Konsep Upaya Keberatan Konsep Upaya Hukum “Keberatan”

2. Konsep Upaya Keberatan

secara terminologi upaya keberatan tidak dikenal dalam sistem hukum acara yang ada. 20 Apakah upaya keberatan harus diajukan dalam acara gugatan, perlawanan, atau permohonan dan perlu atau tidaknya BPSK turut digugat agar dapat secara langsung didengar keterangannya. Di pihak pengadilan akan menimbulkan permasalahan tersendiri, karena pengajuan keberatan ini akan didaftarkan pada register apa karena pengadilan tidak mempunyai register khusus keberatan. 21 Pada quasi peradilan yang lain, seperti Komisi Pengawasan Persaingan Usaha juga terdapat upaya keberatan. Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran dengan jangka waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari. Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 empat belas hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu tersebut maka dianggap menerima putusan Komisi. Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha dengan jangka waktu 14 empat belas hari dan Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 tiga puluh hari. Sekilas Komisi Pengawasan Persaingan Usaha sama dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terkait dengan dapat dilakukannya upaya keberatan. Namun, terdapat perbedaan yang mencolok terkait upaya kebertan antara BPSK diatur pada UUPK dengan KPPU diatur dalam UU No. 5 20 Vide Bab III B 21 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., h. 262. Tahun1999 yaitu pada Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan “apabila tidak terdapat keberatan, putusan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat 3 telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap” sedangkan pada UUPK tidak diatur mengenai penegasan tersebut Salah satu kendala yang cukup membutuhkan perhatian adalah upaya keberatan yang dapat ditempuh oleh para pihak ke Pengadilan Negeri atas suatu putusan BPSK yang dalam ketentuan UUPK sudah dengan tegas dinyatakan bersifat final dan mengikat. UUPK tidak menegaskan secara limitatif luas lingkup adanya “keberatan” terhadap putusan BPSK ini. Memperhatikan praktik peradilan saat ini, implementasi instrumen hukum “keberatan” ini sangat membingungkan dan menimbulkan berbagai persepsi, dan interpretasi, terutama bagi para hakim dan lembaga peradilan sendiri, sehingga timbul berbagai penafsiran akan arti dan maksud suatu undang-undang. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi mengambil sikap untuk menjembatani adanya kekosongan prosedural dan kebuntuan dalam proses pelaksanaan penyelesaian sengketa, dan juga karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka MA menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan BPSK selanjutnya disingkat dengan PERMA No. 1 Tahun 2006. Mahkamah Agung menetapkan bahwa keberatan merupakan upaya hukum yang hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK saja, tidak meliputi putusan BPSK yang timbul dari mediasi dan konsiliasi. 22 PERMA No. 1 Tahun 2006 ini diharapkan untuk sementara sambil menunggu perubahan undang-undang, dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul, walaupun harus diakui bahwa PERMA No. 1 Tahun 2006 bukan merupakan satu-satunya jalan keluar yang dapat menjawab keseluruhan kendala yang selama ini masih belum jelas, karena keterbatasan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Agung dalam menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2006. Mahkamah Agung hanya berwenang memberi penjelasan terhadap acara yang tidak jelas atau undang-undang tidak memberikan aturan pelaksanaannya. Namun, ketentuan PERMA No. 1 Tahun 2006 ini tidak mengikat. Meskipun tidak mengikat tetapi pada umumnya diikuti tidak saja oleh badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, 23 tetapi juga oleh para praktisi hukum. 24 Permasalahan diatas telah terjawab dalam Pasal 5 ayat 2 PERMA No. 1 Tahun 2006, bahwa keberatan diajukan melalui perkara perdata dan disertai dengan panjar perkara. PERMA No. 1 Tahun 2006 juga menetapkan bahwa dalam pengajuan keberatan lembaga BPSK tidak menjadi pihak. Demikianlah upaya keberatan yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2006, walaupun dikatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen terkhusus melalui BPSK yang diatur dalam UUPK tidak sempurna tetapi proses penegakan hukumnya masih dapat secara maksimal dijalankan untuk memberikan putusan yang adil dan memberikan kepastian hukum bagi konsumen terkhususnya. 22 Pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2006 23 Nomor 13Pdt.Sus.BPSK2013PN. Bky, h. 18. 24 Nomor 14Pdt.Sus-BPSK2015PN.Grt, h. 1. Upaya keberatan atas putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 25 Pertama, surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu. Kedua, setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan. Ketiga, putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Atas dasar alasan untuk mengajukan upaya keberatan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa tujuan dari diperlukannya upaya keberatan dalam UUPK adalah untuk memberikan penyelesaian sengketa secara patut kepada para pihak. Pada saat penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaiakan secara patut maka salah satu dari tujuan hukum dapat terlaksana, yaitu keadilan. Hal ini sesuai dengan asas keadilan yang dituangkan dalam pasal 2 UUPK. Kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan menilai putusan arbitrase BPSK tidak saja meliputi aspek formal saja, tetapi juga termasuk boleh menilai pokok perkara dan hal-hal lain yang menyangkut aspek materiilnya, sepanjang majelis hakim dapat memberikan putusan dalam tenggang waktu 21 hari sejak sidang pertama dilakukan. 26 Berdasarkan pertimbangan sisi limitasi waktu tersebut, sebaiknya ditentukan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara saja. Oleh karena itu, tertutup kemungkinan pemeriksaan bukti-bukti baru dan saksi-saksi yang sebelumnya tidak diajukan pada pemeriksaan arbitrase BPSK. Dengan demikian, penulis 25 Pasal 6 ayat 3 PERMA No. 1 Tahun 2006 26 Pasal 6 Ayat 7 PERMA No. 1 Tahun 2006. berpendapat upaya keberatan yang diajukan oleh pihak yang menolak putusan BPSK tiada lain haruslah ditafsirkan sebagai upaya banding.

C. Penyelesaian Sengketa Konsumen