Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap Aplikasi GA3 dan 2,4-D

RESPON FISIOLOGI DAN TINGKAT KERONTOKAN
BUAH TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
TERHADAP APLIKASI GA3 DAN 2,4-D

BEKTI KURNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Respon fisiologi
dan tingkat kerontokan buah tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap
aplikasi GA3 dan 2,4-D” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir dari tesis ini.


Bogor, Maret 2008

Bekti Kurniawati
NIM G 351060191

ABSTRACT

BEKTI KURNIAWATI. The Physiological Responses and Fruits Drop of
Carambola Plants to GA3 and 2,4-D Application. Under the direction of
HAMIM and MIFTAHUDIN.
One of the problem in star fruit production is a high degree of flowers and
fruits drop. Application of plant hormone is expected to be able to reduce the
flowers and fruits drop during reproduction phase. The aim of this research was to
study the physiological responses of star fruit to GA3 and 2,4-D application, and to
get an optimum consentration of GA3 and 2,4-D, either single or in combination,
that gives good effect on fruit production.
In this research carambola plant variety Dewi were grown in UPT IPB
research garden “Agroteko” Dramaga Bogor. Completly randomized design was
applied using two factors: consentration of GA3 and 2,4-D. The fitohormones were
applied in 4 different concentration, i.e.: 0, 20, 40, 60 ppm for GA3 and 0, 5, 10,

15 ppm for 2,4-D. Hormones were applied by spraying with the dosage of
25 ml/bunch during flowers bloom and early fruitset development. Observation
was carried out to analysed flowers drop, fruitset, fruits drop, fruit retention, fruit
auxin content and leaf total sugar.
The result showed that application of GA3 and 2,4-D either single or in
combination increased the level of fruit auxin (30.1-208.4%) and total sugar (15.9107.8%) of the leaf. The increasing level of leaf total sugar content and fruit auxin
until 170 ppm was associated with a decrease of flowers and fruifs drop, and
consequently it caused increase of fruit retention (34.8- 179%). The optimum
hormone concentrations with minimum fruits drop were a single application of
2,4-D 9.2 ppm (48.4%), GA3 60 ppm (44.6%) and a combination of GA3 60 ppm
and 2,4-D 5 ppm (48%). Economicaly, the application of 2,4-D 8-10 ppm to
reduce fruits drop of star fruits produced the best result as compared to the others.
Keyword: GA3, 2,4-D, flower and fruit drop, star fruit

RINGKASAN
BEKTI KURNIAWATI. Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman
Belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap Aplikasi GA3 dan 2,4-D. Dibimbing
oleh HAMIM dan MIFTAHUDIN.
Salah satu permasalahan rendahnya produksi buah belimbing adalah
tingginya tingkat kerontokan bunga dan buah belimbing. Aplikasi hormon

tumbuhan diharapkan dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah. Penelitian ini
bertujuan mempelajari respon fisiologi dari tanaman belimbing terhadap aplikasi
GA3 dan 2,4-D; dan mendapatkan konsentrasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal
maupun kombinasi yang memberikan pengaruh terbaik pada produksi buah
belimbing.
Dalam penelitian ini tanaman belimbing varietes Dewi ditanam di UPT
Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO” Dramaga Bogor. Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial yang terdiri dua faktor yaitu
konsentrasi 2,4-D dan konsentrasi GA3. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari
4 konsentrasi yang berbeda : GA3 (0, 20, 40, 60 ppm) dan 2,4-D (0, 5, 10, 15 ppm).
Perlakuan larutan hormon diberikan dengan penyemprotan pada tandan bunga dan
buah dosis 25 ml/tandan. Penyemprotan dilakukan pada saat bunga mekar dan buah
terbentuk. Pengamatan dilakukan pada jumlah bunga yang terbentuk, bunga yang
rontok, buah yang terbentuk, buah yang rontok, buah retensi, bobot buah,
kandungan auksin buah dan gula total daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi GA3 dan 2,4-D secara tunggal
maupun kombinasi meningkatkan kandungan auksin buah (30.1-208.4%) dan gula
total daun (15.9-107.8%). Peningkatan kandungan gula total daun dan Auksin buah
sampai 170 ppm dapat mengurangi kerontokan bunga maupun buah, dan
meningkatkan jumlah buah retensi. Konsentrasi hormon terbaik untuk megurangi

kerontokan buah adalah aplikasi tunggal 2,4-D 9.2 ppm (48.4%), aplikasi GA3 60
pm (44.6%) atau kombinasi antara 2,4-D 5 ppm dan GA3 60 ppm (48%). Ditinjau
dari segi ekonomi, aplikasi 2,4-D 8-10 ppm untuk mengurangi kerontokan buah
belimbing memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan konsentrasi yang
lainnya.
Kata kunci: GA3, 2,4-D, kerontokan bunga dan buah, buah bintang

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

RESPON FISIOLOGI DAN TINGKAT KERONTOKAN
BUAH TANAMAN BELIMBING( Averrhoa carambola L.)

TERHADAP APLIKASI GA3 DAN 2,4-D

BEKTI KURNIAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Darda Effendi, MSi.

Judul Tesis

: Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman
Belimbing


(Averrhoa carambola L.) terhadap Aplikasi

GA3 dan 2,4-D
Mahasiswa

: Bekti Kurniawati

NIM

: G 351060191

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si.

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

Ketua


Anggota

Diketahui

Ketua Proram Studi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA

Tanggal Lulus : 22 Mei 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 22 Mei 2008

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 11 April 1970 dari
ayah H. Muhammad Ngusno Yatnohartono dan ibu Hj. Sukiyah. Penulis

merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Achmad
Hindarta pada tahun 1995 dan telah dikaruniai tiga orang anak yaitu : Isma
Fadlilatus Sai’diyah, Firda Sa’idatul Khusna dan Dhabid Thoriq Aljihad.
Tahun 1989 penulis lulus SMA Negeri I Boyolali dan pada tahun 1989
penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis
memilih Program Studi Biologi, Jurusan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan tahun 1994.
Tahun 1995 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan bertugas
menjadi guru di Madrasah Aliyah Negeri Lasem Rembang. Pada tahun 2006
penulis mendapat kesempatan menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor sebagai
mahasiswa Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Biologi yang dibiayai oleh
Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Pusat.

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga bulan Desember 2007 di
UPT Perkebunan Agroteko IPB ini adalah Respon fisiologi dan tingkat kerontokan
buah tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap aplikasi GA3 dan
2,4-D.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari respon fisiologi tanaman
belimbing terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D, serta mendapatkan konsentrasi GA3
dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi yang memberikan pengaruh
terbaik pada produksi buah tanaman belimbing.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Bapak Dr. Ir.
Miftahudin, M.Si. atas segala jerih payah dan waktu yang telah diluangkan dalam
memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis. Selain itu ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen Pendidikan Islam Departemen
Agama Pusat, serta semua pihak di UPT Perkebunan Agroteko IPB yang telah
memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan dengan
tulus kepada ayahanda dan ibunda serta suamiku tercinta yang telah memberikan
dukungan moril selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor sehingga
mampu menyelesaikan penulisan tesis ini.
Akhir

kata


penulis

berharap

semoga

tesis

ini

bermanfaat

bagi

pengembangan tanaman buah dan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Maret 2008

Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
Latar Belakang Penelitian …………………………...................... 1
Tujuan Penelitian ………………………………………….......... 3
Hipotesis ……………………………………………………….. 3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 4
Belimbing (Avarrhoa carambola L) ….………………………….. 4
Pola Kerontokan Bunga dan Buah .................................................. 6
Peranan Hormon dalam Proses Kerontokan Bunga dan Buah ........ 9
Giberelin ………………………………………............... 9
Auksin ..……………………………………...………....... 12
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 15
Tempat dan Waktu ………………………………...…................. 15
Bahan dan Alat ……………………………………....….............. 15
Rancangan Percobaan …………....................…………………….. 15
Pelaksanaan ................................... ………………………...…….. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN …….………………………….....…….... 21
Kerontokan Bunga dan Buah …………………………...……….. 21
Jumlah Buah Retensi ...................................................................... 27
Kandungan IAA pada Buah Belimbing ………………..…..…….. 30
Kandungan Gula Total ................................................................... 33
Bobot Buah Dipanen………………………………………........... 36
Pola Kerontokan Bunga dan Buah ................................................. 42
Korelasi antara Kandungan Gula Total Daun dan IAA Buah
dengan Kerontokan Bunga dan Buah ........................................... 44
KESIMPULAN .......................………………………………………........ 47
DAFTAR PUSTAKA ………..……………………………………..……. 48
LAMPIRAN …………………………………………………….………… 52

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Kombinasi perlakuan GA3 dan 2,4-D yang diaplikasikan pada percobaan .... 16

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Buah belimbing dibungkus plastik untuk mencegah serangan lalat
buah .......................................................................................................

17

2. Bunga belimbing yang sedang berkembang menjadi buah ...................

21

3. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap pesentase kerontokan bunga .......

23

4. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase kerontokan buah .........

23

5. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga ....

24

6. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah ......

24

7. Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap
persentase kerontokan bunga ...............................................................

25

8. Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap
persentase kerontokan bunga ................................................................

25

9 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per
tandan .............................................................................................

28

10. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata jumlah buah dipanen
per tandan ............................................................................................

29

11. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata jumlah buah
dipanen per tandan ...............................................................................
12. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata kandungan

30

IAA pada

buah ......................................................................................................

30

13. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata kandungan IAA pada
buah ......................................................................................................

31

14. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata kandungan
IAA pada buah ......................................................................................

31

15. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata kandungan gula total
daun ......................................................................................................

33

16. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata kandungan gula total
daun .......................................................................................................
17. Pengaruh

konsentrasi

GA3

dan

2,4-D

terhadap

33

rata-rata

kandungan gula total setelah aplikasi I ................................................

34

18. Pengaruh

konsentrasi

GA3

dan

2,4-D

terhadap

rata-rata

kandungan gula total setelah aplikasi II ...............................................

34

19. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata bobot buah per buah

37

20. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah

37

21. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah
per buah .................................................................................................

38

22. Pengaruh perlakuan GA3 secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah
per tandan .............................................................................................

38

23. Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata bobot
buah per tandan .....................................................................................

39

24. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah
per tandan ..............................................................................................

40

25. Buah belimbing pada tanaman kontrol ...............................................

41

26. Buah belimbing yang mendapat perlakuan G40-D5 ...........................

41

27. Persentase kerontokan bunga belimbing Dewi ....................................

42

28. Persentase kerontokan buah belimbing Dewi .……………….............

43

29. Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase
kerontokan bunga .................................................................................

45

30. Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase
kerontokan buah ..................................................................................

45

31. Hubungan antara kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan
buah .......................................................................................................

46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Bahan-bahan untuk analisis kandungan IAA dan gula total .................

52

2. Prosedur analisis kandungan IAA .........................................................

53

3. Prosedur analisis gula total ……………………………………………

54

4. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga dan
kerontokan buah ………………………………………………………

55

5. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap persentase buah retensi

56

dan jumlah buah per tandan ..................................................................
6. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan IAA buah..

57

7. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan gula total
daun setelah Perlakuan I dan setelah Perlakuan II ................................

58

8. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap bobot per buah dan
bobot buah per tandan ...........................................................................

59

9. Tabel Ananalisis ragam pengaruh kandungan gula total terhadap
kerontokan bunga dan buah …………………………………...............

60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya peningkatan produksi buah-buahan diperlukan untuk mengantisi
peningkatan kebutuhan buah-buahan. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan
perkapita dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi menyebabkan konsumsi
buah semakin meningkat. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian
RI menargetkan konsumsi buah sebanyak 73 kg / kapita / tahun untuk mencapai
masyarakat sehat gizi. Untuk mencapai target tersebut, produktivitas buah-buahan
harus ditingkatkan. Salah satu jenis buah potensi yang mudah dibudidayakan
untuk mendukung target tersebut adalah belimbing (Ditjen Bina Produksi
Hortikultura 2004).
Belimbing manis merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak
digemari masyarakat. Disamping bentuknya yang menarik, rasa buah belimbing
pun enak. Buah belimbing manis mempunyai nilai gizi yang cukup baik terutama
sebagai sumber vitamin C. Setiap 100 g daging buah belimbing mengandung
90 g air, 36 kkal energi, 0.4 lemak, 0.4 g protein, 170 SI vitamin A, 35 mg vitamin
C, 0.03 mg vitamin B1, 12 mg fosfor, 1.1 mg besi dan 4 mg kalsium (Ditjen Bina
Produksi Hortikultura 2004). Belimbing selain dikonsumsi dalam bentuk buah
segar, bisa diolah menjadi sari buah, sirup, jelly dan manisan (IP2TP 2007).
Tanaman belimbing dapat dibudidayakan di kebun, pekarangan atau pot
dan cepat berbuah. Tanaman tersebut mempunyai tingkat toleransi yang tinggi,
akan tetapi dapat berbuah lebat jika dirawat sungguh-sungguh sesuai aturan
budidaya (Zahara 2005). Belimbing selalu menghasilkan bunga yang sangat
banyak, kuntum bunga belimbing kecil dan mudah gugur. Belimbing dapat
berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Panen dilakukan 3-4 kali dalam setahun,
panen besar biasanya bulan Juli-Agustus. Buah menjadi masak 90-110 hari
setelah anthesis (Samson 1992).
Salah satu kendala untuk peningkatan produksi buah belimbing adalah
kerontokan bunga dan buah. Tingkat kerontokan bunga dan buah belimbing tinggi
menyebabkan jumlah buah belimbing yang dapat dipanen sedikit (Samson 1992).
Hal tersebut merupakan gejala yang umum terjadi pada tanaman buah-buahan

2

seperti yang dilaporkan (Sakhidin et al. 2004) bahwa tingkat kerontokan buah
mangga yang tertinggi terjadi pada minggu pertama setelah fruitset, kerontokan
buah mencapai 95%. Demikian juga tingkat kerontokan buah lecy mencapai 9095% dari jumlah bunga betina dan terjadi pada minggu pertama setelah anthesis
(Stern et al. 1995). Produksi buah belimbing dapat ditingkatkan melalui beberapa
cara, diantaranya adalah mengurangi jumlah buah yang rontok.
Absisi atau kerontokan buah merupakan proses lepasnya buah dari pohon
seperti halnya terjadi pada daun, bunga dan bagian-bagian bunga. Absisi terjadi
pada zona absisi yang berada pada tangkai buah. Pada kebanyakan tanaman absisi
didahului oleh diferensiasi suatu lapisan absisi pada zona absisi (Taiz & Zeiger
2002). Ada dua kondisi buah atau bunga gugur yaitu : (1) bunga dan buah dalam
kondisi normal, saat gugur tidak menunjukkan gejala kerusakan pada pangkalnya,
(2) bunga dan buah gugur mengalami kerusakan pada pangkalnya. Keguguran
bunga dan buah yang tidak menunjukkan gejala kerusakan pada pangkalnya
disebabkan oleh pengaruh fisiologis dan genetis, dan keguguran yang disertai
kerusakan pada pangkalnya disebabkan oleh adanya gangguan dari organisme
pengganggu (Bonghi et al. 2000).
Berbagai rangsangan dapat menyebabkan kerontokan bunga dan buah,
yaitu faktor dari luar dan dari dalam tumbuhan itu sendiri. Faktor luar yang
menyebabkan gugur buah antara lain suhu ekstrim, kekurangan air, kurangnya
penyinaran (Samson 1989), serangan hama dan penyakit (Bonghi et al. 2000),
serta defisiensi unsur hara (Marschner 1986). Faktor dari dalam tumbuhan antara
lain rendahnya pasokan asimilat yang yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan buah (Archbold 1999, Bonghi et al. 2000), perubahan tingkat
hormon (Bangerth 2000). Kerontokan bunga dan buah biasanya disebabkan
tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA dan GA yang terdapat
di dalam bunga dan buah itu sendiri ( Aneja & Gianfagna 1999). Konsentrasi
IAA dan GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah dibandingkan
dengan buah dan tangkai buah yang melekat pada tanaman mangga varietas
Dusheri (Bains et al. 1997a).
Beberapa aplikasi zat pengatur tumbuh dapat mengurangi tingkat
kerontokan buah beberapa tanaman. Aplikasi auksin sintetis pada leci dapat

3

mengurangi kerontokan buah dan meningkatkan buah retensi (Stern & Gazit
1997). Penyemprotan GA3 dan NAA dapat meningkatkan retensi buah mangga
Carabao (Quintana et al. 1984), mengurangi kerontokan buah apel (Curry &
Greene 1993), dan leci (Ghosh et al. 1987). Demikian pula aplikasi auksin sintetis
dan GA3 pada jambu yang dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah
(Zainudin 1995).
Pemberian zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan giberelin secara
eksogen diharapkan dapat juga mengurangi kerontokan bunga dan buah pada
tanaman belimbing. Selain itu berapa konsentrasi yang tepat untuk mencegah
kerontokan bunga dan buah belimbing belum banyak yang mengungkap. Jenis zat
pengatur tumbuh, konsentrasi dan waktu pemberiannya menentukan efektifitas
dalam mengurangi kerontokan bunga dan buah. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana cara mencegah kerontokan
bunga dan buah belimbing dengan menggunakan 2,4-D dan GA3, sehingga dapat
meningkatkan produksi buah belimbing.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari respon fisiologi dari tanaman belimbing terhadap aplikasi GA3
dan 2,4-D.
2. Mempelajari dan mendapatkan konsentrasi GA3 dan 2,4-D baik secara
tunggal maupun kombinasi yang memberikan pengaruh terbaik pada produksi
buah tanaman belimbing.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan respon fisiologi pada tanaman belimbing terhadap pemberian
GA3 dan 2,4-D.
2. Pemberian GA3 dan 2,4-D pada konsentrasi tertentu baik secara tunggal
maupun kombinasi dapat meningkatkan produksi buah pada tanaman
belimbing.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Belimbing ( Averrhoa carambola L.)
Belimbing banyak terdapat di daerah tropis dan sangat popular di
masyarakat. Tanaman belimbing mudah tumbuh dan mampu berbuah lebat jika
dirawat dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan budidaya (Zahara 2005).
Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing diduga terdapat di Malaysia
sampai sekarang, dikenal dua macam belimbing yaitu belimbing yang buahnya
manis disebut belimbing manis (carambola) dan belimbing yang rasanya asam
disebut belimbing wuluh (bilimbi). Nilai ekonomis buah belimbing manis lebih
tinggi dibandingkan belimbing wuluh. Belimbing wuluh biasanya digunakan
sebagai campuran membuat sayur. Belimbing manis memiliki daging buah
berbentuk seperti bintang sehingga disebut dengan star fruit, permukaannya licin
seperti lilin, berlekuk-lekuk, mempunyai bagian pinggir yang disebut lingir
terdapat lekukan kedalam berjumlah 5 rusuk. Rasa manisnya bervariasi sesuai
dengan jenis dan varietasnya. Jenis belimbing yang dibudidayakan diberbagai
negara beriklim tropis adalah dari varietas belimbing manis (Samson 1992).
Belimbing manis merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak
digemari masyarakat. Disamping bentuknya yang menarik, rasa buahnya enak.
Buah belimbing manis mempunyai nilai gizi yang cukup baik terutama sebagai
sumber vitamin C. Setiap 100 g daging buah belimbing mengandung 90 g air,
36 kkal energi, 0.4 lemak, 0.4 g protein, 170 SI vitamin A, 35 mg vitamin C, 0.03
mg vitamin B1, 12 mg fosfor, 1.1 mg besi dan 4 mg kalsium (Ditjen Bina
Produksi Hortikultura 2004). Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman belimbing
manis diklasifikasikan dalam:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Oxalidales

Famili

: Oxalidaceae

Genus

: Averrhoa

Species

: carambola L. (Backer & Brink 1963).

5

Pohon belimbing berkayu keras, tinggi pohon mencapai 12 m dengan
penampilan ramping dan tidak terlalu besar. Daun belimbing termasuk daun
majemuk meyirip ganjil. Daun muda berwarna kemerahan, setelah tua berwana
hijau muda. Tanaman belimbing mempunyai akar tunggang dan memiliki akar
samping banyak. Akarnya cukup kuat tetapi tidak terlalu dalam sekitar 1.5 – 2 m.
Bunga belimbing terdiri dari 5 helai kelopak dan 5 helai mahkota. Bakal buah
mempunyai 5 ruang dengan bakal biji (ovulum) yang jumlahnya lebih dari satu.
Kelopak bunga berwarna kemerah-merahan, pangkal mahkota bunga berwarna
merah, ujung mahkota berwarna keungu-unguan. Perpaduan warna tersebut
menarik binatang pencari madu sehingga dapat membantu penyerbukan
(Tjitrosoepomo 1996).
Bunga belimbing umumnya keluar dalam tandan atau rangkaian yang
bercabang-cabang (panicula). Kuntum bunga belimbing kecil, lemah, dan mudah
gugur jika tertiup angin. Bunga belimbing termasuk bunga sempurna.
Berdasarkan jenis kelaminnya, bunga belimbing termasuk hermaprodit karena
dalam satu bunga terdapat dua jenis kelamin, yaitu putik dan benang sari.
Kedudukan putik adalah heterodistylus, artinya ada yang lebih rendah dan ada
yang lebih tinggi dibandingkan benang sari. Jumlah benang sari 10 buah, terdapat
dalam dua kelompok, 5 benang sari yang ada disebelah dalam lebih pendek
daripada putik dan 5 benang sari terletak di luar lebih tinggi daripada putik.
Benang sari yang lebih pendek biasanya rudimenter. Dengan adanya putik yang
berkedudukan lebih rendah dibandingkan benang sari memungkinkan terjadinya
penyerbukan sendiri (self-pollination) (Samson 1992).
Belimbing manis umumnya dibudidayakan di dataran rendah dengan
ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan sinar
matahari langsung dengan lama penyinaran 7 jam setiap hari dengan intensitas 4550%. Cuaca panas dan hujan yang seragam sepanjang tahun adalah keadaan yang
sesuai untuk tanaman belimbing. Tanah dengan kandungan unsur hara yang
seimbang sangat cocok untuk pertumbuhannya. Curah hujan 1500-3000 mm
setahun dan suhu 25-27°C sangat cocok untuk belimbing (Ditjen Bina Produksi
Hortikultura 2004).

6

Belimbing berbuah tidak mengenal musim. Buah menjadi masak 90-110
hari setelah anthesis. Panen dilakukan 3-4 kali dalam setahun, panen besar
biasanya bulan Juli-Agustus. Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah, umur petiknya sekitar 35-60 hari
setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar. Belimbing harus
dipetik setelah matang di pohon karena tidak dapat diperam (non-klimaterik).
Belimbing dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Belimbing selalu
menghasilkan bunga dengan jumlah yang sangat banyak, tetapi bunga dan buah
belimbing mudah rontok (Samson 1992).
Pemilihan varietas atau bibit unggul merupakan komponen utama yang
sangat penting dalam peningkatan produksi suatu tanaman. Varietas belimbing
unggul adalah varietas belimbing yang memiliki produktivitas tinggi, resisten
terhadap hama dan penyakit, berkualitas tinggi, serta dapat ditanam diberbagai
kondisi lingkungan baru (kisaran adaptasi luas). Berikut ini beberapa varietas
belimbing yang memiliki kriteria tersebut adalah belimbing Demak, Sembiring,
Bangkok, Paris, Dewa, Dewi dan Wulan (IP2TP 2007).
Pola Kerontokan Bunga dan Buah
Produksi buah-buahan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara
diantaranya adalah mengurangi jumlah buah yang rontok. Untuk mengurangi
jumlah buah yang rontok diperlukan pengetahuan tentang pola kerontokan buah.
Absisi atau kerontokan buah merupakan proses lepasnya buah dari pohon seperti
halnya terjadi pada daun, bunga dan bagian-bagian bunga. Absisi terjadi pada
zona absisi yang berada pada tangkai buah. Proses absisi diinduksi oleh rendahnya
kandungan auksin dan tingginya etilen pada zona absisi (Taiz & Zeiger 2002).
Kerontokan bunga dan buah terjadi akibat pekanya zona absisi terhadap etilen
(Bangert, 2000). Etilen merupakan hormon pemacu kerontokan yang kuat dan
tersebar luas diberbagai organ tumbuhan. Etilen menginduksi sintesis serta sekresi
hidrolase pengurai dinding sel. Ini merupakan efeknya pada transkripsi, jumlah
mRNA yang menyandikan hidrolase meningkat. Meningkatnya sekresi enzim
hidrolase menyebabkan kerusakan pada dinding sel zona absisi dan terjadi proses
kerontokan organ tanaman (Salisbury & Ross 1995).

7

Secara fisiologis kerontokan bunga dan buah berkorelasi dengan
terbatasnya suplai fotosintat dan kecukupan hara (Marschner 1986), serta regulasi
hormonal pada zona absisi (Bangert 2000). Kerontokan buah terjadi akibat
aktifnya lapisan absisi yaitu lapisan yang terletak dekat pangkal tangkai buah, selsel parenkim kecil pada lapisan ini memiliki dinding yang sangat tipis dan tidak
ada sel serat disekitar jaringan pembuluh. Lapisan ini akan melemah bila enzim
menghidrolisis polisakarida dalam dinding sel, akibatnya buah rontok. Absisi
dikontrol oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin, bila konsentrasi auksin
rendah sel-sel pada lapisan absisi menjadi peka terhadap etilen. Etilen
menginduksi sintesis enzim yang mencerna sellulosa dan komponen lain pada
dinding sel (Campbell et al. 2003).
Absisi buah yang terjadi selama perkembangan buah akibat aktifnya zona
absisi. Proses tersebut diinduksi oleh beberapa faktor lingkungan, persaingan
dalam penggunaan asimilat dan kandungan hormon internal. Zona absisi pada
mangga terletak pada tangkai buah dengan jarak beberapa mm dari cekung buah
(tempat menempelnya buah pada tangkai buah). Dari aspek biokimia dan
molekuler, absisi

terjadi karena aktifnya enzim ß-1,4- endoglukanase (EG) dan

polygalacturonase (PG). Dua enzim hidrolase tersebut terlibat dalam kerusakan
dinding sel tanaman yang bertanggung jawab terhadap kerontokan bunga dan
buah. Kekhususan zona absisi dalam memberikan respon terlepasnya organ-organ
tergantung kepekaan lapisan tersebut terhadap etilen (Bonghi et al. 2000).
Perkembangan zona absisi dapat diinduksi meningkatnya ABA dan
menurunnya IAA, umumnya terjadi pada waktu terjadi kegagalan penyerbukan
dan fertilisasi. Kegagalan polinasi dan fertilisasi merupakan salah satu faktor
penyebab kerontokan bunga. Bunga yang polinasi dan fertilisasinya berhasil,
sintesis auksinnya meningkat sehingga tidak mengalami absisis (Bangert 2000).
Aneja dan Gianfagna (1999) melaporkan bahwa auksin terlibat dalam fruitset
kakao. Auksin bisa berasal dari polen setelah terjadi polinasi dan juga bisa
terbentuk di ovari. Pemberian auksin eksogen dapat menginduksi fruitset dan
perkembangan buah, karena pemberian auksin eksogen dapat sebagai pengganti
penyerbukan.

8

Menurut Bangert (2000) kerontokan buah dapat dijelaskan melalui
hipotesis correlative dominance effect. Suatu buah mempunyai tingkat dominansi
yang berbeda-beda. Tingkat dominansi suatu buah ditentukan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah fruitset dan jumlah buah dalam satu tangkai. Suatu buah
dikatakan mempunyai tingkat dominansi yang relatif rendah apabila buah tersebut
paling akhir fruitset-nya dan dalam suatu tangkai banyak buah lain yang waktu
fruitset-nya lebih awal. Buah yang mempunyai tingkat dominansi rendah tidak
mampu menjaga konsentrasi auksin minimal agar zona absisi tidak peka terhadap
etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen karena kandungan auksin rendah,
ditandai dengan aktifnya aktivitas enzim hidrolitik. Peningkatan enzim ini
menyebabkan rusaknya dinding sel pada zona absisi. Kerusakan dinding sel pada
zona absisi menyebabkan terpisahnya organ tanaman dari pohon induknya.
Buah

memerlukan

asimilat

dalam

jumlah

yang

cukup

selama

perkembangannya. Proses mendapatkan asimilat dalam jumlah yang cukup
merupakan proses persaingan baik dengan buah lain maupun dengan organ
vegetatif. Kemampuan buah untuk mendapatkan asimilat ditentukan oleh sink
strength buah tersebut. Buah akan rontok mempunyai sink strength yang lebih
rendah dibandingkan buah retensi. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada biji
buah retensi menyebabkan buah retensi mempunyai sink strength yang lebih kuat
dibandingkan buah akan rontok (Taiz & Zeiger 2002).
Hasil penelitian Bains et al. (1997b) menunjukkan bahwa buah mangga
yang akan rontok mempunyai kandungan auksin lebih rendah dibandingkan
dengan buah retensi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim
peroksidase dan IAA-oksidase pada buah yang akan rontok. Peningkatan aktivitas
enzim tersebut mengurangi konsentrasi IAA dalam buah yang sedang
berkembang.
Tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi auksin dan GA
menyebabkan kerontokan buah (Aneja & Gianfagna 1999). Konsentrasi IAA dan
GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah dibandingkan pada
buah dan tangkai buah yang retensi, buah yang akan rontok mempunyai
kandungan asam absisat yang tinggi. Kerontokan buah juga disebabkan oleh
peningkatan produksi etilen (Bains et al. 1997a).

9

Tingkat kerontokan buah yang tertinggi terjadi pada minggu pertama
setelah fruitset. Kerontokan terus berlangsung sampai beberapa minggu walaupun
tingkat kerontokannya rendah. Puncak kerontokan buah mangga hanya terjadi satu
kali yaitu pada saat 6 hari setelah anthesis. Setelah itu jumlah buah yang rontok
menurun drastis. Penurunan terus berlanjut sampai 21 hari setelah anthesis dan
mencapai nol pada hari ke-24 setelah anthesis. Tingkat kerontokan buah mangga
diatas 95% (Sakhidin et al. 2004).
Pada lengkeng gugur buah berlangsung dua kali yaitu : (1) beberapa saat
setelah penyerbukan, (2) pada saat buah berdiameter 1 cm, kira-kira dua minggu
setelah penyerbukan (Choo & Ketsa 1992). Pada leci gugur buah berlangsung dua
periode yaitu : (1) berlangsung selama 4 minggu setelah bunga betina mekar
seluruhnya. Bunga betina lengkeng yang berkembang menjadi buah muda hanya
sebesar 5-10%, (2) seminggu kemudian periode ke dua terjadi dan berhenti
setelah 8-9 minggu setelah bunga betina mekar seluruhnya. Bunga betina yang
berkembang menjadi buah dewasa 3-5% (Stern et al. 1995).
Informasi mengenai pola kerontokan buah diperlukan untuk menentukan
saat paling tepat untuk memberikan perlakuan tertentu, sehingga jumlah buah
yang rontok dapat dikurangi. Pola kerontokan buah dikaitkan dengan perubahan
kandungan hormon endogen diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan
buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh.
Peranan Hormon dalam Proses Kerontokan Bunga dan Buah
Hormon tanaman merupakan senyawa-senyawa kimia yang terjadi secara
alamiah di dalam tanaman yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman secara aktif pada konsentrasi yang sangat rendah (George
& Sherington 1984). Menurut Wattimena (1988) hormon tanaman adalah senyawa
organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (10-6 – 10-5mM), yang
disintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut
kebagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara
biokimia, fisiologi dan morfologis. Bahan kimia sintetik yang mempunyai
peranan sama dengan hormon tanaman disebut zat pengatur tumbuh tanaman
sintetik (George et. al. 1984). Fitohormon yang secara umum dikenal adalah

10

auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik dan etilen (Salisbury & Ross 1995).
Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam bidang hortikultura sudah banyak
dilakukan. Zat pengatur tumbuh diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk
mengontrol dan memodifikasikan pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil yang
secara ekonomis menguntungkan. Keuntungan tersebut meliputi: peningkatan
hasil, memperbaiki kualitas produksi.
Giberelin
Beberapa peran fisiologis GA yaitu mendorong perpanjangan sel dan
organ, mendorong pembungaan (GA3 – GA7 dan GA9), mendorong pembentukan
buah partenokarpi, mendorong perkecambahan biji dan tunas, menghambat
pembentukan akar, menghambat pembentukan umbi, mengubah penampilan seks
tanaman serta menunda pemasakan buah. Giberelin umumnya tersedia di pasaran
dalam bentuk GA3 dan jenis ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian
fisiologi tumbuhan (Wattimena 1988). Giberelin bekerja secara sinergis dengan
auksin untuk mempengaruhi peningkatan fruitset, mencegah terjadinya absisi,
pembebasan enzim α-amilase untuk menghidrolisis tepung menjadi gula yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Gardner et al. 1991).
Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase
dan protease yang mampu mencerna zat tepung dan protein dengan demikian
meningkatkan kandungan gula dan asam amino untuk pertumbuhan sel. Asam
amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan prekursor
terbentuknya jenis hormon tumbuhan yang lain, seperti triptopan yang merupakan
bentuk awal dari auksin.
Giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan
pembesaran sel. Pembesaran dan pembelahan sel mengakibatkan buah aktif
tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi.
Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk
memobilisasi asimilat kebuah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan
berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Selain itu GA
berperan juga dalam regulasi pembentukan sukrosa melalui peningkatan aktivitas
enzim sucrose-phosphate synthase. Stopar et al. (2001) menyatakan bahwa buah

11

yang akan rontok mempunyai kandungan pati yang lebih tinggi dan kandungan
glukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan buah retensi.
Kinet et al. (1985) menyebutkan bahwa giberelin berfungsi untuk
mengontrol perkembangan bunga mawar. Penurunan konsentrasi giberelin
berkorelasi dengan adanya aborsi bunga, pemberian giberelin eksogen dapat
mencegah gugurnya bunga akibat kondisi lingkungan yang kurang sesuai. Aneja
dan Gianfagna (1999) menyatakan tingginya konsentrasi etilen, rendahnya
konsentrasi auksin dan GA pada tanaman dapat menyebabkan kerontokan buah.
Konsentrasi IAA dan GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah
dibandingkan pada buah dan tangkai buah yang retensi, buah yang akan rontok
mempunyai kandungan asam absisat yang tinggi (Bains et al. 1997a). GA3 dapat
mengurangi persentase buah gugur dengan menekan biosintesis dari ABA
(Steffens 1988).
Giberelin pada tanaman berperan untuk memacu pertumbuhan sel melalui
peningkatan perombakan sumber energi seperti amilum (molekul komplek)
menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana) yang digunakan oleh sel untuk
tumbuh dan berkembang (Sandovald et al. 1995). Kandungan gula total yang
rendah pada daun pucuk pendukung bunga dan buah menyebabkan bunga dan
buah mengalami kerontokan. Menurut Hooley (1994) pemberian GA3 eksogen
akan

merangsang

peningkatan

GA3

endogen,

dengan

demikian

akan

meningkatkan aktivitas GA3 endogen. Menurut Ben-Arie et al. (1996) salah satu
peranan giberelin adalah menunda penuaan bunga dan buah. Davies (1995)
menyatakan bahwa GA berperan dalam meningkatkan pembelahan sel. Pemberian
GA secara eksogen meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan buah.
Pemberian GA3 pada tanaman mangga dapat meningkatkan jumlah bunga
permalai, jumlah buah yang terbentuk permalai, retensi buah permalai (Rajput &
Singh 1983). Penyemprotan NAA dan GA3 pada mangga Carabao dapat
mengurangi persentase buah yang rontok (Quintana et al. 1984). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa aplikasi NAA dan GA3 dapat mengurangi
kerontokan bunga dan buah serta meningkatkan hasil. Menurut Zaenudin (1995)
aplikasi auksin sintetis dan GA3 dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah
pada tanaman jambu.

12

Auksin
Auksin

berperan

penting

dalam

meningkatkan

pembelahan

dan

pembesaran sel. Pembelahan dan pembesaran sel mengakibatkan buah aktif
tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi.
Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk untuk
memobilisasi asimilat kebuah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan
berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Buah yang
akan rontok mempunyai kandungan auksin yang rendah sehingga sink strengthnya rendah. Tingkat ketersedian asimilat yang lebih tinggi selama perkembangan
buah sangat diperlukan untuk memperoleh retensi buah yang tinggi.
Peranan auksin dapat menghambat gugur bunga dan buah, karena auksin
merangsang aktivitas fotosintesis melalui peningkatan pembukaan stomata,
fosforilasi dan fiksasi CO2. Dengan meningkatnya aktivitas fotosintesis akan
meningkatkan suplai asimilat, sehingga buah akan tumbuh dan berkembang
dengan baik (Bangerth 2000). Secara fisiologis gugur buah berkorelasi dengan
terbatasnya suplai fotosintat (Marschner 1986). Rendahnya asimilat yang diterima
buah dapat menginduksi terjadinya kerontokan buah (Stopar et al. 2001).
Konsentrasi auksin yang cukup akan menjaga agar zona absisi tidak peka terhadap
etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen disebabkan karena kandungan auksin
yang rendah, ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim hidrolitik.
Peningkatan aktivitas enzim hidrolitik menyebabkan kerusakan dinding sel pada
zona absisi dan menyebabkan terpisahnya organ tanaman dari pohon induknya
(Bangerth 2000).
Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh
seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi
meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin
tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut
(Brenner & Cheikh 1995). Senyawa tertentu yang disintesis oleh ahli kimia juga
mampu menimbulkan banyak respon fisiologis seperti yang ditimbulkan oleh
IAA, dan biasanya senyawa tersebut dianggap juga sebagai auksin. Beberapa
diantaranya yang paling banyak dikenal ialah asam α-naftalenasetat

(NAA),

13

asam 2,4-D diklorofenoksiasetat (2,4-D), dan asam 2-metil-4-klorofenoksiasetat
(MCPA).
2,4-D adalah suatu herbisida organik golongan kloropenoxy yang bersifat
selektif yang telah dikomersialkan sejak tahun 1940. Pemberian (2,4-D) dengan
konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi sebaliknya
dengan konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. 2,4-D pada konsentrasi
yang sebanding dengan konsentrasi fisiologis IAA, dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa 2,4-D berperan sebagai auksin. 2,4-D lebih tahan terhadap
sistem IAA oksidase dibanding dengan IAA dan lebih tahan terhadap perubahan
bentuk menjadi bentuk auksin terikat dengan senyawa lain, tetapi mempunyai
sistem pengangkutan polar yang agak lemah dibanding dengan IAA. Pada
konsentrasi tinggi, 2,4-D sangat efektif sebagai herbisida pada berbagai tumbuhan
dikotil berdaun lebar, tetapi tidak efektif pada tumbuhan monokotil (Salisbury &
Ross 1995).
Auksin alami seperti IAA juga berperan dalam meningkatkan jumlah buah
yang terbentuk, tetapi jarang digunakan karena mudah mengalami degradasi
dengan cepat di dalam tanaman (Sexton 1995). Menurut Taiz dan Zeiger (2002)
selama tahap awal absisi daun, aplikasi auksin menghambat kerontokan daun,
sedangkan selama tahap berikutnya aplikasi auksin mempercepat absisi, mungkin
dengan menginduksi sintesis etilen. Mekanisme ini diperkirakan tidak berbeda
jauh dengan proses absisi atau kerontokan buah.
Etilen dan auksin merupakan hormon yang terkait langsung dalam proses
kerontokan buah. Etilen merupakan hormon yang mendukung terjadinya proses
kerontokan buah, sedangkan auksin berperan dalam mencegah proses kerontokan
buah. Kandungan auksin yang rendah menyebabkan peningkatan sensitivitas sel
pada zona absisi terhadap etilen yang menginduksi enzim hidrolitik yang mampu
mencerna sellulosa pada dinding sel sehingga terjadi pemisahan sel. Menurut
Moffet et al. (1980) pemberian 2,4-D dengan konsentrasi 0.01, 0.1 dan 1 ppm
meningkatkan jumlah bunga tanaman kapas, tetapi dengan konsentrasi 10 ppm
menyebabkan penurunan jumlah bunga namun masih lebih tinggi dari kontrol
yang tanpa pemberian 2,4-D. Penyemprotan tanaman kapas di Arizona dengan

14

2,4-D dengan konsentrasi rendah meningkatkan nektar bunga. Pemberian 1 ppm
2,4-D memberi kenaikan nektar bunga tertinggi yakni sekitar 30%.
Menurut Aneja dan Gianfagna (1999) asam absisat dan etilen
mempercepat proses absisi bunga cacao. Proses tersebut dapat dicegah dengan
pemberian NAA pada saat bunga mekar penuh. Pemberian NAA 150 ppm pada
buah muda dengan cara disemprotkan dapat meningkatkan persentase buah retensi
( Baghel et al. 1987). Poerwanto et al. (2000) melaporkan pemberian auksin
sintetis

pada saat buah sebesar kelereng dapat meningkatkan jumlah buah

mangga yang dapat dipanen.
Pemberian hormon tumbuh secara eksogen seperti GA3 dan auksin sintetis
dapat memperkuat sink strength, sehingga buah lebih kuat menarik asimilat,
dengan demikian buah dapat tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang
optimum (Taiz & Zeiger 2002). Aplikasi auksin sintetis pada tanaman leci dapat
mengurangi gugur buah (Stern & Gazit 1997).

15

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di UPT Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO”
Dramaga Bogor mulai bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2007. Analisis
kandungan gula total dan hormon IAA dilakukan di Laboratorium Penelitian
Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB mulai bulan Nopember
hingga Desember 2007.
Bahan dan Alat
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman belimbing
manis (Averrhoa carambola L.) varietas Dewi diperoleh dari UPT Kebun
Percobaan IPB “AGROTEKO” Darmaga-Bogor. Tanaman berumur 1.5 tahun dari
hasil okulasi tanaman yang sudah berusia 5-6 tahun. Tanaman tersebut sudah
pernah berbunga 3 kali. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain pupuk kandang, NPK 15.15.15, NPK 16.16.16, KCl, hormon GA3 (C19H22O6)
G500 Phyto Technology Laboratories, 2.4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid)
Schuchardt OHG 85662 Hohenbrunn Germany, Tween 20, aquades, nitrogen cair,
culacron, bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan gula total dan hormon
IAA (Lampiran 1).
Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 40 x 50cm, hand sprayer,
gunting, lup, timbangan analitik, alumunium foil, gelas ukur, oven, corong,
corong pemisah, mortar, waterbath, tabung reaksi, botol kecil, pipet (5, 10 dan 25
ml), pipet mikro, labu erlenmeyer, pH meter, thermometer, tabung nitrogen cair,
freezer -30oC, sentrifuge Labofuge 400 R Heraeus, spektrofotometer Double
Wavelength Double Beam 557 Hitachi dan evaporator VV 2000- WB 2000
Heidolph.
Rancangan Percobaan
Percobaan dirancang dan dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dua faktor yaitu konsentrasi
GA3 dan 2,4-D.

16

Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (G) terdiri 4 taraf yaitu :
GA3 0 ppm (G0)

GA3 20 ppm (G20)

GA3 40 ppm (G40)

GA3 60 ppm (G60)

Faktor ke dua adalah konsentrasi 2,4 D (D) terdiri 4 taraf yaitu :
2,4-D 0 ppm (D0)

2,4-D 5 ppm (D5)

2,4-D 5 ppm (D10)

2,4-D 15 ppm (D15)

Tabel 1 Kombinasi perlakuan konsentrasi GA3 dan 2,4-D yang diaplikasikan
pada percobaan
G

0 ppm

20 ppm

40 ppm

60 ppm

0 ppm

G0-D0

G20-D0

G40-D0

G60-D0

5 ppm

G0-D5

G20-D5

G40-D5

G60-D5

10 ppm

G0-D10

G20-D10

G40-D10

G60-D10

15 ppm

G0-D15

G20-D15

G40-D15

G60-D15

D

Dari kombinasi ke dua faktor tersebut diperoleh 16 kombinasi perlakuan dengan 3
kali ulangan, setiap ulangan terdiri 1 pohon sehingga keseluruhan terdapat 48 unit
perlakuan.
Pelaksanaan
Persiapan dan pemilihan tanaman percobaan
Sebelum percobaan dimulai, terlebih dahulu ditentukan tempat yang akan
digunakan untuk menempatkan tanaman percobaan. Agar tanaman percobaan
mendapatkan penyinaran serta pengairan yang cukup.
Tanaman percobaan yang digunakan adalah belimbing manis varietas
Dewi. Salah satu belimbing bibit unggul yang diperoleh dari UPT Kebun
Percobaan IPB “AGROTEKO” Dramaga-Bogor. Sebagai bahan penelitian dipilih
48 tanaman yang seragam: mempunyai umur sama yaitu 1.5 tahun, (tinggi
tanaman, cabang, dan waktu berbunga yang sama) dan sehat serta bebas dari
penyakit.

17

Penanaman dan pemeliharan
Tanaman belimbing ditanam pada polibag yang berukuran 40 X 50 cm
yang sudah diisi media yang dicampur dengan pupuk kandang (2:1) yang
ditambah dengan pupuk anorganik NPK 15.15.15 sebanyak 150-200 g/polibag.
Agar tanaman belimbing tumbuh dengan baik harus dilakukan
pemeliharaan. Pemeliharaan tersebut meliputi penyiraman, pemberantasan gulma,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman tanaman dilakukan
sesuai kebutuhan, pemberantasan gulma dilakukan dengan sistem dangir yaitu
mencabut dengan tangan. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang
sebanyak 800 g setiap pohon (1X sebelum berbuah), pupuk NPK 15.15.15 dan
NPK 16.16.16 diberikan setiap satu bulan 1X secara bergantian sebanyak 150200 g setiap pohon (sebelum tanaman berbuah). Setelah tanaman berbuah dipupuk
dengan KCl 100-150 g setiap pohon satu bulan 1X. Untuk melindungi dari
serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan Culacron (1 sendok
makan/5 liter air) setiap 2 minggu 1X sebelum berbuah.
Untuk

melindungi

buah

dari

gangguan

lalat

buah

dilakukan

pembungkusan buah. Buah dibungkus dengan kertas karbon atau plastik tahan
panas yang biasa digunakan untuk membungkus buah. Dalam penelitian ini buah
dibungkus dengan plastik untuk mempermudah dalam menghitung buah. Plastik
diberi lubang agar udara tetap bisa keluar masuk (Gambar 1).

Gambar 1 Buah belimbing dibungkus plastik untuk mencegah serangan lalat buah

18

Terbentuknya bunga pada tanaman belimbing biasanya tidak serempak.
Untuk mendapatkan bunga yang serempak pada semua pohon dilakukan
perontokan bunga dan pemangkasan sebanyak 3x. Setelah itu peny