konditenya dalam administrasi bank harus dicatat sebagai kurang baik, sehingga harapannya untuk memperoleh kredit diwaktu yang akan datang akan berkurang.
Dari uraian tentang tahap-tahap prosedur Sistem Perkreditan berwawasan lingkungan di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya tahap-tahap
tersebut sama dengan tahapan kredit pada umumnya. Hanya saja di dalam prosedur sistem kredit berwawasan lingkungan mempunyai kekhususan tertentu yang tidak
dimiliki oleh prosedur kredit pada umumnya.
C. Pengaturan Green Banking dalam Perkreditan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai landasan konstitusional bagi penyelenggaraan pemerintah dalam Pasal 33 ayat 3
menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal
yang sama dipertegas lagi pada tahun 1982, dimana Indonesia untuk pertama kalinya mengundangkan suatu undang-undang yang sangat penting mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, selanjutnya Undang-Undang ini
telah diganti dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan kemudian kembali diganti dengan Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut UUPLH, dimana dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
merupakan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah yang terdapat pada Bab IX
Universitas Sumatera Utara
UUPPLH. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas
keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-
hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.
Sampai sebelum dikeluarkannya peraturan pertama yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menyinggung mengenai keharusan bagi bank untuk
memperhatikan AMDAL, yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No. 219UKU tanggal 25 Maret 1989 perihal “Kredit Investasi dan Penyertaan Modal”, telah bertahun-tahun
lamanya perbankan Indonesia tidak menyadari bahwa melalui proyek-proyek yang dibiayai oleh perbankan dengan kredit yang jumlahnya triliunan rupiah itu telah ikut
berdosa besar sehubungan dengan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Betapa tidak, bank-bank dalam memberikan kredit-kredit tersebut tidak pernah
merasa perlu untuk ikut peduli mengenai kemungkinan proyek-proyek tersebut akan merusak atau mencemari lingkungan hidup.
Tidak mengherankan apabila sehubungan dengan kebijakan perkreditan dari perbankan itu, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, yang ada pada
waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Emil Salim, dalam ceramah beliau kepada para peserta Sespibank Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Angkatan IV dan Staf Pengajar
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia mengemukakan antara lain sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Lembaga Swadaya Masyarakat sekarang mulai sadar bahwa bank memegang peranan dalam perusakan lingkungan. Dalam tahun 1990-an dunia perbankan akan
menghadapi masyarakat yang makin krisis. Masalah lingkungan akan mendesak bank untuk meninjau kembali apakah kebijakan perkreditannya telah tepat dan tidak
menyebabkan rusaknya lingkungan.
Sejak tahun 1993, yaitu tahun yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagai tahun lingkungan hidup, perbankan IndonesiaBank Indonesia memeriksa kembali
apakah kebijakan perkreditan perbankan Indonesia sudah sepenuhnya menunjang pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijakan nasional yang terpadu dan
menyeluruh dalam rangka menopang pembangunan yang berkesinambungan. Artinya, perlu diperiksa apakah kebijakan perkreditan bank Indonesia dari segala
dimensinya telah berwawasan lingkungan green banking. Oleh karena itu kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup telah merupakan kebijakan pemerintah, maka
perbankan Indonesia berkewajiban juga untuk menunjang kebijakan ini. Kebijakan perbankan merupakan tanggung jawab Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang
antara lain bertugas mengatur dan mengawasi bank sebagaimana hal itu ditentukan dalam Pasal 8 huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. sebelum berlakunya Undang-Undang tentang Bank Indonesia tersebut, Bank
Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 219UKU tanggal 25 Maret 1989 perihal Kredit Investasi dan Penyertaan Modal yang antara
lain menentukan tentang keharusan bank untuk memperhatikan AMDAL dalam pemberian kreditnya. Terakhir Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia No. 72PBI2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 12
Tambahan Lembaran Negara No. 4471. Peraturan Bank Indonesia tersebut telah diatur pelaksanaannya dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 73DPNP tanggal
31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal Penilaian Kualitas Aktivan Bank Umum. Dalam Peraturan Bank
Indonesia dan Surat Edaran tersebut ditentukan bahwa dalam menilai prospek usaha, bank perlu memperhatikan upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup. Selanjutnya, dalam Surat Edaran tersebut di atas telah diberikan petunjuk atau ketentuan mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal bank
melakukan penilaian prospek usaha debitur dalam rangka upaya yang dilakukan oleh debitur dalam rangka mengelola lingkungan hidup, khususnya debitur berskala besar
yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup. Dalam Surat Edaran tersebut dikemukakan bahwa ketentuan mengenai hal-hal yang menyangkut
pengelolaan lingkungan hidup yang ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia di atas adalah sejalan atau merupakan pelaksanaan dari
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang antara
lain menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran penyediaan dana adalah hasil Analisa Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL
bagi perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi. Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut dikemukakan bahwa “Kewajiban AMDAL ini juga
Universitas Sumatera Utara
tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL”. Pernyataan yang dicantumkan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut merupakan pernyataan kesadaran dan pengakuan serta penegasan bahwa kewajiban yang tercantum dalam UUPPLH juga
merupakan kewajiban bank yang harus dipatuhi. Ada 4 empat alasan mengapa perbankan Indonesia harus menempuh
kebijakan perkreditan yang berwawasan lingkungan. Alasan yang pertama adalah yang berkaitan dengan :
1. Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan
berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia
dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Sehingga “Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
Universitas Sumatera Utara
perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan
hidup.”
56
UUD 1945 tersebut dipertegas lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999, dimana Pasal 9 ayat 3 berbunyi bahwa :
“setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. 2. Ketentuan Pasal 65, Pasal 67, Pasal 68 dan Pasal 70 ayat 1 UUPPLH. Untuk
jelasnya di bawah ini dikutipkan bunyi lengkap pasal-pasal tersebut : Pasal 65
1 Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
2 Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat. 3 Setiap orang berhak mengajukan usul danatau keberatan terhadap rencana usaha
danatau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4 Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5 Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup.
Pasal 67 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68 Setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban :
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan;
56
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi ke-3, Surabaya : Airlangga University Press, hal. 275.
Universitas Sumatera Utara
b. hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu; c. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
d. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup danatau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup. Pasal 70
1 Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Pasal 65 UUPPLH bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Menurut Pasal 67 dan
Pasal 68 UUPPLH tersebut bahwa setiap orang bukan saja mempunyai hak tetapi juga mempunyai kewajiban melestarikan fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan Pasal 70 ayat 1 UUPPLH menerangkan bahwa dalam rangka melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagaimana dalam Pasal 65 dan Pasal 67 UUPPLH, masyarakat memiliki kesempatan yang luas untuk berperan serta dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan pasal 1 Angka 32 UUPPLH dinyatakan bahwa yang dimaksud
“setiap orang” adalah “orang perseorangan” atau “badan usaha”, baik yang “berbadan hukum” maupun yang “tidak berbadan hukum”. Oleh karena bank adalah badan
hukum, maka bank juga mempunyai kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan Pasal 74 Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana bank sebagai badan hukum yang berbentuk PT Perseroan Terbatas mempunyai tanggung jawab sosial
dan lingkungan yang dikenal dengan CSR Corporate Social Responsibility,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat dikatakan bahwa bank merupakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam, artinya bahwa bank
merupakan perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber data
alam. Dengan demikian jelas bahwa di Indonesia, pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan bukan kewajiban orang tertentu, atau badan usaha tertentu saja tetapi kewajiban siapapun yang berada di Indonesia.
Berlakunya ketentuan dalam UUPPLH tersebut telah mendapat penekanan dalam Undang-Undang Perbankan, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, sebagaimana ditentukan dalam Penjelasan pasal 8 Undang-Undang tersebut. Menurut penjelasan
Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan AMDAL bagi perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Selanjutnya sebagaimana telah diterangkan dimuka bahwa penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan itu telah mendapat penekanan pengaturan lebih lanjut
dalam Peraturan Bank Indonesia No. 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 73DPNP tanggal 31 Januari
2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang antara lain mengatur
Universitas Sumatera Utara
tentang perlunya bank umum untuk memperhatikan upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup, hal ini dapat dilihat pada :
1. Pasal 11 ayat 1, yang berbunyi : 1 Penilaian terhadap prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a. meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. potensi pertumbuhan usaha; b. kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e. upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan
hidup. Debitur dalam huruf e ini adalah debitur yang wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penjelasan Umum, yang berbunyi : … Dalam penetapan kualitas kredit, Bank wajib memperhatikan faktor prospek
usaha, kinerja, dan kemampuan membayar debitur. Mengingat pentingnya upaya memelihara lingkungan hidup, dalam penilaian prospek usaha, Bank perlu
memperhatikan pula upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup….
Peraturan Bank Indonesia tersebut tidak hanya berlaku bagi bank-bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, tetapi juga berlaku pada bank-
bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Untuk bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berlaku ketentuan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 821PBI2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surat Edaran
Universitas Sumatera Utara
Nomor 822DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Terkait dengan usaha nasabah yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan hidup serta dapat berdampak terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan nasabah,
Bank dalam menilai prospek usaha nasabah perlu memperhatikan upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf e Peraturan Bank Indonesia No. 821PBI2006, salah satu kriteria dalam penilaian prospek usaha
adalah upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka mengelola lingkungan hidup, khususnya nasabah berskala besar yang kegiatan usahanya memiliki dampak penting
terhadap lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Penjelasan Pasal 8 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang antara lain menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pembiayaan adalah hasil
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi. Kewajiban AMDAL ini juga tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yanga telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha danatau kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil AMDAL diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang dilakukan tanpa AMDAL dapat
membawa dampak yang merugikan dikemudian hari karena tidak adanya perencanaan pengelolaan lingkungan yang memadai oleh nasabah sehingga tidak
akan diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha nasabah. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada kelangsungan usaha dan kemampuan nasabah
untuk mengembalikan pembiayaan. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Alasan kedua ialah berkaitan dengan ketentuan Pasal 82 ayat 2, Pasal 87
ayat 1, dan Pasal 88 UUPPLH tentang keharusan nasabah debitur sebagai penanggungjawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti rugi karena
melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh proyek yang dibiayai oleh bank. Apabila nasbah debitur tiba-tiba harus memikul
biaya pembersihan yang besar sekali atas proyek tersebut dan lingkungannya yang rusak atau tercemar dan membayar ganti rugi, maka crediworthiness dari nasabah
debitur dapat merosot secara drastis dan dapat mengancam kemampuannya untuk membayar kembali kredit tersebut. Dalam rangka bank melaksanakan kewajiban
hukumnya untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup dan dalam rangka melindungi kreditnya, maka kemungkinan ini harus dapat dicegah oleh bank.
Alasan ketiga adalah sehubungan dengan kemungkinan dilakukannya penghentian usaha atau pencabutan izin usaha terhadap perusahaan nasabah debitur
Universitas Sumatera Utara
oleh pihak yang berwenang karena proyek nasabah debitur telah melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan hidup sanksi administratif. Sebagaimana
dicantumkan dalam Pasal 76 UUPPLH bahwa dimungkinkan bagi Menteri, Gubernur atau Walikota menetapkan sanksi administratif seperti teguran tertulis, paksaan
pemerintah, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan izin lingkungan. Bila hal itu terjadi, maka bank yang membiayai perusahaan tersebut dapat mengalami ancaman
kerugian berupa terjadinya kemacetan kredit karena izin pembangunan proyek atau izin usaha perusahaan dicabut.
Alasan keempat adalah sehubungan dengan kemungkinan merosotnya nilai agunan yang rusak atau tercemar. Apabila bank membiayai suatu proyek, maka
proyek itu, termasuk tanah dimana proyek itu didirikan, akan diikat oleh bank sebagai agunan kredit. Apabila proyek tersebut melakukan perusakan atau pencemaran
lingkungan terhadap tanah di atas mana proyek itu didirikan, maka harga tanah yang rusak atau tercemar itu akan merosot sekali. Akibatnya adalah bahwa agunan atas
kredit kepada nasabah debitur untuk membiayai pendirian dan atau operasi proyek yang rusak atau tercemar itu akan hanya menjadi agunan yang tidak berharga.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PERBANKAN DALAM PENEGAKAN