EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DAN BIJI RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DAN BIJI RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) SEBAGAI SENYAWA

ANTIBAKTERI

Oleh

AZWAR IBRAHIM

Kulit buah dan biji rambutan memiliki potensi sebagai obat alami demam, kencing manis, dan disentri pada manusia. Tujuan penelitian ini untuk menguji ekstrak kulit buah dan biji rambutan sebagai senyawa antibakteri. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Kulit buah dan biji rambutan diekstrak dengan pelarut etanol. Ekstrak diujikan dengan empat spesies bakteri patogen pada ikan yaitu Aeromonas hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., dan Vibrio alginolyticus dengan metode kertas cakram. Ekstrak yang memiliki zona hambat pada bakteri dilanjutkan dengan uji MIC. Hasil uji bakteriostatis menghasilkan bahwa kulit buah rambutan tidak efektif sebagai antibakteri, sedangkan biji rambutan menunjukkan ekstrak biji rambutan mampu menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, dan Streptococcus sp.. Kemampuan senyawa antibakteri ekstrak biji rambutan paling besar terjadi pada konsentrasi 75% dengan diameter zona hambat diatas 10 mm. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa biji rambutan bersifat toksik dengan tingkat mortalitas 100% dan hasil uji LC50 < 1000 ppm, yaitu 663,44 ppm.


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF ETHANOL EXTRACTS OF SKIN FRUITS AND SEEDS, RAMBUTAN (NEPHELIUM LAPPACEUM) AS

ANTIBACTERIAL COMPOUNDS

By

AZWAR IBRAHIM

The skin and seeds of rambutan fruit has potential as a natural cure of diabetes, fever, and dysentery. The purpose of this research was to test the skin and seeds of rambutan fruit extract as antibacterial compounds. The method used is the experimental method. The skin and seeds of rambutan fruit are extracted with solvent ethanol. Extract then tested with four species pathogenic bacteria on fish namely Aeromonas hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., and Vibrio alginolyticus by paper discs method. Which extract having a zone drag on bacteria continued by test MIC. Bakteriostatis results test produce that the skin of rambutan fruit is ineffective as an antibacterial, while an extract of seeds rambutan show capable of inhibiting the growth of bacteria A. hydrophila, A. salmonicida, and Streptococcus sp. Ability compound antibacterial an extract of seeds rambutan biggest occurring at concentrations 75 % in diameter zone obstruent above 10 mm. Toxicity test results showed that the seeds rambutan are toxic with mortality rate of 100% and the LC50 test results < 1000 ppm, which is 663,44 ppm.


(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rambutan (Nephelium lappaceum) 1. Morfologi

Menurut data BPDAS Pemali Jratun (2010), rambutan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium

Spesies : Nephelium lappaceum

Menurut Prihatman (2000), rambutan termasuk tanaman tropis yang berasal dari Indonesia dan telah menyebar ke daerah beriklim tropis lainnya seperti Filipina, Malaysia dan negara-negara Amerika Latin. Pertumbuhan rambutan sangat dipengaruhi oleh iklim, terutama ketersediaan air dan suhu. Intensitas curah hujan berkisar antara 1.500 – 2.500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu optimal bagi pertumbuhan rambutan adalah 25o C pada siang hari. Intensitas cahaya matahari sangat berperan penting, karena berkaitan


(4)

7 erat dan mempengaruhi suhu lingkungan. Kelembaban udara yang dibutuhkan oleh rambutan tergolong rendah, karena pada kelembaban udara yang rendah, udara akan menjadi kering kering sedikit uap air, dan kondisi tersebut cocok unutk pertumbuhan rambutan.

Menurut Setiawan (2003), rambutan mempunyai tinggi antara 15-25 m, ranting bercabang-cabang, dan daunnya berwarna hijau. Buah bentuknya bulat lonjong, panjang 3-5 cm dengan duri temple (rambut) lemas sampai kaku. Kulit buah berwarna hijau, dan menjadi kuning atau merah kalau sudah masak. Dinding buah tebal. Biji berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna putih transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air. Rasanya bervariasi dari masam sampai manis dan kulit biji tipis berkayu.

2. Manfaat

Rambutan selain menjadi tanaman konsumsi mempunyai manfaat lain yaitu seluruh bagian dari rambutan sebagai tanaman obat (Setiawan, 2003). Bagian dari rambutan yang dapat digunakan yaitu, kulit kayu, daun, kulit buah dan biji. Manfaat dari bagian-bagian rambutan sebagai berikut:

a. Kulit kayu : sebagai obat sariawan b. Daun : sebagai perawatan rambut c. Kulit buah : sebagai obat disentri dan demam d. Biji : sebagai obat kencing manis

3. Kandungan Kimia Kulit Buah dan Biji Rambutan

Rambutan merupakan tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai antibakteri alami. Menurut Setiawan (2003), buah rambutan mengandung


(5)

8 karbohidrat, protein, lemak, fosfor, besi, kalsium dan vitamin C. Kulit buah mengandung tanin dan saponin. Biji mengandung lemak dan polifenol. Daun mengandung tanin dan saponin. Kulit batang mengandung tanin, saponin, flavonida, pectic substance, dan zat besi. Senyawa-senyawa tanin, saponin, dan flavonoid termasuk senyawa golongan fenol yang merupakan zat antibakteri yang kuat (Brooks et al, 1996).

Ekstrak etanol kulit buah rambutan memiliki kemampuan meredam radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) lebih besar dibandingkan vitamin E, sedangkan senyawa felonik seperti asam ellagat, corilagin, dan geraniin yang diisolasi dari ekstrak metanol kulit buah rambutan merupakan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidan (Khasanah, 2011).

Berdasarkan penelitian Thitilerdecha et al. (2008) dalam Khasanah (2011), senyawa fenolik yang terdapat dalam ekstrak biji rambutan merupakan senyawa yang berperan dalam aktivitas antioksidan dan antibakteri. Biji rambutan mengandung polifenol dan beberapa senyawa golongan flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari ekstrak etanol biji rambutan yaitu senyawa flavonol tersubstitusi gula pada posisi 7-O dengan gugus hidroksil pada posisi 3, 5, dan 4’, senyawa flavonol tersustitusi pada 3-O dan 7-O dengan gugus hidroksil pada posisi 5 dan 4’; dan senyawa flavonoid tersubstitusi pada 5-O (Melissa et al, 2006).

Biji rambutan juga mengandung lemak polifenol cukup tinggi. Komposisi zat-zat kimia dalam biji rambutan tersebut menghasilkan khasiat hipoglikemik (menurunkan kadar gula dalam darah) sehingga biji rambutan banyak digunakan untuk pengobatan alternatif guna menormalkan kadar gula darah penderita


(6)

9 kencing manis (diabetes melitus yang cenderung tinggi). Selain itu, minyak dari biji rambutan dapat digunakan untuk produksi lilin dan sabun (Khasanah, 2011)

Zulhipri et al. (2007), yang melakukan uji fitokimia ekstrak rambutan menyimpulkan bahwa ekstrak metanol biji rambutan mengandung senyawa fenolik dan flavanoid. Sedangkan ekstrak diklorometana dan ekstrak n-heksana biji rambutan tidak mengandung steroid, triterpenoid, alkaloid, felonik, saponin, maupun flavanoid. Ekstrak metanol, diklorometana dan n-heksana biji rambutan tidak memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase. Namun, ekstrak metanol biji rambutan memiliki aktivitas hipoglikemik pada mencit.

Gambar 2. Rumus bangun flavonoid

B. Bakteri Patogen Pada Ikan

Bakteri adalah sel prokariotik yang tidak mempunyai selaput inti (Brooks et al, 1996), ukuran bakteri biasanya antara 0,75-4 µm, dan mempunyai bentuk batang dan bulat (Hugo and Russel, 1998). Bakteri patogen menyerang ikan biasanya karena kondisi perairan yang buruk dan ikan dalam keadaan stres (Austin and Austin, 2007). Ikan yang telah terinfeksi bakteri patogen biasanya mempunyai ciri luka, adanya pembengkakan, daya respon menurun, dan terdapat koloni bakteri pada tubuh ikan.


(7)

10 1. Aeromonas salmonicida

Bakteri ini lebih banyak menyerang ikan air tawar dan beberapa menyerang ikan air laut. A.salmonicida dapat tumbuh diberbagai media bakteri standar yang umum digunakan (TSA dan BHI). Bersifat anaerob fakultatif, koloninya berwarna putih, kecil, bulat, cembung, dan utuh (Sarono et al., 1993)

A. salmonicida merupakan agen penyebab penyakit furunkulosis. Pada awalnya A. salmonicida teridentifikasi pada Salmonidae, dan selama bertahun-tahun inang telah semakin luas. Infeksi A. salmonicida diketahui terjadi pada beberapa wakil-wakil dari famili Osteicthys, termasuk Cyprinidae, Serranidae dan Anoplopomatidiae (Austin and Austin, 2007).

Furunkulosis ditandai dengan munculnya bisul atau tonjolan besar pada ikan. Gejala yang ditunjukkan secara eksternal dan internal adalah, pembengkakan ginjal, borok, tonjolan besar (bisul), gastroenteritis (Glogowski, 2010), kelesuan, pendarahan pada vena, dan pendarahan pada jaringan dan otot (Austin and Austin, 2007).

2. Aeromonas hydrophila

A. hydrophila dapat ditemukan pada lingkungan air tawar dan payau. A. hydrophila berbentuk batang, mempunyai flagel, bersifat gram negatif, dan merupakan anaerob. A. hydrophila mempunyai diameter 0,3-1,0 µm, panjang 1,0-3,5 µm dan dapat tumbuh optimal pada suhu 28°C, tetapi dapat tumbuh pada suhu ekstrem yaitu antara 4°C-37°C (Martin, 2004).

A. hydrophila merupakan penyebab penyakit pada ikan yang dikenal dengan “Motil Aeromonas Septicemia” (MAS) atau “Penyakit Red-Sore” (bercak merah) (Austin and Austin, 2007). Ikan yang terinfeksi memiliki gejala yang


(8)

11 berbeda,antara lain kematian mendadak pada ikan sehat, hilangnya nafsu makan, ketidaknormalan renang, insang pucat, bentuk tubuh membengkak, dan borok pada kulit. Gejala yang berbeda tergantung pada sejumlah faktor termasuk virulensi organisme, resistensi ikan terhadap infeksi, ada atau tidaknya bakterimia atau septikemia, dan faktor stres yang berhubungan dengan ikan (Swann and White, 1991).

Infeksi A. hydrophila dapat ditularkan melalui mulut dan kulit. Luka kecil pada kulit mampu menginfeksi ikan sehat. Bakteri yang tertelan akan berkembang biak di dalam epitel intestinum dan sejumlah bakteri selanjutnya dilepas melalui feses dan siklus infeksi terus berlanjut (Irianto, 2003).

3. Streptococcus sp.

Streptococcus sp. tergolong grup bakteri yang sangat heterogen. Beberapa dari Streptococcus sp. adalah bagian dari flora, sedangkan yang lainnya merupakan bakteri patogen potensial (Douglas, 1997). Streptococcus sp. merupakan bakteri gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dalam bentuk berpasangan atau rantai pendek. Streptococcus sp. mempunyai diameter antara 0,6-1,0 µm (Todar, 2008).

Streptococcus sp. dapat tumbuh pada media standar (TSA, BHI, dan agar darah) dan pada suhu yang ekstrem, yaitu antara 10°C-45°C. Koloni berwarna putih, transparan, rata, dan agak cembung. Penyebaran terjadi diperairan tawar maupun laut. Sumber infeksi berasal dari ikan pembawa atau air yang telah terkontaminasi bakteri, bahkan data dari makanan ikan yang terinfeksi (Sarono et al., 1993)


(9)

12 Secara umum penyakit yang disebabkan Streptococcus ditandai dengan eksoptalmia, pembesaran abdomen, pendarahan pada mata, tutup insang, pangkal sirip, dan permukaan tubuh, dan warna kulit menjadi gelap (melanosis). Adapun tanda-tanda internalnya antara lain enteritis, pemucatan hati, kerusakan hati, ginjal, limpa dan intestinum, serta terjadi akumulasi nanah pada rongga perut (Irianto, 2003).

4. Vibrio alginolyticus

Vibrio alginolyticus merupakan bakteri halofilik (garam-toleran) Gram-negatif ditemukan secara alami di laut beriklim sedang dan lingkungan muara. Jenis ini diakui sebagai patogen manusia, dan kejadian infeksi secara signifikan meningkatkan sewaktu musim panas (Reilly et al., 2011)

Menurut Austin and Austin (2007), V. alginolyticus menyebabkan ikan yang terinfeksi menjadi lamban, kulit gelap, sisik gelap, dan borok. Ikan yang telah terinfeksi akan mengalami perubahan tingkah laku setelah 3 – 12 jam (Yanuhar, 2009). Hati, kapiler di dinding usus, kandung kemih dan peritoneum menjadi padat. Secara bersamaan, kantung empedu dan usus menjadi membengkak yang berisi cairan bening. (Austin and Austin, 2007)


(10)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Lampung dan Laboratorium Budidaya Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung, Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah kamera, blender, erlenmeyer 500 ml dan 250 ml (Pyrex®), autoklaf, oven, hot plate (Stuart CB162TM), vortex (V-1 plus HDECO-GermanyTM), vacum evaporator (Heidolph), magnetic stirrer, inkubator, cawan petri 150 x 15 mm (Normax®), jarum ose, tabung reaksi 5 ml (Iwaki glassTM), laminary flow, gelas ukur, bunsen, tisu, kertas kopi, kertas saring, sentrifuse, spreader, mikropipet (Nesco®), mikro tube, gelas objek, blank disc, jangka sorong 0,05 mm, dan alumunium foil.

Bahan yang digunakan adalah kulit buah dan biji rambutan yang diekstrak dalam pelarut etanol 70 %, artemia berusia 48 jam, isolat bakteri A. salmonicida, A. hydrophila, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus, media bakteri Tripticase Soy Agar (TSA (CM0131, OXIODTM)), TSA 2,5% NaCl, Tripticase Soy Broth (TSB (CM0129, OXIODTM)), MHB (Muller Hilton Broth), spiritus, akuades, air laut, OTC (oxytetracycline), dan alkohol.


(11)

14 C. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif dengan memanfaatkan kulit buah dan biji rambutan sebagai senyawa antibakteri. Penelitian ini merupakan penelitian awal dan belum diketahui senyawa-senyawa yang terdapat pada kulit buah dan biji rambutan dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antibakteri atau tidak.

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan, meliputi sterilisasi alat, pembuatan ekstrak kulit buah dan biji rambutan dengan pelarut etanol dan pembuatan media isolat bakteri. 2. Tahap pelaksanaan, meliputi uji bakteriostatik ekstrak kulit buah dan biji

rambutan dan uji toksisitas menggunakan artemia.

3. Tahap pengamatan, meliputi penentuan ekstrak yang efektif menghambat bakteri, pengukuran diameter zona hambat, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus dan tingkat mortalitas ekstrak kulit buah dan biji rambutan pada artemia.

4. Analisis Data

1. Tahap Persiapan 1.1. Sterilisasi Alat

Sterilisasi bertujuan untuk membebaskan alat dari mikroorganisme kontaminan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan sterilisasi basah dan kering. Sterilisasi basah menggunakan autoklaf, sedangkan sterilisasi kering menggunakan oven. Alat-alat yang akan disterilisasi sebelumnya dibungkus dengan kertas kopi, yang bertujuan untuk mencegah air masuk pada saat


(12)

15 dilakukan sterilisasi. Sterilisasi basah dilakukan pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15-20 menit. Sedangkan pada sterilisasi kering pada suhu 120oC.

1.2. Pembuatan Ekstrak Kulit Buah dan Biji Rambutan

Pembuatan ekstrak kulit buah dan biji rambutan dilakukan dengan metode maserasi. Rambutan diperoleh dari pedagang buah rambutan di Kota Metro sebagai sentra budidaya rambutan di Provinsi Lampung. Kulit buah dan biji rambutan terlebih dahulu dibersihkan lalu dijemur hingga kering dengan bantuan sinar matahari dan diangin-anginkan, kemudian masing-masing diblender hingga halus. Kulit buah dan biji rambutan hasil blender diayak dan menghasilkan masing-masing 300 gram tepung kulit buah dan biji rambutan. Tepung kulit buah dan biji rambutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan menggunakan etanol 70% dengan perbandingan 1 : 5 (w/v) lalu ditutup rapat dan dimaserasi selama 2 x 24 jam. Setelah dilakukan perendaman kemudian larutan tersebut disaring menggunakan kertas saring dan hasil dari penyaringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 35o C hingga kering.

1.3. Pembuatan Media Isolat

Media agar yang digunakan sebagai media kultur isolat bakteri adalah TSA dan TSA 2,5% NaCl sebanyak 200 ml. TSA digunakan untuk bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, dan Streptococcus sp., sedangkan TSA 2,5 % NaCl untuk bakteri V. alginolyticus.

Pembuatan TSA 200 ml adalah dengan menimbang TSA sebanyak 8 gram kemudian dilarutkan menggunakan aquades sebanyak 200 ml ke dalam tabung erlenmeyer, sedangkan untuk TSA 2,5% NaCl ditambahkan NaCl sebanyak 5


(13)

16 gram. TSA yang sudah dilarutkan lalu dipanaskan diatas hot plate dengan kecepatan 600-800 rpm dan suhu 200-300o C sampai mendidih dan diaduk menggunakan magnetic stirrer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121o C dan tekanan 1 atm. TSA yang sudah steril lalu dituang ke cawan petri dan didinginkan ke dalam kulkas hingga menjadi agar.

2. Tahap Pelaksanaan 2.1. Uji Bakteriostatis

Uji bakteriostatis dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari senyawa ekstrak kasar kulit buah dan biji rambutan terhadap bakteri-bakteri uji. Terdapat 2 uji yang akan dilakukan, yaitu uji cakram dan uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Uji cakram dilakukan untuk melihat seberapa besar daya hambat ekstrak kulit buah dan biji rambutan terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, Strepyococcus sp., V. alginolyticus. Uji cakram diujikan dengan metode paper disk menggunakan kertas cakram pada media agar TSA. Media agar yang telah ditanam oleh isolat bakteri diletakkan paper disk yang telah direndam dengan ekstrak kulit buah dan biji rambutan selama 15 menit pada masing-masing bakteri, kemudian diinkubasi selama 36 jam.

Uji MIC dilakukan sebagai pengujian antibakteri untuk memperoleh konsentrasi terendah dari ekstrak biji rambutan yang dapat menghambat bakteri patogen. Uji MIC dilakukan dengan membuat larutan ekstrak dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%. Metode yang digunakan adalah serial tube dillution dengan MHB (Muller Hilton Broth) sebagai media kultur bakteri A. hydrophila, A. salmonicida dan Strepyococcus sp.. Tabung reaksi yang digunakan sebagai wadah diisi MHB sebanyak 4,5 ml lalu ditambahkan 0,5 ml ekstrak kulit buah dan


(14)

17 biji rambutan secara berseri dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% pada masing-masing tabung lalu diinokulasi bakteri dengan kepadatan 107 cfu/ml, diinkubasi selama 24 jam. Uji MIC menggunakan kontrol positif (+) dan kontrol negatif (-) sebagai pembanding.

2.2. Uji Toksisitas

Uji toksisitas atau BST (Brine Shrimp Test) adalah pengujian terhadap senyawa antibakteri bersifat toksik atau non toksik. Uji BST menggunakan Artemia sp. sebagai hewan uji dan ekstrak kulit buah dan biji rambutan sebagai senyawa uji. Artemia yang digunakan berumur 48 jam yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Uji toksisitas dilakukan pada tabung reaksi dengan volume sebesar 300 µL dan artemia sebanyak 20 ekor/tabung. Larutan ekstrak yang dibutuhkan sebesar 150 µL dengan perlakuan uji, yaitu kontrol, 0,5 x MIC, 1 x MIC, dan 1,5 x MIC. Setelah itu pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah artemia yang masih hidup dan artemia yang sudah mati. Senyawa akan dinyatakan toksik apabila nilai LC50

≤ 1000 µg/ml, sebaliknya apabila nilai LC50 ≥ 1000 µg/ml dinyatakan tidak toksik (Juniarti et al., 2009).

3. Tahap Pengamatan 3.1. Bakteriostatis

Parameter yang diamati pada uji sensitifitas yaitu penentuan ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan diameter zona hambat pada media agar yang ditimbulkan oleh ekstrak kulit buah dan biji rambutan terhadap bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus setelah 24


(15)

18 jam masa inkubasi. Pengamatan pada uji MIC dilakukan secara kualitatif dengan parameter yang diamati adalah tingkat kekeruhan dan batas konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

3.2. Tingkat Toksisitas

Parameter yang diamati yaitu tingkat toksik dari ekstrak biji rambutan, dengan melihat tingkat mortalitas dari Artemia berumur 48 jam yang diberi ekstrak biji rambutan lalu dibandingkan dengan nilai LC50.

4. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini.


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ikan merupakan hal yang sangat dihindari dalam budidaya ikan. Penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi pembudidaya karena ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun 1980, terjadi wabah penyakit bakteri yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila menyebabkan kematian 82.288 ekor ikan air tawar di Jawa Barat. Di lokasi lain pada tahun 2005 sebanyak 47 ton ikan gurame dan 2,1 juta ekor benih gurame yang siap dipasarkan mati disebabkan penyakit serupa di Lubuk Pandan, Sumatra Barat (Setyawacana, 2009).

Pada kondisi normal, ikan jarang terserang penyakit. Namun ketika kondisi perairan buruk, ikan pada keadaan stres dan daya tahannya sedang menurun, mudah sekali terserang penyakit. Salah satu jenis penyakit ikan adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen (Johnson, 2009). Bakteri dapat tumbuh subur pada kualitas air yang buruk dan kandungan nutrien yang tinggi akibat dari sisa pakan di dasar perairan. Beberapa jenis penyebab penyakit ikan golongan bakteri yang sering menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya ikan antara lain meliputi Aeromonas hydrophila, A. salmonicida, Mycobacterium sp., Nocardia sp., Edwardsiella tarda, E. ictaluri, Streptococcus sp.., Pasteurella


(17)

2 sp., Yersinia ruckeri, Pseudomonas sp., Streptomyces sp., dan Vibrio sp. (Sarono et al, 1993).

Penggunaan hormon, antibiotik, vitamin, dan bahan-bahan kimia lain telah diujikan sebagai obat dalam budidaya perikanan, akan tetapi walau memberikan efek positif, penggunaan bahan-bahan tersebut tidak dapat direkomendasikan (Citarasu, 2009). Penggunaan bahan-bahan tersebut memiliki resiko resistensi dan pencemaran lingkungan (Christybapita et al, 2007), sehingga dibutuhkan alternatif sebagai obat antibakteri. Penelitian antibakteri dengan menggunakan bahan-bahan alami terus dikembangkan sampai saat ini. Pemanfaatan bahan-bahan kimia dari tumbuhan dan alga sebagai antibakteri disebut dengan fitokimia. Menurut Harborne (1996), fitokimia berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan dengan aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan. Senyawa-senyawa yang terdapat pada bahan alami seperti fenolat, polifenol, alkaloid, kuinon, terpenoid, lectines dan polipeptida telah terbukti menjadi alternatif yang sangat efektif untuk antibiotik dan senyawa sintetis lainnya (Citarasu, 2009).

Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai kandidat antibakteri adalah rambutan (Nephelium lappaceum). Menurut Setiawan (2003), kulit buah rambutan mengandung tannin dan saponin, sedangkan biji rambutan mengandung lemak dan polifenol. Selain itu, kulit buah rambutan juga mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Khasanah, 2011). Beberapa penelitian menggunakan rambutan menyimpulkan bahwa rambutan termasuk tanaman konsumsi yang dapat digunakan sebagai tanaman obat yang dapat mengobati penyakit, seperti


(18)

3 diabetes dan demam. Penelitian tentang rambutan sebagai penanggulangan penyakit ikan belum dilakukan, sedangkan rambutan mempunyai potensi sebagai tanaman obat.

Bagian dari rambutan yang diujikan adalah kulit buah dan biji rambutan. Kulit buah dan biji rambutan akan diuji pada bakteri A. salmonicida, A. hydrophyla, Streptococcus sp., dan Vibrio alginolyticus untuk melihat kemampuannya sebagai kandidat antibakteri. Setelah mendapatkan bakteri yang mampu dihambat pertumbuhannya, selanjutnya dilakukan uji sebagai pengobatan pada ikan air tawar.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak kulit buah dan biji rambutan sebagai kandidat senyawa antibakteri.

C. Kerangka Pikir

Penyakit yang menyerang pada ikan air tawar salah satunya disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang umum menyerang ikan antara lain, A. salmonicida, A. hydrophyla, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus. Bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri patogen dan dapat mengakibatkan kematian massal pada budidaya ikan, sehingga menimbulkan kerugian bagi pembudidaya.

Cara umum yang dilakukan untuk mengobati serangan bakteri patogen pada ikan air tawar adalah menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan resistensi pada bakteri, residu pada ikan, dan mencemari lingkungan. Oleh sebab itu diperlukan alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah


(19)

4 pemanfaatan tanaman sebagai antibakteri yang aman dan ramah lingkungan, salah satunya adalah ekstrak kasar kulit buah dan biji rambutan.

Penelitian terhadap ekstrak kulit buah dan biji rambutan menunjukkan terdapat senyawa flavonoid yang dapat menjadi zat antibakteri. Secara singkat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Penyakit Ikan

Pengobatan

Antibiotik Bahan alami

Bakteri Patogen

Kulit buah dan biji rambutan

Senyawa flavanoid

Antibakteri potensial Kelemahan:

- Resisten terhadap bakteri


(20)

5 D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat pembudidaya tentang efektivitas ekstrak kasar kulit buah dan biji rambutan sebagai antibakteri pada ikan air tawar dan mengetahui dosis optimum yang efektif sebagai antibakteri.

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini, yaitu adanya pengaruh antara ekstrak kulit buah dan biji rambutan dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus.


(1)

18 jam masa inkubasi. Pengamatan pada uji MIC dilakukan secara kualitatif dengan parameter yang diamati adalah tingkat kekeruhan dan batas konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

3.2. Tingkat Toksisitas

Parameter yang diamati yaitu tingkat toksik dari ekstrak biji rambutan, dengan melihat tingkat mortalitas dari Artemia berumur 48 jam yang diberi ekstrak biji rambutan lalu dibandingkan dengan nilai LC50.

4. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ikan merupakan hal yang sangat dihindari dalam budidaya ikan. Penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi pembudidaya karena ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun 1980, terjadi wabah penyakit bakteri yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila menyebabkan kematian 82.288 ekor ikan air tawar di Jawa Barat. Di lokasi lain pada tahun 2005 sebanyak 47 ton ikan gurame dan 2,1 juta ekor benih gurame yang siap dipasarkan mati disebabkan penyakit serupa di Lubuk Pandan, Sumatra Barat (Setyawacana, 2009).

Pada kondisi normal, ikan jarang terserang penyakit. Namun ketika kondisi perairan buruk, ikan pada keadaan stres dan daya tahannya sedang menurun, mudah sekali terserang penyakit. Salah satu jenis penyakit ikan adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen (Johnson, 2009). Bakteri dapat tumbuh subur pada kualitas air yang buruk dan kandungan nutrien yang tinggi akibat dari sisa pakan di dasar perairan. Beberapa jenis penyebab penyakit ikan golongan bakteri yang sering menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya ikan antara lain meliputi Aeromonas hydrophila, A. salmonicida, Mycobacterium sp., Nocardia sp., Edwardsiella tarda, E. ictaluri, Streptococcus sp.., Pasteurella


(3)

2 sp., Yersinia ruckeri, Pseudomonas sp., Streptomyces sp., dan Vibrio sp. (Sarono et al, 1993).

Penggunaan hormon, antibiotik, vitamin, dan bahan-bahan kimia lain telah diujikan sebagai obat dalam budidaya perikanan, akan tetapi walau memberikan efek positif, penggunaan bahan-bahan tersebut tidak dapat direkomendasikan (Citarasu, 2009). Penggunaan bahan-bahan tersebut memiliki resiko resistensi dan pencemaran lingkungan (Christybapita et al, 2007), sehingga dibutuhkan alternatif sebagai obat antibakteri. Penelitian antibakteri dengan menggunakan bahan-bahan alami terus dikembangkan sampai saat ini. Pemanfaatan bahan-bahan kimia dari tumbuhan dan alga sebagai antibakteri disebut dengan fitokimia. Menurut Harborne (1996), fitokimia berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan dengan aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan. Senyawa-senyawa yang terdapat pada bahan alami seperti fenolat, polifenol, alkaloid, kuinon, terpenoid, lectines dan polipeptida telah terbukti menjadi alternatif yang sangat efektif untuk antibiotik dan senyawa sintetis lainnya (Citarasu, 2009).

Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai kandidat antibakteri adalah rambutan (Nephelium lappaceum). Menurut Setiawan (2003), kulit buah rambutan mengandung tannin dan saponin, sedangkan biji rambutan mengandung lemak dan polifenol. Selain itu, kulit buah rambutan juga mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Khasanah, 2011). Beberapa penelitian menggunakan rambutan menyimpulkan bahwa rambutan termasuk tanaman konsumsi yang dapat digunakan sebagai tanaman obat yang dapat mengobati penyakit, seperti


(4)

3 diabetes dan demam. Penelitian tentang rambutan sebagai penanggulangan penyakit ikan belum dilakukan, sedangkan rambutan mempunyai potensi sebagai tanaman obat.

Bagian dari rambutan yang diujikan adalah kulit buah dan biji rambutan. Kulit buah dan biji rambutan akan diuji pada bakteri A. salmonicida, A.

hydrophyla, Streptococcus sp., dan Vibrio alginolyticus untuk melihat

kemampuannya sebagai kandidat antibakteri. Setelah mendapatkan bakteri yang mampu dihambat pertumbuhannya, selanjutnya dilakukan uji sebagai pengobatan pada ikan air tawar.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak kulit buah dan biji rambutan sebagai kandidat senyawa antibakteri.

C. Kerangka Pikir

Penyakit yang menyerang pada ikan air tawar salah satunya disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang umum menyerang ikan antara lain, A. salmonicida, A. hydrophyla, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus. Bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri patogen dan dapat mengakibatkan kematian massal pada budidaya ikan, sehingga menimbulkan kerugian bagi pembudidaya.

Cara umum yang dilakukan untuk mengobati serangan bakteri patogen pada ikan air tawar adalah menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan resistensi pada bakteri, residu pada ikan, dan mencemari lingkungan. Oleh sebab itu diperlukan alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah


(5)

4 pemanfaatan tanaman sebagai antibakteri yang aman dan ramah lingkungan, salah satunya adalah ekstrak kasar kulit buah dan biji rambutan.

Penelitian terhadap ekstrak kulit buah dan biji rambutan menunjukkan terdapat senyawa flavonoid yang dapat menjadi zat antibakteri. Secara singkat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Penyakit Ikan

Pengobatan

Antibiotik Bahan alami

Bakteri Patogen

Kulit buah dan biji rambutan

Senyawa flavanoid

Antibakteri potensial Kelemahan:

- Resisten terhadap bakteri


(6)

5 D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat pembudidaya tentang efektivitas ekstrak kasar kulit buah dan biji rambutan sebagai antibakteri pada ikan air tawar dan mengetahui dosis optimum yang efektif sebagai antibakteri.

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini, yaitu adanya pengaruh antara ekstrak kulit buah dan biji rambutan dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila, A. salmonicida, Streptococcus sp., dan V. alginolyticus.