Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Buah Tanaman Sawo (Achras zapota L.) Terhadap Mencit Jantan

(1)

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL BUAH

TANAMAN SAWO (Achras zapota L.) TERHADAP

MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MARINA PUTRI SEBAYANG 081524032

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL BUAH TANAMAN SAWO (Achras zapota L.) TERHADAP MENCIT JANTAN

OLEH:

MARINA PUTRI SEBAYANG 081524032

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Desember 2010 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji

(Drs. Saiful Bahri, MS., Apt.) (Dr. Rosidah, M.Si, Apt.) NIP. 195208241983031001 NIP. 195103261978022001

Pembimbing II, (Drs. Saiful Bahri, MS., Apt.) NIP. 195208241983031001

(Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.) (Dr. Edy Suwarso, SU., Apt.) NIP. 195008221974121002 NIP. 130935857

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.)

NIP. 195107231982032001

Disahkan oleh: Dekan Fakultas Farmasi

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt.) NIP. 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang telah diberikan selama ini, serta shalawat dan salam untuk Rasul Allah Muhammad SAW yang telah membawa umatnya kejalan yang berilmu pengetahuan seperti saat ini. Alhamdulillah, skripsi yang berjudul UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL BUAH TANAMAN SAWO (Achras zapota L.) TERHADAP MENCIT JANTAN dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi tentunya banyak pihak yang memberikan bantuan, untuk itu rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya saya berikan untuk kedua orangtua saya tercinta, Ayahanda Firman Sebayang dan Ibunda Maryati Ginting juga kepada abang dan adik tercinta, Amri Sahbana Sebayang dan Amru Aginta Sebayang. Terima kasih atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan semangat yang tak henti-hentinya diberikan selama ini.

Dengan segala ketulusan hati penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs.Saiful Bahri, MS., Apt. dan Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. yang senantiasa memberikan bimbingannya dengan sabar selama ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik

3. Dr. Rosidah M.Si, Apt., Dr. Edy Suwarso, SU., Apt., Dra. Suwarti Aris M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas skripsi ini.

4. Dosen-dosen beserta staf Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi USU.


(4)

5. Teman-teman mahasiswa/i farmasi terutama ekstensi ’08 yang senantiasa memberi semangat, doa dan dukungannya selama ini sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Disadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga diharapkan adanya masukan atau saran dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi dan kesehatan.


(5)

ABSTRAK

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL BUAH TANAMAN SAWO (Achras zapota L.)

TERHADAP MENCIT JANTAN

Tanaman sawo (Achras zapota L.) merupakan tumbuhan tropis yang cukup luas penyebarannya di Indonesia. Getah dari buah atau buah sawo yang masih muda sering digunakan masyarakat untuk mengatasi diare. Khasiatnya sebagai antidiare ini diduga karena adanya kandungan tanin dalam jumlah yang cukup besar pada buah sawo yang masih muda.

Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi simplisia terhadap kadar air, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar sari yang larut dalam air. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid dan tanin pada buah sawo muda. Pengujian efek antidiare ekstrak etanol buah sawo terhadap mencit jantan dilakukan dengan metode induksi minyak jarak. Ekstrak etanol buah sawo diberikan secara oral dengan dosis 1 g, 2 g, dan 2,5 g/ kg BB. Pengamatan meliputi jumlah mencit diare, konsistensi feses, frekuensi defekasi, bobot feses, serta jangka waktu terjadinya diare. Respon yang terjadi pada tiap mencit diamati selama 6 jam selang waktu 30 menit.

Pemeriksaan simplisia buah sawo menghasilkan kadar air 15,33%, kadar abu total 1,89%, kadar abu yang tidak larut asam 0,95%, kadar sari yang larut dalam etanol 37,45%, kadar sari yang larut dalam air 38,01%. Hasil skrining fitokimia simplisia buah sawo menunjukkan adanya flavonoid, glikosida, dan tanin. Hasil pengujian efek antidiare ekstrak etanol buah sawo pada dosis 2,5 g/kg BB sebanding dengan Loperamid HCl 2 mg/kg BB.


(6)

ABSTRACT

ANTI-DIARRHEAL ACTIVITY FROM THE FRUIT OF SAPODILLA (Achras zapota L.) ETHANOLIC EXTRACT

IN MALE MICE

Sapodilla plant (Achras zapota L.) is a widely growing tropical fruit in Indonesia. Indonesian often use the fruit latex or unripe fruit to stop diarrhea. The anti-diarrhea effect probably because of a large number of tannin content in unripe fruit.

The characterization of sapodilla simplex including the water content, total ash content, insoluble ash in acid content, concentrate alcohol-soluble content, concentrate water-soluble content. The phytochemical screening is use to evaluate alkaloids, flavonoids, glycoside, steroids/triterpenoids and tannin content in unripe fruit. The effect of sapodilla ethanolic extract was studied using castor oil-induced diarrhea model in mice. Sapodilla ethanolic extract was given orally at doses 1 g, 2 g, and 2.5 g/kg BW. The observations of anti-diarrhea included total number of diarrhea in mice, the consistency of the faeces, the frequency of defecacy, the weight of faeces, and the diarrhea duration. The respons which come from each mice monitored every 30 minutes during 6 hours.

The characterization showed that sapodilla simplex had 15.33% water content, 1.89% total ash content, 0.91% insoluble ash in acid content, 37.45% concentrate alcohol-soluble content, 38.01% concentrate water-soluble content. Phytochemical analysis of sapodilla ethanolic extract revealed the presence of flavonoid, glycosides, and tannin. Anti-diarrhea effect of sapodilla ethanolic extract at 2.5 g/kg BW showed the same effect with Loperamide 2 mg/kg BW.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat ... 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitiaan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.2 Khasiat... 6

2.1.3 Kandungan Kimia ... 7


(8)

2.4 Diare ... 9

2.4.1 Patofisiologi Diare ... 10

2.4.2 Klasifikasi Diare ... 10

2.4.3 Terapi ... 12

2.4.4 Obat-obat Diare ... 14

2.5 Loperamid Hidrokloridum ... 15

2.6 Minyak Jarak... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1 Alat dan Bahan ... 17

3.1.1 Alat ... 17

3.1.2 Bahan ... 17

3.2 Pembuatan Pereaksi ... 18

3.2.1 Larutan Pereaksi Mayer ... 18

3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendroff ... 18

3.2.3 Larutan Pereaksi Bouchardat ... 18

3.2.4 Larutan Pereaksi Molish ... 18

3.2.5 Larutan Pereaksi Besi (III) klorida 1% ... 19

3.2.6 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ... 19

3.2.7 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ... 19

3.2.8 Larutan Pereaksi Kloralhidrat ... 19


(9)

3.2.10 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 19

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 19

3.3.1 Pengumpulan Sampel ... 19

3.3.2 Identifikasi Sampel ... 20

3.3.3 Pengolahan Sampel ... 20

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 20

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 20

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik... 20

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 21

3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air ... 21

3.4.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol ... 22

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 22

3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam 22

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia Buah Sawo ... 23

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 23

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 23

3.5.3 Pemeriksaan Glikosida ... 23

3.5.4 Pemeriksaan Tanin ... 24

3.5.5 Pemeriksaan Saponin ... 24

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid ... 24


(10)

3.7 Pengujian Efek Antidiare ... 25

3.7.1 Penyiapan Hewan Coba ... 25

3.7.2 Penyiapan Bahan ... 26

3.7.2.1 Pembuatan Suspensi CMC Na 0,5% (b/v) ... 26

3.7.2.2 Pembuatan Suspensi Loperamid HCl dari Tablet Imodium® ... 26

3.7.2.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Buah Sawo dengan Berbagai Konsentrasi ... 26

3.7.3 Prosedur Percobaan ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 4

4.1 Jumlah Mencit yang Mengalami Diare Setiap 30 Menit ... 28

4.2 Profil Konsistensi Feses Mencit ... 30

4.3 Profil Frekuensi Defekasi ... 31

4.4 Bobot Total Feses ... 32


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Bagan Kerja Penelitian ... 38

2 Tumbuhan Sawo ... 39

3 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 41

4 Mikroskopik Serbuk Simplisia Buah Sawo ... 42

5 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Buah Sawo ... 43

6 Hewan Percobaan ... 47

7 Mencit dalam Wadah Pengamatan dan Kandang Mencit ... 48

8 Feses Mencit dalam Berbagai Konsistensi ... 49

9 Hasil Pengujian Efek Antidiare ... 50

10 Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada Hewan Uji ... 54

11 Perhitungan Konversi Dosis ... 55

12 Perhitungan Volume Pemberian Ekstrak Sawo Dosis 1g, 2 g, 2,5 g/kg BB dan Loperamid 2 mg/kg BB ... 57

13 Hasil Uji Statistik ... 59


(14)

ABSTRAK

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL BUAH TANAMAN SAWO (Achras zapota L.)

TERHADAP MENCIT JANTAN

Tanaman sawo (Achras zapota L.) merupakan tumbuhan tropis yang cukup luas penyebarannya di Indonesia. Getah dari buah atau buah sawo yang masih muda sering digunakan masyarakat untuk mengatasi diare. Khasiatnya sebagai antidiare ini diduga karena adanya kandungan tanin dalam jumlah yang cukup besar pada buah sawo yang masih muda.

Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi simplisia terhadap kadar air, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar sari yang larut dalam air. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid dan tanin pada buah sawo muda. Pengujian efek antidiare ekstrak etanol buah sawo terhadap mencit jantan dilakukan dengan metode induksi minyak jarak. Ekstrak etanol buah sawo diberikan secara oral dengan dosis 1 g, 2 g, dan 2,5 g/ kg BB. Pengamatan meliputi jumlah mencit diare, konsistensi feses, frekuensi defekasi, bobot feses, serta jangka waktu terjadinya diare. Respon yang terjadi pada tiap mencit diamati selama 6 jam selang waktu 30 menit.

Pemeriksaan simplisia buah sawo menghasilkan kadar air 15,33%, kadar abu total 1,89%, kadar abu yang tidak larut asam 0,95%, kadar sari yang larut dalam etanol 37,45%, kadar sari yang larut dalam air 38,01%. Hasil skrining fitokimia simplisia buah sawo menunjukkan adanya flavonoid, glikosida, dan tanin. Hasil pengujian efek antidiare ekstrak etanol buah sawo pada dosis 2,5 g/kg BB sebanding dengan Loperamid HCl 2 mg/kg BB.


(15)

ABSTRACT

ANTI-DIARRHEAL ACTIVITY FROM THE FRUIT OF SAPODILLA (Achras zapota L.) ETHANOLIC EXTRACT

IN MALE MICE

Sapodilla plant (Achras zapota L.) is a widely growing tropical fruit in Indonesia. Indonesian often use the fruit latex or unripe fruit to stop diarrhea. The anti-diarrhea effect probably because of a large number of tannin content in unripe fruit.

The characterization of sapodilla simplex including the water content, total ash content, insoluble ash in acid content, concentrate alcohol-soluble content, concentrate water-soluble content. The phytochemical screening is use to evaluate alkaloids, flavonoids, glycoside, steroids/triterpenoids and tannin content in unripe fruit. The effect of sapodilla ethanolic extract was studied using castor oil-induced diarrhea model in mice. Sapodilla ethanolic extract was given orally at doses 1 g, 2 g, and 2.5 g/kg BW. The observations of anti-diarrhea included total number of diarrhea in mice, the consistency of the faeces, the frequency of defecacy, the weight of faeces, and the diarrhea duration. The respons which come from each mice monitored every 30 minutes during 6 hours.

The characterization showed that sapodilla simplex had 15.33% water content, 1.89% total ash content, 0.91% insoluble ash in acid content, 37.45% concentrate alcohol-soluble content, 38.01% concentrate water-soluble content. Phytochemical analysis of sapodilla ethanolic extract revealed the presence of flavonoid, glycosides, and tannin. Anti-diarrhea effect of sapodilla ethanolic extract at 2.5 g/kg BW showed the same effect with Loperamide 2 mg/kg BW.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 381/Menkes/SK/III/2007 menyatakan bahwa Indonesia merupakan mega-senter keragaman hayati dunia, dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazilia. Jika biota laut ikut diperhitungkan, maka Indonesia menduduki urutan terkaya pertama di dunia. Di bumi kita ini diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tumbuhan, dimana 30.000 spesies hidup dikepulauan Indonesia. Diantara 30.000 spesies tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Depkes RI, 2007).

Dalam dua dasawarsa terakhir, perhatian dunia terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan pengobatan tradisional, dimana didalamnya termasuk penggunaan bahan-bahan alam. Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global obat bahan alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai US$ 43 milyar. Data yang akurat mengenai nilai pasar obat tradisional Indonesia belum dimiliki, tetapi nilainya diperkirakan lebih dari US$ 1 milyar (Depkes RI, 2007).


(17)

Banyak tanaman obat yang digunakan secara empiris oleh masyarakat sebagai obat diare. Adapun tanaman obat yang dapat digunakan untuk membantu

mengatasi diare diantaranya mempunyai efek sebagai adstringen yaitu dapat mengerutkan selaput lendir usus sehingga mengurangi pengeluaran cairan diare dan disentri, selain itu juga mempunyai efek sebagai antiradang dan antibakteri (Tan dan Rahardja, 2002).

Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Di Indonesia secara tradisional sawo yang belum masak dapat digunakan untuk menghentikan diare (Anonim, 2005 ).

Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan kecepatan pengosongan usus besar dan peningkatan kandungan air pada feses. Pada umumnya, apabila terjadi defekasi lebih dari 3 kali sehari, pengeluaran feses dengan konsistensi lunak/cair atau kombinasi keduanya mencerminkan suatu kondisi tidak normal pada proses defekasi (Jeejeebhoy, 1977).

Dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, kebenaran bahan baku penting untuk menjamin manfaat dan keamanan pengobatan. Oleh karena itu sebelum dilakukan penelitian untuk melihat efek tumbuhan secara farmakologi, tumbuhan yang digunakan dikarakterisasi terlebih dahulu untuk menjamin mutu bahan baku yang akan digunakan (Sari, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian uji efek antidiare ekstrak etanol buah sawo (Achras zapota L.) pada mencit jantan yang dibuat diare dengan minyak jarak.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. apakah dengan melakukan karakterisasi simplisia buah sawo dapat diketahui karakteristiknya ?

b. apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada buah sawo ? c. apakah ekstrak buah sawo mempunyai efek antidiare ?

d. apakah ekstrak buah sawo mempunyai efek yang sebanding dengan Loperamid HCl ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia buah sawo dapat diketahui.

b. simplisia buah sawo mempunyai kandungan senyawa yang dapat menunjukkan aktivitas antidiare.

c. ekstrak buah sawo mempunyai efek antidiare.

d. ekstrak buah sawo pada dosis tertentu mempunyai efek yang sebanding dengan Loperamid HCl.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik dari simplisia buah sawo. b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia buah sawo. c. untuk membuktikan efek antidiare dari buah sawo.

d. untuk mengetahui pada dosis berapa ekstrak buah sawo memberikan efek anti diare yang sebanding dengan Loperamid HCl.


(19)

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia buah sawo dapat digunakan sebagai acauan dalam pembuatan simplisia.

b. sebagai sumber informasi golongan kandungan kimia buah sawo.

c. sebagai sumber informasi secara ilmiah mengenai khasiat buah sawo dalam menghambat diare.

1.6 Kerangka Konsep Penelitiaan

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian Serbuk Simplisia

Variabel Bebas

Minyak Jarak Suspensi Ekstrak SuspensiLoperamid

Variabel Bebas

Uji Pendahuluan (Karakterisasi dan SkriningFitokimia)

Variabel Terikat

Uji Efektifitas Antidiare Variabel Terikat


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura. Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) sawo liar atau sawo hutan

Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.

2) sawo budidaya

Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu:

a. Sawo Manila

Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa.


(21)

b. Sawo Apel

Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo duren (Anonim, 2000).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan sawo adalah sebagai berikut divisi : Spermatophyta

sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae bangsa : Ebenales suku : Sapotaceae marga : Achras

jenis : Acrhras zapota L. (Sugati dan Johnny, 1991).

2.1.2 Khasiat

Getah buah daun Achras zapota L berkhasiat sebagai obat mencret, disamping itu getahnya dapat digunakan sebagai campuran gula-gula. Untuk obat mencret dipakai lebih kurang 15 tetes getah buah Achras zapota L, diseduh dengan ½ gelas air matang panas. Hasil seduhan diminum sekaligus (Sugati dan Johnny, 1991).

Selain menggunakan getahnya, buah muda dari sawo juga dapat digunakan untuk obat diare. Sebagai obat diare dapat digunakan satu buah muda, kemudian diparut, lalu diperas dan disaring. Air hasil saringannya direbus selama 15 menit (Anonim, 2010).


(22)

2.1.3 Kandungan Kimia

Daun dan batang Achras zapota L mengandung flavonoid, disamping itu daun juga mengandung saponin dan batangnya juga mengandung tanin (Sugati dan Johnny, 1991).

Selain menggunakan getahnya, buah muda dari sawo juga dapat digunakan untuk obat diare. sebagai obat diare dapat digunakan satu buah muda, kemudian diparut, lalu diperas dan disaring. air hasil saringannya direbus selama 15 menit (Anonim, 2010).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Ditjen POM, 1984).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara, yaitu:


(23)

a. maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menrus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. cara panas

a. refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

d. infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).


(24)

e. dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Diare

Diare adalah suatu kondisi yang menunjukkan frekuensi dan konsistensi buang air besar yang meningkat dibandingkan dengan individu dalam kondisi pencernaan yang normal. Frekuensi dan konsistensi berbeda-beda pada tiap individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu (Wells, dkk, 2006).

Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa-sisa-sisa tersebut dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi kembali sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat.

Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan

chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat

meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses reabsorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya


(25)

reabsorpsi melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada reabsorpsi, oleh karena itulah diare terjadi (Tan dan Rahardja, 2002).

2.4.1 Patofisiologi Diare

Terdapat 4 mekanisme patofisiologi diare yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu:

1. perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida

2. perubahan motilitas usus

3. peningkatan osmolaritas luminal

4. peningkatan tekanan hidrostatik jaringan

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik, yaitu:

1. Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari suatu substansi

seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), pencahar atau toksin bakteri. hal tersebut dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorbsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.

2. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan

cairan intestinal

3. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang

mengeluarkan mucus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan.

4. Motilitas usus, suatu kondisi hiperperistaltik usus yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.

2.4.2 Klasifikasi Diare

Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut: 1. Diare karena infeksi, meliputi :


(26)

a. Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travelers diarrhea yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus.

b. Diare akibat bakteri (invasif), dapat disebabkan oleh Salmonella, Shigella,

Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.

c. Diare parasiter, dapat disebabkan oleh Entamooeba Hystolitica, Giardia

Lambia, Cryptosporidium dan Cyclospora yang terutama terjadi didaerah

tropis.

d. Diare akibat enterotoksin, penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.Coli dan Vibrio

Cholerae dan yang jarang adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba Hystolitica (Tan dan Rahardja, 2002).

2. Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena infeksi:

a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit).

b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya).

3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile.

b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik disebut diare sub akut (Suharyono, 1991).


(27)

2.4.3 Terapi

Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur diet, mencegah pengeluaran air dan elektrolit yang berlebihan, menormalkan gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare, dan mengatasi gangguan sekunder yang menyebabkan diare.

Pengaturan diet merupakan prioritas dalam pengobatan diare. Klinisi merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu. Jika terjadi muntah dapat diberikan antiemetik. Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit adalah perawatan primer sampai diare berakhir. Apabila muntah dan dehidrasi tidak parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang terpilih (Well B, dkk, 2006). Diare berdasarkan lama terjadinya diare dibedakan menjadi diare akut dan kronik, berikut adalah tabel pedoman pengobatan diare akut dan kronik;

Gambar 2.1 Pedoman Pengobatan Diare Akut

Diare

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik Diare akut

(< 3 hari)

Tidak terdapat demam atau gangguan sistemik

Terapi simptomatis a. pemberian cairan/elektrolit b. obat antimotilitas/adsorben, seperti loperamid/difenoksilat c. diet

Mengalami demam dan ganguan sistemik Pemeriksaan fess, meliputi sel darah merah/seldarahputih/parasit/ bakteri Negatif Terapi simptomatik Positif antibiotik yang sesuai

dan terapi simptomatik

Diare kronis (> 14 hari)

lihat gambar


(28)

Tahap-tahap pengobatan diare akut adalah (1) pemeriksaan riwayat kesehatan dan keadaan fisik, (2) tentukan apakah diare tersebut termasuk akut atau kronik, apabila termasuk diare kronik, lanjutan pada Gambar 2.2, (3) apabila termasuk diare kronik, lakukan pemeriksaan apakah pasien demam atau mengalami gangguan sistemik lain, (4) apabila pasein demam atau mengalami gangguan sistemik lain, maka lakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan feses, meliputi adanya sel darah merah/sel darah putih/parasit/bakteri. Bila hasil pemeriksaan feses terdapat sel darah/sel darah putih/parasit/bakteri, maka pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik dan terapi simptomatik, (5) apabila pasien tidak demam dan tidak ada gangguan sistemik lain, maka lakukan terapi simptomatik.

Gambar 2.2 Pedoman Pengobatan Diare Kronik

Diare kronik

Diare (> 14 hari)

Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik

dapat diakibatkan oleh:

(a)infeksi usus, (b)adanya inflamasi saluran cerna, (c)malabsorbsi, (d)obat-obatan, (e) gangguan motilitas, (f)gangguan aktifitas hormonal

Lakukan pemeriksaan laboratorium:

a. kultur bakteri/parasit feses b. sigmoidoscopy

c. biopsi usus

negatif

terapi simptomatik

Positif

terapi berdasarkan penyebab diare


(29)

Tahap-tahap pengobatan diare akut adalah (1) pemeriksaan riwayat kesehatan dan keadaan fisik, (2) penyebab terjadinya diare kronik, diantaranya infeksi usus (oleh bakteri atau parasit), peradangan saluran cerna (Crohn’s

disease), malabsorbsi (intoleransi laktosa), gangguan aktivitas hormonal,

obat-obatan (antasida) dan gangguan motilitas (diabetes mellitus, irritable bowel

syndrome), (3) lakukan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan

kondisi pasien, (4) lakukan pengobatan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, (5) bila hasil pemeriksaan negatif, maka lakukan terapi simptomatik

2.4.4 Obat-obat Diare

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon.

2. obstipansia, yang dibagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidnya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.


(30)

3. spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Tan dan Rahardja, 2002). Obat antimotilitas (penekan peristaltik) secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor µ pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh karena itu loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan.

Antibiotik, berguna hanya pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat diterapi dengan tetrasiklin. Kuinolon adalah obat yang lebih baru yang tampaknya efektif melawan patogen diare yang paling penting (Neal, 2006).

2.5 Loperamid Hidrokloridum

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tan dan Rahardja, 2002).


(31)

2.6 Minyak Jarak

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasar dari biji Ricinus

communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus

halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifaat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Arief, 1995).


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian meliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan, dan pengujian efek antidiare secara oral pada mencit jantan. Data hasil penelitian dianalisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan menggunakan program SPSS versi 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat gelas, pisau, lemari pengering, seperangkat alat perkolator, seperangkat alat destilasi, oven listrik (Fischer scientific), neraca hewan (Presica Geniweigher GW-1500), neraca kasar, neraca listrik (Vibra AJ), ayakan, pipet tetes, eksikator (Fischer Scientific), mortir dan stamper, krus porselin, mikroskop (Olympus), kaca objek (object glass), kaca penutup (deck glass), rotary

evaporator, freeze dryer (Edward), blender (National), cawan porselen, cawan

porselen berdasar rata, alumunium foil, kertas saring, kertas saring, spatula,

stopwatch, kandang hewan, oral sonde, pot plastik, wadah pengamatan.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan kimia. Bahan yang digunakan adalah buah sawo muda minyak jarak, CMC Na, Loperamid HCl (tablet Imodium®) dan semua semua bahan kimia yang


(33)

digunakan berkualitas pro analisa kecuali dinyatakan lain adalah kloralhidrat, toluen, kloroform, asam klorida 2N, besi (III) klorida, natrium hidroksida, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, asam asetat pekat, natrium klorida, kalium iodida, iodium, α-naftol, asam nitrat, bismuth nitrat, etil asetat, isopropanol, natrium sulfat anhidrat, serbuk seng, serbuk magnesium, metanol, eter, etanol 70 % (teknis), etanol 96 % (teknis), air suling (teknis).

3.2 Pembuatan Pereaksi 3.2.1 Larutan Pereaksi Mayer

Dilarutkan 1,36 g raksa (II) klorida P dalam 60 ml air, tambahkan pada larutan 5 g larutan kalium iodida P dalam 10 ml air, encerkan dengan air seluruhnya hingga 100 ml. dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendroff

Dilarutkan 8 g bismuth nitrat P dilarutkan asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.3 Larutan Pereaksi Bouchardat

Dilarutkan 2 g iodium P dan 4 g kalium iodida P dalam air secukupnya hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1995).

3.2.4 Larutan Pereaksi Molish

Dilarutkan 3 g α- naftol dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1995).


(34)

3.2.5 Larutan Pereaksi Besi (III) klorida 1%

Dilarutkan 1 g besi (III) klorida dalam air suling hingga diperoleh 100 ml larutan kemudian disaring.

3.2.6 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Dilarutkan 15,17 g timbal (II) asetat dengan air suling bebas CO2 hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1995).

3.2.7 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Dilarutkan 8,001 g natrium hidroksida dalam air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1995).

3.2.8 Larutan Pereaksi Kloralhidrat

Dilarutkan 50 g kloralhidrat P dalam 20 ml air (Ditjen POM, 1994).

3.2.9 Larutan Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI, 1994).

3.2.10 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI, 1994).

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkannya dengan sampel dari daerah lain. Tumbuhan yang digunakan adalah buah sawo yang masih muda dan didapatkan rumah warga di Jl.Terompet, Pasar I, Kecamatan Medan Baru, Kelurahan Padang Bulan, Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara (sampel pada lampiran 2, hal 28)


(35)

3.3.2 Identifikasi Sampel

Determinasi sampel dilakukan di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor (hasil identifikasi pada lampiran 3 , halaman 30).

3.3.3 Pengolahan Sampel

Buah sawo yang masih muda dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotoran dengan menggunakan air bersih yang mengalir, kemudian ditiriskan. Selanjutnya dibuang bagian yang tidak diperlukan (sortasi basah), kemudian ditimbang berat basahnya. Buah sawo muda selanjutnya diiris tipis-tipis dan dikeringkan di dalam lemari pengering selama 2 minggu dan ditimbang berat kering simplisia. Setelah kering, simplisia diserbuk hingga halus menggunakan blender dan diayak. Disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Dilakukan pemeriksaan karakterisasi simplisia yang meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1995; WHO, 1992).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia buah sawo meliputi bentuk, bau, warna dan rasa.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara meneteskan kloralhidrat diatas kaca objek, kemudian diletakkan sejumlah


(36)

serbuk simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop (hasil pemeriksaan pada lampiran ,hal ).

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan penerima 10 ml.

Ke dalam labu alas bulat di masukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling, destilasi selama 2 jam, biarkan menjadi dingin selama 30 menit dan volume air dalam tabung penampung dibaca. Selanjutnya ke dalam labu dimasukkan 5 gram serbuk simplisia lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur yaitu 2 tetesan perdetik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penampung dibiarkan dingin sampai sama dengan suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air di dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1992).

3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 kloroform dalam air sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara,


(37)

sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM,1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).


(38)

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia Buah Sawo

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi: pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid/ triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit. Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendroff akan terbentuk warna merah atau jingga (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat da 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol. (Fransworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N direfluk selama 1 jam, didinginkan dan disaring pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25


(39)

ml timbal (II) asetat 0,4M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkkan dalam tabung reaksi, pada sisanya ditambahkan 2 ml air suling dan 5 tetes peraksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1996).

3.5.5 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan satu tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bourchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah


(40)

yang berubah menjadi biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Ditjen POM, 1995).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Sawo

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70%. Cara kerja: sebanyak 200 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, tuangi cairan penyari sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga bila 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar (Depkes RI, 1984).

3.7 Pengujian Efek Antidiare

Pengujian efek antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan bahan uji, kontrol, obat pembanding, induktor diare, dan pengujian efek antidiare.

3.7.1 Penyiapan Hewan Coba

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit (mus

musculus) jantan sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Satu


(41)

3.7.2 Penyiapan Bahan

Bahan yang digunakan meliputi suspensi CMC Na sebagai kontrol, suspensi Loperamid HCl (Imodium®) sebagai pembanding, suspensi ekstrak sawo sebagai bahan uji dan minyak jarak sebagai induktor diare.

3.7.2.1 Pembuatan Suspensi CMC Na 0,5% (b/v)

Sebanyak 500 mg CMC Na ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 10 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalau diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief M, 1995).

3.7.2.2 Pembuatan Suspensi Loperamid HCl dari Tablet Imodium®

Satu tablet Imodium® mengandung 2 mg Loperamid HCl. Berat satu tablet Imodium ® adalah 162 mg. Sebanyak satu tablet Imodium® digerus halus dalam lumpang kemudian ditambah suspensi CMC Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, kemudian diencerkan dengan suspensi CMC Na 0,5% hingga 10 ml (perhitungan volume pemberian pada lampiran 12,hal ).

3.7.2.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Buah Sawo dengan Berbagai Konsentrasi

Ekstrak etanol buah sawo masing-masing sebanyak 300 mg, 600 mg dan 750 mg digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi CMC Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi CMC Na 0,5% hingga 5 ml (perhitungan volume pemberian pada lampiran 12 ,halaman ).

3.7.3 Prosedur Percobaan

Pelaksanaan percobaan ini menggunakan 30 ekor mencit putih jantan yang dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok. Sebelum percobaan dimulai, mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam. Volume larutan uji yang dapat


(42)

diberikan kepada mencit secara per oral adalah 1 ml. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberi CMC Na 0,5% dosis 1% BB, kelompok II diberi Loperamid HCl 2 mg/ kg BB, kelompok III, IV,dan V diberi ekstrak dosis 1 g, 2 g, dan 2,5 g/kg BB. Satu jam kemudian setiap mencit diberi minyak jarak 0,5 ml/ekor, lalu mencit ditempatkan dalam wadah pengamatan yang dialasi kertas saring. Pengamatan dimulai 30 menit setelah pemberian minyak jarak.

Parameter yang diamati meliputi jumlah mencit diare, berat feses, frekuensi defekasi, konsistensi feses, dan lamanya terjadi diare. Respon tiap mencit diamati pada menit ke-30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 setelah pemberian minyak jarak (Adnyana, dkk, 2004;Sa’roni, 1996).


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi sampel menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian adalah buah dari tanaman sawo (Achras zapota L.), suku Sapotaceae. Identifikasi bertujuan untuk memastikan kebenaran sampel yang akan digunakan dalam penelitian.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia berupa potongan-potongan dengan bentuk melengkung seperti bulan sabit, berwarna coklat tua, dan rasa kelat. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada buah sawo terlihat adanya serabut skerenkim, sel-sel batu, pigmen berwarna coklat dan sel-sel endosperm dengan butir pati.

Hasil penetapan kadar air simplisia 15,33%, kadar abu total 1,89%, kadar abu tidak larut asam 0,91%, kadar sari yang larut dalam air 38,01%, kadar sari yang larut dalam etanol 37,45%. Dari hasil yang diperoleh pada penetapan kadar sari dapat diamati bahwa serbuk simplisia buah sawo lebih banyak mengandung senyawa yang larut dalam air dari pada yang larut dalam etanol. Standarisasi simplisia untuk buah sawo belum tertera di MMI, sehingga diharapkan untuk hasil karakterisasi ini dapat dijadikan standar simplisia untuk acuan syarat mutu simplisia.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya kandungan tanin, flavonoid, dan glikosida pada buah sawo yang masih muda.

Pengujian efek antidiare menggunakan 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan


(44)

suspensi CMC Na 0,5% 1 % BB, kelompok II sebagai pembanding menggunakan Loperamid HCl 2 mg/kg BB, kelompok III, IV, dan V adalah kelompok sediaan uji yaitu ekstrak etanol buah sawo (EEBS) dengan dosis masing-masing 1 g, 2 g dan 2,5 g/kg BB. Satu jam kemudian masing-masing mencit diberikan minyak jarak 0,5 ml/ekor.

Tabel 4.1. Jumlah Mencit yang Mengalami Diare

Kel Perlakuan Mencit

Diare

I CMC Na 0,5% + minyak jarak 0,5 ml 6/6

II Loperamid HCL 2 mg/kg BB + minyak jarak 0,5 ml 1/6 III EEBS dosis 1 g/kg BB + minyak jarak 0,5 ml 6/6 IV EEBS dosis 2 g/kg BB + minyak jarak 0,5 ml 5/6 V EEBS dosis 2,5 g/kg BB + minyak jarak 0,5 ml 1/6

Jumlah mencit yang mengalami diare selama pengamatan pada kelompok I sebanyak 6 ekor, kelompok II sebanyak 1 ekor, kelompok III sebanyak 6 ekor, kelompok IV sebanyak 5 ekor, kelompok V sebanyak 1 ekor. Dari jumlah total mencit yang mengalami diare terlihat bahwa kelompok II dan kelompok V memperlihatkan jumlah mencit yang sama. Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) yang dilanjutkan beda rata-rata Duncan menunjukkan bahwa Loperamid HCl 2 mg/kg BB sebanding dengan EEBS 2,5 g/kg BB.

Gambar 4.1. Jumlah Mencit yang Mengalami Diare Setiap 30 Menit

0 1 2 3 4 5 6 7

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

ju

m

a

h

m

e

n

ci

t

kontrol negatif I.loperamid III.EEBS 1 g/kg BB

IV.EEBS 2 g/kg BB V.EEBS 2,5 g/kg BB


(45)

Mencit kelompok kontrol negatif mengalami diare pada menit ke-90 dengan jumlah 2 ekor, menit ke-120 sejumlah 5 ekor, menit ke-150 sejumlah 6 ekor, menit ke-180 sejumlah 3 ekor, menit ke-210 sejumlah 3 ekor, menit ke-240 sejumlah 5 ekor, menit ke-270 sejumlah 2 ekor, menit ke-300 sejumlah 2 ekor, menit ke-360 sejumlah 1 ekor. Kelompok Loperamid diare pada menit ke-180 dengan jumlah mencit 1 ekor dan menit ke-210 sejumlah 1 ekor. Kelompok EEBS 1 g/kg BB terjadi pada menit ke-90 dengan jumlah mencit 2 ekor, menit ke-120 sejumlah 3 ekor, menit ke-180 sejumlah 6 ekor, menit ke-210 sejumlah 4 ekor, menit ke-240 sejumlah 4 ekor, menit ke-270 sejumlah 1 ekor, menit ke-300 sejumlah 2 ekor dan menit ke-330 sejumlah 1 ekor. Kelompok EEBS 2 g/kg BB terjadi pada menit ke-120 dengan jumlah mencit sejumlah 2 ekor, menit ke-150 sejumlah 4 ekor, menit ke-180 sejumlah 4 ekor, menit ke-210 sejumlah 5 ekor, menit ke-240 sejumlah 2 ekor, menit ke-270 sejumlah 2 ekor dan menit ke-300 sejumlah 1 ekor. Kelompok EEBS 2,5 g/kg BB terjadi pada menit ke-210 dengan jumlah mencit 1 ekor, menit ke-240 sejumlah 1 ekor dan menit ke-330 sejumlah 1 ekor.

Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) yang dilanjutkan beda rata-rata Duncan terjadi perbedaan bermakna pada menit ke-120 antara kelompok kontrol negatif dan EEBS 1 g/20 g BB dengan kelompok Loperamid, EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB. Pada menit ke-150 terjadi antara kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/kg BB dengan kelompok kontrol negatif, EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB. Pada menit ke-180 terjadi perbedaan terhadap masing-masing kelompok, namun kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/kg BB tidak memiliki perbedaan bermakna. Pada menit ke-210 terjadi antara kelompok


(46)

kontrol negatif, EEBS 1 g/20 g BB, EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/20 g BB. Pada menit ke-240 antara kelompok kontrol negatif, 1 g/kg BB, dan 2 g/kg BB dengan kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 mg/kg BB. Pada menit ke-330 antara kontrol negatif dengan kelompok EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid.

Berdasarkan hasil analisa statistik ini dapat diketahui bahwa kelompok EEBS 1 g/kg BB dan 2 g/kg BB memperlihatkan jumlah mencit diare yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, namun belum sebanding dengan hasil yang ditunjukkan oleh Loperamid. Sedangkan untuk kelompok Loperamid dan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB memperlihatkan jumlah mencit diare sebanding.

Gambar 4.2. Profil Konsistensi Feses Mencit

Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) dalam konsistensi feses mencit pada menit ke-120 antara kelompok kontrol negatif dan EEBS 1 g/kg BB dengan kelompok EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB, dan Loperamid. Pada menit ke-150 antara kelompok kontrol negatif dan EEBS 1 g/kg BB dengan kelompok EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Pada menit ke-180 antara kelompok kontrol negatif, EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB dengan

0 0,51 1,52 2,53 3,54 4,5

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

k o n si st e n si

Kontrol negatif II.loperamid III.EEBS 1 g/kg BB

IV.EEBS 2 g/kg BB V.EEBS 2,5 g/kg BB

waktu (menit) 0=tidak defekasi 1=feses normal 2=feses lembek 3=berlendir/berair membentuk massa feses 4=berlendir/berair tidak membentuk massa


(47)

kelompok EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Pada menit ke-210 antara kelompok kontrol negatif, EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Pada menit ke-240 terdapat antara kelompok kontrol negatif, EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Pada menit ke-330 antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB dan Loperamid.

Berdasarkan hasil analisis statistik ini dapat diketahui bahwa kelompok EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB menunjukkan profil konsistensi feses yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, namun belum memperlihatkan profil yang sebanding dengan kelompok Loperamid. Kelompok Loperamid memperlihatkan profil konsistensi feses yang sebanding dengan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB.

Gambar 4.3. Profil Frekuensi Defekasi

Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) dalam frekuensi defekasi pada menit ke-120 antara kelompok kontrol negatif dan EEBS 1 g/kg BB dengan kelompok Loperamid, EEBS 2 g/kg BB dan EEBS 2,5 g/kg BB. Pada menit ke-150 antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok EEBS 1 g/kg BB dan

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

fr

e

k

u

e

n

si

Kontrol negatif II.loperamid 2 mg/kg BB III.EEBS 1g/kg BB

IV.EEBS 2 g/kg BB V.EEBS 2,5 g/kg BB


(48)

EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/kg BB. Pada menit ke-180 antara kelompok kontrol negatif, EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Pada menit ke-210 antara kelompok kontrol negatif, 1 g/kg BB, 2 g/kg BB dengan kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/kg BB. Pada menit ke-240 antara kelompok kontrol negatif , EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB dengan kelompok Loperamid dan EEBS 2,5 g/kg BB. Pada menit ke-330 antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid.

Berdasarkan hasil analisis statistik ini dapat diketahui bahwa kelompok EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB profil defekasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, namun belum memperlihatkan profil yang sebanding dengan kelompok Loperamid. Kelompok Loperamid memperlihatkan profil defekasi yang sebanding dengan kelompok EEBS 2,5 g/kg BB.

Gambar 4.4. Bobot Total Feses

5.882

1.876

3.802

2.991

1.954

I.kontrol negatif II.Loperamid III.EEBS 1 g/kg BB IV.EEBS 2 g/kg BB V.EEBS 2,5 g/kg

BB

Bobot Total (g)


(49)

Bobot total feses mencit kelompok I memperlihatkan bobot yang paling tinggi dilanjutkan kelompok III, IV, V dan II. Kelompok dengan jumlah mencit diare yang besar memperlihatkan bobot total feses yang besar, semakin sedikit jumlah mencit yang diare maka semakin kecil bobot total feses. Berdasarkan hasil analisis statistik ANAVA (p<0,05) dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa EEBS 1 g/kg BB, EEBS 2 g/kg BB, EEBS 2,5 g/kg BB dan Loperamid memiliki kemampuan yang sebanding dalam bobot total feses.

Berdasarkan beberapa parameter pengamatan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa EEBS 1 g/kg BB dan EEBS 2 g/kg BB sudah mampu memperlihatkan profil jumlah mencit diare yang lebih kecil, profil konsistensi feses, defekasi dan bobot total yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif. Sedangkan EEBS 2,5 g/kg BB mampu memperlihatkan profil jumlah mencit diare, konsistensi feses, defekasi dan bobot total feses yang sebanding dengan Loperamid.

Pada penelitian ini digunakan minyak atau castor oil sebagai penginduksi diare. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar.

Diare adalah suatu kondisi yang menunjukkan frekuensi dan konsistensi buang air besar yang meningkat dibandingkan dengan individu dalam kondisi pencernaan yang normal (Wells, dkk, 2006). Pada penelitian ini frekuensi dan


(50)

konsistensi merupakan parameter pengamatan teradinya diare, selain itu parameter lain adalah bobot total feses mencit. Berdasarkan pengamatan kejadian diare menunjukkan adanya peningkatan frekuensi defekasi, konsistensi feses dan bobot feses.

Pengobatan non spesifik, dilakukan dengan mengurangi peristaltik otot polos usus (antimotilitas), menciutkan selaput lendir usus (astringensia), menyerap racun dan toksin (adsorbensia) dan memberikan cairan elektrolit.

Dalam penelitan ini digunakan Loperamid sebagai obat pembanding. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh karena itu Loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Obat antimotilitas secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor µ pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. (Neal, 2006).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia sampel yang digunakan mengandung tanin. Diduga tanin didalam sampel inilah yang memberikan aktifitas antidiare. Tanin bekerja sebagai astringens, yaitu senyawa yang dapat menciutkan selaput lendir usus sehingga dapat menekan terjadinya diare dan meringankan keadaan diare yang non spesifik pada mencit (Tan dan Rahardja, 2002).


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia berupa potongan-potongan dengan bentuk melengkung seperti bulan sabit, berwarna coklat tua, dan rasa kelat. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada buah sawo terlihat adanya serabut skerenkim, sel-sel batu, pigmen berwarna coklat dan sel-sel endosperm dengan butir pati. Hasil penetapan kadar air 15,55%, kadar sari yang larut dalam air 38,01%, kadar sari yang larut dalam etanol 37,45%, kadar abu total 1,89%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,91%.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah sawo menunjukkan adanya senyawa tanin, flavonoid dan glikosida.

Hasil pengujian efek antidiare menunjukkan bahwa EEBS 1 g/kg BB, 2 g/kg BB dan EEBS 2,5 g/kg BB memiliki aktifitas antidiare.

Pada dosis 1 g/kg BB EEBS menunjukkan aktivitas diare yang lemah, dosis 2 g/kg BB menunjukkan aktivitas antidiare yang sedang dan dosis 2,5 g/kg BB sebanding dengan Loperamid HCl 2 mg/kg BB.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji toksisitas akut pada mencit dan melakukan uji aktivitas antibakteri penyebab diare.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana. I. K, dkk. (2004). Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih

Dan Jambu Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare. Acta

Pharmaceutica Indonesia. Vol XXIX. No. 1. Hal. 18-20.

Anief. M. (1995). Ilmu Meracik Obat, Teori Dan Praktik. Cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 107.

Anonim. (2005). SAWO (Achras zapota. L).

Anonim. (2010). Back To Nature. http://www.backto nature/.manfaat-buah-sawo-untuk-kesehatan.html Diakses pada November 2010.

Arif. A., Sjamsudin. U. (1995. Obat Lokal. dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: FK-UI. Hal. 511-512.

Neal, M.J. (2006). At A Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Surabaya. Hal. 32-33.

Depkes RI. (2007). Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Depkes RI. Hal 8, 12, 14.

Depkes RI. (1984). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI. Hal. 9.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Depkes RI. Hal. 300-306, 323-326.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Hal 3, 10-11.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of pharmaceuticals Science. Volume 55. Number 3. Chicago.

Reheins Chemical Company. Page 247-268.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih., Soediro I. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 102-103, 147-148. Jeejeebhoy, K. N. (1977). Symposium on Diarrhea Definition and Mechanisms of

diarrhea. Scientific Section. CMA Journal. Volume 116. Toronto:

Toronto General Hospital. Page 737-739.

M. Wien W., Dian. S. (1996) Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Diare di


(53)

Sari, dkk. (2006). Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat

dan Keamanan. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. III. No. 1. Hal. 1-7.

Sa’roni., Pudjiastuti., Adjirni. (1996). Efek Antidiare Infus Daun Kesembukan

(Paederia foetida L) pada Tikus Putih dan Toksisitas Akutnya Pada Mencit. Cermin Dunia Kedokteran. No 109. Hal. 18-20.

Sugati dan Johnny. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hal. 167.

Suharyono. (1991). Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 1-2.

Suputra Purwanto H., dkk. (2002). Data Obat di Indonesia. Jakarta:Grafidian Medipress. Hal. 1027.

Tan, T. H., Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Khasiat, penggunaan dan

efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit

PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Hal. 278-279.

Wells B.G., dkk (2006). Pharmacotherapy Handbook. Sixth Edition. Singapore: The Mc Graw Hill Companies. Pages. 222-227.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Pages. 25-28.


(54)

Lampiran 1. Bagan Kerja Penelitian

Buah sawo muda (1,3 kg)

Dibersihkan dan dicuci

Ditiriskan dan ditimbang (1,1 kg)

Ditimbang Ditimbang Dihaluskan Simplisia

Serbuk simplisia 280 g

Skrining fitokimia karakterisasi

simplisia Pembuatan ekstrak buah sawo

 Makroskopik  Mikroskopik  PK air  PK sari larut

air

 PK sari larut etanol

 PK abu total  PK abu tidak

larut asam

 Alkaloid  Flavonoid  Glikosida  Tanin  Saponin  Steroid/triterp

enoid

Diperkolasi dengan etanol 70% Perkolat

Dipekatkan dengan alat rotary evaporator

Dikeringkan dengan freeze dryer Ekstrak kental (151,132 g)

Uji efek Dipotong kecil-kecil


(55)

Lampiran 2. Tumbuhan Sawo

a. Tanaman Sawo (Achras zapota L.)

b. buah sawo


(56)

Lanjutan Lampiran 2

c. simplisia buah sawo


(57)

(58)

Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Buah Sawo

Keterangan : 1. serabut sklerenkim

2. endosperm dengan butir pati 3. sel-sel batu

4. pigmen berwarna coklat

1

2

3


(59)

Lampiran 5. Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Perhitungan Penetapan Kadar Air

a. Berat sampel I = 5,003 g Volume air = 0,8 ml

Kadar air = x 100% 15,99% 5,001

8 , 0

=

b. Berat sampel II = 5,000 g Volume air = 0,7 ml

Kadar air = x 100% 14,00%

5,000 7 , 0

=

c. Berat sampel III = 5,000 g Volume air = 0,8 ml

Kadar air = x 100% 16,00% 5,000

8 , 0

=

Kadar air rata-rata =

3 % 16,00 % 14,00 % 99 ,

15 + +

= 15,33%

Perhitungan Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air

% 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari

kadar =

Persen

a. Berat sampel I = 4,999 g Berat sari air = 0,385 g

% 100 x 20 100 x 4,999 0,385 air dalam larut yang sari

Kadar = = 38,51 %

b. Berat sampel II = 5,000 g Berat sari air = 0,371 g Kadar air simplisia = x 100%

sampel Berat

air


(60)

Lanjutan Lampiran 5 % 100 x 20 100 x 5,000 0,371 air dalam larut yang sari

Kadar = = 37,10 %

c. Berat sampel III = 5,000 g Berat sari air = 0,38 g

% 100 x 20 100 x 5,000 0,38 air dalam larut yang sari

Kadar = = 38,00 %

Kadar sari rata-rata =

3 % 38,00 0% 37,1 % 51 ,

38 + +

= 38,01 %

Perhitungan Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol

% 100 x 20 100 x simplisia etanol sari g Berat etanol dalam larut yang sari kadar Persen Berat =

a. Berat sampel I = 5,002 g Berat sari etanol = 0,389 g

% 100 x 20 100 x 5,002 0,389 etanol dalam larut yang sari

Kadar = = 38,88 %

b. Berat sampel II = 5,003 g Berat sari etanol = 0,366 g

% 100 x 20 100 x 5,003 0,366 etanol dalam larut yang sari

Kadar = = 36,58 %

c. Berat sampel III = 5,003 g Berat sari etanol = 0,369 g

% 100 x 20 100 x 5,003 0,369 etanol dalam larut yang sari

Kadar = = 36,88 %

Kadar sari rata-rata =

3 % 36,88 % 36,58 % 88 ,

38 + +


(61)

Lanjutan Lampiran 5

Perhitungan Penetapan Kadar Abu

% 100 x sampel abu Berat abu total kadar berat Persen =

a. Berat sampel I = 2,0005 g

Berat abu = 0,0392 g

Persen kadar abu total = x 100%

2,0005 0392 , 0

= 1,96%

b. Berat sampel II = 2,0002 g Berat abu = 0,0388 g

Persen kadar abu total = x 100%

2,0002 0388 , 0

= 1,94 %

c. Berat sampel III = 2,0004 g Berat abu = 0,0354 g

Persen kadar abu total = x 100%

2,0004 0354 , 0

= 1,77 %

Kadar abu total rata-rata =

3

1,77% 1,94%

1,96%+ +

= 1,89 %

Perhitungan Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam % 100 x sampel hasil sisa g Berat asam larut abu tidak kadar Berat Persen =

a. Berat sampel I = 2,0005 g Berat abu = 0,0196 g

Persen kadar abu tidak larut asam = x 100%

2,0005 0196 , 0

= 0,98 %

b. Berat sampel II = 2,0002 g Berat abu = 0,0174 g


(62)

Lanjutan Lampiran 5

Persen kadar abu tidak larut asam = x 100%

2,0002 0174 , 0

= 0,87 %

c. Berat sampel III = 2,0004 g Berat abu = 0,0176 g

Persen kadar abu tidak larut asam = x 100%

2,0004 0176 , 0

= 0,88 %

Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 3

0,88% 0,87%

0,98%+ +


(63)

Lampiran 6. Hewan Percobaan

a. Mencit dalam Keadaan Sehat

b. Mencit yang Mengalami Diare

Keterangan : f = feses mencit dengan konsistensi berlendir/berair tidak membentuk massa feses


(64)

Lampiran 7. Mencit dalam Wadah Pengamatan dan Kandang Mencit

a. Wadah Pengamatan


(65)

Lampiran 8. Feses Mencit dengan Berbagai Konsistensi

a b

c d

Keterangan: a = konsistensi feses normal b = konsistensi feses lembek

c = konsistensi feses berair/berlendir membentuk massa feses d = konsistensi feses berair/berlendir tidak membentuk massa feses


(66)

Lampiran 9. Hasil Pengujian Efek Antidiare a. Konsistensi Feses Mencit setiap 30 Menit

Kelompok I

Kontrol negatif

Waktu (menit ke)

Ulangan

I II III IV V VI

30 0 0 0 0 0 0

60 1 1 0 0 1 0

90 0 0 3,67 2 0 0

120 3,5 3,67 0 3,5 4 3,5

150 4 4 4 4 4 4

180 4 4 4 0 0 0

210 4 0 0 4 0 4

240 4 4 4 0 4 4

270 0 0 0 3 4 0

300 0 0 4 0 0 4

330 4 4 0 0 4 4

360 0 3 0 0 0 0

Kelompok II

Loperamid HCl

Waktu (menit ke)

Ulangan

I II III IV V VI

30 0 1 0 0 0 1

60 0 0 1 0 0 0

90 0 0 0 0 0 0

120 0 0 0 1 0 0

150 1 0 1 0 1 0

180 0 0 0 3 1 1

210 0 1 0 3,67 0 0

240 1 0 0 0 0 0

270 0 0 0 4 0 0

300 0 0 1 0 0 0

330 1 0 0 0 0 1

360 0 1 0 0 0 0

Kelompok III

EEBS 1 g/kg BB

Waktu (menit ke)

Ulangan

I II III IV V VI

30 0 1 0 1 0 0

60 0 0 0 1 0 1

90 0 0 0 3 3,5 0

120 2,5 0 1 4 4 0

150 4 3 1 4 4 3

180 4 3,5 2 4 4 4

210 4 4 3 0 4 0

240 0 4 3,5 4 4 0

270 0 0 4 0 0 0

300 0 4 0 0 0 4

330 0 0 0 0 0 4


(67)

Kelompok V

EEBS 2 g/kg BB (menit ke) Waktu

Ulangan

I II III IV V VI

30 1 0 0 0 0 0

60 0 0 0 0 0 1

90 0 0 3 0 0 0

120 0 0 4 0 0 3,5

150 3,5 3,5 4 1 0 4

180 4 4 0 4 0 0

210 4 4 4 4 1 4

240 0 0 0 0 0 0

270 0 0 4 0 1 4

300 3 0 0 0 0 0

330 0 0 0 0 0 0

360 0 0 0 0 0 0

Kelompok V

EEBS 2,5 g/kg BB

Waktu (menit ke)

Ulangan

I II III IV V VI

30 1 0 0 1 0 0

60 1 1 0 0 0 1

90 0 0 1 0 0 0

120 1 1 0 0 1 0

150 0 0 0 1 0 0

180 0 0 0 0 0 0

210 1 0 3,5 0 0 0

240 0 0 4 1 0 0

270 0 0 0 0 0 0

300 0 0 0 0 0 1

330 0 0 4 0 0 0

360 0 0 0 0 1 0


(68)

Lanjutan Lampiran 9

b. Frekuensi Defekasi Mencit

Kelompok I

Kontrol negatif

Waktu (menit ke)

Ulangan Rata-rata

I II III IV V VI

30 0 0 0 0 0 0 0,00

60 1 1 0 0 2 0 0,67

90 0 0 3 2 0 0 0,83

120 2 3 0 3 4 2 2,33

150 3 3 2 3 4 4 3,16

180 3 4 4 0 0 0 1,83

210 2 0 0 4 0 3 1,50

240 2 4 3 0 2 3 2,33

270 0 0 0 3 2 0 0,83

300 0 0 1 0 0 2 0,50

330 2 2 0 0 1 2 1,17

360 0 1 0 0 0 0 0,17

Kelompok II Loperamid Waktu (menit ke) Ulangan Rata-rata I II III IV V VI

30 0 1 0 0 0 1 0,33

60 0 0 1 0 0 0 0,17

90 0 0 0 0 0 0 0,00

120 0 0 0 1 0 0 0,17

150 2 0 1 0 1 0 0,67

180 0 0 0 3 1 1 0,83

210 0 1 0 3 0 0 0,67

240 1 0 0 0 0 0 0,17

270 0 0 0 4 0 0 0,67

300 0 0 1 0 0 0 0,17

330 1 0 0 0 0 1 0,33

360 0 1 0 0 0 0 0,17

Kelompok III

EEBS 1 g/kg BB

Waktu (menit ke)

Ulangan

Rata-rata I II III IV V VI

30 0 1 0 1 0 0 0,33

60 0 0 0 1 0 1 0,33

90 0 0 0 2 2 0 0,67

120 2 0 1 3 3 0 1,50

150 3 3 1 3 2 2 2,33

180 4 2 3 2 2 4 2,83

210 3 4 3 0 3 0 2,17

240 0 4 3 1 1 0 1,50

270 0 0 2 0 0 0 0,33

300 0 3 0 0 0 4 1,17

330 0 0 0 0 0 3 0,50


(69)

Kelompok IV

EEBS 2 g/kg BB

Waktu (menit ke)

Ulangan

Rata-rata I II III IV V VI

30 1 0 0 0 0 0 0,17

60 0 0 0 0 0 1 0,17

90 0 0 2 0 0 0 0,33

120 0 0 4 0 0 3 1,17

150 2 3 4 1 0 4 2,33

180 3 4 0 4 0 0 1,83

210 3 4 2 3 1 3 2,67

240 0 0 0 0 0 0 0,00

270 0 0 1 0 1 2 0,67

300 3 0 0 0 0 0 0,50

330 0 0 0 0 0 0 0,00

360 0 0 0 0 0 0 0,00

Kelompok V

EEBS 2,5 g/kg BB

Waktu (menit ke)

Ulangan

Rata-rata I II III IV V VI

30 1 0 0 1 0 0 0,33

60 1 1 0 0 0 1 0,50

90 0 0 1 0 0 0 0,17

120 1 1 0 0 1 0 0,50

150 0 0 0 1 0 0 0,17

180 0 0 0 0 0 0 0,00

210 1 0 2 0 0 0 0,50

240 0 0 4 1 0 0 0,83

270 0 0 0 0 0 0 0,00

300 0 0 0 0 0 1 0,17

330 0 0 3 0 0 0 0,50

360 0 0 0 0 1 0 0,17

c. Bobot Total Feses

Perlakuan Mencit Bobot (g)

Kelompok I

Kontrol negatif

Ulangan

5,882 I II III IV V VI

1,021 0,900 0,760 1,230 0,860 1,111 Kelompok II

Loperamid

Ulangan

1,876 I II III IV V VI

0,291 0,182 0,343 0,640 0,210 0,220 Kelompok III

EEBS 1g/kg BB

Ulangan

3,802 I II III IV V VI

0,530 0,590 0,811 0,670 0,701 0,500 Kelompok IV

EEBS 2 g/kg BB

Ulangan

2,991 I II III IV V VI

0,510 0,570 0,681 0,500 0,120 0,620 Kelompok V

EEBS 2,5 g/kg BB

Ulangan

1,954 I II III IV V VI

0,190 0,261 0,780 0,291 0,230 0,212 Lanjutan Lampiran 9


(70)

Lampiran 10. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji yang Dapat diberikan

Pada Hewan Uji (Ritachel, 1974)

Jenis hewan uji

Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian

i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.

Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2,5 2,5

Marmot (300 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0

Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0

Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0


(1)

Lanjutan Lampiran 13

Bobot Total Feses

ONEWAY bobot BY perlakuan /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN LSD ALPHA(0.05). Oneway

ANOVA Bobot

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.808 4 .452 13.845 .000

Within Groups .816 25 .033

Total 2.625 29

Homogeneous Subsets

Bobot

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Loperamid 6 .3127

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .3257

EEBS 2 g/kg bb 6 .4995 .4995

EEBS 1 g/kg bb 6 .6337

kontrol negatif 6 .9803

Sig. .102 .210 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(2)

Lanjutan Lampiran 13

Mencit yang Mengalami Diare

ONEWAY menit30 menit60 menit90 menit120 menit150 menit180 menit210 menit240 menit270 menit300 menit330 menit360 BY perlakuan /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN LSD ALPHA(0.05).

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

menit 30 Between Groups .000 4 .000 . .

Within Groups .000 25 .000

Total .000 29

menit 60 Between Groups .000 4 .000 . .

Within Groups .000 25 .000

Total .000 29

menit 90 Between Groups .800 4 .200 1.875 .146

Within Groups 2.667 25 .107

Total 3.467 29

menit 120 Between Groups 3.000 4 .750 5.114 .004

Within Groups 3.667 25 .147

Total 6.667 29

menit 150 Between Groups 5.333 4 1.333 15.385 .000

Within Groups 2.167 25 .087

Total 7.500 29

menit 180 Between Groups 3.800 4 .950 6.477 .001

Within Groups 3.667 25 .147

Total 7.467 29

menit 210 Between Groups 2.800 4 .700 3.750 .016

Within Groups 4.667 25 .187

Total 7.467 29

menit 240 Between Groups 2.867 4 .717 4.135 .010

Within Groups 4.333 25 .173

Total 7.200 29

menit 270 Between Groups .667 4 .167 1.190 .339

Within Groups 3.500 25 .140

Total 4.167 29

menit 300 Between Groups .667 4 .167 1.190 .339

Within Groups 3.500 25 .140

Total 4.167 29

menit 330 Between Groups 1.800 4 .450 3.750 .016


(3)

Lanjutan Lampiran 13

Homogeneous Subsets

menit 90

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

kontrol negatif 6 .3333

EEBS 1 g/kg bb 6 .3333

Sig. .125

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 120

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .3333 .3333

EEBS 1 g/kg bb 6 .5000 .5000

kontrol negatif 6 .8333

Sig. .166 .458 .144

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 150

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .6667

EEBS 1 g/kg bb 6 .8333

kontrol negatif 6 1.0000

Sig. 1.000 .074

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(4)

menit 180

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

loperamid 6 .1667 .1667

kontrol negatif 6 .5000 .5000

EEBS 2 g/kg bb 6 .6667 .6667

EEBS 1 g/kg bb 6 1.0000

Sig. .458 .144 .458 .144

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 210

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana loperamid 6 .1667

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .1667

EEBS 1 g/kg bb 6 .6667 .6667

kontrol negatif 6 .8333

EEBS 2 g/kg bb 6 .8333

Sig. .068 .535

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 240

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .1667 .1667

EEBS 2 g/kg bb 6 .3333 .3333 .3333

EEBS 1 g/kg bb 6 .6667 .6667

kontrol negatif 6 .8333

Sig. .202 .059 .059

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(5)

Lanjutan Lampiran 13

menit 270

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

EEBS 1 g/kg bb 6 .1667

kontrol negatif 6 .3333

EEBS 2 g/kg bb 6 .3333

Sig. .179

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 300

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .1667

kontrol negatif 6 .3333

EEBS 1 g/kg bb 6 .3333

Sig. .179

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

menit 330

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .0000

EEBS 1 g/kg bb 6 .1667

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .1667

kontrol negatif 6 .6667

Sig. .455 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(6)

Lanjutan Lampiran 13

menit 360

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

Duncana loperamid 6 .0000

EEBS 1 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2 g/kg bb 6 .0000

EEBS 2,5 g/kg bb 6 .0000

kontrol negatif 6 .1667

Sig. .169

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

ONEWAY menit30 menit60 menit90 menit120 menit150 menit180 menit210 menit240 menit270 menit300 menit330 menit360 BY perlakuan /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN LSD ALPHA(0.05).