Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium Lappaceum) dengan Pelarut Etanol
EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT
RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN
PELARUT ETANOL
SKRIPSI
Oleh
LAURA OLIVIA SIAHAAN
090405049
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
(2)
EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT
RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN
PELARUT ETANOL
SKRIPSI
Oleh
LAURA OLIVIA SIAHAAN
090405049
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
(3)
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT ETANOL
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, Juli 2014
Laura Olivia Siahaan NIM 090405049
(4)
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT ETANOL
dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diajukan pada sidang ujian skripsi pada Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Universitas Sumatera Utara.
Mengetahui, Medan, Juli 2014
Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing
Ir. Renita Manurung, MT Dr. Eng. Rondang Tambun, ST.MT NIP. 19681214 199702 2 002 NIP. 19720612 200012 1 001
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Dr. Ir. M Yusuf Ritonga, MT Dr. Eng. Rondang Tambun, ST.MT NIP. 19620819 198903 1 002 NIP. 19570725 198701 2 001
(5)
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul
“Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum)
dengan Pelarut Etanol”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di
Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Melalui penelitian ini diperoleh kondisi optimum untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut etanol pada temperatur 70 0C dan waktu reaksi 8 jam, sehingga diperoleh intensitas warna dengan absorbansi2,6119, konsentrasi 120, 1601 mg/L dan rendemen 0,6008 %.
Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, ST. MT., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan baik. 2. Bapak Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli
Hasibuan, MT sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Eng. Irvan, M.Si, selaku ketua Departemen Teknik Kimia yang telah membantu memberikan persetujuan untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT., selaku sekretaris Departemen Teknik Kimia yang telah membantu memberikan persetujuan untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Ibu Ir. Renita, MT., selaku ketua penelitian yang telah membantu memberikan persetujuan untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
(6)
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Juli 2014 Penulis
(7)
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada kedua orangtua penulis, A. Siahaan, S.Pd dan E. Silalahi, S.Pd yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dan seluruh keluarga penulis terutama adik-adikku, Victor Siahaan, Winner Siahaan dan Evanri Siahaan yang telah memberikan doa kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini serta kepada Elvi Rasida Florentina Hutapea atas kerjasamanya dan dukungannya selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
(8)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Laura Olivia Siahaan NIM : 090405049
Tempat/tgl lahir : Jambi, 06 Mei 1991 Nama orang tua : A. Siahaan, S,Pd
Alamat orang tua: Perum. Bougenville blok FF. 08, Jambi
Asal sekolah
TK Xaverius II Jambi
SDN 116 Jambi
SMP Negeri 22 Jambi
SMAN 5 Jambi Beasiswa yang diperoleh:
Beasiswa BBM tahun 2011, 2012 Universitas Sumatera Utara Pengalaman organisasi:
1. Menjadi pengurus himpunan mahasiswa teknik kimia (HIMATEK) FT USU periode 2012/2013 sebagai anggota Bidang Bakat dan Minat
2. Menjadi pengurus himpunan mahasiswa teknik kimia (HIMATEK) FT USU periode 2012/2013 sebagai anggota Bidang Sosial dan Rohani
3. Menjadi pengurus di NHKBP Padang Bulan sebagai anggota Seksi Rohani Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal:
“Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephellium lappaceum)
(9)
ABSTRAK
Rambutan(Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakansebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Hasil penelitian terbaik diperoleh pada kulit rambutan yang diblender pada temperatur 70 0C dan waktu ekstraksi selama 8 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna dengan absorbansi 1,0086, konsentrasi 120, 1601 mg/mL dan rendemen sebesar 0,6008 %.
(10)
ABSTRACT
Rambutan fruits (Nephelium lappaceum linn) is a kind of tropical fruits which come from Malaysia and Indonesia. Their red coloured rinds have not used yet effectively and that coloured may be due to anthocyanin that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of
the extraction anthocyanin, that is particle size of rambutan’s rinds, temperature
and extraction time. Analysis of the anthocyanin use spectrophotometer UV-Vis to detect the wavelength and the absorbance of the anthocyanin. The best rambutan’s rind is blender and the best result is at temperature 70 0C and extraction time for 8 hours having maximal absorbancy of 1,0086, anthocyanin concentration of 120,1601 mg/L and rendement of 0,6008 %.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xviii
DAFTAR SIMBOL xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Pewarna Makanan 4
2.1.1 Peawarna Alami 4
2.1.2 Pewarna Sintetik 5
2.2 Antosianin 6
2.2.1 Sifat Fisika Dan Kimia Antosianin 9
2.2.2 Warna Dan Stabilitas Antosianin 10
2.3 Rambutan 11
2.3.1 Jenis – Jenis Rambutan 12
(12)
2.4 Ekstraksi 13
2.5 Pelarut 16
2.5.1 Etanol 16
2.6 Analisa Ekonomi 17
BAB III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 19
3.1. Bahan Dan Peralatan Penelitian 19
3.1.1 Bahan 19
3.1.1.1 Bahan Baku Utama 19
3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang 19
3.1.1.2 Bahan Analisis 19
3.1.2 Peralatan 19
3.2 Metode Penelitian 20
3.3 Penelitian Pendahuluan 21
3.4 Penelitian Utama 21
3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22
3.5 Analisis 22
3.6 Flowchart Metodologi Penelitian 23
3.6.1 Flowchart Pendahuluan 24
3.6.2 Flowchart Utama 25
3.6.3 Flowchart Prosedur Analisa pH 26
3.6.4 Flowchart Analisa Intensitas Warna 26 3.6.5 Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin 27
3.6.6 Flowchart Analisa Rendemen 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29
4.1. Penelitian Pendahuluan 29
4.2. Penelitian Utama 31
4.2.1 Pengujian Antosianin 31
4.2.2 Intensitas Warna 34
4.2.3 Konsentrasi Antosianin 37
4.2.4 Rendemen Antosianin 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 42
(13)
4.2. Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN 48
LAMPIRAN B DOKUMENTASI PENELITIAN 51
LAMPIRAN C HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMENTASI 54 LAMPIRAN D BEBERAPA HASIL PENELITIAN YANG MEMBUAT 62
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Antosianin Pelargonidin 6
Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin 7
Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin 7
Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin 7
Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin 7
Gambar 2.6 Struktur Antosianin Malvidin 7
Gambar 2.7. Perubahan Struktur Antosianin 9
Gambar 2.8 Rambutan 11
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 20
Gambar 3.2 Flowchart Pendahuluan 24
Gambar 3.3 Flowchart Utama 25
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa pH 26
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Intensitas Warna 26
Gambar 3.6 Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin 27
Gambar 3.7 Flowchart Analisa Rendemen 28
Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Absorbansi Dari Kulit Rambutan Yang 30 Dipotong Dan Kulit Rambutan Yang Diblender
Gambar 4.2 Pengukuran Ph Terhadap Filtrat Yang Mengandung Antosianin 32
Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin 33
Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap 34
Absorbansi Maksimum Antosianin Pada Kulit Rambutan
Gambar 4.5 Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap 35
Absorbansi Maksimum Antosianin Pada Kulit Rambutan
Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur Dan Waktu Ekstraksi Terhadap 36 Absorbansi Maksimum Antosianin Pada Kulit Rambutan
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap 37
Konsentrasi Antosianin Pada Kulit Rambutan
Gambar 4.8 Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap 38
(15)
Gambar 4.9 Pengaruh Temperatur Dan Waktu Ekstraksi Terhadap 39 Konsentrasi Antosianin Pada Kulit Rambutan
Gambar 4.10 Pengaruh Waktu Terhadap Rendemen Antosianin 40 Dari Kulit Rambutan
Gambar 4.11 Pengaruh Temperatur Terhadap Rendemen Antosianin 41 Dari Kulit Rambutan
Gambar 4.12 Pengaruh Temperatur Dan Waktu Terhadap Rendemen Antosianin 42 Dari Kulit Rambutan
Gambar B.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi 51
Gambar B.2 Filtrasi 51
Gambar B.3 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 1 52
Gambar B.4 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 4,5 52
Gambar B.5 Alat Spektrofotometer Uv-Vis 53
Gambar B.6 Foto Hasil Antosianin 53
Gambar C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada 54 Kulit Rambutan Yang Dipotong
Gambar C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada 54 Kulit Rambutan Yang Diblender
Gambar C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 2 Jam
Gambar C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 4 Jam
Gambar C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 6 Jam
Gambar C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 30 0c ; T = 8 Jam
Gambar C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 40 0c ; T = 2 Jam
Gambar C.8 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 40 0c ; T = 4 Jam
Gambar C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 40 0c ; T = 6 Jam
(16)
Gambar C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 40 0c ; T = 8 Jam
Gambar C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 50 0c ; T = 2 Jam
Gambar C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 53 Pada T = 50 0c ; T = 4 Jam
Gambar C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 53 Pada T = 50 0c ; T = 6 Jam
Gambar C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 53 Pada T = 50 0c ; T = 8 Jam
Gambar C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 54 Pada T = 60 0c ; T = 2 Jam
Gambar C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 54 Pada T = 60 0c ; T = 4 Jam
Gambar C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 60 0c ; T = 6 Jam
Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 60 0c ; T = 8 Jam
Gambar C.19 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 70 0c ; T = 2 Jam
Gambar C.20 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 70 0c ; T = 4 Jam
Gambar C.21 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 70 0c ; T = 6 Jam
Gambar C.22 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 5 Pada T = 70 0c ; T = 8 Jam
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nama Ilmiah Dan Nama Umum Rambutan 12
Tabel 2.2 Varietas Rambutan 13
Tabel 2.3 Komposisi Dinding Sel Kulit Rambutan 13
Tabel 2.4 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan 17 Dengan Pelarut Etanol
Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22
Tabel 4.1 Jenis Flavonoid Dan Panjang Gelombang 34
Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin 48
Tabel A.2 Data Absorbansi Antosianin Dan Hasil Perhitungannya 48
Tabel A.3 Data Panjang Gelombang Antosianin 48
Tabel A.4Data Absorbansi Antosianin Dan Hasil Perhitungannya 49 Tabel D.1 Beberapa Hasil Penelitian Yang Membuat Zat Pewarna Alami 62
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Data Penelitian Dan Hasil Perhitungan 48
A.1 Data Penelitian Pendahuluan 48
A.2 Data Penelitian Utama 48
A.3 Perhitungan Absorbansi 49
A.4 Perhitungan Konsentrasi Antosianin 50
A.5 Perhitungan Rendemen Antosianin 50
Lampiran B Dokumentasi Penelitian 51
B.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi 51
B.2 Filtrasi 51
B.3 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 1 52
B.4 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 4,5 52
B.5 Alat Spektrofotometer Uv-Vis 53
B.6 Foto Hasil Antosianin 53
Lampiran C Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumentasi 54 C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 54
Pada Kulit Rambutan Yang Dipotong
C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 54 Pada Kulit Rambutan Yang Diblender
C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 2 Jam
C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 4 Jam
C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 55 Pada T = 30 0c ; T = 6 Jam
C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 30 0c ; T = 8 Jam
C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 56 Pada T = 40 0c ; T = 2 Jam
(19)
Pada T = 40 0c ; T = 4 Jam
C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 40 0c ; T = 6 Jam
C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 40 0c ; T = 8 Jam
C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 57 Pada T = 50 0c ; T = 2 Jam
C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 58 Pada T = 50 0c ; T = 4 Jam
C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 58 Pada T = 50 0c ; T = 6 Jam
C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 58 Pada T = 50 0c ; T = 8 Jam
C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 59 Pada T = 60 0c ; T = 2 Jam
C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 59 Pada T = 60 0c ; T = 4 Jam
C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 59 Pada T = 60 0c ; T = 6 Jam
C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 60 Pada T = 60 0c ; T = 8 Jam
C.19 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 60 Pada T = 70 0c ; T = 2 Jam
C.20 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 60 Pada T = 70 0c ; T = 4 Jam
C.21 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 61 Pada T = 70 0c ; T = 6 Jam
C.22 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin 61 Pada T = 70 0c ; T = 8 Jam
Lampiran D Beberapa Hasil Penelitian yang Membuat 62
(20)
DAFTAR SINGKATAN
Uv-Vis Ultra Violet Visible
LDL Lipoprotein Densitas Rendah
HPLC Hihg Performance Liquid Chromatografi
(21)
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi R Rendemen % T Temperatur 0c
T Waktu Jam A Absorbansi
(22)
ABSTRAK
Rambutan(Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakansebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Hasil penelitian terbaik diperoleh pada kulit rambutan yang diblender pada temperatur 70 0C dan waktu ekstraksi selama 8 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna dengan absorbansi 1,0086, konsentrasi 120, 1601 mg/mL dan rendemen sebesar 0,6008 %.
(23)
ABSTRACT
Rambutan fruits (Nephelium lappaceum linn) is a kind of tropical fruits which come from Malaysia and Indonesia. Their red coloured rinds have not used yet effectively and that coloured may be due to anthocyanin that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of
the extraction anthocyanin, that is particle size of rambutan’s rinds, temperature
and extraction time. Analysis of the anthocyanin use spectrophotometer UV-Vis to detect the wavelength and the absorbance of the anthocyanin. The best rambutan’s rind is blender and the best result is at temperature 70 0C and extraction time for 8 hours having maximal absorbancy of 1,0086, anthocyanin concentration of 120,1601 mg/L and rendement of 0,6008 %.
(24)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara tropis yang dikenal memiliki beranekaragam tanaman buah-buahan dan sayur - sayuran. Diantara berbagai buah-buahan tersebut, buah rambutan (Nephelium lappaceum) merupakan buah musiman yang banyak digemari karena kandungan vitamin C nya. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami [1].
Keamanan pangan berkaitan erat dengan penggunaan bahan tambahan makanan. Dalam melakukan bisnis di Indonesia, produsen makanan masih banyak menggunakan bahan tambahan makanan (food additive) diantaranya adalah zat pewarna yang kurang terpantau, baik dalam ketepatan bahan yang digunakan maupun dosis yang digunakan. Dengan hasil penelitian-penelitian yang menunjukkan efek samping dari penggunaan bahan kimia / sintetis terhadap kesehatan manusia, maka sudah saatnya untuk menyadarkan kita akan pentingnya menjaga kesehatan dengan menggunakan bahan alami (back to nature). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dicari alternatif bahan alami yang berpotensi sebagai zat pewarna, diantaranya adalah kulit buah rambutan [2].
Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, tidak seperti zat warna sintetik yang menimbulkan dampak negatif. Diantara zat warna sintetik yang sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya dilarang adalah zat warna merah rhodamin B. Salah satunya yaitu rhodamin B (merah) yang sering digunakan pada makanan ringan dan saos. Penggunaan pewarna tekstil ini berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka panjang yaitu dapat menimbulkan kanker dan kerusakan hati serta ginjal [3].
Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan, misalnya zat warna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.
(25)
Manusia dan hewan telah mengonsumsi antosianin sejak lama bersama buah-buahan dan sayuran dan tanpa ada efek samping yang merugikan. Pigmen ini sangat berpotensi sebagai pengganti pewarna makanan sintetik. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air [4].
Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi akan berubah warna. Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Penggunaan zat pewarna alami seperti pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan dan produk minuman (sari buah, juice dan susu) [5]. Pada lampiran D ditunjukkan beberapa hasil penelitian yang membuat zat pewarna alami dari buah-buahan. Adapun yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah pada hasil penelitian Lydia [1] yang menyatakan konsentrasi terbaik pelarut etanol adalah etanol 95 % dan Laura [8] memperoleh perbandingan terbaik antara bahan baku dan pelarut adalah 1:10.
Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi flavonoid [1]. Beberapa bahan yang dapat diekstrak sebagai sumber pewarna alami yang mengandung antosianin yaitu kelopak bunga rosella, kubis merah, elderberry, blueberry, ubi jalar ungu, bunga kana, buah duwet, strawberry, daun bayam merah, kulit rambutan, kulit buah anggur dan kulit manggis [6]. Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar pula. Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air dan etil asetat [7].
Pada penelitian ini, kulit buah rambutan merah akan diteliti sebagai sumber antosianin. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu: ukuran dari kulit rambutan, waktu dan temperatur ekstraksi. Ekstraksi pigmen antosianin menggunakan asam klorida karena pigmen antosianin lebih stabil pada kondisi asam.
(26)
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ukuran kulit rambutan, waktu dan temperatur dalam menghasilkan antosianin dari kulit buah rambutan dengan pelarut etanol.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut etanol.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Meningkatkan nilai ekonomis dari kulit rambutan.
2. Memberi masukan dan informasi kepada dunia industri dan pemerintah bahwa zat pewarna alami dapat dihasilkan dari kulit buah rambutan.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit rambutan. Variabel yang digunakan antara lain:
1. Variabel tetap
Perbandingan bahan baku : pelarut = 1 : 10 [8]
Jenis Pelarut : Etanol 95% diasamkan dengan HCL 1 % [1] 2. Variabel berubah
Ukuran partikel : 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, dipotong dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm dan diblender
Temperatur : 30 0C, 40 0C, 50 0C, 60 0C dan 70 0C. Waktu reaksi : 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam
Adapun analisis yang akan dilakukan, antara lain analisa pH, intensitas warna, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PEWARNA MAKANAN
Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan dan hasil pertanian lainnya. Diantara sifat-sifat produk pangan yang paling menarik perhatian pada konsumen dan paling cepat pula memberi kesan disukai atau tidak adalah sifat warna. Warna mempunyai banyak arti dan peran pada produk pangan, diantaranya sebagai tanda-tanda pematangan buah, tanda-tanda kerusakan, pengolahan dan masih banyak lagi peranannya [5].
Warna merupakan atribut mutu paling penting pada makanan. Tujuan penambahan pewarna adalah menjadi daya tarik, memperbaiki mutu dan memengaruhi konsumen untuk membeli produk. Pewarna ditambahkan karena beberapa hal:
1. Untuk mengganti warna yang hilang karena proses. 2. Memperkuat warna penampilan.
3. Menyeragamkan warna pada proses pengolahan [11].
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Beberapa contoh makanan yang menggunakan pewarna yaitu sirup, puding, tahu, permen, makanan ringan, es krim, manisan buah dan masih banyak lagi makanan yang menggunakan pewarna. Pewarna pangan diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami dan sintetik [5].
2.1.1 Pewarna Alami
Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bagian tanaman yang digunakan untuk menghasilkan warna alami adalah daun, buah, biji, kulit, batang dan lain sebagainya. Pewarna alami diekstraksi dari buah, sayuran, biji, akar dan juga mikroorganisme yang disebut biopewarna. Pigmen tumbuhan ini baik untuk dikonsumsi karena tidak berbahaya [11].
(28)
Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan atau pemrosesan. Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain:
a. Karoten menghasilkan warna jingga sampai merah diperoleh dari wortel, pepaya dan sebagainya.
b. Biksin menghasilkan warna kuning diperoleh dari biji pohon Bixa orellana. c. Karamel menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain.
d. Klorofil menghasilkan warna hijau diperoleh dari daun suji, pandan dan sebagainya.
e. Antosianin menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah dan sebagainya.
f. Tanin menghasilkan warna coklat terdapat dalam getah [6].
Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada 4-8 0C untuk meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Untuk meningkatkan kestabilan pewarna alami selama pengolahan dan penyimpanan pewarna dan produk aplikasinya dilakukan beberapa strategi misalnya mikroenkapsulasi, penambahan antioksidan, pembentukan emulsi atau suspensi dalam minyak dan penyimpanan secara vakum.
2.1.2 Pewarna Sintetik
Pewarna sintetik adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan pada makanan untuk memberikan warna yang diinginkan karena warna semula hilang selama proses pengolahan atau karena diinginkan adanya warna tertentu. Umumnya warna yang ditambahkan disesuaikan dengan citarasa produk yang akan dibuat. Misalnya rasa jeruk diberi warna oranye, rasa strawberi dengan warna merah dan rasa nanas dengan warna kuning. Zat pewarna sintetik merupakan bahan kimia yang sangat kuat sehingga pemakaian dalam jumlah sedikit memberikan warna yang cukup intensif [5].
(29)
Banyak negara merespon bahwa pewarna sintetik mengandung racun dan menimbulkan alergi karena reaksi. Penelitian tentang pewarna sintetik diduga melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat menimbulkan alergi, kanker dan menggangu kesehatan manusia [12].
2.2 ANTOSIANIN
Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Antosianin dapat memberikan warna merah, violet, ungu dan biru pada daun, bunga, buah dan sayur. Antosianin adalah suatu flavon yang larut dalam air, secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan dinamakan flavonoid. Flavonoid mengandung dua cincin benzen yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda dalam oksidasi dari antosianin.
Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau kuning pucat. Terdapat enam antosianidin yang umum. Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini ialah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin, sedangkan warna merah senduduk, lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin.
Tiga jenis eter metal antosianidin juga sangat umum yaitu peonidin yang merupakan turunan sianidin, serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari delfinidin. Masing-masing antosianidin tersebut terdapat sebagai sederetan glikosida dengan berbagai gula yang terikat. Keragaman utama ialah sifat gulanya (sering kali glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa atau arabinosa), jumlah satuan gula (mono-, di-, atau triglikosida) dan letak ikatan gula biasanya pada 3-hidroksi atau pada 3- dan 5- hidroksi.
(30)
Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin [5]
Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin [5]
Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin [5]
Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin [5]
(31)
Total antosianin yang terdapat pada buah-buahan sebagian besar tergantung pada beberapa faktor seperti spesies, varietas, kondisi tumbuh tanaman, sifat fisik tumbuhan dan buah, ukuran buah, letak buah pada tanaman, pemberian obat-obatan dan pupuk. Pada beberapa buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan [5].
Salah satu fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh sehinggadapat mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah.Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mencegah terjadinyaoksidasi lemak jahat atau LDL (lipoprotein densitas rendah) oleh antioksidan.Kemudian antosianin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dindingpembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan. Kerusakan sel endotel merupakantahap awal terjadinya aterosklerosis sehingga perlu dihindari. Selain itu, antosianin jugadapat merelaksasi pembuluh darah, melindungi lambung dari kerusakan,menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsisebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitasdan diabetes, meningkatkan kemampuan memori otak dan mencegah penyakitneurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh sebagai antioksidan.
Akhir-akhir ini penggunaan bahan tambahan pangan khususnya pewarna banyakmendapat sorotan karena produsen pangan olahan, terutama skala industri rumah tangga, banyak menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan. Denganberkembangnya industri pengolahan pangan dan terbatasnya jumlah pewarna alami,menyebabkan penggunaan zat warna sintetis meningkat. Sejak ditemukannya zatpewarna sintetik, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami semakin menurun,meskipun keberadaannya tidak menghilang sama sekali.
Warna dapat membuat produk menjadi lebih menarik dan meningkatkan kualitasproduk pangan serta meningkatkan penerimaan konsumen. Zat warna antosianin dapatdigunakan pada kebanyakan produk makanan dan minuman, jelly, jams (selai), eskrim, yoghurt, kue-kuedan lain-lain [13].
(32)
Ekstraksi antosianin dapat dilakukan dengan beberapa jenis solven seperti air, etanol, metanol, tetapi yang tetap efektif adalah dengan menggunakan metanol yang diasamkan HCl. Tetapi karena sifat toksik dari metanol biasanya dalam sistem pangan digunakan air atau etanol yang diasamkan dengan HCl [14].
Antosianin kurang stabil dalam larutan netral atau basa karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam hidroklorida dan larutannya harus disimpan di tempat yang gelap serta sebaiknya didinginkan [15].
Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat menyebabkan kerusakan dan perubahan antosianin yang terjadi secara cepat melalui tahapan : (1) terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin dan menghasilkan aglikon-aglikon yang labil, (2) terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus karbinol dan kalkon yang tidak berwarna.
Gambar 2.7. Perubahan struktur antosianin [16]
2.2.1. Sifat Fisika dan Kimia Antosianin
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton atau kloroform. Paling umum dilarutkan dengan air dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50 °C mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H110. Antosianin secara fisik berwarna merah,
(33)
merah senduduk, ungu dan biru mempunyai panjang gelombang maksimum 465-560 nm, bergerak dengan eluen BAA (nbutanol-asam asetat-air) pada kertas.
2.2.2. Warna dan Stabilitas Antosianin
Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan berpengaruh pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH- akan menyebabkan warna semakin biru, sedangkan metoksilasi menyebabkan warna semakin merah.
Penambahan gugus hidroksil menghasilkan pergeseran ke arah warna biru (pelargonidin-sianinidin-delpinidin), dimana pembentukan glikosida dan metilasi menghasilkan pergeseran ke arah warna merah (pelargonidin-pelargonidin-3-glukosida, sianidin-peonidin). Degradasi antosianin terjadi tidak hanya selama ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga selama proses dan penyimpanan jaringan makanan. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pH, temperatur, sinar dan oksigen, serta faktor lainnya seperti ion logam.
1. pH
Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin tetapi juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali. Pada pH rendah (asam), pigmen antosianin berwarna merah dan semakin tinggi nilai pH, maka pigmen ini akan berubah menjadi semakin biru. Warna biru ini terjadi karena antosianin berubah menjadi basa anhidro pada pH diatas 7.
2. Suhu
Pemanasan bersifat irreversible dalam mempengaruhi stabilitas pigmen dimana kalkon yang tidak berwarna tidak dapat kembali menjadi kation flavilium yang berwarna merah. Degradasi antosianin dipengaruhi oleh temperatur. Antosianin terhidroksilasi adalah kurang stabil pada keadaan panas daripada antosianin termetilasi terglikosilasi atau termetilasi.
(34)
3. Cahaya
Antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat terkena cahaya sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat gelap dan suhu dingin.
4. Oksigen
Oksidatif mengakibatkan oksigen molekuler pada antosianin. Oksigen dan suhu nampaknya mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin selama pemerosesan jus buah menjadi rusak akibat oksigen [17].
2.3 RAMBUTAN
Rambutan(Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau masa muda dan bertukar kuning atau merah apabila matang. Masa matang dari rambutan antara 100 - 130 hari.Pokok rambutan secara teori berbuah 275 - 300 hari tanam [18].
Bentuk buah rambutan dari bulat sampai lonjong dengan warna kulit buah beraneka ragam, ada yang berwarna kekuningan, merah muda, oranye dan merah tua. Rambutan termasuk buah yang berbiji belah, warna kulitnya dari merah hingga kuning, panjang buah 3,5–8 cm dengan diameter 2–5 cm. Ketebalan kulitnya sekitar 0,2–0,4 cm. Biji buah berdiameter 1–1,5 cm dan panjangnya 2,5– 3,5 cm. Daging buah berwarna putih, transparan, rasanya manis dan ketebalan 0,4
– 0,8 cm [19].
(35)
Produksi buah rambutan di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ketahun. Tanaman rambutan ditanam di daerah rendah dengan ketinggian mencapai 300 meter di atas permukaan laut. Rambutan tumbuh pada tempat beriklim panas dengan curah hujan merata dan toleran terhadap berbagai tipe tanah.
Rambutan termasuk buah non klimakterik, maka buah itu harus dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Hal ini dikarenakan sifat buah non klimakterik yang tidak dapat mengalami kematangan setelah dipetik. Adapun nama lain dari rambutan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan [19]
Nama Ilmiah Nama Umum
Nephelium lappaceum Linn Rambutan (Indonesia)
Nephelium chryseum Blum Rambutan (Malaysia)
Nephelium sufferrugineum Radlk Ramboutanier (Inggris)
Euphobia nephelium DC Shao tzu (Cina)
Saat ini, buah rambutan masih banyak digemari oleh masyarakat. Buah rambutan (Nephelium lappaceum) merupakan buah musiman yang berasaldari daerah tropis. Namun kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan,adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakansebagai pewarna alami.
2.3.1 Jenis-Jenis Rambutan
Di Indonesia tercatat ada 22 varietas buah rambutan yang satu sama lain sedikit berbeda. Varietas yang banyak dijumpai antara lain: lebakbulus, simacan, sinyonya dan rapiah. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat perbedaan karakteristik dari masing-masing varietas rambutan.
2.3.2 Kulit Rambutan
Kulit rambutan terbagi atas dua lapisan yaitu lapisan dalam berwarna putih susu dan lapisan luar berwarna hijau kekuningan, merah muda, oranye hingga merah tua. Rata-rata berat buah rambutan berkisar antara 15,62 – 24,76 gram perbuah, sedangkan persentase berat kulit rambutan dari berat total buahnya
(36)
rata-rata sebesar 43,5 %. Komposisi dinding sel kulit rambutan (persen bahan kering) dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Varietas Rambutan [19]
Varietas Karakteristik
Lebakbulus Kulit berwarna merah gelap, rambut agak lemas, panjangnya 1,5 cm, daging buahnya berwarna putih keabuan, terlepas dari biji (kelotok) dan rasanya manis masam.
Simacan Kulit buahnya berwarna merah tua dan rambutnya panjang-panjang.
Sinyonya Buahnya berbentuk bulat dengan warna kulit merah gelap, rambut lemas, daging buahnya berwarna putih buram, tidak mengelupas dan rasanya manis
Rapiah Penampilannnya kurang menarik, buahnya berukuran kecil sampai sedang dengan berat rata-rata 25,1 gram perbuah, bentuknya bulat lonjong, terdapat garis yang membagi dua bagian buah, rambut pendek dan jarang, warna kulitnya hijau sampai kuning atau merah, daging buah tebal, kenyal, mudah mengelupas, rasanya manis dan tidak berair.
Tabel 2.3 Komposisi Dinding Sel Kulit Rambutan [19]
Silengkeng Sinyonya Lebakbulus
Dinding Sel 27,06 33,73 25,54
Hemiselulosa 2,74 8,71 2,62
Lignoselulosa 24,33 25,02 22,92
Selulosa 14,69 14,04 13,79
Silika 0,2 0,35 0,25
Lignin 9,04 10,04 8,43
2.4 EKSTRAKSI
Pengambilan zat pewarna alami dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu bahan yang terdiri dari dua atau lebih komponen dengan melarutkan salah satu komponen
(37)
dengan pelarut yang sesuai. Sebagai bahan dapat digunakan berbagai macam pelarut organik. Senyawa organik yang sering digunakan tersebut adalah air, etanol, petroleum eter dan lain-lain [6]. Adapun mekanisme yang terjadi dalam proses ekstraksi padat-cair adalah sebagaiberikut:
1. Padatan dikontakkan dengan pelarut sehingga pelarut akan bergerak dari bulk
solvent solution menuju permukaan padatan. Kontak padatan dengan
pelarutdapat dilakukan dengan dua cara yaitu : perkolasi (padatan disusunmenyerupai unggun tetap dan solvent dialirkan melewati unggun tersebut)atau dispersi (padatan didispersikan ke dalam pelarut hingga seluruhpermukaan padatan diselimuti oleh pelarut, dispersi dapat dibantu denganpengadukan). Pada penelitian ini, kontak dilakukan secara dispersimenggunakan magnetic strirrer.
2. Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Pada proses difusi, suatu zat akan berpindah melewati membran dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju ke konsentrasi rendah. Peristiwa difusi dapat terjadi karena adanya driving force
berupa perbedaan konsentrasi.
3. Solute yang terkandung dalam padatan akan larut dalam pelarut yang telah masuk ke dalam padatan. Solute dapat larut dalam solvent karena adanya gaya interaksi diantara molekul-molekulnya yaitu gaya dipol-dipol dimana zat yang bersifat polar-polar atau nonpolar-nonpolar akan saling berikatan. Selain itu juga terdapat gaya London yang terjadi antara dipol-dipol yang lemah sehingga memungkinkan pelarut polar melarutkan senyawa nonpolar.
4. Solute akan menuju permukaan padatan dan berdifusi kembali keluar padatan. Difusi ini terjadi karena konsentrasi pelarut yang mengandung solute lebih besar dibandingkan konsentrasi pelarut di luar padatan yang tidak mengandung solute.
5. Solute berpindah ke dalam bulk solution. Ekstraksi dilakukan hingga tercapainya waktu kesetimbangan, dimana driving force bernilai nol (atau mendekati nol) [20].
Ada beberapa teknik ekstraksi, antara lain:
1. Maserasi, adalah pemilihan teknik ekstraksi untuk mengekstraksi suatu bahan tumbuhan bergantung pada tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan
(38)
dan jenis senyawa yang akan diisolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara merendam zat terlarut dalam pelarut yang sesuai pada waktu tertentu tanpa adanya tambahan energi panas.
2. Refluks, merupakan proses ekstraksi dengan cara mendidihkan campuran antara zat terlarut dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu dan mengembunkan kembali uap yang terbentuk dalam kondensor agar kembali ke labu reaksi sehingga volume campuran tetap. Teknik ini dapat digunakan untuk kepentingan preparatif, pemurnian, pemisahan dan analisis pada semua skala kerja, baik analisis dalam skala lab maupun skala industri [21].
Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor – faktor antara lain:
1. Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen -komponen lain dari bahan ekstraksi.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi.
4. Titik didih
Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat. Ditinjau dari segi ekonomi akan menguntungkan, jika pada proses ekstraksi titik didih tidak terlalu tinggi.
5. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil secara kimia [6].
(39)
Efektivitas proses ekstraksi ditentukan oleh kemurnian pelarut, suhu ekstraksi, metode ekstraksi dan ukuran partikel - partikel bahan yang diekstraksi. Semakin murni suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi pada suhu tertentu maka ekstrak yang dihasilkan makin banyak [20].
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi refluks. Hal ini karena jumlah pelarut yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena sebagian pelarut yang menguap akan dikondensasikan dengan menggunakan refluks kondensor dan dikembalikan ke dalam reaktor sehingga volume pelarut dalam reaktor relatif konstan.
2.5 PELARUT
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar.
Syarat utama penggunaan pelarut untuk ekstraksi senyawa organik yaitu non toksik dan tidak mudah terbakar (nonflammable) walaupun persyaratan ini sangat sulit untuk dilaksanakan. Pelarut untuk ekstraksi senyawa organik terbagi menjadi golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah dari pada air dan pelarut yang memiliki densitas lebih tinggi dari pada air. Kebanyakan pelarut senyawa organik termasuk dalam pelarut golongan pertama seperti dietil eter, etil asetat dan hidrokarbon (light petroleum, heksana dan toluen). Pelarut yang mengandung senyawa klorin seperti diklorometan adalah pelarut yang termasuk dalam golongan pelarut kedua. Pelarut ini memiliki toksisitas yang rendah tetapi mudah membentuk emulsi. Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat, aseton dan asetonitril dengan air atau HCl.
(40)
2.5.1 Etanol
Etanol (C2H5OH) merupakan larutan yang jernih, tidak berwarna, volatil
dan memiliki bau yang khas. Dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan rasa terbakar saat kontak dengan kulit. Titik lebur -114,1 0C, titik didih 78,5 0C dan densitas 0,789 g/mL pada suhu 20 0C. Etanol merupakan kelompok alkohol, dimana molekulnya mengandung gugus hidroksil (OH-) yang berikatan dengan atom karbon. Etanol dibuat sejak jaman dahulu dengan cara fermentasi gula. Proses ini banyak digunakan di industri dengan bahan mentah berupa gula. Etanol larut dalam air dan banyak pelarut organik. Kegunaan dari etanol adalah untuk membuat parfum, cat, pernis dan bahan peledak [22].
2.6 ANALISIS EKONOMI
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Etanol
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Buah Rambutan 120 ikat 9.000,-/ikat 108.000,- Etanol (C2H5OH) PA 4 L 200.000,-/L 800.000,-
Natrium Asetat (CH3COONa) 40 gr 1.500,-/gr 60.000,-
Aquades 3 L 2.000,-/L 6.000,-
Pemakaian Alat Gelas - 250.000,- 250.000,-
Analisa Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible
Spectrophotometer)
16 Jam 10.000,-/jam 160.000,-
Botol Plastik 250 mL 54 botol 1.800,-/botol 97.200,-
pH Indikator 1 115.000,- 115.000,-
Total 1.596.200,-
Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut etanol adalah
(41)
sebesar Rp 1.596.200,-. Pada penelitian ini, antosianin yang diperoleh untuk setiap run berkisar antara 19 mg – 120 mg, meskipun antosianin yang dihasilkan masih belum murni dan diperlukan adanya tahap purifikasi untuk menjadikan produk tersebut menjadi antosianin murni. Sementara itu, harga antosianin yang dijual di pasaran adalah Rp 6.550.000,-/mg. Oleh karena itu, antosianin yang diperoleh dari kulit rambutan layak untuk dipertimbangkan.
(42)
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku utama, bahan baku penunjang dan bahan analisis.
3.1.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk kulit rambutan. Sebelum melakukan penelitian utama, kulit rambutan ini terlebih dahulu dikeringkan, dipotong kecil-kecil lalu dihancurkan dengan ball mill dan diayak dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun perlakuan ini gagal karena larutan yang dianalisa tidak mengandung antosianin. Selanjutnya, kulit rambutan diberikan dua perlakuan yang berbeda yaitu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender.
3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut organik untuk ekstraksi yaitu etanol yang diasamkan dengan asam klorida (HCl).
3.1.1.3 Bahan Analisis
Bahan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan buffer
potassium klorida dan larutan buffer sodium asetat.
3.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstraktor sebagai peralatan utama dan beberapa peralatan penunjang. Ekstraktor terdiri dari reaktor bervolume 1000 mL, alat pengambilan sampel dan termometer.
(43)
4 5
6 2 1
3
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
Peralatan penunjang yang dibutuhkan meliputi cawan petri, corong, peralatan gelas (gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes), ball mill, ayakan, kertas saring Whatman No.1, timbangan digital, desikator dan spektrofotometer.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan memvariasikan beberapa perlakuan dan kondisi operasi. Adapun perlakuan yang diberikan adalah memvariasikan ukuran partikel bubuk kulit rambutan (x), temperatur reaksi (T) dan waktu ekstraksi (t).
Pelarut yang digunakan adalah etanol. Ukuran kulit rambutan dengan berbagai variasi ukuran ayakan yaitu 50, 70, 100 dan 140 mesh, kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender. Untuk temperatur reaksinya adalah: T1 = 30 0C, T2 = 40 0C, T3 = 50 0C,
T4 = 60 0C dan T5 = 70 0C, sedangkan waktu reaksi yang diperlukan adalah
selama: t1 = 2 jam, t2 = 4 jam, t3 = 6 jam dan t4 = 8 jam.
Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu pada proses ekstraksi. Ketiga variabel bebas ini divariasikan nilainya untuk mendapatkan kondisi optimumnya. Sedangkan variabel tidak bebas adalah perolehan rendemen antosianin yang merupakan fungsi dari jenis pelarut dan perbandingan bahan baku dengan pelarut.
Keterangan:
1. Refluks kondensor 2. Pengambil sampel 3. Termometer 4. Reaktor 1000 mL 5. Magnetic stirrer
(44)
3.3 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan bubuk kulit rambutan dan persiapan larutan untuk diekstraksi. Kulit rambutan dicuci terlebih dahulu dengan air kemudian dipotong tipis-tipis menggunakan pisau. Kulit rambutan yang telah bersih dikeringkan dengan dijemur sinar matahari selama 3 hari hingga mencapai kadar air 9 %. Setelah kering, irisan kulit rambutan ini digiling dengan ball mill menggunakan saringan 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh dan 140 mesh. Bubuk kulit rambutan yang dihasilkan kemudian dikemas dengan menggunakan plastik untuk menghindari penyerapan uap air di udara serta untuk menghindari dari bahan kontaminan lainnya. Namun, perlakuan tersebut mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan larutan yang mengandung antosianin. Oleh karena itu, kulit rambutan selanjutnya diberikan dua perlakuan yaitu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender.
3.4 Penelitian Utama
Pada penelitian ini, ekstraksi pigmen antosianin dari kulit rambutan menggunakan pelarut etanol dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh, temperatur ekstraksi 30 0C, 40 0C, 50 0C, 60 0C dan 70 0C serta waktu ekstraksi 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam. Namun, variasi ukuran ayakan mengalami kegagalan karena larutan yang dihasilkan tidak mengandung antosianin. Oleh karena itu, pada penelitian berikutnya digunakan kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender.
Kulit rambutan yang akan diekstrak ditimbang sebanyak 80 gram, lalu dimasukkan ke dalam labu leher tiga 1000 mL, kemudian ditambahkan pelarut etanol dengan perbandingan 1:10 [8]. Pelarut tersebut diasamkan dengan HCl 1% [1]. Campuran ini diekstraksi sampai interval waktu yang ditentukan.
Ekstrak yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman No.1. Hasil penyaringan berupa ampas dan pelarut yang mengandung antosianin. Ampas kulit rambutan dibuang dan cairan yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk menghilangkan pelarutnya. Dari proses tersebut diperoleh pigmen antosianin yang bebas pelarut. Antosianin yang dihasilkan ini
(45)
kemudian disimpan pada suhu rendah sebelum dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan dengan tiga faktor yaitu ukuran partikel kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Model rancangan percobaan dapat disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama
Pelarut (A) Ukuran Kulit Rambutan (x)
Temperatur Reaksi (T)
Waktu Reaksi (t)
Etanol
Kulit rambutan 0,5 cm x 0,5 cm (x1)
300C (T1) 2 jam (t1)
400C (T2) 4 jam (t2)
500C (T3) 6 jam (t3)
600C (T4) 8 jam (t4)
700C (T5) -
Diblender (x2)
300C (T1) 2 jam (t1)
400C (T2) 4 jam (t2)
500C (T3) 6 jam (t3)
600C (T4) 8 jam (t4)
700C (T5) -
3.5 Analisis
Analisis yang dilakukan adalah analisis pH, absorbansi antosianin, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin.
1. pH
Warnaantosianinsangat sensitifkestabilannya terhadapkondisi pH. Di dalam larutan dengan pH rendahantara 1 - 4 (asam)pigmenini akanberwarnamerah dan pada pH yang tinggi akan menjadi biru.
2. Intensitas Warna
Intensitas warna antosianin dianalisa berdasarkan pada pengukuran absobansi maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
(46)
Konsentrasi antosianin diukur berdasarkan metode pH-differential [23]. Ekstrak kering dilarutkan dalam pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan ditera sampai volume 10 ml. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung reaksi ditambahlarutan bufferpotasium klorida dengan pH 1 hingga mencapai 50 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan
buffersodium asetat dengan pH 4,5 hingga mencapai 50 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan bufferpotasium klorida dan buffer sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit. Nilai absorbansi dihitung dengan rumus:
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus:
Keterangan :
A = Absorbansi larutan
= Absorptivitas molar sianidin-3-glukosida = 29600 L/(mol.cm) L = Lebar kuvet = 1 cm
BM = Berat molekul sianidin-3-glukosida= 448,8 g/mol FP = Faktor Pengenceran (50 ml/10 ml)
C = Konsentrasi Antosianin (mg/L)
4. Rendemen antosianin
Rendemen antosianin dihitung dalam persen sebagai konsentrasi antosianin dibagi dengan berat kulit buah rambutan [33].
A = [(A max– A 700)pH=1– (Amax– A 700 )pH= 4.5]
C = (A x BM x FP x 1000)/� x L
(1)
(47)
Mulai
Selesai 3.6 Flowchart Metodologi Penelitian
3.6.1 Flowchart Pendahuluan
Gambar 3.2 Flowchart Pendahuluan Kulit rambutan dicuci dengan air
Kulit rambutan dipotong tipis-tipis
Dikeringkan hingga tercapai kadar air 9%
Apakah kulit rambutan telah kering?
Digiling dengan ballmill
Disaring dengan berbagai ukuran penyaringan yaitu 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh
Disimpan
Tidak
(48)
Diekstraksi dengan interval waktu dan suhu tertentu Mulai
Selesai 3.6.2 Flowchart Utama
Gambar 3.3 Flowchart Utama
Kulit rambutan dipotong 0,5 cm x o,5 cm dan diblender
Dimasukkan ke dalam labu leher tiga 1000 ml
Ekstrak disaring dengan kertas whatman no. 1 Ampas
Dilakukan analisa
Ditambahkan etanol dengan perbandingan 1 : 10, masing-masing pelarut diasamkan dengan HCl 1%
(49)
Mulai
Mulai
Selesai Selesai 3.6.3 Flowchart Prosedur Analisa pH
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa pH
3.6.4 Flowchart Analisa Intensitas Warna
Gambar 3.5 Flowchart AnalisaIntensitas Warna Filtrat yang diperoleh diukur pH-nya
Analisa pH dimana antosianin pada pH 1-3berwarna merah
Disediakan filtrat yang diperoleh
Diukur absorbansi maksimumnya pada spektrofotometer Ditambahkan potassium klorida pada pH 1
(50)
Mulai
Selesai 3.6.5 Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin
Gambar 3.6 Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin
Sampel masing-masing sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi
Didiamkan 15 menit
Diukur absorbansi dari kedua perlakuan pH dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm
Dilakukan perhitungan Pada tabung reaksi I
ditambahkan larutan buffer potassium klorida dengan pH 1 sebanyak 10 ml
Disediakan ekstrak 50 ml
Pada tabung reaksi II ditambahkan larutan buffer sodium asetat dengan pH 4,5 sebanyak 10 ml
Pengaturan pH dalam pembuatan larutan buffer potassium klorida dan
(51)
Mulai
Selesai 3.6.6 Flowchart Analisa Rendemen Antosianin
Gambar 3.7 Flowchart Analisa Rendemen Antosianin
Diukur konsentrasi antosianin Ditimbang berat kulit buah rambutan
Dilakukan perhitungan dengan membagi konsentrasi antosianin dengan berat kulit buah
(52)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan preparasi bahan baku kulit rambutan yang akan digunakan untuk penelitian utama dan pada penelitian utama dilakukan ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dan kemudian dianalisa.
4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan ukuran optimum kulit rambutan dalam ekstraksi antosianin dari kulit rambutan. Variasi ukuran kulit rambutan adalah dengan mengggunakan variasi ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Sebelum diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku. Kulit rambutan yang sudah dicuci dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dalam oven dan juga di bawah sinar matahari. Setelah itu dimasukkan ke dalam ball mill
untuk dihancurkan dan menjadi bubuk, kemudian diayak dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun, pre-treatment ini tidak menghasilkan larutan yang mengandung antosianin. Adapun indikator yang menyatakan bahwa tidak diperoleh antosianin dilihat dari warna larutan yang kecoklatan, memiliki pH 4,5-7 dan panjang gelombangnya tidak berada direntang panjang gelombang antosianin yaitu 465-560 nm. Hal ini diduga karena pemanasan dan paparan sinar matahari. Cahaya dapat menyebabkan berkurangnya intensitas suatu zat warna. Suhu yang tinggi akan menyebabkan degradasi antosianin. Pada penelitian ini kestabilan intensitas warna antosianin dari ekstrak kulit rambutan semakin berkurang setelah dilakukan proses pemanasan. Degradasi antosianin meningkat pada suhu tinggi dan terhadap paparan cahaya [9].
Laju kerusakan degradasi termal menyebabkan hilangnya warna pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan [24]. Hasil ekstraksi menggunakan ukuran ayakan adalah larutan berwarna coklat. Hal ini dikarenakan pengeringan mempunyai kekurangan yaitu dapat merusak sifat dan karakteristik dari bahan yang dikeringkan misalnya bentuknya, sifat- sifat fisik kimianya dan penurunan mutunya [6]. Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan enzimatis dan
(53)
non-0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
b
sor
b
an
si Dipotong kecil
Diblender
enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktivitas enzim phenolase dan oliphenolase. Sedangkan secara non-enzimatis, perubahan warna akibat perubahan temperatur. Energi yang ditimbulkan oleh suhu pemanasan menyebabkan terjadinya konjugasi elektron sehingga perubahan warna kuning jingga manjadi coklat [25].
Etanol 95% umumnya digunakan dalam ekstraksi antosianin karena kepolarannya hampir sama dengan polaritas antosianin sehingga mudah melarutkan antosianin. Antosianin tidak stabil di dalam larutan netral atau basa, sehingga ekstraksi dilakukan pada kondisi asam. Beberapa jenis pengasaman yang digunakan pada ekstraksi antosianin adalah HCl [2]. HCl 1% merupakan jenis pengasam paling efektif karena dapat mendenaturasi membran sel tanaman dan melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel [16].
Variasi ukuran selanjutnya adalah menggunakan bahan baku berupa kulit rambutan yang dipotong dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm dan kulit rambutan yang dihancurkan menggunakan blender. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 95 % yang diasamkan dengan 1 % HCl, dengan perbandingan kulit rambutan dan pelarut 1 : 10 dan diekstraksi pada temperatur 50 0C selama 4 jam. Hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Absorbansi dari Kulit Rambutan yang Dipotong dan Kulit Rambutan yang Diblender
(54)
Dari gambar 4.1 terlihat bahwa nilai absorbansi dari kulit rambutan yang diblender lebih tinggi dibandingkan dengan kulit rambutan yang dipotong 0,5 cm x 0,5 cm. Absorbansi pada kulit rambutan yang diblender adalah 1,0086 dengan perolehan rendemen sebesar 0,1544 %. Sedangkan kulit rambutan yang dipotong 0,5 cm x 0,5 cm memiliki absorbansi 0,625 dan rendemen yang dihasilkan adalah 0,073 %. Pada gambar 4.1 dapat terlihat bahwa kulit rambutan yang diblender menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan kulit rambutan yang dipotong 0,5 cm x 0,5 cm. Semakin kecil ukuran sampel semakin besar luas kontak area permukaan dengan pelarut sehingga menghasilkan antosianin yang terbaik [27]. Selama terjadi kontak antara padatan dengan pelarut, sebagian solute
akan berpindah ke dalam pelarut secara difusi dan berlangsung hingga kesetimbangan tercapai. Laju difusi ini sebanding dengan luas permukaan partikel padatan dan berbanding terbalik dengan ketebalan padatan. Memperkecil ukuran padatan adalah suatu cara agar lintasan kapiler yang harus dilewati (secara difusi) menjadi lebih pendek dan tahanan akan berkurang. Solute seringkali terkurung di dalam sel sehingga perlu dilakukan kontak langsung dengan pelarut melalui pemecahan dinding sel [28].
4.2 PENELITIAN UTAMA
Pada penelitian utama, ekstraksi pigmen antosianin dari kulit rambutan menggunakan pelarut etanol dilakukan dengan memvariasikan temperatur ekstraksi 30 0C, 40 0C, 50 0C, 60 0C, 70 0C dan waktu ekstraksi 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring Whatman No.1. Hasil penyaringan berupa ampas dan pelarut yang mengandung antosianin. Ampas kulit rambutan dibuang dan cairan yang diperoleh kemudian dianalisis absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dihitung konsentrasi dan rendemen antosianin yang diperoleh.
4.2.1 Pengujian Antosianin
Dilakukan uji secara fisik untuk memastikan bahwa filtrat hasil ekstraksi kulit rambutan benar mengandung antosianin. Gambar 4.2 menunjukkan hasil penelitian berupa filtrat yang mengandung antosianin.
(55)
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan, filtrat dari hasil ekstraksi kulit rambutan menunjukkan warna merah. Kemudian dilakukan analisa pH untuk menunjukkan keberadaan antosianin. Dari analisa yang dilakukan, pH filtrat tersebut adalah 1. Pada kondisi asam, antosianin berada dalam bentuk ion flavilium stabil yang berwarna merah pada pH 1- 3 [29]. Biasanya, nilai pH secara fisiologi dalam tanaman adalah sekitar 3 dengan warna merah yang disebabkan oleh antosianin. Semakin rendah nilai pH maka warna konsentrat makin merah dan stabil atau jika pH semakin mendekati satu maka warna semakin stabil [9].Peningkatan nilai pH menyebabkan kation flavilium (antosianidin) menjadi tidak stabil dan mudah mengalami transformasi struktural menjadi senyawa tidak bewarna (kalkon). Apabila semakin rendah nilai pH maka warna konsentrat makin merah dan stabil atau jika pH semakin mendekati angka 1 (satu) maka warna semakin stabil. Hal ini disebabkan bentuk pigmen antosianin pada kondisi asam adalah kation flavium dan inti kation flavium, dimana jumlah elektron pada inti kation flavium sedikit sehingga sangat reaktif [26].
Gambar 4.2 Pengukuran pH terhadap Filtrat yang Mengandung Antosianin
Pada filtrat dimungkinkan mengandung pigmen antosianin karena dilakukan uji kualitatif sederhana dengan menggunakan asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH). Perlakuannya ialah dilakukan penambahan NaOH terhadap filtrat maka kemudian larutan filtrat berubah menjadi coklat kekuningan. Selanjutnya dilakukan penambahan HCl pada filtrat, larutan tersebut kemudian
(56)
berubah warna menjadi warna merah lagi. Pada ekstrak kulit buah rambutan dibuktikan mengandung pigmen antosianin dengan perlakuan penambahan basa (alkali), larutan filtrat berubah menjadi coklat kekuningan kemudian dengan penambahaan asam larutan filtrat menjadi warna merah lagi. Terjadinya perubahan warna tersebut disebabkan perubahan struktur antosianin akibat pengaruh ion H+ dan OH- [1].
Selanjutnya, filtrat hasil ekstraksi kulit rambutan kemudian dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk memastikan keberadaan pigmen tersebut dalam filtrat yang dihasilkan. Hasil spektrofotometer UV-Vis yaitu berupa panjang gelombang antosianin ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin
Secara visual zat pewarna yang diperoleh berwarna merah.Pada pH asam, komponen yang dominan adalah kation flavium sehingga warna dari larutan akan menampakkan warna merah [2]. Pada pengukuran menggunakan spektrofotometer diperoleh panjang gelombang dari kulit rambutan yang diblender 514,5 nm. Antosianin memiliki range daerah spektrum tampak pada 465-560 nm. Jenis flavonoid ditunjukkan pada tabel 4.1 [21]:
(57)
Tabel 4.1 Jenis flavonoid [21]
Panjang Gelombang Jenis Flavonoid
310-350 Flavon
330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)
350-385 Flavonol (3-OH bebas)
340-390 Khalkon
465-560 Antosianin
4.2.2 Intensitas Warna
Intensitas warna menunjukkan kepekatan warna merah dalam kulit rambutan. Identifikasi pigmen didasarkan pada pengamatan absorbansi maksimal. Intensitas warna dipengaruhi oleh keadaan pigmen dan yang paling berpengaruh adalah konsentrasi, pH dan suhu [2]. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap intensitas antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.4, sedangkan pengaruh temperatur ekstraksi terhadap intensitas warna antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin pada Kulit Rambutan
Dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin meningkat waktu maka absorbansi juga meningkat. Tetapi pada suhu 30 0C diperoleh data yang bersifat
2 4 6 8
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Waktu (Jam) A b s o rb a n s i
T = 30 oC T = 40 oC T = 50 oC T = 60 oC T = 70 oC
(58)
30 40 50 60 70 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Temperatur (oC) A b s o rb a n s i
t = 2 jam t = 4 jam t = 6 jam t = 8 jam
fluktuatif dimana absorbansi pada suhu 30 0C pada waku 2 jam memiliki absorbansi 0,9515, pada waktu 4 jam mengalami penurunan absorbansi menjadi 0,8999, pada waktu 6 jam dan 8 jam mengalami peningkatan dengan masing-masing nilai absorbansi adalah 1,3823 dan 2,0693. Pada suhu 30 0C dan 50 0C serta 60 0C terjadi data yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena waktu ekstraksi pigmen antosianin berpengaruh terhadap kadar antosianin maupun kestabilan warna pigmen. Dari data dapat disimpulkan semakin lama waktu ekstraksi, maka kontak antar zat terlarut dengan pelarut semakin lama sehingga banyak zat terlarut yang akan terambil [31].
Gambar 4.5 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin pada Kulit Rambutan
Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa semakin meningkat temperatur maka absorbansi juga meningkat. Tetapi pada suhu 30 0C diperoleh data yang fluktuatif dimana absorbansi pada suhu 30 0C pada waku 2 jam memiliki absorbansi 0,9515, pada waktu 4 jam mengalami penurunan absorbansi menjadi 0,8999, pada waktu 6 jam dan 8 jam mengalami peningkatan dengan masing-masing nilai absorbansi adalah 1,3823 dan 2,0693. Pada waktu 2 jam dan 4 jam terjadi data yang fluktuatif. Hal ini dikarenakan terjadi pemanasn yang tidak stabil. Pada suhu yang cukup tinggi antosianin mulai dapat larut dengan baik [9].
(59)
30 40 50 60 70 2 4 6 8 0.4 0.8 1.2 1.6 Waktu (Jam) Temperatur (oC) A b s o rb a n s i
Untuk mengetahui hubungan pengaruh waktu dan temperatur terhadap intensitas warna dapat ditunjukkan pada Gambar 4.6
Dari Gambar 4.6 menunjukkan bahwa intensitas warna tertinggi terjadi pada temperatur 70 0C dengan waktu 8 jam dan menghasilkan warna hasil ekstrak merah pekat dengan absorbansi 2,6119. Dari hasil penelitian diatas sesuai dengan teori yang diperoleh, tetapi pada suhu 30 0C dengan waktu 2 jam terdapat penyimpangan.
Pengaruh temperatur dan waktu terhadap absorbansi antosianin dapat ditunjukkan dengan model matematik berikut ini:
A = 2,2597 – 0,0143 T – 0,06793 T2 + 0,0154 t – 0,0008 t2 Dimana:
A = Absorbansi maksimal T = Temperatur (0C) t = Waktu (Jam)
Persamaan (4.1) memiliki faktor korelasi = 0,7027
Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin pada Kulit Rambutan
(60)
2 4 6 8 0 20 40 60 80 100 120 140 Waktu (Jam) K o n s e n tr a s i (m g /m L )
T = 30 oC T = 40 oC T = 50 oC T = 60 oC T = 70 oC 4.2.3 Konsentrasi Antosianin
Konsentrasi antosianin menunjukkan perolehan antosianin dari kulit rambutan.Penetapan konsentrasi senyawa antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH (pH Differential) yaitu pH 1,0 dan pH 4,5. Penetapan konsentrasi antosianin dengan metode ini karena pada pH 1,0 antosianin membentuk senyawa oxonium (kation flavilium) yang berwarna dan pada pH 4,5 berbentuk karbinol/hemiketal tak berwarna . Kondisi inilah yang akan dijadikan acuan untuk menentukan absorbansi dengan menggunakan spektofotometer Uv-Vis dari masing-masing ekstrak yang dihasilkan. Perubahan warna pada antosianin dalam tingkatan pH tertentu disebabkan sifat antosianin yang memiliki tingkat kestabilan yang berbeda [24].
Dalam penelitian ini, konsentrasi antosianin yang diperoleh dari kulit rambutan dipengaruhi oleh dua variabel yaitu temperatur dan waktu ekstraksi. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap konsentrasi antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.7, sedangkan pengaruh temperatur ekstraksi terhadap konsentrasi antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin pada Kulit Rambutan
Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa data fluktuatif pada suhu 30 0C dengan waktu 2 jam memiliki konsentrasi 36,4574 mg/L, kemudian mengalami
(61)
30 40 50 60 70 0 20 40 60 80 100 120 140 Temperatur (oC) K o n s e n tr a s i (m g /m L )
t = 2 jam t = 4 jam t = 6 jam t = 8 jam
penurunan pada waktu 4 jam dengan konsentrasi 19,7715 mg/L dan mengalami peningkatan pada waktu 6 jam dan 8 jam dengan masing-masing konsentrasi 44,5768 mg/L dan 72,2174 mg/L. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak antosianin terekstrak [32].
Gambar 4.8 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin pada Kulit Rambutan
Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa data yang diperoleh bersifat fluktuatif pada suhu 30 0C dengan waktu 2 jam memiliki konsentrasi 36,4574 mg/L, kemudian mengalami penurunan pada waktu 4 jam dengan konsentrasi 19,7715 mg/L dan mengalami peningkatan pada waktu 6 jam dan 8 jam dengan masing-masing konsentrasi 44,5768 mg/L dan 72,2174 mg/L. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang tidak stabil. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka kecepatan perpindahan massa dari solut ke solven akan semakin tinggi karena suhu mempengaruhi nilai koefisien transfer massa dari suatu komponen. Temperatur yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan solute
lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun, temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap. Temperatur ekstraksi yang paling baik adalah sedikit di bawah titik didih pelarut [20].
(62)
30 40 50 60 70 2 4 6 8 0 50 100 150 Waktu (Jam) Temperatur (oC) K o n s e n tr a s i (m g /m L )
Gambar 4.9 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin pada Kulit Rambutan
Pada 4.9 dapat dilihat bahwa data konsentrasi tertinggi terletak pada suhu 70 0C dan waktu 8 jam dengan konsentrasi 120,1601 mg/L. Dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan teori yang diperoleh, tetapi terdapat penyimpangan pada suhu 30 0C. Hal ini diduga karena terjadi waktu pemanasan yang tidak stabil. Pengaruh temperatur dan waktu terhadap konsentrasi antosianin dapat diwakilkan dengan menggunakan persamaan kubik ganda. Model matematiknya dapat ditunjukkan sebagai berikut:
C = -196,467+6,4723 T+ 15,5729 T2 – 1,1247 T3 – 0,3749 t + 0,1437 t2 + 0,0029 t3
Dimana:
C = Konsentrasi Antosianin (mg/L) T = Temperatur (0C)
t = Waktu (Jam)
Persamaan (4.2) memiliki faktor korelasi = 0,7296.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol yang
(63)
2 4 6 8 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Waktu (Jam) R e n d e m e n ( % )
T = 30 oC T = 40 oC T = 50 oC T = 60 0C T = 70 oC
diasamkan dengan HCl 1% adalah pada temperatur 70 oC dengan waktu ekstraksi selama 8 jam, yaitu dengan konsentrasi antosianin sebesar 120,1601 mg/L.
4.2.4 Rendemen Antosianin
Rendemen antosianin menunjukkan persen perolehan antosianin dari kulit rambutan. Dalam penelitian ini, rendemen antosianin yang diperoleh dari kulit rambutan dipengaruhi oleh dua variabel yaitu temperatur dan waktu ekstraksi. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.10, sedangkan pengaruh temperatur ekstraksi terhadap rendemen antosianin dari kulit rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.10 Pengaruh Waktu terhadap Rendemen Antosianin pada Kulit Rambutan
Pada gambar 4.10 dilihat bahwa data nilai rendemen sebanding dengan lamanya waktu ekstraksi dan nilai tertinggi terletak pada waktu 8 jam dengan perolehan rendemennya 0,6008 %. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak antosianin terekstrak [32].
Pada gambar 4.11 terlihat dengan semakin meningkatnya suhu ekstraksi maka terlarutnya pigmen antosianin semakin baik. Proses ekstraksi akan lebih cepat apabila dilakukan pada suhu yang tinggi [27]. Bantuan energi berupa panas akan membantu proses pemecahan dinding sel sehingga flavonoid intra sel dapat
(1)
C.12 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 50 0C ; t = 4 JAM
Gambar C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 4 jam
C.13 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 50 0C ; t = 6 JAM
Gambar C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 6 jam
C.14 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 50 0C ; t = 8 JAM
Gambar C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 8 jam
(2)
C.15 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 60 0C ; t = 2 JAM
Gambar C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 2 jam
C.16 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 60 0C ; t = 4 JAM
Gambar C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 4 jam
C.17 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 60 0C ; t = 6 JAM
Gambar C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 6 jam
(3)
C.18 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 60 0C ; t = 8 JAM
Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 8 jam
C.19 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 70 0C ; t = 2 JAM
Gambar C.19 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 70 0C ; t = 2 jam
C.20 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 70 0C ; t = 4 JAM
Gambar C.20 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 70 0C ; t = 4 jam
(4)
C.21 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 70 0C ; t = 6 JAM
Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 70 0C ; t = 6 jam
C.22 HASIL PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG ANTOSIANIN PADA T = 70 0C ; t = 8 JAM
Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 70 0C ; t = 8 jam
(5)
LAMPIRAN D
Tabel D.1. Beberapa Hasil Penelitian yang Membuat Zat Pewarna Alami dari Buah-buahan
Nama Judul Penelitian Metodologi Hasil
Laura Meidiyanti [8]
Pengaruh Jenis Pelarut dan Rasio Perbandingan
Pelarut dengan Bubuk Kulit Manggis Dalam Ekstraksi Pigmen Antosianin pada Kulit Manggis (Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
- Pelarut : air, etanol dan metanol yang diasamkan dengan HCl.
- Perbandingan pelarut dengan bubuk kulit manggis 1:4, 1:6, 1:8, dan 1:10. - Pencucian kulit
manggis dengan pelarut pada suhu 4
0
C selama 24 jam.
Bubuk kulit manggis -30+40 mesh menghasilkan rendemen 17,3% dan absorbansi 0,475 dan pelarut metanol dengan perbandingan
pelarut (1:10) menghasilkan
rendemen 26,655% dan absorbansinya 0,577.
Lydia Wijaya, dkk [1]
Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah Rambutan
(Nephelium
lappaceum) var. Binjai . (Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Volume 2 Nomor 1 , April 2001, Jurusan Pertanian,
Universitas
Brawijaya Malang)
- Tahap I:
Mengekstrak kulit rambutan dengan konsentrasi etanol 70, 75, 80, 85, 90 dan 95%.
- Tahap II: Mengetahui karakterisasi pigmen kulit buah rambutan.
Konsentrasi etanol 95% memiliki absorbansi 0,24; pH 1,06; konsentrasi antosianin 4,1 x 10-3 (mg/ml), dan rendemen 13,67%. Asep Muhamad Samsudin dan Khoiruddin [9]
Ekstraksi, filtrasi membran dan uji stabilitas zat warna dari kulit manggis
(Garcinia mangostana)
(Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro,
Semarang)
Mengekstrak pigmen kulit manggis dengan air pada suhu 30 0C, 40 0C, 50 0C, 60 0C, 70 0C, 80 0C dan 90
0
C, kemudian filtrasi menggunakan
reverse osmosis.
Pada suhu 90 0C memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimal 0,100.
Puspita Sari, dkk [10]
Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzygium cumini) (Jurnal
Kombinasi pelarut air, etanol,
isopropanol, air : etanol (1 : 1), air : isopropanol (1 : 1),
Pelarut kombinasi air dan etanol pada
suhu ruang
menghasilkan rendemen 2,78%.
(6)
Teknologi dan Industri Pangan, Volume XVI Nomor 2, Tahun 2005, Jurusan Teknologi dan Industri Pangan, Universitas Jember)
etanol : isopropanol (1 : 1), air : etanol : isopropanol (1 : 1 : 1) pada suhu 5 0C dan 27 0C.
Elfi Anis Saati [2]
Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga Merah (Hylocareus costaricensis) pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan jenis Pelarut (Tugas Akhir Jurusan Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Malang)
- Faktor I : Masa simpan buah segar (hari ke 0, 2, 4, 8 hari)
- Faktor II : Kombinasi pelarut
aquades dan asam sitrat (9:1), serta etanol 1 N dan asam sitrat (9:1)
Kombinasi masa simpan buah 4 hari dengan pelarut air dan asam sitrat menghasilkan
pigmen antosianin kulit buah naga merah dengan kualitas terbaik dengan nilai pH 1,91, tingkat kemerahan 25,60, tingkat kemerahan 6,97, tingkat kekuningan 0,50, absorbansi pigmen 0,363, kadar antosianin 1,1/100 ml, total padatan terlarut 66,52 %, dan rendemen 10,02 %.
Rene Nursaerah Mulki Lazuardi [5]
Mempelajari
Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Berbagai Jenis Pelarut (Tugas Akhir Jurusan Teknologi Pangan, Universitas
Pasundan, Bandung)
- Pelarut aquades, etanol 70 %, asam tartrat, asam sitrat , asam asetat, etanol
70 % : akuades (1:1)), asam
tartrat dalam etanol 70 %, asam sitrat dalam etanol 70 %, asam asetat dalam etanol 70 % masing-masing konsentrasi asam 10%.
- Uji organoleptik, meliputi warna, perhitungan total antosianin, dan total rendemen.
Produk ekstrak kulit manggis terpillih adalah sampel dengan pelarut 10 % asam sitrat dengan kadar zat warna 10,946
ml/L, rendemen