Potensial Aksi Saraf Intrabedah NAP

48 Saraf Perifer 49 Diagnosis Cedera Saraf Tepi nium kontralateral. Bila cedera preganglionik, stimulasi terha dap akar, bahkan di dalam atau dekat foramen intervertebral, tidak mem- bangkitkan respons apa pun, maka reparasi jarang berhasil Edward, 2000.

4. Potensial Aksi Saraf Intrabedah NAP

Mencakup pemeriksaan NAP batang saraf pada setiap sisi cedera. Karena pelacakan yang ideal untuk memutuskan apakah akan me- reparasi saraf 8 minggu setelah cedera, NAP menjadi pemeriksaan defi nitif yang penting bila dicurigai adanya neuroma yang parah pada kontinuitas dan otot sasaran pertama berjarak lebih dari 3 inci di bawahnya Rengachary dan Wilkin, 2000. Beberapa contoh cedera saraf tepi dan cara menegakkan diagnosisnya, di antaranya: 1. Cedera Pleksus Brakhialis Pleksus Brakhialis dibentuk dari pertemuan saraf C5 sampai T1. Cedera traksi diklasifi kasikan menjadi supraklavikuler 65, infra- klavikuler 25 serta kombinasi keduanya sebanyak 10. Cedera supraklavikula umumnya terjadi pada kecelakaan sepeda motor, dimana pada luka yang lebih berat, lengan secara praktis meng- alami avulsi dengan ruptur arteri subklavian. Sedangkan cedera infraklavikula biasanya berhubungan dengan fraktur atau dislokasi dari bahu, dimana pada beberapa kasus disertai dengan robeknya arteri aksilaris. Perbedaan yang paling penting adalah adanya ce- dera preganglionik dan post ganglionik. Cedera preganglionik tidak dapat diperbaiki sedangkan cedera post ganglionik masih dapat diperbaiki. Gambaran dari avulsi ’root’ adalah nyeri terasa mem- bakar pada tangan yang mengalami pembiusan; paralisis otot ska- pula diafragma, sindrom Horner’s ptosis, miosis, enopthalmos dan anhidrosis; cedera vaskular berat; berhubungan dengan frak tur cervikal berat; disfungsi spinal cord. Tes dengan histamin dapat pula dipergunakan, dimana hasil tes negatif pada cedera post ganglio- nik karena kontinuitas saraf antara kulit dan ’dorsal root ganglion’ terganggu. Pada CT myelografi tampak pseudomeningocoeles hasil dari avulsi ’root’ Solomon dkk, 2003. 2. Cedera Nervus Radialis Cedera dapat terjadi pada siku, lengan atas maupun di aksila. Bia sanya pada cedera yang lebih ringan disebabkan oleh fraktur atau dislokasi pada siku, atau luka lokal. Pasien mengeluhkan ada nya kekakuan dan pada tes tidak dapat ekstensi sendi meta- karpophalangeal. Dapat juga terjadi kelemahan abduksi dan eks- tensi interphalangeal. Cedera yang berat terjadi dengan fraktur pa- da humerus menyebabkan terjadinya kelemahan ekstensor radial dari pergelangan tangan seperti juga ketidakmampuan untuk ek- tensi sendi. Kehilangan sensorik terbatas pada potongan kecil dari dorsum disekeliling cedera. Jika pasien datang dalam keadaan palsy, dapat ditunggu dahulu selama 6 minggu untuk melihat proses pe- nyembuhan. Jika tidak memungkinkan, EMG dapat dilakukan, jika ha silnya menunjukkan potensial denervasi dimana neuropraksia dieksklusi maka saraf dapat dieksplorasi Solomon dkk, 2003. 3. Cedera Nervus Ulnaris Cedera pada nervus ulnaris biasanya terjadi di dekat pergelangan tangan atau siku, walaupun luka terbuka mungkin berbahaya pada berbagai tingkatan. Pada cedera yang ringan sering disebabkan oleh luka pecahan gelas. Terdapat mati rasa pada ulnar dan setengah dari jari, tangan kemudian membentuk suatu posisi tertentu the claw hand deformity dengan hiperekstensi sendi metakarpophalangeal dari kelingking, karena kelemahan otot intrinsik. Tangan pasien di- perintahkan untuk menjepit kertas kemudian pemeriksa berusaha untuk menariknya, fl eksi dari sendi interphalangeal jari menanda- Gambar 5.5. Ilustrasi NAP Sumber dari Rengachary dan Wilkin, 2000. D Intraoperative nerve action potential NAP Injury site Recording electrode Stimulating electrode LO saraf Perifer-Juli.indd 48-49 432013 12:09:55 AM 50 Saraf Perifer 51 Diagnosis Cedera Saraf Tepi kan kelemahan aduksi policis dan dikompensasikan dengan fl eksor policis longus Froment’s sign. 4. Cedera Nervus Medianus Cedera yang sering terjadi di dekat pergelangan tangan atau pada lengan bawah. Cedera yang ringan disebabkan oleh pemotongan di depan pergelangan tangan atau dislokasi carpal. Pasien tidak bisa abduksi dari ibu jari dan kehilangan sensasi pada radial dan setengah dari jari. Sedangkan cedera yang lebih berat disebabkan oleh fraktur pada lengan bawah atau dislokasi siku, namun tikam- an dan luka tembakan dapat membahayakan saraf pada berbagai tingkat. Tandanya sama seperti pada cedera ringan namun ter dapat tambahan berupa fl exi panjang ke ibu jari, jari telunjuk, jari te ngah, pergelangan radial serta otot pronasi lengan bawah mengalami paralisis. Khas terdapat ’tanda pointing’ yaitu tangan memegang jari ulnaris dan jari telunjuk lurus Solomon dkk, 2003. 5. Carpal Tunnel Syndrome Sindrom ini biasanya terjadi pada usia menopause, atritis rema- toid, kehamilan dan myxoedema. Adanya nyeri dan parastesia pa da nervus median di tangan. Setiap malam penderita terbangun ka rena rasa terbakar pada tangan, kesemutan dan mati rasa. Mengantung- kan tangan pada sisi atas tempat tidur dirasakan dapat mengu rangi keluhan. Pada tingkat yang lebih tinggi mungkin terdapat ke kaku- an dan kelemahan, terutama pada tugas yang memerlukan mani - pulasi seperti mengikat kancing. Delapan kali lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dengan usia berkisar 40 sampai 50 tahun. Gejala sensoris sering disebabkan oleh pukulan di atas nervus medialis Tinel’s sign atau dengan memegang pergelangan tangan yang difl eksikan dalam satu atau dua menit Phalen’s test. Pada kasus yang lanjut terdapat hilangnya otot thenar, kelemah an abduksi ibu jari dan hilangnya sensorik pada daerah nervus media- lis. Pada tes elektrodiagnostik menunjukkan pergerakan lambat da ri konduksi saraf melewati pergelangan tangan, dan merupakan ge jala tidak khas. Gejala radikuler dari spondilosis cervikal mung- kin meragukan diagnosis dan bersamaan dengan Carpal Tunner Syndrome Solomon dkk, 2003. 6. Cubital Tunnel Syndrome Pasien mengeluhkan adanya rasa kesemutan dan mati rasa pada setengah ulnar dari jari manis, gejala mungkin hilang timbul dan berhubungan dengan posisi siku yang khas, misalkan pasien tidur dengan posisi terlentang dengan posisi siku fl eksi atau ketika me- megang koran. Pada kasus yang lanjut akan tampak kelemahan dalam memegang, ‘slight clawing’, hilangnya otot intrinsik, dan menurunan sensibilitas pada daerah nervus ulnaris. Froment’s sign dan kelemahan abduksi digiti minimi sering tampak. Tes Tinel’s Percussion, nyeri tekan pada saraf di belakang epikondial media- lis, reproduksi gejala dengan fl eksi dari siku, kelemahan fl ekors carpi ulnaris dan fl eksor digitorium profunda ke jari kelingking, diperkirakan akibat kompresi pada siku. Diagnosis dikonfi rmasikan dengan tes konduksi saraf Solomon dkk, 2003. 7. Thoracic Outlet Syndrome Gejala neurologis dan vaskular serta tanda pada lengan atas di- sebabkan oleh kompresi pada trunkus bawah dari Pleksus Brakhialis C8-T1 dan pembuluh darah subklavian antara klavikula dan kos- ta pertama. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital dan ja- rang terjadi sebelum umur 30 tahun. Hal ini dikarenakan dengan peningkatan umur, shouder sag , akan menyebabkan traksi lebih be- sar pada kumpulan saraf dan pembuluh darah; sehingga jatuhnya bahu akan meyebabkan sindrom dan gejala berhubungan dengan postur tubuh. Pada pasien wanita usia tiga puluhan biasanya nyeri dan parastesia dari bahu, bagian dalan ulnar dan lengan hingga dua jari medial dirasakan, nyeri tersebut terasa lebih berat pada ma- lam hari dan diperparah dengan pemberian beban pada bahu. Tan- da dan gejala vaskuler jarang ditemukan, berupa sianosis, coldness, dan hipersekresi keringat pada jari tangan. Gejala berupa fenomena Raynaund‘s . Pada Adson’s test leher pasien ekstensi dan mengarah ke sisi yang terkena, pasien disuruh bernapas dalam, sehingga ter- jadi kompresi ruang interskalin yang menyebabkan parastesia dan obliterasi pulsasi radialis. Tes Wright lengan mengalami abduksi dan rotasi eksternal. Kemudian bisa juga dilakukan tes Root’s dimana pasien diminta mengangkat lengannya tinggi di atas kepala, dan membuka dan menutup jari-jari tangan dengan cepat, menyebab- kan kram pada sisi yang terkena. Pada pemeriksaan rontgen leher tampak adanya abnormalitas sepanjang C-7. Tes elektrodiagnostik berfungsi untuk megeksklusi cedera saraf tepi seperti kompresi pada nervus medialis atau ulnaris Solomon dkk, 2003. LO saraf Perifer-Juli.indd 50-51 432013 12:09:55 AM 52 Saraf Perifer 53 8. Tarsal Tunnel Syndrome Nyeri dan gangguan sensorik pada permukaan plantar kaki mung- kin disebabkan oleh kompresi nervus tibial posterior di belakang dan di bawah maleolus medialis. Nyeri mungkin dipicu oleh meng- angkat beban terlalu lama. Biasanya memburuk dimalam hari dan berkurang dengan berjalan. Parastesis dan mati rasa harus diikuti dengan karakteristik distribusi sensorik. Tes perkusi Tinel mungkin positif di belakang maleolus medialis. Diagnosis susah untuk di- tegakkan namun konduksi saraf menunjukkan perlambatan kon- duksi sensorik dan motorik Solomon dkk, 2003. 9. Cedera Pleksus Iskhiadikus Pada kasus ini sering terjadi pada dislokasi hip traumatik dan frak- tur pelvik. Pada cedera komplet, otot hamstring dan otot-otot di ba- wah lutut mengalami paralisis, ankle jerk tidak ditemukan. Sensorik di bawah dari lutut juga tidak ditemukan kecuali pada sisi medial dari kaki yang di suplai oleh cabang Saphenous dari nervus femo- ralis. Biasanya pada kasus ini pasien-pasien berjalan dengan posisi kaki ‘drop foot’ dan ‘high stepping gait’ untuk menghindari kaki yang tidak sensitif menempel pada lantai. Jika ditemukan adanya kehilangan sensorik pada daerah paha dan otot gluteal mengalami kelemahan, maka harus dipikirkan kemungkinan terjadi cedera pa- da Pleksus Lumbosakral . Pada kasus yang lanjut, otot-otot kaki akan mengalami atropi dengan ditemukannnya deformitas pada telapak kaki Solomon dkk, 2003. ��� Bab 6 TATALAKSANA CEDERA SARAF TEPI Kahdar Wiriadisastra Penatalaksanaan A B C trauma Airway, Breathing, Circulation harus dinilai dan dij aga. Trauma life support harus diberikan jika diperlukan. Tingkat cedera saraf kemungkinan dapat diketahui dengan interpretasi penemuan klinis dan neurofi siologikal berdasarkan klasifi kasi Seddon. Tingkat cedera biasanya diketahui melalui pemeriksaan dan pengetahuan anatomi distribusi saraf. Pada neuropraksia dan kasus ringan aksonotmesis tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang Seddon, 1943; Osbourne, 2007; Kowalik dkk, 2006; Midha, 2006. Konservatif Biasanya dilakukan pada cedera yang terjadi akibat hilangnya fungsi pada saraf tepi, atau yang dikenal dengan neuropraksia . Terapi awal biasa- nya untuk melindungi sendi, termasuk sekeliling ligamen dan tendon dari stresor lebih jauh. Splint, sling atau keduanya digunakan pada kasus ini. Sebagai contoh, pada cedera nervus radialis dengan hilangnya ekstensi pada pergelangan tangan dan jari, lemah pada pergelangan tangan. Splint pada pergelangan tangan dapat dipergunakan untuk me nyokong lengan dalam posisi netral dan menempatkan tangan pa da posisi yang lebih fungsional. Pada pasien dengan cedera Pleksus Bra khialis, terutama ketika segmen C5-6 terkena, tekanan lebih lanjut pada sendi glenohumeral dapat menyebabkan sendi tersebut mengalami subluksasi tanpa sokongan dari otot rotator. Sling berguna untuk merelaksasikan sendi tersebut, mencegah dislokasi bahu dan mengurangi nyeri. Hor- LO saraf Perifer-Juli.indd 52-53 432013 12:09:56 AM 54 Saraf Perifer 55 Tatalaksana Cedera Saraf Tepi mon eritropoitin telah berhasil digunakan untuk meningkatkan fungsi setelah Cedera. Terapi fi sik dimulai pada tahap awal setelah cedera nervus untuk menjaga ‘ROM’ pada sendi yang terkena dan untuk mem- pertahankan kekuatan otot pada otot yang terkena Osbourne, 2007; Robinson, 2005. Pembedahan Dalam mengelola pasien dengan cedera saraf tepi perlu mengetahui mekanisme cedera, respons patologis, dan kapasitas regenerasi yang akan terjadi. Terdapar beberapa faktor yang menentukan apakah cedera saraf akan dioperasi atau tidak, yaitu: 1. mekanisme cedera, 2. beratnya kehilangan neurologis, 3. adanya nyeri yang hebat. Pada kasus yang lebih berat dari aksonotmesis diperlukan operasi. Untuk pemeriksaan yang tepat dari tingkat cedera kemungkinan me- merlukan eksplorasi di bawah pengaruh anastesi. Penilaian kandung- an potensial aksi otot dengan electro-diagnosis juga membantu dalam kla sifi kasi cedera meskipun pada awalnya gambaran aksonotmesis dan neurotmesis terlihat identik. Neurotmesis dapat dengan mudah ter deteksi dengan operasi eksplorasi seperti saraf yang dapat dilihat dapat secara komplet ditranseksi. Pada neurotmesis, operasi dianjur- kan apabila tidak ada harapan terjadi penyembuhan secara spontan Robinson, 2005. Reparasi primer Reparasi dini primer adalah pilihan untuk cedera laserasi sederha- na serta bersih, seperti diakibatkan oleh kaca dan pisau. Pada cedera sipil, reparasi primer terbaik untuk cedera transeksi tajam saraf siatik dan Pleksus Brakhialis tingkat supraklavikuler dan aksiler; eksplorasi segera memberikan kesempatan terbaik akan identifi kasi akurat ser ta re parasi ujung-ujung tanpa diperlukannya tandur. Ini terutama untuk cedera pleksus tajam di mana terdapat kerusakan vaskuler yang harus diperbaiki segera. Bila setiap sisi luka dieksplorasi beberapa minggu kemudian, biasanya akan dihadapi parut yang parah dengan akibat diseksi dan identifi kasi elemen saraf yang terkena menjadi sulit. Pada saat eksplorasi, pertama harus dipastikan bahwa transeksinya tajam dan bersih sebelum reparasi primer dilakukan. Bila dij umpai saraf yang transeksi, faktor berikut menunjuang reparasi primer: 1. Puntung saraf mudah ditentukan tempatnya dan hubungan- nya dengan jaringan sisi cedera lain biasanya utuh.

2. Puntung saraf mengalami retraksi minimal. 3.