commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan sunatullah di mana semua makhluk berhak melakukannya, yang menjadi pembeda adalah bahwa manusia memakai akal
pikiran dalam melaksanakan perkawinan. In i berbeda dengan hewan dan tumbuhan yang hanya menggunakan insting serta naluri saja. Walaupun
demikian tujuan perkawinan adalah sama yaitu untuk mempertahankan keturunannya dan melestarikan agar tidak punah, setelah itu masing-masing
pasangan melakukan perannya untuk menjalankan fungsi dari perkawinan itu sendiri. Allah tidak menjadikan manusia yang hidup bebas sesuai kemaunnya
dan berhubungan secara anarkhi demi menjaga martabat serta kehormatan manusia itu sendiri, maka Allah menganjurkan melakukan suatu perkawinan
yang sah sesuai syari’at Islam. Islam telah menjelaskan bahwa manusia itu
mempunyai kewajiban hanya menjalin hubungan dengan Tuhan Allah saja melainkan dengan sesama makhluk ciptaan lainnya, seperti manusia dengan
manusia hubungan sosial dan manusia dengan hewan dan tumbuhan. Dalam hubungan sosial ini antara lain adanya suatu perkawinan, di mana bukan
manusia saja yang melakukan tapi hewan dan tumbuhan juga. The Concept of Islamic family laws encapsulates primarily those are as of
the Sharia that deal with marriage, divorce, maintenance, custody of children and succession. As a significant branch of the Sharia, the modern application of
Islam ic fam ily laws necessitates an understanding of sources and composition of the Sharia principles.The articulation of the substance of the Sharia in the
context of Islamic family laws also raises challenging questions about the apparent in consistencies between the Sharia and modern human rights law
Javaid Rehman, 2007 : 109-110
Dengan demikian konsep keluarga Islam itu harus sesuai dengan konteks Syari’ah dalam hal perkawinan khususnya. Selain dengan ketentuan Hukum
Islam, hukum positif di suatu negara harus diperhatikan juga aspeknya agar
seimbang.
commit to user
2
Perkawinan tidak hanya didasarkan kepada kebutuhan biologis antara pria dan wanita yang diakui sah, melainkan sebagai pelaksana proses kodrat hidup
manusia. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pengertian di atas hampir sama maksudnya seperti maksud dari Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 2 : Perkawinan yaitu akad yang sangat kuat
mitsaqan qhalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah, warahmah ini dijelaskan dalam firman Allah Q.S Ar- Ruum ayat 21.
Artinya : “Dan diantara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
Ajaran Islam menganjurkan untuk membentuk suatu keluarga, karena untuk menjamin suatu ketentraman batin. Di sisi lain dengan berkelurga dapat
memiliki keturunan yang sholeh dan sholehah serta menambah amal tambahan selain amal jariyah. Aturan dalam Kompilasi Hukum Islam KHI, menyatakan
bahwa perkawinan bertujuan untuk beribadah, akan tetapi dalam melakukan suatu ibadah itu ada sebuah syarat, rukun, dan sahnya dari perkawinan itu
sendiri. Tetapi dalam hal pelaksananan di lapangan banyak terjadi pelanggaran baik disengaja maupun tidak, seperti pelanggaran sah tidaknya suatu
perkawinan tersebut sehingga harus dibatalkan. Hukum Islam menerangkan bahwa perkawinan yang sah yaitu harus sesuai dengan syari’at di mana ada
rukun dan syarat suatu perkawinan. Karena jika sah maka akan timbul suatu kewajiban dan hak antara suami dan isteri dalam perkawinan tersebut maka ada
commit to user
3
suatu keterikatan. Apabila rukun atau syarat tidak dipenuhi maka perkawinan tersebut tidak sah dan batal demi hukum Abdul Gani Abdullah, 1992 : 101.
Manusia melakukan perkawinan untuk mewujudkan ketenangan hidup, menimbulkan rasa kasih sayang antara suami isteri, anak-anaknya dalam
rangka membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Tetapi tujuan tersebut kadang-kadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak dibayangkan
sebelumnya, misalnya setelah perkawinan berlangsung lama, kemudian baru diketahui bahwa diantara mereka terdapat hubungan saudara sepersusuan.
Sejak diketahuinya hal tersebut maka hubungan perkawinan mereka menjadi batal. Demikian pula apabila suami isteri semula non muslim, tiba-tiba suami
masuk Islam dan isteri menolak masuk Islam, maka perkawinan mereka dibatalkan sebab laki-laki muslim hanya diizinkan kawin dengan perempuan
non muslim apabila termasuk ahli kitab Ahmad Azhar Basyir, 2000 : 86. Di dalam Hukum Islam ada beberapa golongan wanita yang tidak boleh
haram dikawini oleh seorang pria, tetapi syarat wanita yang boleh dikawin seharusnya bukan wanita yang haram dikawini, baik haram untuk sementara
atau untuk selamanya. Sebab-sebab wanita haram dikawini untuk selamanya adalah :
1. Karena Nasab. 2. Karena Perkawinan.
3. Karena Sepersusuan. Diharamkannya kawin karena sepersusuan sebagaimana haramnya karena
nasab, di mana yang termasuk nasab yaitu ibu, anak perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak dari saudara
perempuan. Ketentuan mengenai perempuan-perempuan di atas diterangkan dalam Firman Allah Q.S An-Nisa’’ ayat 23 yang artinya sebagai berikut :
“Diharamkan atas kamu mengawini ibumu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan bapakmu, saudara perempuan ibumu, anak
perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara perempuan, ibu yang menyusuimu dan saudara perempuan dari susuanmu”.
commit to user
4
Meskipun perkawinan hubungan saudara sepersusuan ini dilarang dalam Hukum Islam tapi dalam kehidupan nyata masih sering ditemui adanya kasus
seperti ini. Hal ini bisa terjadi ada beberapa faktor yang mengakibatkannya yaitu sengaja ataupun tidak, mengingat karena Indonesia juga mengakui hukum
adat dalam pembentukan hukum nasional. Tapi jelas bagi umat Islam di manapun berada hal ini dilarang, begitu pula yang berada di Indonesia karena
sudah ada regulasi yang mengaturnya baik di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Sesuatu yang biasanya menjadi kendala
yaitu apabila ada calon pengantin tidak mengecek calon pasangannya apakah dia masih nasab atau tidak, ini memang terlihat sangat sepele tapi sangat besar
faedahnya bagi kelangsungan perkawinan kedepannya. Tap i dalam kenyataannya sering dijumpai bahwa mereka mengetahui adanya nasab di
antaranya setelah mereka melakukan perkawinan maka dalam persoalan ini harus diajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan agama agar bisa
mendapat kepastian hukum. Peradilan Agama merupakan lembaga yang berwenang dalam memberikan
penetapan pembatalan perkawinan. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama. Peradilan Agama merupakan peradilan khusus.
Kekhususannya itu ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu: 1. Kewenangan meliputi hukum keluarga Islam yang bersumber dari Al
Qur’an, Sunnah dan Ijtihad; 2. Kewenangannya itu hanya berlaku bagi sebagian rakyat Indonesia, yaitu
mereka yang memeluk Agama Islam; dan 3. Tenaga-tenaga teknis pada peradilan agama dipersyaratkan beragama
Islam. Pengadilan Agama Surakarta adalah salah satu lembaga yang memiliki
wewenang dalam memberikan izin pembatalan perkawinan. Hal Tersebut dapat dilihat dari data yang diperoleh di Pengadilan Agama Surakarta di tahun
2011 di mana perkara ini terdaftar. Dari masalah di atas Undang-Undang tidak
commit to user
5
merumuskan sedetil-detilnya hal-hal yang harus dipertimbangan hakim. Maka hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga bisa
memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal-hal tersebut mendasari dan
melatarbelakangi Penulis untuk menyajikan penulisan hukum dengan judul :
“KAJIAN TENTANG
PEMBATALAN PERKAWINAN
BERDASARKAN ALASAN HUBUNGAN SAUDARA SEPERSUSUAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA STUDI PUTUSAN HAKIM
PENGADILAN AGAMA
SURAKARTA NOMOR
0456Pdt.G2011PA.Ska’’. B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa
yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis di dalam mengumpulkan, menyusun, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun
permasalahan yang akan dikaji penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah hubungan saudara sepersusuan dapat dijadikan alasan pembatalan
perkawinan? 2. Apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pembatalan
perkawinan dengan alasan hubungan saudara sepersusuan?
C. Tujuan Penelitian