PRODUKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN KOMBINASI DOSIS PUPUK DEKASTAR DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA

(1)

PRODUKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN KOMBINASI DOSIS PUPUK DEKASTAR DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA

(Skripsi)

Oleh

Putri Siskawati NPM 0514111028

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2010


(2)

PRODUKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN KOMBINASI DOSIS PUPUK DEKASTAR DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA

Oleh

PUTRI SISKAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2010


(3)

Judul Skripsi : Produksi Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Dengan Kombinasi Dosis Pupuk Dekastar Dan Lama Perendaman Yang Berbeda

Nama Mahasiswa : Putri Siskawati

NPM : 0514111028

Program Studi : Budidaya Perairan Fakultas : Pertanian

MENYETUJI 1. Komisi Pembimbing

Moh. Muhaemin, S. Pi., M. Si Ir. Siti Hudaidah, M. Sc. NIP. 197412122000031002 NIP. 196402151996032001

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Indra Gumay Yudha, S. Pi., M. Si. NIP. NIP. 197008151999031001


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Moh. Muhaemin, S. Pi., M. Si. ...

Sekretaris : Ir. Siti Hudaidah, M. Sc. ...

Penguji Utama : Tarsim, S. Pi., M. Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP. 196108261987021001


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 3 Januari 1987, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ashari (Alm) dan Ibu Suhaini, S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Diniyah Putri Lampung diselesaikan pada tahun 1993, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Taman Sari diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 26 Bandar Lampung pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Perintis Bandar Lampung pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SPMB.

Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen (Asdos) mata kuliah Planktonologi pada tahun 2006, Nutrisi dan Manajemen Pakan serta Budidaya Pakan Hidup pada tahun 2008-2009.

Penulis aktif dalam organisasi HIMAPERILA (Himpunan Mahasiswa Perikanan Unila) dan menjadi Sekertaris Bidang Minat dan Bakat Periode 2006-2007. Pada tahun 2008 penulis pernah mendapatkan dana HIBAH dari DIKTI dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) dengan judul “Menangkap Aspek Pasar Budidaya Cacing Polychaeta”. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti kegiatan Workshop Nasional Qur’anic Power tahun 2009.


(6)

Pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Umum di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi Subang, Jawa Barat tentang Pembenihan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii).

Pada tahun 2010, penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan menulis skripsi yang berjudul ”Produksi Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Dengan Kombinasi Dosis Pupuk Dekastar Dan Lama Perendaman Yang Berbeda”.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa Syukur Kepada Allah SWT, kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

(Alm) Ayahku tercinta dan ibuku yang selama hidupnya selalu memberikan nasehat, bimbingan, motivasi dan doanya yang selalu mengiringi setiap langkah demi kebahgiaan dan kesuksesanku

Adik-adikku tercinta yang terus memberi perhatian, motivasi serta doanya untuk keberhasilanku dalam menyelesaikan skripsi ini.

Teman-teman seperjuangan Almamater Universitas Lampung


(8)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahamat dan hidayahNya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul : ”Produksi Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Dengan Kombinasi Dosis Pupuk Dekastar Dan Lama Perendaman Yang Berbeda”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terimakasih kepada : 1. Allah SWT atas Karunia dan Nikmat-Nya.

2. (Alm) Ayahanda tercinta dan ibu yang selalu memberikan semangat. 3. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian. 4. Bapak Indra Gumay Yudha, S. Pi., M. Si., selaku Ketua Program Studi

Budidaya Perairan.

5. Bapak Moh. Muhaemin, S. Pi., M. Si., selaku pembimbing utama atas bimbingan, kritik serta saran dalam proses penyusunan skripsi.

6. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M. Sc., selaku pembimbing kedua atas bimbingan, kritik serta saran dalam proses penyusunan skripsi.

7. Bapak Tarsim, S. Pi., M. Si., selaku penguji utama atas kritik dan saran dalam proses penyusunan skripsi.

8. Bapak Eko Effendi, S. T. dan bapak Tarsim, S. Pi., M. Si., selaku pembimbingan akademik yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan nasehat selama kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi.


(9)

9. Keluarga besar rumput laut di BBPBL Lampung, Pak Nico Rontuboy dan Mas Slamet Abadi, terima kasih atas bantuannya.

10.Bapak Ridwan Hatta, S. P. yang selalu memberikan masukan, membantu serta selalu memotivasi. ”Thank’s for idea sir ”.

11.Seseorang yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi, Thanks for All ”Epro Barades”.

12.Teman-temanku angkatan 2005 yang selalu bersemangat, terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaannya.

13.Kakak-kakakku angkatan 2004 serta adik-adik angakatan 2006, 2007, 2008, dan 2009.

14.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, April 2010 Penulis


(10)

ABSTRAK

PRODUKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN KOMBINASI DOSIS PUPUK DEKASTAR DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA

Oleh Putri Siskawati

Rumput laut (Eucheuma cottonii) merupakan salah satu komoditas ekspor yang potensial untuk dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan dengan mempercepat pertumbuhan agar produksi E. cottonii meningkat, salah satunya dengan pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk dengan unsur hara makro dan mikro yang berguna bagi pertumbuhan E. cottonii seperti dekastar.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap berbasis Faktorial (Faktorial RAL) yang terdiri dari 2 perlakuan utama yaitu dosis pupuk (150 g/l, 200 g/l, dan 250 g/l) serta lama perendaman (3 jam, 5 jam, dan 7 jam) dan kontrol sebagai pembanding. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 kali ulangan. Analisis data digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan BNT pada taraf nyata 5%. Setiap perlakuan menggunakan bibit E. cottonii dengan bobot 100 gr. Parameter uji yang diamati antara lain : laju pertumbuhan harian, kadar konsentrasi klorofil-a dan magnesium, produksi akhir (berat basah) dan serangan hama penyakit.

Hasil penelitian didapatkan laju pertumbuhan rata-rata E. cottonii selalu mengalami peningkatan setiap minggunya. Laju pertumbuhan harian rumput laut tertinggi 4,14%. Hasil uji nilai tengah (BNT) didapatkan bahwa pemupukan terbaik ialah 5 g/l dengan lama perendaman tiga jam, sedangkan lama perendaman terbaik adalah satu jam dengan pemupukan 15 g/l. Regresi antara bobot E.cottonii dengan konsentrasi klorofil-a dan konsentrasi magnesium menunjukkan adanya korelasi (hubungan antara variabel uji). Magnesium merupakan komponen inti pembentuk klorofil, yang digunakan untuk proses fotosintesis untuk peningkatan biomassa E.cottonii.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL …….…….…….…….…….…….…….…..………. vi

DAFTAR GAMBAR …….…….…….…….…….…….…….………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang …….…….…….…….…….…….………... 1

B. Kerangka penelitian …….…….…….…….…….……..………….. 3

C. Tujuan dan manfaat …….…….…….…….…….……..………….. 5

D. Hipotesis …….…….…….…….…….…….…….……….. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi E. cottonii …….……….……… 7

A.1. Biologi E. cottonii …….……….……… 7

A.2. Ekologi E. cottonii …….……….………... 9

A.2.1. Kondisi lingkungan fisik …….…….…….……….. 9

A.2.2. Kondisi lingkungan biologi …….…….…….………….. 11

A.2.3. Kondisi lingkungan kimia …….…….…….………. 11

B. Metode penanaman rumput laut …….…….…….…….…………... 12

B.1. Metode dasar (bottom method) …….…….…….…..…………. 12

B.2. Metode lepas dasar (off-bottom method) …….…….…………. 12

B.3. Metode apung/longline (floating method) …….…...…………. 13

C. Pertumbuhan rumput laut …….…….…….…….……..……... 16

D. Pupuk dekastar …….…….…….…….…….…….…………... 18

D.1. Kategori pupuk …….…….…….…….…….……… 18

D.2. Jenis unsur hara pupuk …….…….…….…….…….………… 20

D.3. Zat perangsang tumbuh …….…….…….…….…….…... 22

E. Magnesium dan klorofil …….…….…….…….……… 22

E.1. Magnesium (Mg) .…….…….…….…….…….………. 22

E.2. Klorofil …….…….…….…….…….…….………...…... 23


(12)

v

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat penelitian …….…….…….…….….……… 27

B. Alat dan bahan …….…….…….…….…….…….…….……… 27

C. Desain penelitian …….…….…….…….…….………..……… 27

D. Prosedur penelitian …….…….…….…….…….……...……… 28

D.1. Tahap persiapan …….…….…….…….…….……..…………. 28

D.2. Pelaksanaan penelitian …….…….…….…….…….…………. 29

E. Analisis statistik …….…….…….…….…….…….…..……... 31

F. Parameter yang diukur …….…….…….…….………. ……. 32

F.1. Laju pertumbuhan harian …….…….…….…….………... 32

F.2. Konsentrasi klorofil-a dan magnesium …….…….……… 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian …….…….…….…….…….……..……… 33

A.1. Laju pertumbuhan ….…….…….…….……..………. 33

A.2. Tabel sidik ragam (TSR) dan produksi akhir ……….. 34

A.3. Kandungan klorofil-a dan konsentrasi magnesium E. cottonii …….…….…….…….…….……..………... 36

B. Pembahasan …….…….…….…….…….……..………... 39

B.1. Pertumbuhan ………... 39

B.2. Klorofil dan magnesium ………. 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …….…….…….…….…….……..………... 44

B. Saran …….…….…….…….…….……..………... 44

DAFTAR PUSTAKA …….…….…….…….…….…….…..………….. 45


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Beberapa metode budidaya rumput laut yang umum

digunakan ………... 14 2. Perlakuan dosis pupuk dan lama perendaman untuk

penanaman rumput laut Eucheuma cottoni ……….. 28 3. Tabel sidik ragam pengaruh pemupukan yang berbeda

dan lama perendaman dalam peningkatan produktivitas

rumput laut (E. cottonii) ………. 34 4. Pengaruh lama perendaman dan pemupukan yang

berbeda terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut …………. 35 5. Total produksi akhir (berat basah) E. cottonii …………... 36 6. Nilai magnesium yang diuji sebelum penanaman,

pertengahan (saat pemeliharaan) dan akhir Pemeliharaan

(panen) E. cottonii ………... 38 7. Regresi antara bobot rumput laut, konsentrasi magnesium

dan konsentrasi klorofil-a ………... 39


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumput laut jenis Echeuma cottoni ……… 8 2. Jenis-jenis struktur klorofil ………... 25 3. Struktur rangka tanam metode apung longline,

tampak atas (A) dan tampak samping (B) ……….. 29 4. Tahapan Penelitian ………... 30 5. Berat rata-rata E. cottonii dari pemupukan

dan lama perendaman yang berbeda ……….. 33 6. Kisaran nilai klorofil-a E. cottonii pada berbagai lama

perendaman ………. 37 7. Kisaran nilai klorofil-a E. cottonii pada berbagai dosis

Pemupukan ………. 37 8. Konversi fotosintesis dari CO2 menjadi biomassa


(15)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70 persen dari total teritorial Indonesia. Potensi yang demikian besar, mengandung keanekaragaman sumberdaya alam laut baik hayati maupun non-hayati menjadikan sektor kelautan sebagai penunjang perekonomian penting bagi Indonesia (Dahuri et al., 2001). Perairan Indonesia sebagai wilayah tropis, memiliki sumberdaya plasma nutfah rumput laut kurang lebih 555. Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis dan banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp. dan Gracilaria sp. yaitu dari jenis alga merah (Nugroho et al., 2008).

E. cottoni merupakan salah satu komoditi ekspor yang potensial untuk dikembangkan, Budidaya rumput laut telah menjadi salah satu usaha budidaya laut yang banyak diminati oleh masyarakat pesisir. Rumput laut menjadi salah satu komoditas yang mampu mendokrak perekonomian masyarakat pesisir, dan menyumbang banyak bagi pendapatan daerah. Budidaya rumput laut di Indonesia menjadi salah satu komoditas penting untuk mendukung program revitalisasi perikanan di Indonesia (DKP, 2006). Produksi rumput laut pada tahun 2007 dapat menccapai 1,62 juta ton dengan volume ekspor 94.073 ton, dengan nilai 57,52 juta dollar AS (Mukhtar, 2008). Agroindustri karagenan Indonesia diperkirakan akan menguasai 31% pangsa pasar rumput laut (Eucheuma dan Gracilaria) dunia pada


(16)

2

2007 (Anggadiredja dan Zatnika, 2006). Target Indonesia pada 2009 untuk IeucheumaI sp. diharapkan sebesar 1,9 juta ton berat basah atau setara dengan 186.332 ton berat kering, sedangkan ekspor yang diharapkan sebesar $111.501.000 (Diskanlut Sulteng dan LP3L TALINTI, 2007). Jika setiap tahunnya produksi rumput selalu bertambah maka pendapatan bagi nelayan sekitar pesisir dan devisa negara akan ikut bertambah. Peningkatan produksi dapat dilakukan jika pertumbuhan rumput laut ikut meningkat.

Pertumbuhan merupakan parameter yang sangat penting untuk meningkatkan produksi rumput laut. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi beberapa faktor, terutama sinar matahari untuk melangsungkan proses fotosintesis. Proses fotosintesis rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh sinar matahari, tetapi juga membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang cukup (makro maupun mikro). Unsur hara ini banyak didapatkan dari lingkungan yang diserap langsung oleh seluruh bagian tanaman. Suplai unsur hara dapat dilakukan dengan cara pemupukan saat budidaya (Prabowo, 2007).

Pupuk merupakan zat yang mengandung sejumlah nutrien yang ditambahkan pada tumbuhan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrien kepada tumbuhan guna menunjang kelangsungan hidupnya (Sutejo, 2002). Penggunaan pupuk pada umumnya hanya dilakukan pada tumbuhan dengan tanah sebagai media tanamnya. Penggunaan pupuk untuk tumbuhan yang ada di perairan (laut) masih jarang dilakukan karena perairan dianggap memiliki kandungan nutrien yang mampu mencukupi kebutuhan nutrien dari tumbuhan yang ada di perairan (Silea, 2006). Akan tetapi, untuk meningkatkan produksi dalam skala yang besar tidak hanya dibutuhkan


(17)

3

nutrien dari lingkungan yang bersifat alami. Millero dan Sohn (1992) menyatakan bahwa perairan laut memiliki konsentrasi senyawa organik yang sangat rendah dibandingkan konsentrasi senyawa inorganik. Penggunaan pupuk merupakan salah satu alternatif yang dilakukan untuk meningkatkan produksi rumput laut. Dekastar merupakan pupuk akar yang dilengkapi dengan unsur hara makro dan mikro yang fungsinya untuk memperpanjang pertumbuhan akar dan tunas.kandungan unsur hara makro yang terdapat dalam dekastar adalah NPK dengan perbandingan 13 : 13 : 13 dan dilengkapi dengan unsur magnesium sebesar 3%.

Pupuk dekastar mengandung salah satu unsur hara makro magnesium. Magnesium merupakan logam alkali tanah yang cukup berlimpah pada perairan alami. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut sehingga jarang mengalami presipitasi (Effendi, 2003). Unsur makro magnesium yang terdapat dalam dekastar ada dalam klorofil dan butir hijau daun yang berfungsi memperlancar proses fotosintesis (Widodo, 2008). Seperti diketahui bahwa rumput laut merupakan tumbuhan thallus (memiliki percabangan), maka aplikasi pupuk akar ini dan salah satu unsur hara makro seperti magnesium diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput laut.

B. Kerangka Penelitian

Pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangbiakan tumbuhan. E. cottonii merupakan salah satu tumbuhan sejenis alga yang hidup di perairan laut. Laju pertumbuhan rumput laut salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan nutrien yang ada di perairan. Walaupun perairan


(18)

4

menyediakan nutrien untuk makanan rumput laut, tetapi tidak sepenuhnya dapat termanfaatkan karena nutrien tidak hanya dimanfaatkan oleh rumput laut. Oleh karena itu, agar pemanfaatan nutrien dapat semaksimal mungkin maka diperlukan adanya penambahan nutrien.

Pupuk memiliki sejumlah nutrien yang sangat dibutuhkan bagi tanaman. Penggunaan pupuk dibidang pertanian sudah terbukti dapat meningkatkan hasil pertanian, seperti meningkatkan laju pertumbuhan dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya.

Menurut Silea (2006) hasil percobaan dengan pemberian pupuk bionik mampu meningkatkan laju pertumbuhan rumput laut sebesar 6,06% setiap harinya. Dekastar merupakan salah satu pupuk akar yang memliki unsur hara makro seperti nitrogen, kalium, fosfor dan magnesium serta unsur hara mikro seperti boron, tembaga, mangan, molybdenum, dan seng. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk tersebut berfungsi meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti mempercepat laju pertumbuhan akar/tunas. Penggunaan pupuk anorganik jenis dekastar diduga dapat meningkatan produksi rumput laut (Eucheuma cottonii).


(19)

5

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan pupuk dekastar dalam berbagai konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda serta interaksinya terhadap produksi E. cottonii.

Manfaat penelitian adalah memberikan informasi tentang penggunaan pupuk dan lama perendaman yang sesuai untuk peningkatan produksi E. cottonii.

D. Hipotesis

Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berbasis faktorial (Faktorial RAL) dengan hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

1) H0 : (αβ)ij = 0 (tidak ada pengaruh interaksi antara konsentrasi

penggunaan pupuk dan lama perendaman terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).

H1 : (αβ)ij ≠ 0 (minimal ada satu pengaruh interaksi antara konsentrasi

penggunaan pupuk dan lama perendaman terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).

2) H0 : (α)i = 0 (tidak ada pengaruh perlakuan konsentrasi penggunaan

pupuk terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).

H1 : (α)i ≠ 0 (minimal ada satu pengaruh perlakuan konsentrasi

penggunaan pupuk terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).


(20)

6

peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).

H1: (β)j ≠ 0 (minimal ada satu pengaruh perlakuan lama perendaman

terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii).

Keterangan :

i : Dosis pupuk (150 g/l, 200 g/l, dan 250 g/l) j : Lama perendaman (3 jam, 5 jam, dan 7 jam)

Jika uji F (anova) interaksi nyata maka dilakukan uji lanjut pengaruh sederhana pada taraf nyata 5%, dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : tidak ada pengaruh interaksi antara konsentrasi penggunaan pupuk dan lama

perendaman terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii) pada selang kepercayaan 95%.

H1 : minimal ada sepasang perlakuan interaksi antara konsentrasi penggunaan pupuk dan lama perendaman terhadap peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii) pada selang kepercayaan 95%.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bio-Ekologi E. cottonii A.1. Biologi E. cottonii

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Keseluruhan dari tanaman merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus. Bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus tersusun oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978). Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucheuma sp.

Genus Eucheuma merupakan istilah popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma yang


(22)

8

ditentukan berdasarkan kajian filogenetis dan tipe karaginan yang terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan Kappaphycus (Doty, 1973).

Gambar 1. Rumput laut jenis Echeuma Cottoni (Sumber : Ariyanto, 2005).

Taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales

Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Ciri-ciri E. cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gamet. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spine E. cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan


(23)

9

thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Dirjenkan Budidaya, 2004).

A.2. Ekologi E. cottonii

A.2.1. Kondisi Lingkungan Fisik

E. cottonii mempunyai habitat diperairan laut dengan dasar perairan yang stabil, terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari lumpur. Jenis rumput laut dan sebaran-sebarannya menurut data Stastict Research and Development, dapat di bagi dari segi keanekaragaman. Jenis rumput laut di perairan Indonesia cukup tinggi tetapi pada saat ini baru dikenal lima jenis yang bernilai eksport tinggi, yaitu Gelidium, Gelidiella, Hypnea, Eucheuma, dan Gracilaria. Dua jenis di antaranya sudah dibudidayakan dan berkembang di Indonesia, yaitu Eucheuma dan Gracilaria. Jenis-jenis numput laut secara ekonomi menjadi penting karena mengandung senyawa polisakarida. Rumput laut penghasil karaginan (karaginofit) dan penghasil agar (agarofit) termasuk kelas alga merah (Rhodophyceae) dan penghasil alginat (alginofit) dan kelas algae coklat (Phaeophyceae). Secara umum rumput laut yang tersebar luas diperairan Indonesia sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk makanan dan obat tradisional (Ariyanto, 2005).

Rumput laut memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembangbiak.


(24)

10

Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generatif dan vegetative (Junaedi, 2004).

Daya dukung lingkungan yang baik untuk pertumbuhan rumput laut harus ditempatkan pada daerah yang terlindung dari pengaruh ombak dan gelombang yang kuat biasanya terletak di teluk dan terlindung oleh karang penghalang atau pulau di depannya. Gerakan arus yang ideal untuk pertumbuhan rumput laut yaitu 20-40 cm/detik. Jika kecepatan arus melebihi 40 cm/detik atau kurang dari 20 cm/detik maka pertumbuhan rumput laut akan lambat. Arus yang lemah dapat mengurangi pasokan nutrien yang dibutuhkan oleh rumput laut sehingga menghambat pertumbuhannya.

E. cottonii membutuhkan perairan yang jernih sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Apabila kecerahan perairan berkurang akibat sedimentasi dari daratan maupun sekitarnya maka akan menghambat pertumbuhan rumput laut. Tingkat kecerahan yang tinggi diperlukan dalam budidaya rumput laut yaitu ± 5 – 10 meter, agar penetrasi cahaya matahari dapat masuk ke dalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi tidak kurang dari 5 meter cukup baik untuk pertumbuhan rumput laut. Kecerahan perairan yang ideal untuk pertumbuhan rumput laut yaitu 30 meter sedangkan nilai kekeruhan adalah 0,3 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Puslitbangkan, 1991).


(25)

11

Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii adalah antara 2-15 m pada saat surut terendah untuk metode apung. Hal ini akan menghindari rumput laut mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung pada waktu surut terendah dan memperoleh (mengoptimalkan) penetrasi sinar matahari secara langsung pada waktu air pasang. Kenaikan temperatur yang tinggi mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu suhu perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 20-28 °C dengan fluktuasi harian maksimum 4 °C. Intensitas hujan yang cukup tinggi dapat membuat pertumbuhan rumput laut menjadi terganggu. Akibatnya hasil panen menjadi tidak optimal dan merugi (Puslitbangkan, 1991).

A.2.2. Kondisi Lingkungan Biologi

Pada perairan, untuk budidaya Eucheuma dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi oleh komunitas dari berbagai makro algae seperti Ulva, Caulerpa, Padina, Hypnea. Adanya komunitas makro algae tersebut merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya Eucheuma. Kemudian sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang besifat herbivora terutama ikan baronang/lingkis (Siganus sp.), penyu laut (Chelonia midas) dan bulu babi yang dapat memakan tanaman budidaya (Puslitbangkan, 1991).

A.2.3. Kondisi Lingkungan Kimia

Rumput laut tumbuh dengan baik pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut


(26)

12

menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah 28- 35 ppt (Ditjenkan Budidaya, 2005).

Menurut Joshimura dalam Wardoyo (1975) bahwa kandungan fosfat sangat baik bila berada pada kisaran 0,10-0,20 mg/1 sedangkan nitrat dalam kondisi berkecukupan biasanya berada pada kisaran antara 0,01-0,7 mg/1. Dengan demikian dapat dikatakan perairan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang baik dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya laut

B. Metode Penanaman Rumput Laut B.1. Metode Dasar (bottom method)

Penanaman dengan metode dasar dilakukan dengan mengikat bibit tanaman yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian disebar pada dasar perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan rumput laut dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu.

B.2. Metode Lepas Dasar (off-bottom method)

Metode lepas dasar dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir, sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam dengan bobot 100-150 gram, dengan jarak tanam 20-25


(27)

13

cm. Penanaman dapat juga dilakukan dengan jaring yang berukuran 2,5x5 m2 dengan lebar mata 25-30 cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit rumput laut diikatkan pada simpul-simpulnya.

B.3. Metode Apung (floating method)/Longline

Metode apug//longline cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang berkarang dan pergerakan airnya di dominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan rakit-rakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari ketersediaan material, tetapi umumnya 2,5x5 m2 untuk memudahkan pemeliharaan. Pada dasarnya metode apug//longline sama dengan metode lepas dasar hanya posisi tanaman terapung dipermukaan mengikuti gerakan pasang surut. Untuk mempertahankan agar rakit tidak hanyut digunakan pemberat dari batu atau jangkar. Untuk menghemat area, beberapa rakit dapat dijadikan menjadi satu dan tiap rakit diberi jarak 1 meter untuk memudahkan dalam pemeliharaan. Bibit diikatkan pada tali plastik dan atau pada masing-masing simpul jaring yang telah direntangkan pada rakit tersebut dengan ukuran berkisar antara 100-150 gram (Iswadi, 2007).


(28)

14

Tabel 1. Beberapa metode budidaya rumput laut yang umum digunakan (Afrianto dan Liviawati, 1993)

JENIS METODE GAMBAR

A. Metode dasar (bottom method) 1. Metode sebar

(broadcast method)

Metode ini biasanya digunakan pada perairan yang sebagian besar dasarnya terdiri dari batu karang

2. Metode budidaya dasar laut (bottom method)

Metode ini cocok untuk perairan yang berarus kencang dan bersubstrat batu atau karang.

B. Metode lepas dasar (off bottom method) 1. Tali tunggal lepas

dasar (off bottom monoline)

Metode ini sesuai untuk dasar perairan yang berpasir, berlumpur atau lumpur berpasir


(29)

15

2. Jaring lepas dasar (off bottom net)

Metode ini biasa digunakan pada perairan yang berpasir, berlumpur dan lumpur berpasir. Benih yang ditanam lebih banyak

3. Jaring lepas dasar bentuk tabung (off bottom tabular net)

Metode ini sesuai untuk perairan yang berarus kencang dan banyak terdapat predator. Dapat juga digunakan di perairan yang mempunyai dasar pasir, lumpur, atau lumpur berpasir.

C. Metode apung (floating method) 1. Tali tunggal apung


(30)

16

Metode ini merupakan perkembangan dari off bottom monoline (tali tunggal lepas dasar). 2. Jaring apung

(floating net)

Hampir sama dengan floating monoline (tali tunggal apung), tali tunggal diganti dengan jaring nilon

C. Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain jenis, galur, bagian thalus dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan fisik dan kimiawi perairan. Namun demikian selain faktor-faktor tersebut ada faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan dari rumput laut yaitu


(31)

17

pengelolaan yang dilakukan oleh manusia. Faktor pengelolaan yang harus diperhatikan seperti substrat perairan dan juga jarak tanam bibit dalam satu rakit apung (Ditjenkan Budidaya, 2004).

Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal di bagian ujung akan memberikan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit thallus di bagian pangkal. Menurut Ditjenkan Budidaya (2004), laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat per hari. Rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudidayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh.

Soegiarto et al, (1978), menyatakan bahwa laju pertumbuhan rumput laut berkisar antara 2-3% per hari. Pada percobaan penanaman dengan menggunakan rak terapung pada kedalaman yang berbeda tampak bahwa yang lebih dekat dengan permukaan (30 cm) tumbuh lebih baik dari lapisan kedalaman dibawahnya karena cahaya matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan rumput laut. Pada kedalaman tidak terjangkau cahaya matahari, maka rumput laut tidak dapat tumbuh. Demikian pula iklim, letak geografis dan faktor oseanografis sangat menentukan pertumbuhan rumput laut.

Pertumbuhan rumput laut dikategorikan dalam pertumbuhan somatik dan pertumbuhan fisiologis. Pertumbuhan somatik merupakan pertumbuhan yang diukur berdasarkan pertambahan berat, panjang thallus sedangkan pertumbuhan


(32)

18

fisiologis dilihat berdasarkan reproduksi dan kandungan koloidnya (Ditjenkan Budidaya, 2004).

D. Pupuk Dekastar

Pupuk adalah zat yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik. Pemberian pupuk perlu memperhatikan kebutuhan untuk tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun (Widodo, 2008).

D.1. Kategori pupuk

Menurut Widodo (2008), pupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya.

Berdasarkan asalnya dibedakan:

1. Pupuk alam ialah pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti, misalnya: pupuk kompos, pupuk kandang, guano, pupuk hijau dan pupuk batuan fosfor.

2. Pupuk buatan ialah pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya: TSP, urea, rustika dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan/atau kimia.

Berdasarkan senyawanya dibedakan:

1. Pupuk organik ialah pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik: pupuk kandang, kompos, guano. Pupuk alam


(33)

19

yang tidak termasuk pupuk organik misalnya rock phosphat, umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)2].

2. Pupuk anorganik atau mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.

Berdasarkan fasa-nya dibedakan:

1. Padat. Pupuk padat umumnya mempunyai kelarutan yang beragam mulai yang mudah larut air sampai yang sukar larut.

2. Pupuk cair. Pupuk ini berupa cairan, cara penggunaannya dilarutkan dulu dengan air, Umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harganya relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar nitrogennya sangat tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat lewat tanah (injeksikan).

Berdasarkan cara penggunaannya dibedakan:

1. Pupuk daun ialah pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan disemprotkan pada permukaan daun.

2. Pupuk akar atau pupuk tanah ialah pupuk yang diberikan ke dalam tanah disekitar akar agar diserap oleh akar tanaman.

Berdasarkan reaksi fisiologisnya dibedakan:

1. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam artinya bila pupuk tersebut diberikan ke dalam tanah ada kecenderungan tanah menjadi lebih masam (pH menjadi lebih rendah). Misalnya: Za dan Urea.

2. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis ialah pupuk yang bila diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik misalnya: pupuk chili salpeter, calnitro, kalsium sianida.


(34)

20

Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya dibedakan:

1. Pupuk yang hanya mengandung satu hara tanaman saja. Misalnya: urea hanya mengandung hara N, TSP hanya dipentingkan P saja (sebetulnya juga mengandung Ca).

2. Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung dua atau lebih dua hara tanaman. Contoh: NPK, amophoska, nitrophoska dan rustika.

Berdasarkan macam hara tanaman dibedakan:

1. Pupuk makro ialah pupuk yang mengandung hanya hara makro saja: NPK, nitrophoska, gandasil.

2. Pupuk mikro ialah pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja misalnya: mikrovet, mikroplek, metalik.

3. Campuran makro dan mikro misalnya pupuk gandasil, bayfolan, rustika. Sering juga ke dalam pupuk campur makro dan mikro ditambahkan juga zat pengatur tumbuh.

D.2. Jenis unsur hara pupuk

Pupuk mengandung unsur-unsur hara yang dapat menunjang perkembangbiakan suatu tumbuhan. Menurut Widodo (2008), jenis unsur hara pupuk terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Unsur makro

a. Nitrogen (N) berperan dalam pembentukan sel dan jaringan di dalam tanaman, seperti akar, batang, daun, dan awal pembentukan bunga. Memperlancar proses fotosintesis, mempengaruhi pertumbuhan daun,


(35)

21

jumlah daun lebih banyak, helaian lebar, tampak mengkilap, bunga mekar sempurna, warna lebih cerah.

b. Fosfor (P) berguna untuk pertumbuhan vegetatif, pembentukan akar pada tanaman muda, pembentukan inti sel dan pembelahan sel, merangsang pembungaan, pembentukan biji, produksi buah, memperkuat daya tahan terhadap serangan penyakit.

c. Kalium (K) berperan memperlancar semua proses, memperkuat jaringan sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah rontok, mempengaruhi pembentukan protein dan pembelahan sel, batang lebih tegar, warna daun, jumlah serabut yang banyak.

d. Kalsium (Ca) berperan mengatur dan merawat dinding sel, terakumulasi pada jaringan tua sebagai penyusun sel dengan fungsi sebagai perekat, pengatur permeabilitas dalam sel.

e. Magnesium (Mg) terdapat dalam klorofil dan butir hijau daun serta bertugas untuk memperlancar proses fotosintesis.

f. Sulfur (S) berperan dalam proses sintesis protein, memperkeras protoplasma sehingga meningkatkan daya tahan terhadap kekeringan dan hawa dingin, memproduksi energi.

2. Unsur mikro

a. Boron (B) berperan untuk mengangkut karbohidrat dari daun ke bagian lain, berperan dalam pembelahan sel, mempengaruhi perkembangan sebuk sari.

b. Tembaga (Cu) adalah salah satu pembentuk klorofil, berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat.


(36)

22

c. Mangan (Mn) berfungsi sebagai aktivator beberapa enzim untuk memperlancar asimilasi.

d. Seng (Zn) berfungsi membentuk hormon pertumbuhan, membantu pertumbuhan dan dan klorofil.

e. Besi (Fe) berfungsi sebagai penyusun enzim aktif dalam fotosintesis dan respirasi.

f. Molibdenum (Mo) membantu mengikat nitrogen dari udara bebas, komponen pada bintil akar.

g. Klor (Cl) dibutuhkan pada fase vegetatif dan generatif, mengeluarkan oksigen dari hasil fotosíntesis.

D.3. Zat perangsang tumbuh

Zat perangsang tumbuh merupakan zat pelengkap dapat memicu perkembangan suatu tumbuhan walaupun dalam jumlah sedikit. Menurut Agromedia (2007) adapun zat perangsang tumbuh yang biasanya terdapat dalam pupuk adalah :

a. Sitokinin, berguna merangasang keluarnya tunas, utama dipakai pada kultur jaringan.

b. Giberlin, memicu pembungaan, memperbesar sel, memecah dormansi. c. Auksin, berguna untuk penyambungan (setek, runduk, sambung, cangkok). d. Retardan, merangsang pertumbuhan tunas.


(37)

23

E. Magnesium dan Klorofil E.1. Magnesium (Mg)

Logam magnesium adalah logam yang termasuk dalam golongan IIA dengan nomor atom 12 dan berat atom 24,32. Logam magnesium sangat mudah ditemukan di alam dan terdapat dalam bentuk batuan mineral serta garam terlarut, seperti silikat dan dolomit kieserite. Magnesium merupakan unsur yang kedelapan paling berlimpah dan membentuk 28% berat kulit bumi, serta merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut. Magnesium paling umum didapat dari elektrolisis lelehan garam-garam halida, serta kalsinasi mineral dolomit dan air laut yang menghasilkan MgO atau CaO. CaO dapat dihilangkan dengan cara penukaran ion (Hidayat, 2008).

Logam magnesium mempunyai sifat fisik yang khusus sebagai berikut (Therald, 1963 dalam Musolin, 2002) :

1. Titik leleh 657 oC dalam bentuk bilangan oksidasi 0, sedang dalam MgO 2827 ± 30 oC.

2. Titik didih 1107 oC.

3. Salah satu logam bivalen yang elektropositif.

4. Potensial ionisasi pertama 7,644 eV dan potensial ionisasi kedua 15,03 eV. 5. Keelektronegatifan 1,2.

6. Densitas padatan pada 20 oC 1,75 gram/cc dalam bentuk bilangan oksidasi 0, sedang dalam bentuk MgO 3,58 gr/cc.

7. Mudah dikenali dalam suatu cuplikan dengan menambahkan basa sehingga terbentuk endapan putih Mg(OH)2


(38)

24

E.2. Klorofil

Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis. Klorofil a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil b terdapat pada ganggang hijau Chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil c terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhodophyta (Annonim, 2009).

Fungsi Klorofil berperan melakukan fotosintesis (menyerap dan menggunakan energi sinar matahari untuk mensintesa oksigen dan karbohidrat dari CO2 dan air) pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil adalah suatu magnesium porfirin dan kompleks kluster mangan. Adapun jenis klorofil yang diketahui antara lain sebagai berikut (Gambar 2) :


(39)

25

Gambar 2. Jenis-jenis struktur klorofil (Annonim, 2009). Klorofil a

Klorofil c2

Klorofil c1 Klorofil b


(40)

26

E.3. Magnesium dalam Klorofil

Mg adalah aktivator yang berperan dalam transportasi energi beberapa enzim di dalam tanaman. Mg sangat dominan keberadaannya di daun , terutama untuk ketersediaan klorofil. Unsur tersebut juga merupakan komponen inti pembentukan klorofil dan enzim di berbagai proses sintesis protein. Jadi kecukupan magnesium sangat diperlukan untuk memperlancar proses fotosintesis. Mg mempunyai peranan penting bagi tanaman dalam proses metabolisme fosfat, respirasi tanaman dan aktivitas enzim, dan merupakan unsur hara makro yang penting dalam klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Pemberian Mg bersama-sama dengan N, P dan K pada tanaman yang mengalami defisiensi akan dapat meningkatkan produksi. Pemberian pupuk Mg dalam jumlah yang cukup dan seimbang akan dapat meningkatkan produksi sebesar 5-7% (Hidayat, 2008).

Kekurangan Mg menyebabkan sejumlah unsur tidak terangkut karena energi yang tersedia sedikit. Kekurangan Mg akan menaikkan unsur Al (Alumunium), Fe (zat besi), Mn (mangan), Zn (sen) dan Cu (tembaga), unsur-unsur tersebut dalam jumlah berlebihan akan menjadi racun. Denutrisi pada E. cottonii mengakibatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit menjadi rendah, tanaman mudah terserang hama dan penyakit (Hidayat, 2008).


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit rumput laut dengan bobot 100 gram per titik, pupuk dekastar, bak, jaring, tali polyetilen, rangka tanam berupa tali, perahu, masker dan snorkel, pelampung, pemberat, dan botol plastik 600 ml, tali jalur, timbangan dan alat tulis.

C. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap berbasis Faktorial (Faktorial RAL) dengan dua faktor perlakuan ( dosis pupuk dan lama perendaman) dan kontrol dengan tiga kali ulangan, maka diperoleh 30 unit percobaan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :


(42)

28

Tabel 2. Perlakuan dosis pupuk dan lama perendaman untuk penanaman rumput laut Eucheuma cottoni

Dosis Pupuk Lama Perendaman

3 jam (X) 5 jam (Y) 7 jam (Z) 150 g/l air (A)

A1X1 A1Y1 A1Z1

A2X2 A2Y2 A2Z2

A3X3 A3Y3 A3Z3

200 g/l air (B)

B1X1 B1Y1 B1Z1

B2X2 B2Y2 B2Z2

B3X3 B3Y3 B3Z3

250 g/l air (C)

C1X1 C1Y1 C1Z1

C2X2 C2Y2 C2Z2

C3X3 C3Y3 C3Z3

D. Prosedur Penelitian D.1. Tahap Persiapan

Mempersiapan rangka tanam metode apung longline dengan menggunakan tali PE. Untuk menjaga agar tali rangka tetap berada di bawah permukaan air laut digunakan pelampung dan pemberat pada setiap sisinya (Gambar 3).


(43)

29

A

B

Gambar 3. Struktur rangka tanam metode apung longline, tampak atas (A) dan tampak samping (B)

D.2. Pelaksanaan Penelitian

Penanaman rumput laut dilakukan dengan menggunakan metode longline. Sebelum penanaman, bibit rumput laut diberi perlakuan yang sudah ditentukan yaitu perlakuan dosis dan lama perendaman. Persiapan penanaman dengan melakukan pengikatan benih pada tali lajur di daratan dengan jarak ikat 20 cm. Benih yang telah selesai diikat pada tali lajur dibawa menuju kerangka tanam. Tali lajur yang telah ada benih diikatkan pada tali utama pada kerangka tanam dengan jarak antara tali lajur 1 m. Pemberian pelampung tambahan pada tali lajur dilakukan apabila tali lajur terlalu melengkung kebawah.


(44)

30

Gambar 4. Tahapan Penelitian Dosis Pupuk : - 5 g/l air

- 10 g/l air - 15 g/l air

Lama Perendaman : - 1 jam

- 2 jam - 3 jam Tahap Persiapan

- Rangka tanam rumput laut dipersiapkan dengan menggunakan metode apung longline

- Penyediaan bibit berkualitas

SELESAI START T ah ap Pe lak sa n aan

Uji Mg dan K

lorof

il

Penanaman Rumput Laut

Pengamatan dilakukan dengan interval waktu 7 hari. Parameter yang diamati antara lain : - Laju pertumbuhan harian

- Produksi akhir (berat basah rumput laut) Serangan hama dan penyakit

Tahap Persiapan

- Rangka tanam rumput laut dipersiapkan dengan menggunakan metode apung longline

- Penyediaan bibit berkualitas

SELESAI START T ah ap Pe lak sa n aan

Uji Mg dan K

lorof

il

Penanaman Rumput Laut

Pengamatan dilakukan dengan interval waktu 7 hari. Parameter yang diamati antara lain : - Laju pertumbuhan harian


(45)

31

E. Analisis Statistik

Data yang didapatkan dari hasil penelitian akan dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (one way analisis of variant) dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf kepercayaan 5%:

Penempatan perlakuan dan ulangan dilakukan secara acak dengan model rancangan sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993) :

Yijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk

Dimana :

Yijk : Berat rumput laut akibat perlakuan dosis pupuk ke-i, lama perendaman

ke-j dan ulangan ke-k µ : nilai tengah pengamatan αi : pengaruhdosis pupuk ke-i

βj : pengaruhlama perendaman ke-j

(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk ke-i dan lama perendaman ke-j

εijk : galat percobaan akibat perlakuan dosis pupuk ke-i, lama perendaman ke-j

dan ulangan ke-k

i : Dosis pupuk (5 g/l, 10 g/l, dan 15 g/l) j : Lama Perendaman (1 jam, 2 jam, dan 3 jam) k : Ulangan (1, 2, dan 3)


(46)

32

F. Parameter yang diukur F.1. Laju pertumbuhan harian

Laju pertumbuhan dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan berat per hari (Ditjenkan, 2004), yaitu :

% 100 1 Wo Wt G 1 x t         Keterangan :

G : Laju pertumbuhan harian (%) Wt : Bobot rata-rata akhir (gram) Wo : Bobot rata-rata awal (gram) t : Lama penanaman

F.2. Konsentrasi klorofil-a dan magnesium

Pengujian konsentrasi klorofil-a dilakukan di Laboratorium Uji Kualitas Air BBPBL Lampung, sedangkan pengukuran konsentrasi magnesium dilakukan di Laborotorium Kimia FMIPA Universitas Lampung dan Politeknik Negeri Lampung. Pada pengujian klorofil-a metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri dengan menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometri merupakan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986). Panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian klorofil-a adalah 663 nm dan 645 nm. Pengujian konsentrasi magnesium menggunakan metode titrasi. Parameter pendukung lainnya ialah produksi akhir (berat basah rumput laut) dan serangan hama dan penyakit saat budidaya berlangsung.


(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pupuk dekastar mampu meningkatkan produksi E. Cottonii dengan laju

pertumbuhan harian tertinggi sebesar 4,14% pada pemupukan 15 g/l dengan lama perendaman tiga jam.

2. Terdapat korelasi positif antara bobot E. cottonii dengan konsentrasi klorofil-a dan magnesium.

B. Saran

Perlunya metode percobaan yang lebih tepat dalam pemupukan rumput laut dengan pemupukan yang berulang setiap minggunya untuk mengetahui lebih jauh kemampuan pupuk memacu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Anggadiredja, J.T. dan Zatnika, A., 2006. Pengembangan Agribisnis Rumput Laut yang Berkelanjutan : Mulai Dari Pasar, Berakhir Di Pasar. Lokakarya Pengembangan Rumput Laut Nasional dan Pengukuhan Komisi Rumput Laut Indonesia di Jakarta, 30 November 2006.

Annonim. 2009. Klorofil. Diakses dari : http://www.wikipedia.org/wiki/klorofil. pada tanggal 3 Agustus 2009.

Ariyanto, 2005. Survey dan Analisa Rumput Laut (Euchema cottonii). Diakses dari : http://www.TCLN_Research@walla.com. pada tanggal 29 April 2009.

Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting, dan J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dirjenkan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut (Euchema sp). Direktorat Pembudidayaan : Departemen Kelautan dan Perikanan.

Diskanlut Sulteng dan LP3L TALINTI. 2007. Grand Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Propinsi Sulawesi Tengah. Diakses dari : http://dkp.sulteng.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view &gid=22&Itemid=48. Pada tanggal 1 Januari 2010.

Ditjenkan Budidaya, 2005. Daya Dukung Lingkungan Untuk Budidaya Rumput Laut. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009. DKP, 2006. DKP Siap Bangun Industri Pengolah Rumput Laut di Indonesia


(49)

46

Doty, M.S. 1973. Farming of red seaweed Euchema for carrageenan. Micronesia IX (1).

Hidayat, T. 2008. Magnesium (Mg) dan Pengaruh Defesiensinya terhadap Tanaman. Diakses dari : http://www.che-mis-try.org. 3 Agustus 2009. Iswadi, 2007. Metode Penanaman Rumput Laut Eucheuma sp. Diakses dari :

http://www.wordpress.com. pada tanggal 3 Juni 2009.

Junaedi, A.W. 2004. Teknik Budidaya Rmput Laut. Departemen Pendidikan Nasional. Diakses dari : http://www.ristek.go.id. pada tanggal 3 Juni 2009. Kremer, G. M. Vis, M. Prudich, D. Bayless. 2003. Practical Photosynthetic

Carbon Dioxide Mitigation. Diakses dari : www.ent.ohiou.edu/~ohiocoal. Pada tanggal 27 januari 2010.

Mukhtar1. 2008. Rumput Laut, Riset Tidak Memadai, Industri Pengolahan Kritis. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Mukhtar2. 2008. Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Musolin, A. 2002. Studi Pemisahan Logam Magnesium dari Mineral Kieserit Menggunakan Pelarut Ammonium Sitrat dengan Metode Ekstraksi Kontinyu. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Universitas Lampung.

Prabowo, A.Y. 2007. Aspek Penting dalam Budidaya Rumput Laut. Diakses dari : http://www.wordpress.com. pada tanggal 29 April 2009.

Puslitbangkan, 1991. Kondisi Lingkungan Rumput Laut. Diakses dari : http/:/www.google.com. pada tanggal 3 Juni 2009.

Silea, J. 2006. Penggunaan Pupuk Bionik Pada Tanaman Rumput Laut (Eucheuma Sp). Diakses dari : http/:/www.ristek.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Soegiarto et. al. 1978. Pertumbuhan Alga Laut Euchema spinosum pada Berbagai Kedalaman di Goba Pulau Pari. Oseanoligi di Indonesia.

Steel, R. G. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka : Jakarta.


(50)

47

Wardoyo, S.T.H., 1975. Pengelolaan Kualitas air. Proyek Peningkatan Mutu Perguruaan Tinggi. IPB, Bogor.

Widodo, T. 2008. Pupuk. Diakses dari : http://www.pupuk.com. pada tanggal 3 Agustus 2009.


(1)

31

E. Analisis Statistik

Data yang didapatkan dari hasil penelitian akan dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (one way analisis of variant) dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf kepercayaan 5%:

Penempatan perlakuan dan ulangan dilakukan secara acak dengan model rancangan sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993) :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana :

Yijk : Berat rumput laut akibat perlakuan dosis pupuk ke-i, lama perendaman

ke-j dan ulangan ke-k µ : nilai tengah pengamatan αi : pengaruhdosis pupuk ke-i

βj : pengaruhlama perendaman ke-j

(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk ke-i dan lama perendaman ke-j

εijk : galat percobaan akibat perlakuan dosis pupuk ke-i, lama perendaman ke-j

dan ulangan ke-k

i : Dosis pupuk (5 g/l, 10 g/l, dan 15 g/l) j : Lama Perendaman (1 jam, 2 jam, dan 3 jam) k : Ulangan (1, 2, dan 3)


(2)

32

F. Parameter yang diukur

F.1. Laju pertumbuhan harian

Laju pertumbuhan dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan berat per hari (Ditjenkan, 2004), yaitu :

% 100 1 Wo Wt G 1 x t         Keterangan :

G : Laju pertumbuhan harian (%) Wt : Bobot rata-rata akhir (gram) Wo : Bobot rata-rata awal (gram) t : Lama penanaman

F.2. Konsentrasi klorofil-a dan magnesium

Pengujian konsentrasi klorofil-a dilakukan di Laboratorium Uji Kualitas Air BBPBL Lampung, sedangkan pengukuran konsentrasi magnesium dilakukan di Laborotorium Kimia FMIPA Universitas Lampung dan Politeknik Negeri Lampung. Pada pengujian klorofil-a metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri dengan menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometri merupakan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986). Panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian klorofil-a adalah 663 nm dan 645 nm. Pengujian konsentrasi magnesium menggunakan metode titrasi. Parameter pendukung lainnya ialah produksi akhir (berat basah rumput laut) dan serangan hama dan penyakit saat budidaya berlangsung.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pupuk dekastar mampu meningkatkan produksi E. Cottonii dengan laju

pertumbuhan harian tertinggi sebesar 4,14% pada pemupukan 15 g/l dengan lama perendaman tiga jam.

2. Terdapat korelasi positif antara bobot E. cottonii dengan konsentrasi klorofil-a dan magnesium.

B. Saran

Perlunya metode percobaan yang lebih tepat dalam pemupukan rumput laut dengan pemupukan yang berulang setiap minggunya untuk mengetahui lebih jauh kemampuan pupuk memacu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Anggadiredja, J.T. dan Zatnika, A., 2006. Pengembangan Agribisnis Rumput Laut yang Berkelanjutan : Mulai Dari Pasar, Berakhir Di Pasar. Lokakarya Pengembangan Rumput Laut Nasional dan Pengukuhan Komisi Rumput Laut Indonesia di Jakarta, 30 November 2006.

Annonim. 2009. Klorofil. Diakses dari : http://www.wikipedia.org/wiki/klorofil. pada tanggal 3 Agustus 2009.

Ariyanto, 2005. Survey dan Analisa Rumput Laut (Euchema cottonii). Diakses dari : http://www.TCLN_Research@walla.com. pada tanggal 29 April 2009.

Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting, dan J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dirjenkan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut (Euchema sp). Direktorat Pembudidayaan : Departemen Kelautan dan Perikanan.

Diskanlut Sulteng dan LP3L TALINTI. 2007. Grand Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Propinsi Sulawesi Tengah. Diakses dari : http://dkp.sulteng.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view &gid=22&Itemid=48. Pada tanggal 1 Januari 2010.

Ditjenkan Budidaya, 2005. Daya Dukung Lingkungan Untuk Budidaya Rumput Laut. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009. DKP, 2006. DKP Siap Bangun Industri Pengolah Rumput Laut di Indonesia


(5)

46

Doty, M.S. 1973. Farming of red seaweed Euchema for carrageenan. Micronesia IX (1).

Hidayat, T. 2008. Magnesium (Mg) dan Pengaruh Defesiensinya terhadap Tanaman. Diakses dari : http://www.che-mis-try.org. 3 Agustus 2009. Iswadi, 2007. Metode Penanaman Rumput Laut Eucheuma sp. Diakses dari :

http://www.wordpress.com. pada tanggal 3 Juni 2009.

Junaedi, A.W. 2004. Teknik Budidaya Rmput Laut. Departemen Pendidikan Nasional. Diakses dari : http://www.ristek.go.id. pada tanggal 3 Juni 2009. Kremer, G. M. Vis, M. Prudich, D. Bayless. 2003. Practical Photosynthetic

Carbon Dioxide Mitigation. Diakses dari : www.ent.ohiou.edu/~ohiocoal. Pada tanggal 27 januari 2010.

Mukhtar1. 2008. Rumput Laut, Riset Tidak Memadai, Industri Pengolahan Kritis. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Mukhtar2. 2008. Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar. Diakses dari : http://www.dkp.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Musolin, A. 2002. Studi Pemisahan Logam Magnesium dari Mineral Kieserit Menggunakan Pelarut Ammonium Sitrat dengan Metode Ekstraksi Kontinyu. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Universitas Lampung.

Prabowo, A.Y. 2007. Aspek Penting dalam Budidaya Rumput Laut. Diakses dari : http://www.wordpress.com. pada tanggal 29 April 2009.

Puslitbangkan, 1991. Kondisi Lingkungan Rumput Laut. Diakses dari : http/:/www.google.com. pada tanggal 3 Juni 2009.

Silea, J. 2006. Penggunaan Pupuk Bionik Pada Tanaman Rumput Laut (Eucheuma Sp). Diakses dari : http/:/www.ristek.go.id. pada tanggal 29 April 2009.

Soegiarto et. al. 1978. Pertumbuhan Alga Laut Euchema spinosum pada Berbagai Kedalaman di Goba Pulau Pari. Oseanoligi di Indonesia.

Steel, R. G. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka : Jakarta.


(6)

47

Wardoyo, S.T.H., 1975. Pengelolaan Kualitas air. Proyek Peningkatan Mutu Perguruaan Tinggi. IPB, Bogor.

Widodo, T. 2008. Pupuk. Diakses dari : http://www.pupuk.com. pada tanggal 3 Agustus 2009.