1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa yang mengikuti program studi Pendidikan Matematika, pada akhir studi jenjang Strata I diharapkan sudah siap menjadi guru matematika yang
mampu mentransfer matematika kepada siswanya. Di antara materi matematika yang harus dikuasai adalah geometri termasuk geometri ruang.
Geometri ruang merupakan studi tentang benda-benda ruang, relasi-relasi dan transformasi-transformasi yang telah dibentuk dijadikan matematika dan
sistem-sistem aksioma matematika yang telah dikonstruksi untuk menjadikannya. Dalam mempelajari geometri ruang ada empat dimensi geometri yaitu: 1
visualisasi, menggambar dan konstruksi gambar, 2 studi tentang aspek-aspek ruang dari dunia fisik, 3 menggunakan sebagai alat untuk menyajikan konsep-
konsep matematika, dan 4 penyajiannya sebagai sistem matematika formal. Sedangkan tujuan pembelajaran geometri di sekolah adalah: 1 mengembangkan
kemampuan berpikir logis, 2 mengembangkan intuisi keruangan tentang dunia nyata, 3 menanamkan pengetahuan yang diperlukan untuk menunjang mata
pelajaran lain, dan 4 mengajar membaca dan menginterpretasikan argumen- argumen matematika Budiarto 2000.
Di tingkat Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat, geometri ruang diajarkan dengan nama Ruang Dimensi Tiga. Untuk itu kemampuan keruangan
merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh calon guru matematika.
2
Gardner dalam Clements dan Battista 1990 mengemukakan bahwa pemikiran keruangan sangat penting untuk pemikiran ilmiah yang dapat
digunakan untuk menggambarkan dan memanipulasi informasi dalam pembelajaran dan pemecahan masalah. Kemampuan keruangan merupakan salah
satu dari berbagai kompetensi intelektual manusia. Menurut Harris dalam Clements dan Battista 1990 banyak pekerjaan-pekerjaan teknis dan ilmiah seperti
juru gambar, perancang pesawat, arsitek, ahli kimia, insinyur, ahli fisika, dan ahli- ahli matematika membutuhkan orang-orang yang mempunyai kemampuan
keruangan dengan skor 90 ke atas. Selanjutnya menurut Soemadi 1994 agar dapat belajar geometri dengan
baik dan benar, siswa dituntut untuk menguasai kemampuan dasar geometri, keterampilan dalam pembuktian, keterampilan membuat lukisan dasar geometri
dan mempunyai pandang ruang yang memadai. Kemampuan keruangan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam profesionalisme seseorang, seperti kemampuan keruangan seorang dokter spesialis penyakit dalam sangat dibutuhkan untuk mengetahui letak
jantung, paru-paru atau ginjal pasiennya. Dari apa yang dikemukakan di depan menunjukkan bahwa kemampuan keruangan diperlukan dalam mempelajari
geometri dan mata pelajaran lain maupun kemanfaatannya dalam kehidupan, seperti yang dikemukakan oleh Owens 2002:163 sebagai berikut.
All students can and should develop spatial abilities. Spatial abilities are not just an important part of learning geometry. They are involved
in other parts of the mathematics curriculum, in other parts of the school curriculum beyond mathematics, and in many parts of people’s
live and careers.
3
Semua siswa dapat mengembangkan kemampuan keruangannya. Kemampuan keruangan bukanlah satu-satunya bagian penting dalam belajar geometri.
Kemampuan keruangan berkaitan dengan bagian lain dari kurikulum matematika, berada pula pada bagian lain pada kurikulum sekolah di luar matematika, dan di
banyak bagian dari kehidupan manusia dan pekerjaannya. Perlu direnungkan kenyataan-kenyataan yang terungkap dalam temuan
penelitian dan karya ilmiah para ahli berkaitan dengan geometri dan kemampuan keruangan sebagai berikut.
1. Temuan Soedjadi 1991 menunjukkan bahwa :
unit geometri bagian dari matematika sekolah tampak merupakan unit dari pelajaran matematika yang tergolong sulit antara lain terlihat
bahwa siswa sukar menentukan apakah suatu sudut siku-siku atau tidak; sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri,
terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya. Kondisi ini ditemui di semua jenjang pendidkan, baik pendidikan dasar maupun pendidikan
menengah.
2. Susanta 1996 mengemukakan bahwa geometri masih dianggap momok bagi
kebanyakan mahasiswa, bahkan juga bagi guru-guru matematika. 3.
Hasil penelitian Muin dkk. 1997 menunjukkan bahwa penguasaan konsep geometri ruang mahasiswa baru FPMIPA IKIP, FKIP Universitas, dan STKIP
Negeri dan Swasta di Jawa Timur berkisar antara 7,14 sampai dengan 80 . 4.
Hasil penelitian Budiarto 1998 menunjukkan bahwa permasalahan yang menyangkut menggambar irisan suatu bidang dengan prisma atau limas
merupakan permasalahan yang berat bagi guru. Baik cara menyampaikan materi itu pada siswa maupun penguasaan guru akan materi itu.
4
5. Temuan Budiarto 1999 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa :
Mahasiswa menggangap gambar ruang sebagai gambar datar sehingga garis yang seharusnya bersilangan dianggap berpotongan. Hasil
lainnya, mahasiswa menggambar kubus dengan perbandingan 1 : 1, mengacaukan pengertian rusuk dan sisi, dan mahasiswa belum mampu
menggunakan perolehan geometri di SMA maupun geometri datar untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang.
Kenyataan-kenyataan ini juga diungkap oleh para pakar di luar negeri. 1.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang lebih besar untuk dimengerti anak dibandingkan dengan cabang matematika lainnya, karena benda-benda
geometris yang memuat ide-ide geometri dapat dijumpai anak-anak di sekitarnya, misalnya perabot, gedung, apresiasi seni, dan mesin-mesin. Jauh
sebelum anak memasuki sekolah, dalam dirinya sudah terbentuk pemahaman intuitif tentang ruang, yang pada dasarnya merupakan pemahaman spasial
anak terhadap dunianya D’Augustine and Smith 1992. 2.
Diungkapkan bahwa hasil evaluasi terhadap terhadap siswa-siswa SLTP dan Sekolah Menengah di Amerika Serikat, menggambarkan bahwa mereka gagal
dalam mempelajari konsep dasar geometri Clements dan Battista 1992. 3.
Berkaitan dengan pentingnya kemampuan spasial bagi anak, pengetahuan geometri dapat meningkatkan pemahaman anak pada dunianya Kennedy dan
Tipps 1994. 4.
Rendahnya penguasaan geometri tidak hanya terjadi pada siswa-siswa, tetapi juga terjadi pada guru-guru matematika sekolah menengah yang ikut
preservice dan inservice di Illinois Amerika Swafford, Jones, Thornton 1997.
5
5. Geometri merupakan isu abadi dalam pendidikan matematika dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi Collier 1998. 6.
Geometri merupakan sumber ketidakpahaman siswa di samping aritmetika Van Hiele 1999.
Menurut Suwarsono 2005, pembaharuan pengajaran matematika di Indonesia secara resmi telah dilaksanakan sejak tahun 1975, bersamaan
diberlakukannya Kurikulum 1975 untuk jenjang Sekolah Dasar, jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Untuk
mata pelajaran matematika, Kurikulum 1975 disebut juga “Kurikulum Matematika Modern”, karena materi-materi pembelajaran matematika tersebut
mengacu pada materi-materi yang disesuaikan dengan perkembangan- perkembangan yang tergolong baru pada matematika termasuk perkembangan-
perkembangan pada psikologi pembelajaran dan metode pembelajaran. Sekalipun perubahan yang drastis pada materi pembelajaran tersebut terjadi pada semua
cabang matematika yang diajarkan di sekolah, perubahan yang amat banyak menimbulkan pertanyaan terjadi pada geometri. Pertanyaan-pertanyaan yang
bernada kebingungan, atau ketidakjelasan, atau ketidaksetujuan terhadap apa yang terjadi pada geometri sering muncul dari guru-guru matematika atau dari pihak-
pihak lain yang terkait dengan materi pembelajaran matematika di sekolah. Ternyata hal di atas bukan hanya terjadi di Indonesia, di Amerika Serikat pun,
menurut Fey 1984 dalam Suwarsono 2005, oleh banyak pihak geometri dipandang sebagai cabang matematika yang paling bermasalah dan paling
kontroversial.
6
Menurut pengalaman Suwarsono 2005 dalam bergaul dengan banyak guru matematika di lapangan, banyak guru yang merasa kurang “aman” dan kurang “siap”
jika mengajarkan geometri, karena merasa bahwa penguasaannya atas materi-materi geometri kurang memadai. Situasi seperti ini juga terjadi di banyak negara lain,
seperti di Amerika Serikat. Menurut Suwarsono 2005 sebagai awal dari adanya “goncangan” pada pembelajaran geometri adalah dengan diberlakukannya Kurikulum
1975. Pada kurikulum tersebut banyak materi geometri yang dipangkas atau porsinya dikurangi. Sebagai contoh Ilmu Ukur Ruang stereometri tidak lagi diajarkan
tersendiri tetapi menjadi bagian dari matematika dengan nama Dimensi Tiga. Guru- guru pengajar matematika di SMA atau yang sederajat yang mengajar geometri
merasa “dirugikan” karena ilmu yang mereka peroleh di perguruan tinggi sebelumnya banyak yang tidak diajarkan lagi dan harus mempelajari hal yang baru. Hal tersebut
mempengaruhi kemantapan guru dalam memberikan materi geometri. Hal tersebut berlangsung dari tahun ke tahun dan dampaknya mengimbas kepada siswa-siswanya
yang akhirnya ada kecenderungan menurunkan minat siswa terhadap geometri. Situasi semacam ini terjadi juga di Amerika Serikat, yaitu banyak universitas di sana
ada kecenderungan terjadi penurunan minat terhadap geometri menurut Perry 1992, dalam Suwarsono 2005.
Menurut Sugiyono 2005:140, masalah merupakan penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, penyimpangan antara teori dan praktik,
penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan, penyimpangan antara tujuan dengan hasil yang dicapai, dan penyimpangan antara pengalaman masa lampau
dengan yang terjadi.
7
Dari uraian di muka, masalah yang dijumpai adalah sebagai berikut. 1.
Diharapkan gurucalon guru matematika siap untuk mengajar semua cabang matematika, sedangkan yang terjadi masih banyak guru matematika yang
merasa kurang “aman” dan kurang “siap” mengajarkan geometri Susanta 1996, Muin dkk. 1997, Budiarto 1999, Suwarsono 2005 .
2. Diharapkan gurucalon guru matematika menguasai materi geometri, termasuk
geometri ruang sedangkan yang terjadi masih banyak gurucalon guru matematika yang penguasaan konsep geometri dan kemampuan keruangannya
masih kurang Muin dkk. 1997, Budiarto 1998, Budiarto 1999, Suwarsono 2005.
3. Mata Pelajaran geometri maupun mata kuliah geometri sangat penting bagi
siswamahasiswa karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan penalaran reasoning, dan mengembangkan intuisi
keruangan tentang dunia nyata; namun demikian bukti-bukti empiris di lapangan baik di Indonesia maupun di luar Indonesia menunjukkan hasil
pembelajaran geometri masih belum memuaskan Soedjadi 1991, Muin dkk. 1997, Swafford dkk. 1997, Collier 1998, Budiarto 1999, Van Hiele 1999;
Suwarsono 2005 . Bagi mahasiswa program studi Pendidikan Matematika di Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang yang mengikuti kuliah di semester VIII telah mendapatkan mata kuliah Geometri Datar Bidang, Geometri
Ruang, Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika yang di antaranya mahasiswa hasus melaksanakan praktek micro teaching, peer teaching dan mini
8
teaching. Selain itu mahasiswa memperoleh mata kuliah-mata kuliah tentang keguruan. Untuk memantapkan mahasiswa sebagai calon guru, maka mahasiswa
harus melaksanakan real teaching dalam program Praktek Pengalaman Lapangan PPL, yaitu latihan mengajar di depan siswa yang sebenarnya di sekolah latihan
yang ditunjuk. Dengan demikian, mereka telah memperoleh bekal mengajar yang memadai untuk menjadi guru matematika. Mereka selain masih berstatus sebagai
mahasiswa tetapi juga sudah sebagai calon guru matematika. Untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Kajian Kemampuan Keruangan
Spatial Abilities dan Kemampuan Penguasaan Materi Geometri Ruang
mahasiswa program studi Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang.
B. Fokus Penelitian