BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.A. Salmonella
Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan
ke dalam enterobacteriaceae Brooks, 2005. Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada
tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan
Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks
dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari 2400 serotipe dari antigen bakteri ini Winn, 2006.
Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam
subspesies tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella
Spesies Subspesies
Salmonella enterica S. enteric subsp. enteric I
S. enteric subsp. salamae II S. enteric subsp. arizonae IIIa
S. enteric subsp. diarizonae IIIb S. enteric subsp. houtenae IV
S. enteric subsp. indica VI Salmonella bongori V
Sumber : Winn, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang
paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H. Antigen O, berasal dari bahasa Jerman Ohne, merupakan susunan
senyawa lipopolisakarida LPS. LPS mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O-spesifik atau antigen dinding sel. Antigen ini terdiri dari unit-unit
oligosakarida yang terdiri dari tiga sampai empat monosakarida. Polimer ini biasanya berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah sebabnya antigen
ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup secara serologis. Region II merupakan bagian yang melekat pada antigen O, merupakan core polysaccharide
yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat KDO. Lipid A ini memiliki
unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada lima atau enam asam lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-lipoprotein
dinding sel Dzen, 2003. Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada flagela dari bakteri ini,
yang disebut juga flagelin. Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan dengan pemanasan atau dengan menggunakan alkohol. Antibodi untuk antigen ini
terutamanya adalah IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi. Antigen ini memiliki phase variation, yaitu perubahan fase salam satu serotip tunggal. Saat
serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-2 sedang disintesis Chart, 2002.
Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri enteric Dzen, 2003. Antigen ini
mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari bakterinya. Pada salmonella, antigen K dikenal juga sebagai virulence antigen antigen Vi.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, antigen menentukan klasifikasi dari Salmonella, yakni ke dalam serogrup dan serotipnya seperti contoh pada tabel
2.2. Tabel 2.2 Contoh penggolongan dengan menggunakan antigen
Antigen O Antigen O
Antigen H Antigen
Universitas Sumatera Utara
grup Fase-1
Fase-2 K
S. enteriditis bioserotip parathypi A
bioserotip parathypi B bioserotip parathypi c
A B
C 1,2,12
1,4,5,12 6,7
a b
c -
1,2 1,5
- -
Vi S. typhi
D 9,12
d -
Vi
Sumber: Departemen Mikrobiologi FKUI, 1994
Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella
parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia, namun kebanyakan Salmonella menggunakan
binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti babi, hewan pengerat, ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis salmonella
tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering Brooks, 2005.
2.B. Salmonella typhi
Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella typhi sebenarnya tidak benar. Taksonomi S. typhi adalah sebagai berikut.
Phylum : Eubacteria
Class : Prateobacteria
Ordo : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella enterica
Subspesies : enteric I
Serotipe : typhi
Karena itu, penamaan yang benar adalah S. enterica subgrup enteric serotip typhi, ataupun sering dipersingkat dengan S. enteric I ser. typhi. Namun
penamaan Salmonella typhi telah umum digunakan karena lebih sederhana sehingga penamaan ini lebih sering digunakan dalam tulisan ini.
2.B.1. Morfologi
Universitas Sumatera Utara
S. typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut
sebagai facultative intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida LPS dan tersusun sebagai
lapisan-lapisan Dzen, 2003. Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous
flagella sehingga bersifat motil. S. typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan mannosa. Organisme ini juga menghasilkan gas H
2
S, namun hanya sedikit Winn, 2006. Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang
lama Brooks, 2005.
2.B.2. Penentu Patogenitas, Patogenesis dan Patologi S. typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam enterik,
yakni demam tifoid. Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi menentukan infection rate.
2.B.2.a. Penentu patogenitas Antigen Vi dari serotip S. typhi merupakan bentuk antigen K.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Vi mempunyai sifat antiopsonik dan antifagositik, meng
urangi sekresi TNFα terhadap S enterica ser. thypi
Gambar 2.1. S. typhi di bawah mikroskop Sumber: Kunkel 2001 dalam Pollack, 2003
Gambar 2.2. S. typhi pada McConkey Sumber: Kelleher, 2004
Universitas Sumatera Utara
oleh makrofag inang, meningkatkan resistensi bakteri terhadap oxidative killing Wain, 2005. Antigen Vi meningkat infektivitas dari S. thypi dan
keparahan penyakitnya. Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein
komplemen, host cationic proteins, dan interaksi dengan makrofag. Antigen O memberikan perlindungan dari serum normal karena adanya
complement-activating A dan LPS core polysaccharides. Selain itu, antigen O juga mencegah aktivasi dan deposisi faktor komplemen Dzen,
2003. Plasmid virulensi untuk Salmonella hanya ditemukan pada
beberapa serotip dari subgrup I saja, salah satunya S. typhi. Plasmid virulensi ini penting untuk multiplikasi bakteri di sistem retikuloendotelial.
Namun, beberapa mengatakan bahwa plasmid tidak menentukan keparahan dari invasi bakteri karena perannya yang hanya bekerja di luar
sel-sel intestinal. Berdasarkan penelitian, plasmid ini hanya membantu replikasi bakteri di makrofag Rotger, 1999.
S. typhi juga diduga memiliki adhesion yang berasal dari Outer Membrane Protein OMP dengan berat molekul sekitar 36kDa, yang
kemudian dikenal sebagai Adh036. Adh036 ini bersifat imunogenik dan mampu menginduksi respon imun mucosal dengan terbentuknya SIsA
protektif pada mencit Dzen, 2003. Seperti halnya semua bakteri basil enterik, S. typhi juga
menghasilkan endotoksin. Endotoksin merupakan senyawa lipopolisakarida LPS yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri. Di
peradaran darah, endotoksin ini akan berikatan dengan protein tertentu kemudian berinteraksi dengan reseptor yang ada pada makrofag dan
monosit serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan IL-1, TNF, dan sitokin lainnya. Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin, namun hanya
sedikit sekali Dzen, 2003 S. enterica memiliki region DNA yang berhubungan dengan
patogenitasnya dan dimiliki oleh semua serotipnya. Region ini disebut
Universitas Sumatera Utara
sebagai Salmonella Patogenicity Island sering disingkat dengan SPI Retamal, 2010. SPI berfungsi dalam menambah fungsi virulensi yang
kompleks oleh bakteri terhadap inang yang diinfeksinya Saroj, 2008. Hensel 2004, Chiu 2005, Vernikos Parkhill 2006 dalam Saroj
2008 mengatakan bahwa adalah sekitar 17 jenis SPI yang sudah dideteksi.
SPI-1 dan SPI-2 mengatur type III secretion system T3SS yang membentuk organela berbentuk syringe. Organela ini akan mempermudah
bakteri untuk menginjeksi langsung sitosol dari sel inang. SPI-1 dan SPI-2 mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan organ yang dipengaruhi.
SPI-1 bekerja pada sel enterosit dan menginisiasi inflamasi. SPI-2 bekerja dalam pertahanan dan multiplikasi bakteri pada sel fagositik. SPI-7
merupakan genom terbesar yang mencapai ukuran 134 kb dan pertama kali ditemukan pada S. typhi Seth, 2008. S. typhi juga memiliki SPI-8 dan
SPI-10 Saroj, 2008. Kemampuan patogen pada manusia untuk mempengaruhi siklus
Na
+
memungkinkan adanya faktor virulensi, salah satunya pada S. typhi Hase, 2011.
2.B.2.b. Patogenesis Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya
akan memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri
ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi.
Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border.
Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane mirip dengan vakuola fagositik Dzen, 2003.
Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui intercellular junction. Dapat
Universitas Sumatera Utara
dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel limfoid Singh, 2001. S. typhi dapat menginvasi sel M dan sel enterosit tanpa ada predileksi
terhadap tipe sel tertentu Santos, 2003. Evolusi dari S. typhi sangat mengagumkan. Pada awalnya S. typhi
berpfoliferasi di Payer’s patch dari usus halus, kemudian sel mengalami destruksi sehingga bakteri akan dapat menyebar ke hati, limpa, dan sistem
retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri akan menyebar ke organ tersebut. Bakteri ini akan menginfeksi empedu, kemudian
jaringan limfoid dari usus halus, terutamanya ileum. Invasi bakteri ke mukosa akan memicu sel epitel untuk menghasilkan berbagai sitokin
seperti
IL-1, IL-6, IL-8, TNF- β, INF, GM-CSF
Singh, 2001.
2.B.2.c. Patologi Huckstep 1962 dalam Singh 2001 membagi keadaan patologi di
Payer patch akibat S. typhi menjadi 4 fase sebagai berikut. 1.
Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.
2. Fase 2
: nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang mempengaruhi mukosa dan submukosa.
3. Fase 3
: ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya perforasi dan perdarahan.
4. Fase 4
: penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan tidak terbentuk striktur.
Ileum memiliki jumlah dan ukuran Payer’s patch yang lebih banyak dan besar. Meskipun kebanyak infeksi berada di ileum, namun
jejunum dan usus besar juga mungkin mengalami kelainan dari folikel limfoid.
Egglestone 1979 dalam Singh 2001 mengatakan bahwa perforasi pada demam tifoid biasanya sederhana dan mempengaruhi
pinggiran antimesentrik dari usus dimana lubang muncul. Ditemukan pembesaran dan kongesti dari limpa dan kelenjar
mesentrik pada sistem retikuloendotelial. Pada biopsi, kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
ditemukan nekrosis fokal hati yang berhubungan dengan infiltrasi mononuklear nodul tifoid dilatasi dan kongesti sinusoidal dan infiltrasi
sel mononuklear pada area portal. Gambaran yang penting untuk infeksi S. typhi adalah adanya
infiltrat neutrofil dan pada hewan coba ditemukan dominasi dari leukosit mononuklear Santos, 2003.
2.B.3. Gejala klinis demam tifoid Demam tifoid merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan demam
dan nyeri abdomen dan muncul akibat infeksi S. typhi dan S. paratyphi. Gejala klinis demam tifoid bervariasi dari asimtomatik, ringan, berat, bahkan sampai
menyebabkan kematian. Masa inkubasi S. typhi berkisar 3-21 hari dimana durasinya merefleksikan ukuran inokulum dan kesehatan serta status imun inang
yang terinfeksi. Gejala klinis yang umum adalah demam yang panjang 38,8 ˚
- 40,5
˚C. Demam ini dapat berkelanjutan selama empat minggu jika tidak segera ditangani. Keluhan nyeri abdomen hanya berkisar 30-40 dari penderita yang
menderita demam tifoid Fauci, 2008. Pada minggu pertama, keluhan yang dapat muncul sangat umum, seperti
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk, dan epistaksis. Jika dilakukan
pemeriksaan fisik, hanya dapat ditemukan suhu tubuh yang meningkat. Di minggu kedua gejala mulai lebih menonjol, yakni demam, bradikardi relatif, lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis Sudoyo, 2006.
2.B.4. Patofisiologi demam tifoid Adanya infeksi dari S. typhi baik pada saluran cerna maupun organ lain,
akan menyebabkan reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi ini akan menghasilkan pirogen endogen sehingga set point tubuh meningkat, dan suhu tubuh pun
meningkat. Rasa tidak nyaman pada bagian perut juga merupakan hasil reaksi inflamasi pada saluran cerna yang menghasilkan bradikinin. Adanya bradikinin
Universitas Sumatera Utara
akan menimbulkan sensasi nyeri. Sedangkan endotoksin yang dihasilkan S. typhi dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular, gangguan neuropsikiatrik, dan
gangguan pernafasan Sudoyo, 2006.
Gambar 2.3. Skema patofisiologi infeksi S. typhi
2.B.5. Diagnosis laboratorium 2.B.5.a. Metode isolasi Salmonella
Kultur merupakan metode pembiakan bakteri dalam suatu media. Salmonella pada umumnya tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam
tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan dan sangat baik adalah agar MacConkey Brooks, 2005
Media seperti EMB, MacConkey’s atau medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter dengan cepat. Namun lactose non-
Demam Perasaan tidak
enak pada perut
Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik
Reaksi inflamasi Infeksi S. typhi
Endoktoksin
Gangguan pernafasan Di saluran cerna
Di hepar, Limpa
Hepatomegali Splenomegali
Bradikinin Pirogen
endogen Di saluran cerna
Di hepar, Limpa Gangguan kardiovaskular
Gangguan neuropsikiatrik Gangguan pernafasan
Di saluran cerna Di hepar, Limpa
Hepatomegali Splenomegali
Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik
Gangguan pernafasan Di saluran cerna
Di hepar, Limpa
Pirogen endogen
Hepatomegali Splenomegali
Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik
Gangguan pernafasan Di saluran cerna
Di hepar, Limpa Di saluran cerna
Di hepar, Limpa Gangguan kardiovaskular
Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna
Di hepar, Limpa
Gangguan pernafasan Gangguan kardiovaskular
Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna
Di hepar, Limpa
Pirogen endogen
Hepatomegali Splenomegali
Gangguan pernafasan Gangguan kardiovaskular
Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna
Di hepar, Limpa
Bradikinin Pirogen
endogen Hepatomegali
Splenomegali Gangguan pernafasan
Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik
Di saluran cerna Di hepar, Limpa
Demam Perasaan tidak
enak pada perut
Universitas Sumatera Utara
fermenter tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya.
Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti agar Salmonella-shigella agar SS ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk
pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Untuk mendeteksi S. typhi dengan cepat dapat digunakan medium bismuth sulfit Wilson Blair. S. typhi akan
membentuk koloni hitam black jet karena bakteri ini menghasilkan H
2
S Dzen, 2003.
Kultur pada Enrichment Medium memerlukan tinja sebagai bahan pemeriksaan yang kemudian akan ditanamkan pada medium cair selenit F atau
tetrathionat. Kedua medium ini meningkatkan pertumbuhan Salmonella dan cenderung menghambat pertumbuhan flora normal yang berasal dari usus. Pada
medium ini, biakan diinkubasi selama satu sampai dua hari, kemudian ditanam pada media diferensial dan media selektif Dzen, 2003.
Gambar 2.4. SS agar Sumber: Todar, 2011
Universitas Sumatera Utara
2.B.5.b. Metode serologi Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya Salmonella dengan tes
aglutinasi, yakni reaksi dengan antibodi atau mendeteksi titer antibodi penderita yang terinfeksi Salmonella. Tes aglutinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
tes aglutinasi pada gelas objek dan tes aglutinasi dilusi tabung yang disebut juga tes Widal Dzen, 2003.
2.B.5.c. Blood culture PCR method Dalam perkembangan PCR dalam mendeteksi S. typhi, Song telah berhasil
menggunakan gen flagellin fliC-d sebagai tanda infeksi S. typhi Zhou, 2010. Pemeriksaan ini mengungguli kultur darah yang memakan banyak waktu, ataupun
tes Widal yang kurang sensitif dan spesifik.
2.B.5.d. Reaksi biokimia S. typhi sedikit mengurai glukosa, maltosa dan mannite, tidak mengurai
sukrosa dan laktosa. Tidak menghasilkan urease, oksidase, maupun indol. Bakteri ini bersifar motil dan hanya menghasilkan sedikit sitrat Dzen, 2003.
TSI digunakan untuk melihat apakah bakteri gram negatif mengurai glukosa dan laktosa atau memfermentasi sukrosa dan membentuk hydrogen sulfit
H
2
S. Pada media ini S. typhi akan menunjukkan hasil alkalin-asam KA yang berarti hanya memfermentasi glukosa. Bakteri ini juga menghasilkan bagian hitam
di dasar yang menunjukkan adanya penghasilan H
2
S Forbes, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan laboratorium
Medium Reaksienzim
Hasil Negatif
Positif TSI
Produksi asam jika dasar tabung reakasi
kuning, dan bagian curam berwarna
merah, produksi asam hanya berasal
dari glukosa Dasar tabung merah
Dasar tabung kuning
TSI Produksi asam dari
laktosa danatau sukros
Permukaan merah Permukaan kuning
TSI Produksi gas
Tidak ada gelembung udara di
dasar tabung Ada gelembung
udara di dasar tabung
TSI Produksi H
2
S Tidak ada warna
hitam Berwarna hitam
Urea Broth Urease
Kuning Merah mawar
LDC test Lysine
decarboxylase KuningCoklat
Abu-abu ONPG
Β-Galactosidase Tak berwarna
Kuning Voges Proskauer
Produksi acetoin Tidak berwarna
Merah merah muda Indole
Produksi indole Cincing kuning
Cincin merah merah muda
Sumber: WHO, 2003
Tabel 2.4 Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan gula- gula pendek
TSIA Manit
Indol Motilitas
Enterobacteriaceae AK H
2
S ± +
- +
S. typhi AK H
2
S +- +g
- +
S. paratyphi A, B, C AK H
2
S ++ +g
- +
S. paratyphi A, B AK H
2
S - +g
- +
S. paratyphi A AK H
2
S - +
- -
Sh. sonnei, S. typhi AK H
2
S - +
+- -
Sh. flexner, Sh. boydii AK H
2
S - -
- -
S. shigae AK H
2
S - -
+ -
Sn. schnitzii AK H
2
S - +
+ +
V. cholerae
Sumber : Bonang 1997 dalam Ginting, 2005
Keterangan:
Universitas Sumatera Utara
A : kuning asam
K : merah basa
+- : positif atau negative
++ : banyak terbentuk kuat
g : gas
- : negatif
+ : positif
2.B.6. Penatalaksanaan Sudoyo 2006 menyarankan untuk menggunakan trilogi penatalaksanaan
demam tifoid, yakni istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, serta pemberian antimikroba.
a. Istirahat dan perawatan
Istirahat dengan tirah baring sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi. Perawatan kebersihan dari tempat pasien juga menjadi sangat
penting. Posisi pasien harus diperhatikan guna mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet yang buruk dapat menurunkan keadaan umum pasien sehingga memperlambat proses penyembuhan. Pemberian makanan halus dulu
dipercaya berguna untuk mengurangi beban kerja saluran cerna. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini rendah
selulosa tidak member efek buruk pada pasien. c.
Pemberian antimikroba Pilihan antibiotik yang biasa digunakan adalah Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisillin dan Amoksisillin, Sefalosporin generasi ketiga, serta golongan Fluorokuinolon. Kombinasi dua
antimikroba atau lebih hanya bisa diindikasikan pada keadaan seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah
terbukti ditemukan dua jenis mikroorganisme dalam kultur darah selain Salmonella.
Universitas Sumatera Utara
2.C. Enterobacteriaceae lainnya
Kumpulan bakteri ini adalah bakteri primer yang menyebabkan infeksi saluran cerna, termasuk Salmonella. Kebanyakan spesies dari golongan bakteri ini
bersifat oportunistik, atau hanya menyerang jika keadaan imun inang sedang tidak baik. Genus dari enterobacteriaceae yang menyebabkan infeksi oportunistik
umumnya adalah Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafni, Morganella, Providencia, dan Serratia Fox, 2011.
Semua enterobacteriaceae bersifat gram negatif dan juga fakultatif. Bakteri ini sedikit cytrochrome oxidase dan bersifat oksidase negatif Fox, 2011.
2.D. Bakso
Cara pembuatan bakso adalah dengan menggunakan bahan dasar daging, tepung, baking soda, telur, dan bumbu lainnya. Daging yang biasa digunakan
adalah daging sapi. Namun banyak pedagang bakso tidak menambahkan daging pada bahan dasar baksonya mengingat mahalnya harga daging. Bahan-bahan
tersebut digiling hingga menyatu kemudian dibentuk bulat. Setelahnya dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih. Bakso dianggap telah matang
jika sudah mengapung. Tabel 2.5 Perkiraan kandungan gizi pada bakso
Calories 452 Sodium
552 mg Total Fat
10 g Potassium 0 mg
Saturated 3 g Total Carbs
59 g Polyunsaturated
1 g Dietary Fiber 8 g
Monounsaturated 3 g Sugars
5 g Trans
0 g Protein 25 g
Cholesterol 60 mg
Vitamin A 0 Calcium
Vitamin C
Sumber: Michael, 2005
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL