

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga T1 312010601 BAB II

0 4 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Penggunaan Mariyuana Bagi Mantan Pengguna di Kota Salatiga T1 132009701 BAB II

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sekolah Guru B di Salatiga T1 152008006 BAB II

0 0 20

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II

1 5 60

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Komunikasi Pemasaran Social Media Marketing Campaign untuk UMKM di Salatiga T1 BAB II

0 2 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Distribusi UMKM di Kota Salatiga

0 0 19