Analisis risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) (Studi kasus usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

(Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ASTRID BAGJARIANI

H34096009

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Astrid Bagjariani 1) dan Juniar Atmakusuma 2)

1)

Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34096009

2)Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM, IPB, Ir. MS

ABSTRACT

Enterprises Colossoma macropomum hatcheries (BAT) is a very risky business. One manufacturer BAT successful to date is Fishery H. Ijam (UPHI). The purpose of this study was to analyze the source of hatchery production risk BAT analyze how the probability and impact of risks seed production in BAT activity, and analyze alternative strategies that can be done to address the risks of production that occurs in UPHI. Six factors are the source of production risk is an error in the selection of the parent, the parent fault injection, cannibalism, the dry season, water temperature changes are extreme seed can lead to death, and disease. Based on the analysis of the probability of using the z-score is the source of production risk mistakes in the selection of the parent has a value of 12.1 percent probability risk, stem injection errors by 39.7 percent, 10.6 percent cannibalism, weather factors during the dry season by 29 , 8 percent, changes in water temperature of 37.8 percent, and 39.4 percent of the disease. Meanwhile, based on the analysis of the impact of risk using Value at Risk (VaR) shows that the errors stem injection of Rp 28,802,201, dry summer weather factors of Rp 25,448,054, parent selection error Rp 13,858,178, Rp 6,676,490 disease , changes in water temperature of Rp 6,366,539 and Rp 3,891,437 cannibalism. An alternative strategy that uses a strategy of preventive risk is a source of risk in quadrants 1 and 2 changes in temperature, disease, stem injection error and weather factors during the dry season. The use of mitigation strategies used for sources of risk in quadrants 2 and 4, namely injecting stem errors, weather factors, and errors in the selection of sires. As for the sources of risk that exist in quadrant 3 cannibalism using preventive strategies.


(3)

RINGKASAN

ASTRID BAGJARIANI. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal

Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H.

Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor). Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA).

Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing. Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan salah satu komoditas subsektor perikanan budidaya yang memiliki potensi pada pasar ikan konsumsi. Permintaan ikan BAT dari Hongkong, baru bisa dipenuhi 10 persen saja. Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya sehingga mampu berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Benih memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama dalam mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan produksi perikanan budidaya.

Penelitian dilakukan pada salah satu pembudidaya ikan BAT di Kabupaten Bogor yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pemilik Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), yang dilaksanakan dari bulan Oktober-Desember 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi berupa analisis sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi, dan menganalisis strategi yang akan diusulkan untuk mengatasi sumber-sumber risiko yang tersebut dalam pembenihan ikan BAT pada UPHI. Data yang digunakan berasal dari data primer dan sekunder dengan responden sebanyak 12 orang yang berasal dari pihak internal UPHI dengan metode purposive. Analisis yang dilakukan berupa analisis kualitatif yang meliputi gambaran umum perusahaan, proses pembenihan BAT pada UPHI, identifikasi sumber-sumber risiko, dan penanganan risiko serta analisis kuantitatif meliputi analisis probabilitas, dengan metode nilai standar atau z-score, dan analisis dampak dengan menggunakan metode VaR (Value at Risk).

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa ada empat faktor-faktor yang menjadi sumber risiko pada kegiatan produksi pembenihan BAT pada UPHI yaitu Sumber risiko produksi kesalahan SDM memiliki nilai probabilitas risiko terbesar yaitu sebesar 48,4 persen, faktor cuaca 45,6 persen, kanibalisme sebesar 42,5 persen, dan penyakit sebesar 8,5 persen. Pada perhitungan dampak risiko produksi ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error

sebesar 5 persen. Produktivitas benih BAT rata-rata sebesar 15.936 ekor per kg dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 150,00 per ekor. Dampak yang dihasilkan memperlihatkan bahwa kesalahan sumber daya manusia merupakan sumber risiko produksi yang memberikan dampak kerugian terbesar, yaitu sebesar Rp 26.442.274, kemudian selanjutnya secara berurutan yaitu faktor cuaca sebesar Rp 13.555.700, penyakit sebesar Rp 4.396.337 dan yang paling kecil sumber risiko kanibalisme sebesar Rp 4.272.699.


(4)

Strategi penanganan risiko dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 dan 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 dan 4 ditangani dengan strategi mitigasi. Kuadran 1 diisi oleh sumber risiko produksi kanibalisme. Strategi preventif yang diusulkan untuk menangani kanibalisme adalah dengan penjadwalan pemberian pakan sehingga mampu mengurangi sifat kanibalisme dari benih BAT itu sendiri. Kuadran 2 diisi oleh kesalahan SDM dan faktor cuaca. Strategi preventif yang diusulkan adalah job description yang jelas dan tepat sesuai keahlian karyawan, pembuatan SOP (standard opereation process) pembenihan BAT, mengikuti pelatihan pembenihan BAT, pemeliharan BAT secara intensif baik dalam pemberian pakan maupun pemeliharan benih BAT, sedangkan strategi mitigasi yang diusulkan untuk sumber risiko pada kuadran 2 adalah menambahkan dosis obat ovaprim yang digunakan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis obat pada induk, recruitment jasa ahli untuk penyuntikan indukan BAT, diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan pemancingan, serta untuk usulan strategi mitigasi terakhir adalah dengan menambah fasilitas alat stel otomatis suhu. Kuadran 3 diisi oleh sumber risiko penyakit. Strategi yang diusulkan berupa strategi pencegahan atau preventif karena probabilitas dan dampak yang dihasilkan kecil. Strategi preventif untuk penyakit berupa penyeleksian pakan terlebih dahulu, penjadwalan pembersihan media budidaya, filterisasi sumber pengairan, dan isolasi ikan BAT yang terkena penyakit.

Saran yang sebaiknya dilakukan UPHI yaitu penanganan risiko dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan tingkatan risiko, pembuatan skema alur produksi secara tertulis oleh UPHI, pelatihan penyuntikan hingga UPHI memiliki ahli penyuntikan sendiri, serta menerapkan SOP pada setiap tahapan.


(5)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

(Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. ijam Di Desa Cikupa,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ASTRID BAGJARIANI H34096009

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(6)

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. IJam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Nama : Astrid Bagjariani

NRP : H34096009

Disetujui, Pembimbing

Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195809081984 031 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Astrid Bagjariani


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 30 Maret 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Drs. Agus Bagja ES dan Ibu Ariani Yuhana S.Pd.

Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Kotanyari pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Satu Banjarsari dan lulus pada tahun 2003 dan selanjutnya menyeleseikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri Dua Ciamis pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur regular.


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan karuniaNya. Alhamdulillah atas pertolonganNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan pada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta penerus seperjuangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi dan alternatif strategi penanganan risiko pada budidaya pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Segala upaya dan kerja yang optimal telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum wr.wb

Bogor, Maret 2013 Astrid Bagjariani


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan nikmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor”. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik moril maupun materiil, yaitu :

1. Ayahanda Drs. Agus Bagja E. S dan Ibunda Ariani Yuhana SPd sebagai orang tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan telah banyak memberi doa, materi, motivasi, saran serta kepercayaan kepada penulis. Terima kasih untuk semua pengorbanan, cinta, serta kasih sayang yang tiada henti dan habisnya untuk penulis.

2. Ibu Ir. Juniar Atmaksuma MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Suharno, M. Adev dan Bapak Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MS selaku dosen evaluator yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritikan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Bapak H. Ijam sebagai Ketua pemilik usaha sekaligus sebagai Pembimbing Lapang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan membantu penulis selama di lapangan.

5. Pihak Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), Bapak Kokom, Bapak Andri, Ibu Denti, serta karyawan lainya yang telah menberikan waktu, informasi, kesempatan dan dukungannya.

6. Seluruh Staf dan dosen Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan informasi yang telah diberikan.

7. Sahabat-sahabat terbaik Lusi , Dian Rosyiana, Euis Mustika, Rezy Vemilina Asril, Mariati terima kasih dukunganya.


(11)

8. Teman-teman AGB yang telah memberikan semangat, doa, saran, dan motivasinya. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu , terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Maret 2013 Astrid Bagjariani


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian... 11

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar ... 13

2.2 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ... 15

2.2.1 Pemeliharaan Induk... 15

2.2.2 Seleksi Induk ... 15

2.2.3 Pemberokan ... 15

2.2.4 Penyuntikan ... 16

2.2.5 Pemijahan ... 16

2.2.6 Pemanenan dan Penetasan ... 17

2.2.7 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan ... 17

2.3 Penelitian Terdahulu ... 18

2.3.1 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ... 18

2.3.2 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis ... 19

2.3.3 Metode Analisis Risiko ... 22

2.4 Strategi Penanganan Risiko ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25

3.1.1 Konsep Risiko dan Ketidakpastian ... 25

3.1.2 Klasifikasi Risiko ... 26

3.1.3 Manajemen Risiko ... 27

3.1.4 Pengukuran Risiko ... 29

3.1.5 Penanganan Risiko ... 31

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4.2 Jenis dan Sumber Data... 35

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 36

4.4 Metode Analisis Data ... 37


(13)

4.4.2 Identifikasi Sumber-Sumber Risiko ... 37

4.4.3 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 38

4.4.3 Pengukuran Dampak Risiko ... 40

4.4.4 Pemetaan Risiko ... 40

4.4.5 Penanganan Risiko ... 41

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 44

5.1 Profil Perusahaan ... 44

5.2 Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 45

5.3 Aspek Sumberdaya Perusahaan ... 45

5.3.1 Karyawan ... 45

5.3.2 Kepemilikan Peralatan ... 46

5.3.3 Aspek Permodalan ... 47

5.4 Unit Bisnis ... 48

5.4.1 Proses Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ... 48

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN ... 54

IKAN BAWAL AIR TAWAR ... 54

6.1 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Produksi ... 54

6.2 Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi ... 61

6.3 Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi ... 65

6.4 Pemetaan Risiko Produksi ... 68

6.5 Strategi Penanganan Risiko Produksi ... 70

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

7.1 Kesimpulan ... 88

7.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

Tahun 2007-2010 ... 5

2. Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011.... 7

3. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 10

4. Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina ... 13

5. Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar yang Matang Gonad 15

6. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 35

7. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 62

8. Perbandingan Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 65


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Input-input Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar ... 6

2. Jenis Usaha Pembenihan H. Ijam ... 8

3. Persentase Usaha Bawal Ikan Air Tawar H. Ijam ... 8

4. Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 10

5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ... 29

6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 34

7. Peta Risiko ... 41

8. Penghindaran Risiko (Strategi Preventif) ... 42

9. Mitigasi Risiko ... 43

10. Stuktur Organisasi Usaha Perikanan H. Ijam Tahun 2012 ... 45

11. Alur Pembenihan BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) ... 49

12. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi pada UPHI ... 70

13. Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi ... 79


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Benih Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam

Periode Januari - Desember 2012 ... 95

2. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kesalahan SDM ... 96

3. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Faktor Cuaca ... 96

4. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme ... 97

5. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ... 97

6. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan SDM ... 98

7. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Faktor Cuaca ... 98

8. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme ... 99


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing.1 Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) nilai ekspor perikanan Indoneisa dari tahun ketahun cenderung meningkat. Ditahun 2009 nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai US $ 2,5 millar dan ditahun 2010 meningkat menjadi US $ 2,8 millar. Selain itu angka konsumsi ikan perkapita Indonesia juga semakin meningkat. Ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 29,08 kg perkapita/thn dan meningkat ditahun 2010 menjadi 30,48 kg perkapita/thn. Hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya kebutuhan protein khususnya hewani. Ikan bawal merupakan salah satu protein hewani juga sebagai komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ketenaran ikan Bawal Air Tawar (BAT) belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun produksi ikan ini setiap tahunnya terus meningkat. Oleh karena itu, tidak heran jika pada masa yang akan datang, ikan bawal menjadi komoditas unggulan seperti jenis ikan air tawar lainnya2.

Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan jenis ikan yang cukup populer di pasar ikan konsumsi. Akan tetapi ikan bawal laut yang lebih dulu populer, BAT pun memiliki popularitas yang tidak kalah baiknya diantara ikan tawar lain. Pada awalnya BAT merupakan ikan yang diimport dari Brasil. Dalam industri perikanan di tanah air BAT ini tergolong baru. Namun peningkatannya sangat pesat sebab mendapat sambutan yang sangat baik dari para petani ikan di indonesia. Meskipun banyak durinya namun daging ikan bawal sangat gurih dan nikmat. Sebagai ikan konsumsi BAT sekarang menjadi alternatif baru. Beberapa

1

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7862/Indoaqua-Fita-2012-Pacu-Produksi-Perikanan-Budidaya-Untuk-Ketahanan-Pangan/?category_id=34 [23 Oktober 2012]

2

http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/06/16/sumber-daya-perikanan-sebagai-tulang-punggung-perekonomian-indonesia/ [23 Oktober 2012]


(18)

2 petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan nila dan ikan mas beralih memelihara BAT, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan.3

Pasar BAT masih membidik konsumen lokal (dalam negeri) khususnya di kota-kota besar. Pasar lokal yang mendominasi permintaan BAT terbanyak saat ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Contohnya pembudidaya atau pedagang perantara dari Waduk Cirata (Cianjur) atau Jatiluhur (Purwakarta) mendistribusikan ke TPI Muara Bari dan Muara Angke yang selain menampung ikan hasil tangkapan juga menerima BAT. Mereka mengirimkan ke Pasar Turi (Surabaya), Pasar Kobong (Semarang), Lahat (Sumsel), Bandung, Lampung, Bogor dan Cirebon, selain dikirim ke pasar di Jakarta. Permintaan BAT sudah merambah ke mancanegara. Permintaan terbesar selama ini berasal dari Hong Kong dan Amerika Serikat dengan jumlah mencapai puluhan juta ekor tetapi Indonesia baru bisa memasok 10 persennya. Contohnya ikan hasil budidaya di Cirata juga diekspor ke Johor Baru (Malaysia). Di kalangan penggemar ikan hias, BAT juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dipajang di akuarium dan kolam taman terutama saat masih benih.4 Peternakan BAT, kini sudah bisa dibudidayakan di air tawar, baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Pertumbuhan bawal dalam air tawar sangat pesat, bahkan bila dibandingkan pada habitatnya semula (di laut) jauh lebih cepat. Sebab pertumbuhan di laut, hidupnya liar dan bergerombol dengan sesama jenisnya, sehingga dalam memperoleh makanannya pun dilakukan sendiri. Sangat berbeda dengan pembudidayaan dalam air tawar, meski hidupnya terbatas tetapi kebutuhan pakan, konsentrat serta vitamin sangat terjamin. Sehingga pertumbuhannya jauh lebih cepat. Dilihat secara agrobisnis, budidaya ikan jenis ini cukup memiliki prospek yang baik.

Jawa Barat adalah provinsi yang perkembangan budidaya air tawarnya sangat baik. Sentra perikanan budidaya air tawar di provinsi ini tersebar di Beberapa kabupaten. Komoditas unggulan yang dibudidayakan adalah ikan mas, bawal air tawar, nila, lele, gurame dan ikan air tawar lainya. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai

3

http://gemawirausaha.blogspot.com/2012/01/bisnis-ikan-bawal.html [23 Oktober 2012]

4


(19)

3 daerah kawasan minapolitan perikanan budidaya, perikanan budidaya Kabupaten Bogor tidak hanya pembesaran ikan untuk konsumsi. Terdapat banyak unit-unit pembenihan rakyat di Kabupaten Bogor. Dimulai dari usaha benih larva 1,5-2 cm, usaha benih sampai ukuran 5–8 cm, usaha benih sampai ukuran 10–12 cm dan ada pula yang mengusahakan benih sampai ukuran 20 ekor per kilogram. Keberhasilan perikanan budidaya di Kabupaten Bogor karena terdapat sarana budidaya ikan yang mendukung. Dimulai dari sumber air, pakan, benih, dan pasar. Mengenai pemasaran terdapat pasar benih ikan di wilayah Ciseeng sehingga para pembenih tidak perlu khawatir mengenai pemasaran benihnya. Di parung terdapat pasar ikan yang memudahkan para pembudidaya untuk menjual hasil budidayanya. Jadi, penetapan Kabupaten Bogor sebagai kawasan perikanan budidaya terpadu atau sering disebut minapolitan sangatlah tepat. 5

Bawal Air Tawar (BAT) disukai para konsumen dengan rasa dagingnya yang empuk dan gurih, ikan BAT pun dapat dijadikan sebagai ikan hias dengan ukuran benih umur 1 bulan yang dapat disuguhkan dalam akuarium, hal tersebut karena ikan BAT memiliki keindahan warna kulit yang menawan ditambah terkena sinar lampu, kulitnya yang silver mengkilat indah. Budidaya pembenihan ikan BAT sebagai ikan hias berpotensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan pembenihan untuk ikan konsumsi. Nilai jualnya lebih mahal karena penjualan dihitung per ekor. Target pasar ikan hias BAT diorentasikan terhadap pasar hobbies, namun dalam setiap kali pembenihan untuk menghasilkan kriteria ikan BAT hias kualitas tinggi kurang dari 5-10 persen. Pasar sektor hobbies ini menuntut kualitas prima baik fisik (katurangga) maupun kesehatannya, karena yang dibutuhkan paling utama adalah penampilan, baik bentuk fisik maupun bentuk warnanya. Diversifikasi usaha baru ini dapat menambah keuntungan bahkan sisa bibit dari hobbies bisa dialokasikan untuk ikan konsumsi. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa membudidayakan BAT memiliki keuntungan ganda, sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi sentra usaha baru. Dibandingkan dengan ikan baronang yang harganya mencapai puluhan ribu per kg

5

http://www.perikanan- budidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=295:bogor-sentra-budidaya-lele&catid=117:berita&Itemid=126 [23 Oktober 2012]


(20)

4 dan menjadi makanan favorit konsumen dunia, ikan BAT memiliki rasa yang sama bahkan cenderung lebih unggul dengan harga dan ketersediaanya yang mudah terjangkau. Umumnya penjualan benih dihitung per ekor atau per kulak (takaran). Harga benih kualitas baik dengan bobot antara 25-50 gram Rp 80,00 hingga Rp 100,00 per ekor. Sedangkan benih larva yang berbobot antara 75-100 gram Rp 125,00 hingga Rp 175,00. Benih dewasa yang banyak dibeli para pembudidaya berbobot 150-200 gram berada pada kisaran harga Rp 200,00 hingga Rp 300,00. Peningkatan konsumsi yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah produksi budidaya ikan BAT akan meyebabkan peningkatan permintaan benih sebagai salah satu input utama bagi kegiatan budidaya BAT. 6

Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya sehingga mampu berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Benih memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama dalam mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan produksi perikanan budidaya.7

Potensi pembenihan BAT di Kabupaten Bogor cukup tinggi karena belum banyak pembudidaya yang melakukan pembenihan BAT. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumberdaya yang dimiliki oleh petani ikan di Kabupaten Bogor, seperti modal dan tenaga ahli untuk proses seleksi dan penyuntikan induk. Perkembangan produksi benih BAT di Kabupaten Bogor juga cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat terlihat dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2007-2010 pada Tabel 1.

6

http://mitra-bisnis.tripod.com/bawal.htm [14 November 2012]

7

http://www.antaranews.com/berita/338477/benih-ikan-berkualitas-kunci-sukses-industrialisasi-perikanan-budidaya [14 November 2012]


(21)

5

Tabel 1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

Tahun 2007-2010

Jenis ikan Produksi (Ribu Ekor)

2007 2008 2009 2010

Mas 187.847 166.502 56.663 60.715

Nila 98.438 109.580 35.700 36.995

Mujair 1.097 2.181 693 746

Gurame 78.770 92.282 36.166 37.779

Tawes 18.940 9.459 5.510 5.765

Patin 58.126 79.893 26.358 32.047

Lele 227.482 244.634 62.020 81.063

Sepat Siam 659 488 0 0

Tambakan 8.285 6.051 1.807 1.868

Bawal 36.315 33.133 622.191 671.321

Jumlah 716.660 744.600 847.112 928.304

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor dari tahun 2007-2010 cenderung mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah benih ikan air tawar tersebut tentunya berbanding lurus dengan usaha pembenihan ikan air tawar itu sendiri. Untuk menghasilkan benih yang berkualitas dibutuhkan teknik dan waktu pemijahan yang tepat, oleh sebab itu untuk memproduksi benih harus didukung dengan keahlian dan keterampilan di bidangnya. Saat ini teknologi produksi benih masih terbatas di kalangan masyarakat karena risiko pada pembenihan ini cukup besar. Menurut Prahasta (2009), risiko produksi yang terdapat pada kegiatan pembenihan BAT adalah buruknya kualitas air yang disebabkan oleh faktor cuaca dan menyebabkan serangan hama penyakit. Pada umur benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah gerakannya lambat dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Keadaan tersebut menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar, tetapi di balik itu usaha pembenihan mempunyai resiko usaha yang tinggi. Tingkat mortalitas benih yang tinggi ini umumnya terjadi akibat keteledoran pembenih terutama lemahnya upaya pengendalian. Pada proses produksi lanjutan pembesaran, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit pada BAT akan terus berkurang seiring dengan pertumbuhanya karena dapat


(22)

6 beradaptasi dengan lingkunganya. Pembenihan BAT merupakan tahapan yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan tinggi yang disebabkan oleh tingginya risiko operasional atau produksi, oleh karena itu para pembudidaya yang mengusahakanya harus melakukan manajemen risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang muncul dapat dicegah dan diatasi.

Proporsi untuk masing-masing input dari budidaya BAT dapat diklasifikasikan dalam dua hal yaitu proses pembenihan : induk 43 persen, pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. dan proses pembesaran : benih 43 persen, pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. Dapat dilihat lebih jelas pada gambar 1 untuk masing-masing input dalam proses pembesaran.

Gambar 1. Input-input Produksi Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar

Usaha budidaya pembesaran BAT, input benih memiliki peranan yang sangat penting dimana benih memiliki peranan paling besar dengan persentase 43 persen, diikuti input-input produksi yang lain yaitu pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen.8 Proporsi benih memiliki persentase yang sangat besar menunjukan vital nya benih bagi proses lanjutan yakni pembesaran, dengan kualitas benih yang baik maka dapat mengurangi tingkat mortalitas sehingga hasil panen yang didapat mampu memenuhi bahkan melebihi target sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan.

Di Kabupaten Bogor terdapat beberapa pembudidaya benih BAT. Salah Satu pembudidaya BAT yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pembudidaya ikan air tawar berpengalaman sejak tahun 1993 di Kabupaten Bogor dengan luas lahan

8


(23)

7 sektar 13.500 m2. Ikan yang diproduksi oleh Bapak H. Ijam yaitu ikan air tawar seperi ikan mas, ikan gurame, dan ikan bawal. Selain ikan konsumsi air tawar, ada pula ikan hias seperti ikan koi. Jenis ikan yang lebih diutamakan produksinya yaitu ikan yang saat itu sedang mengalami peningkatan permintaan (update), hal ini dimaksudkan untuk memperoleh peningkatan keuntungan. Data pembudidaya ikan air tawar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011

No Nama

Pembudidaya

Alamat Luas Lahan

(m2)

Komoditi 1 Supardi Lemah Duhur, Caringin 1.500 Mas, Nila, Lele, Bawal

2 Jujun Juhaeni Cijeruk 4.500 Mas, Bawal

3 H. Ijam Situ Daun, Tenjolaya 13.500 Mas, Lele, Bawal, Koi

4 Tirta Raharja Bojong Sempu, Parung 12.200 Gurame, Bawal

5 Boy Johan J Ciseeng 10.000 Mas, Nila, Bawal

Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor (2012)

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dengan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udara 70 persen, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500–4.000 mm dengan curah hujan maksimum pada bulan Oktober hingga Januari.9 Suhu dalam perawatan telur lebih tinggi dibandingkan dalam masa proses pembenihan yang lainya yaitu 270-290C.10 Oleh karena itu Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mendukung untuk pembenihan BAT.

Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) merupakan salah satu usaha budidaya perikanan BAT milik perseorangan sejak tahun 1993 yang sedang berkembang dalam produksi BAT. Usaha perikanan Bapak H. Ijam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang lebih besar karena usaha perikanan Bapak H. Ijam merupakan pioneer dalam bidang perikanan air tawar di wilayahnya sehingga sudah memiliki banyak pelanggan tetap dikarenakan kualitas ikan yang diproduksi unggul khususnya benih BAT. Lokasi usaha terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun Rt/Rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor dengan batasan di sebelah utara Desa Cihideung Udik, di sebelah selatan dengan

9

http://www.kotabogor.go.id/sekilas-bogor/letak-geografis [23 Oktober 2012]

10

http://tricahyoachiriyantodotorg.wordpress.com/2011/12/30/proposal-penelitian/ [23 Oktober 2012]


(24)

8 Desa Gunung Malang, di sebelah barat dengan kali Cinangneng, dan di sebelah timur berbatasan dengan kali Cihideung.

Budidaya benih yang dilakukan oleh UPHI tidak hanya benih BAT akan tetapi H. Ijam juga memproduksi benih ikan mas, benih ikan patin, dan ikan koi. Usaha pembenihan BAT merupakan usaha prioritas yang dijalankan oleh bapak H. Ijam karena besarnya permintaan terhadap benih BAT yang dihasilkan oleh UPHI dibandingkan benih ikan yang lainya dimana benih BAT yang dihasilkan memiliki kualitas unggul dibanding produsen petani pembenih sejenis diantaranya mampu beradaptasi dengan cepat, memiliki daya tahan tinggi, serta sudah teruji kualitasnya. Untuk persentase usaha budidaya ikan air tawar yang dilakukan bapak H. Ijam dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Usaha Pembenihan UPHI

Dapat dilihat dalam gambar 2 produksi benih BAT berada pada urutan paling besar yaitu 34 persen. Proporsi produksi pembenihan dalam usaha budidaya BAT juga memiliki persentasi yang paling besar di bandingkan produksi yang lain yaitu sebesar 58 persen, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.


(25)

9 Usaha benih lebih besar dibandingkan memproduksi ikan bawal konsumsi dan ikan bawal hias, hal tersebut disebabkan oleh selain banyaknya permintaan dari para konsumen tetap, UPHI juga menyuplai kebutuhan budidaya BAT internal perusahaan. Proses produksi atau budidaya merupakan rangkaian kegiatan yang mengkombinasikan dan mengelola input yang tersedia untuk menghasilkan output yang tidak akan pernah lepas dari risiko. Saat ini produksi larva atau budidaya pembenihan dilakukan satu bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan waktu pendederan benih BAT untuk mencapai ukuran 1,5-2 cm atau biasa disebut nyilet. Pemijahan satu ekor induk betina ukuran berkisar 2 kg dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur. Setelah 7 hari perawatan, lalu larva siap ditebar di kolam pendederan dengan luas kolam 500 m2. Benih siap dipanen setelah umur kurang lebih 30 hari dengan ukuran 1,5-2 cm.

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data produksi selama kurang lebih 16 bulan yaitu dari bulan Januari hingga Desember 2012. Setiap hasil produksi pembenihan digunakan perbandingan 1:3 untuk induk betina dan jantan. Sehingga dipersiapkan 15:5 untuk induk jantan dan betina maka menghasilkan sekitar 1.000.000 telur sampai pada panen benih siap jual. Panen benih BAT yang dihasilkan berkisar 108 ribu ekor sampai 401 ribu ekor dalam siklus produksi per bulan Januari hingga Desember 2012. Produksi tersebut ditujukan untuk memenuhi permintaan para petani pembudidaya pembesaran ikan bawal air tawar yang lain serta permintaan internal perusahaan.

Selama menjalankan kegiatan usaha pembenihan BAT oleh UPHI diperoleh produktivitas paling rendah pada bulan April karena adanya perubahan cuaca di penghujung musim kemarau beralih ke musim penghujan. Pada setiap peralihan musim penghujan maupun kemarau selalu disertai serangan hama dan penyakit. Usaha pada sektor perikanan memiliki tingkat risiko yang cukup bergantung pada kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau diduga sebelumnya. Berfluktuatifnya produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi yang terjadi pada usaha pembenihan BAT yang dijalankan UPHI. Risiko produksi yang dialami pembudidaya pembenihan berimplikasi terhadap penerimaan. Fluktuasi produktivitas benih BAT pada UPHI dapat dilihat dalam Tabel 3.


(26)

10 Tabel 3. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode

Januari-Desember 2012

No Bulan Induk betina yang

dipijahkan (kg)

Produksi Benih (ekor)

Produktivitas Induk (ekor/kg)

1 Januari 18 400.900 22.272

2 Februari 18 400.000 22.222

3 Maret 18 398.900 22.161

4 April 18 108.000 6.000

5 Mei 18 167.700 9.316

6 Juni 18 153.200 8.511

7 Juli 16 126.500 7.906

8 Agustus 18 207.450 11.525

9 September 18 399.850 22.213

10 Oktober 18 356.000 19.777

11 November 18 377.000 20.944

12 Desember 18 331.000 18.388

Total 191.235

Rata-rata 15.936

Sumber : Usaha H. Ijam, data diolah 2013

Dari Tabel 3 terlihat bahwa setiap bulannya produktivitas benih yang dihasilkan oleh UPHI bervariasi, produktivitas benih BAT berkisar antara 6.000 ekor hingga 22.213 ekor per kilogram indukan yang di pijahkan pada periode bulan Januari hingga Desember 2012, produktivitas benih BAT rata-rata 15.936 ekor per kilogram setiap indukan. Adapun grafik produktivitas benih BAT setelah diplotkan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode

Januari-Desember 2012

Fluktuatifnya produktivitas disebabkan oleh berbagai risiko produksi. Risiko produksi dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kerugian akibat


(27)

11 risiko produksi yang dialami seperti tingkat mortalitas yang meningkat baik karena hama dan penyakit, kesalahan tenaga kerja, cuaca atau iklim, keadaan geografis, penggunaan indukan bahkan karakteristik dari BAT itu sendiri yang mengakibatkan jumlah produksi rendah dan kualitas hasil panen juga menurun.

Adanya risiko yang dihadapi UPHI dalam pembenihan BAT memberikan gambaran bahwa proses produksi pembenihan banyak mengandung risiko, UPHI mampu bertahan dan mengembangkan usahanya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari. Hal ini menjadi bahan kajian dalam penelitian mengenai analisis risiko produksi pembenihan BAT sehingga dapat diketahui strategi usaha yang dapat diusulkan dalam mengendalikan sumber-sumber yang menyebabkan risiko untuk dapat meminimalkan dampaknya.

Berdasarkan keadaan lapang diperoleh beberapa permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini :

1. Apa saja sumber-sumber risiko pembenihan BAT yang dihadapi UPHI? 2. Berapa probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber

risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI?

3. Bagaimana alternatif strategi risiko yang akan dilakukan UPHI untuk mengelola risiko yang dihadapi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis sumber-sumber risiko pada pembenihan BAT milik UPHI. 2. Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan

oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI. 3. Menganalisis alternatif strategi penanganan risiko pembenihan BAT yang

dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada UPHI dalam menjalankan usahanya.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak, seperti :


(28)

12 1. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan dalam budidaya air tawar

khususnya pembenihan BAT.

2. Peneliti sebagai aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan, serta sebagai salah satu syarat kelulusan Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor

3. Pengusaha dapat menjadi masukan untuk pengembangan usaha.

4. Pembaca sebagai sumber pengetahuan atau informasi tentang risiko yang dihadapi oleh pengusaha pembenihan BAT.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar atau BAT (Colossoma macropomum) dilakukan pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) yang terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun Rt/rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Terbatasnya waktu serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada :

1. Produk yang dikaji, yaitu ikan air tawar yakni BAT. Hal ini didasarkan bahwa perikanan budidaya memiliki peluang besar setelah perikanan tangkap yang akan habis tereksploitasi. Pemilihan komoditas tersebut dikarenakan tingkat keberlangsungan permintaanya yang paling tinggi pada UPHI yakni benih ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum).

2. Penelitian ini mengkaji analisis penanganan risiko pada pembenihan BAT (Colossoma macropomum) yang diterapkan UPHI sehingga mampu mengelola risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risikonya.


(29)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar

Ikan bawal mempunyai bentuk badan yang sedikit bulat dan pipih dengan kepala hampir bulat, sisik kecil, punggung berwana abu-abu tua, perut berwarna putih abu-abu dan merah. Gigi ikan bawal tajam, namun tidak seganas seperti ikan piranha. Ikan ini berasal dari Brazil dan dapat ditemukan di sungai-sungai besar seperti Amazon (Brazil) dengan nama Tambaqui. Sedangkan untuk di beberapa negara lain, ikan ini mempunyai nama seperti diantaranya adalah Gamitama

(Peru), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris) dan Cachama (Venezuela). Ikan bawal hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang. Mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias. Namun dagingnya yang enak dan ukuran ikan yang cukup besar, masyarakat menjadikan ikan bawal sebagai ikan konsumsi.

Induk ikan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil sangat sulit dibedakan, tetapi setelah dewasa, perbedaan tersebut akan tampak jelas. Perbedaan bawal jantan dan bawal betina dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina

No Ikan Bawal Betina Ikan Bawal Jantan

1 Tubuh lebih gemuk Tubuh lebih langsing 2 Warna lebih menyala Warna kurang menyala 3 Setelah matang gonad, perut lebih

gendut, gerakan lambat

Setelah matang gonad, akan keluar cairan putih susu bila perut dipijat ke arah kelamin, gerakan agresif Sumber : Aries, 2000.

Perikanan budidaya atau aquaculture merupakan kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan atau profit. Sedangkan yang dimaksud budidaya adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak atau reproduksi, menumbuhkan, serta meningkatkan biota akuatik sehingga memperoleh keuntungan (Effendi, 2004).

Pemenuhan kebutuhan benih BAT sebagai salah satu input vital dalam budidaya pembesaran ikan bawal air tawar konsumsi, pola pengembangan ikan


(30)

14 bawal air tawar dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Setiap pelaku dapat bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki dan prasarana budidaya yang tersedia, serta bisa juga setiap para pelaku tersebut bergerak dari mulai proses budidaya pembenihan hingga pembesaran. Subsistem ini meliputi pembenihan, pendederan, pebesaran dan subsistem penunjang (Effendi, 2004).

1. Subsistem pembenihan

Pada subsistem pembenihan, pelaku bisnis dapat mulai dari kegiatan memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran dua inchi atau seberat tiga gr setiap ekornya. Benih ukuran tersebut menjadi input untuk subsistem pendederan atau bisa langsung dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama enam minggu.

2. Subsistem pendederan

Pada subsistem pendederan, pelaku bisnis memulai dari kegiatan memelihara benih ukuran dua inchi sampai benih mencapai ukuran empat inchi seberat 25 gr per ekornya. Benih ukuran ini bisa dijual atau menjadi input subsistem pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama enam minggu.

3. Subsistem pembesaran

Pada subsistem pembesaran, pelaku bisnis bertugas membesarkan benih dari hasil pendederan ukuran empat inchi seberat 25 gr per ekor hingga menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama tiga bulan. Selain itu, subsistem ini bertugas mencari pasar dalam dan luar negeri.

4. Subsistem penunjang

Pada subsistem penunjang, pelaku bisnis bertugas menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan oleh masing-masing subsistem, seperti menyediakan peminjaman modal bagi lembaga keuangan, pelatihan-pelatihan bagi lembaga-lembaga terkait, penyedia pakan tambahan, peralatan, dan sarana produksi lainya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan budidaya dapat berjalan lancar, karena masing-masing subsistem mempunyai tugas yang berlaianan dan akan terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.


(31)

15 2.2 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar

Pembenihan adalah kegiatan membiakkan (menghasilkan benih) ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa. Sedangkan yang dimaksud dengan benih ikan adalah ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa, termasuk telur, larva dan biakkan murni algae (Anonimous, 2005). Adapun tahapan pembenihan BAT Menurut Prahasta (2009) ialah pemeliharaan induk, seleksi indukan, pemberokan, penyuntikan, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva dan pemberian pakan.

2.2.1 Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk atau disebut pula pematangan gonad (telur) merupakan kegiatan pemeliharaan induk sampai induk matang gonad atau siap untuk dipijahkan. Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 2-4 kilogram per m2 atau 25 induk dengan berat 2-4 kg dalam kolam berukuran 400 m2. Dalam pemeliharaan, induk diberi pakan tambahan berupa pelet dengan kadar protein 35 persen dan dosis 3 persen per hari, menjelang musim hujan tiba dosisnya ditambah menjadi 4 persen dari berat tubuh ikan.

2.2.2 Seleksi Induk

Satu bulan setelah musim hujan, dilakukan seleksi induk tahap awal. Pada saat itu, induk bawal biasanya sudah ada yang matang gonad. Tanda induk yang matang Gonad yaitu dapat dilihat dalam Tabel 5 :

Tabel 5. Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar Matang Gonad

Betina Jantan

induk betina yang matang telur dicirikan dengan perut

yang buncit dan lubang

kelamin berwarna kemerahan. Berat induk betina sebaiknya 4 kilogram.

ciri induk jantan yang matang telur yaitu bila perut dipijat ke arah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih susu atau sperma. Perut induk jantan tetap seperti biasa (tidak buncit). Berat induk jantan sebaiknya 3-4 kilogram.

Sumber : Aries, 2000 2.2.3 Pemberokan

Pemberokan merupakan kegiatan menyimpan induk-induk yang berasal dari kolam pemeliharaan induk hingga induk disuntik untuk dipijahkan. Pemberokan ini dilakukan karena gonad induk masih banyak mengandung lemak.


(32)

16 kandungan lemak yang tinggi dapat menghambat keluarnya telur saat dipijahkan atau di-streeping. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memudahkan dalam membedakan induk yang gendut karena telur atau gendut karena makanan. Pemberokan ini dilakukan selama 2-3 hari. Induk yang gendut akibat pakan biasanya perutnya akan kempes setelah pemberokan.

2.2.4 Penyuntikan

Penyuntikan merupakan kegiatan memasukkan hormon perangsang ke dalam tubuh induk dengan menggunakan alat suntik agar telurnya keluar. Penyuntikan hormon LHRH-a Ovaprim dilakukan pada bagian sirip punggung, dosis yang dipakai adalah 0,7 mililiter per kilogram berat induk betina, sedangkan dosis untuk induk jantan 0,5 mililiter per kilogram berat induk jantan. Induk yang pertama disuntik yaitu induk BAT betina, hormone disuntikan 2 kali dengan selang waktu 8, 10, atau 12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 30 persen dari dosis total dan penyuntikan kedua lebih tinggi dari dosis penyuntikan pertama yaitu 70 persen dari dosis total. Induk jantan disuntik hanya satu kali ketika penyuntikan kedua induk betina.

2.2.5 Pemijahan

Pemijahan ikan bawal air tawar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

induced breeding dan induced spawning.

1) Pemijahan induced breeding, induk jantan dan induk betina yang sudah disuntik dimasukkan ke dalam bak yang berbeda. Tujuannya agar tidak terjadi pemijahan yang tidak diinginkan. Air dalam bak atau kolam tersebut harus tetap mengalir agar induk tidak stres dan proses ovulasi telur tidak terganggu. Sebelum streeping dimulai harus dilakukan pengecekan induk. Tujuannya agar induk yang di-streeping benar-benar induk yang telah siap. Streeping

telur dan sperma dilakukan berulang kali sampai telur dalam tubuh betina keluar semua, demikian juga dengan sperma. Selama proses streeping dilakukan jangan ada air yang masuk ke dalam wadah telur.

2) Induced spawning merupakan sistem pemijahan ikan bawal dimana induk-induk yang sudah disuntik tidak di-streeping, tetapi dibiarkan memijah sendiri seperti pemijahan alami. Kelebihan sistem ini yaitu pekerjaan selama


(33)

17 pemijahan tidak banyak. Adapun kelemahannya yaitu ada kemungkinan tidak semua telur keluar dan pembuahannya kurang sempurna.

2.2.6 Pemanenan dan Penetasan

Setelah pemijahan, telur-telur diambil menggunakan scope-net halus. Lakukan penyeleksian antara telur yang siap dipanen dengan ciri-ciri telur-telur tersebut tidak menempel pada tangan jika dipegang.

Penetasan merupakan kegiatan merawat telur-telur yang sudah dikeluarkan dari induk betina sampai menetas atau panen. Setelah pemijahan telur-telur diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan di dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27-290C. Kepadatan telur yang dianjurkan 150-250 butir per liter air. Apabila kondisi lingkungan baik telur akan menetas dalam waktu 18-24 jam. Daya tetas telur bawal tergantung dari kualitas telur, kualitas air, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti penggantian air dan aliran listrik untuk menghidupkan aerator dan heater.

2.2.7 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan

Larva (larvae) secara definisi adalah bentuk muda (juvenile) hewan dengan perkembangan tak langsung yang melalui metamorfosis. Bentuk larva dapat sangat berbeda dengan bentuk dewasanya, larva umumnya memiliki organ khusus yang tak terdapat pada bentuk dewasa.11 Pemeliharaan larva merupakan kegiatan merawat telur-telur yang baru menetas (larva) sampai siap ditebar ke tempat pemeliharaan. Kegiatan ini dapat dilakukan di akuarium dan di kolam. Kelebihan benih pemeliharaan di akuarium adalah lebih terkontrol dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin, tetapi kelemahannya pekerjaan lebih banyak karena harus merawat setiap hari. Adapun kelebihan pemeliharaan di kolam yaitu pekerjaan tidak banyak dan biayanya dapat ditekan serendah mungkin, tetapi kelemahannya adalah kematian lebih tinggi. Setelah larva berumur empat hari pakan cadangan dalam tubuh larva akan habis, saat itulah larva mulai diberi pakan. Jenis pakan yang diberikan yaitu Naupli Artemia, Brachiounur atau Moina. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan. Benih larva BAT memiliki Survival Rate (SR) 75 persen hingga berumur satu bulan.

11


(34)

18 2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik pada penelitian ini yaitu diantaranya adalah mengenai sumber-sumber risiko agribisnis, metode analisis risiko dan strategi pengelolaan risiko, dan penelitian-penelitian lainya yang relevan. Penelitian-penelitian terdahulu akan menjadi bahan acuan dalam kegiatan penelitian ini.

2.3.1 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pembenihan BAT. Tinjauan pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk memberikan pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar dengan menyesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Brajamusti (2008) mengambil judul analisis pendapatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar studi kasus pada Ben’s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan menghitung tingkat pendapatan usaha serta menganalisis efisiensi usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar jika terjadi perubahan-perubahan dalam produksi. Hasil analisis menunjukan bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 509.288.400 sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp 431.097.400 Nilai R/C ratio tunai usahatani pembenihan larva ikan bawal air tawar menunjukan sebesar 2,96 dan R/C ratio total menunjukan 2,28. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa adanya fluktuasi harga jual larva, fluktuasi harga barang-barang input yang mempengaruhi pendapatan perusahaan.

Mustikawati (2009) meneliti mengenai kelayakan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar studi kasus pada usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kelayakan bisnis pembenihan ikan bawal air tawar pada usaha tersebut. Penelitian ini menggunakan alat analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan analisis sensitifitas. Hasil menunjukan bahwa usaha ikan bawal air tawar sangat layak untuk dijalankan karena nilai Net B/C lebih dari satu, yaitu 4,87. IRR yang diperoleh sebesar 78


(35)

19 persen. Angka tersebut berada di atas tingkat suku bunga kredit yang berlaku yaitu 7 persen. Ini artinya kemampuan usaha dalam pengembalian modal lebih besar dari tingkat suku bunga kredit. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai risiko operasional yang sangat tinggi yaitu dengan terlihatnya nilai switching value yaitu dimana ketika terjadi penurunan produksi larva dan benih ikan bawal air tawar lebih dari atau sama dengan 22,43 persen, maka usaha masih bisa ditolerir akan tetapi apabila penurunan melebihi nilai tersebut maka usaha sudah tidak layak dijalankan. Nilai tersebut merupakan titik aman dimana usaha pembenihan ikan bawal air tawar tetap dikatakan layak dan dapat dijalankan karena perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan. Hal tersebut terjadi ketika musim kemarau, serta sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas indukan, kualitas air kolam, pakan yang digunakan, dan skill para tenaga kerja yang digunakan, serta fluktuasi harga input dan output.

Dalam kajian ini menyebutkan pula bahwa dengan penurunan harga yang terjadi pada larva ikan bawal air tawar juga mempunya risiko pasar yang sangat tinggi yaitu hasil switching value penurunan harga jual larva hanya bisa ditolerir hingga sebesar 7,04 persen yaitu dari harga jual Rp 8,00 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas menunjukan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar layak untuk diusahakan, tetapi pembenihan ikan bawal air tawar juga rentan terhadap risiko operasional atau proses produksi seperti pengaruh cuaca, kualitas indukan, kualitas air, dan pakan yang digunakan sangat berpengaruh pada pendapatan perusahaan.

2.3.2 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis

Indikasi risiko dalam suatu usaha berdasarkan penelitian terdahulu secara umum dapat terlihat dari adanya variasi hasil produksi dalam usaha pembenihan BAT, khususnya dari adanya fluktuasi yang cukup signifikan atau bersifat negatif dalam bentuk penurunan nilai tertentu yang dialamai perusahaan dalam periode tertentu usahanya. Terjadinya variasi produktivitas benih BAT tawar pada UPHI juga dapat menggambarkan bahwa usaha-usaha benih ikan bawal air tawar yang ada di Indonesia juga mengalami variasi produktivitas sehingga dapat juga mengindikasikan bahwa usaha pembenihan ikan bawal air tawar di Indonesia


(36)

20 memiliki risiko dalam pengusahaanya. Sumber-sumber penyebab risiko pada usaha perikanan sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error)

dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat diminimalisasi dengan menggunakan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas.

Penelitian mengenai risiko dengan komoditas pembenihan larva ikan bawal air tawar yang telah dilakukan oleh Sahar (2010) menemukan bahwa sumber-sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Farm Bogor adalah risiko produksi dan risiko pasar. Risiko produksi dalam penelitian Sahar (2010) terdapat beberapa sumber risiko produksi, diantaranya adalah penyakit yang menyerang induk dan larva ikan bawal air tawar, faktor cuaca, dan faktor manusia serta kerusakan peralatan teknis di perusahaan. Untuk risiko pasar terdapat beberapa sumber risiko yang sangat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan, diantaranya fluktuasi harga input dan fluktuasi harga benih. Pada penelitian tersebut, peneliti menggunakan peta risiko untuk mengklasifikasi sumber-sumber risiko yang ada, hal tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam mencari alternatif penanganan risiko yang harus dilakukan oleh perusahaan.

Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitan Lestari (2009), sumber-sumber risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dengan mengambil studi kasus di PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten. Pada penelitiaan tersebut terdapat sumber risiko pasar yang dihadapi, yaitu fluktuasi harga input. Sumber Risiko operasional diantaranya adalah pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang relative besar. Adapun sumber operasional lainnya adalah faktor penyakit, cuaca, mortalitas dan kerusakan pada peralatan teknis. Analisis yang dilakukan setelah mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang sering terjadi dalam perusahaan


(37)

21 kemudian risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam peta risiko untuk mengetahui tingkat krusial sumber risiko tersebut.

Penelitian Lestari (2009) mengungkapkan bahwa sumber-sumber risiko yang telah teridentifikasi yaitu risiko pasar yang dihadapi, dengan fluktuasi harga input. Untuk sumber Risiko operasional diantaranya adalah pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang relative besar. Sumber-sumber risiko tersebut dipetakan ke dalam peta risiko. Hasilnya yaitu pada kuadran 1 dengan tingkat kemungkinan terjadinya risiko besar dan dampak yang dihasilkan pun besar adalah penyakit dan tingkat mortalitas. Pada kuadran 2 dengan probabilitas yang kecil tetapi menimbulkan dampak yang besar yaitu pengadaan induk. Sementara itu pada kuadran 3 yaitu fluktuasi harga induk, fluktuasi harga pakan, dan fluktuasi harga benih. Pada kuadran 4 yaitu kerusakan peralatan dan cuaca. Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitan Sahar (2010) dimana peta risiko sumber risiko yang berada pada kuadran satu dan kuadran empat tidak teridentifikasi sumber risikonya. Sumber risiko yang berada di kuadran dua adalah risiko produksi yaitu cuaca dan risiko harga yaitu fluktuasi harga jual larva. Sedangkan sumber risiko yang berada di kuadran tiga adalah risiko produksi, yaitu penyakit yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis dan faktor manusia, sumber risiko pasar di kuadran tiga adalah fluktuasi harga input.

Terdapat perbedaan sumber-sumber risiko yang dikemukakan dalam penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis risiko produksi ikan hias pada PT. Taufan Fish Farm di Kota Bogor, sumber-sumber risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Sumber risiko tersebut diantaranya adalah kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, kualitas pakan, hama dan penyakit. Sedangkan untuk sumber risiko pasar hampir


(38)

22 tidak ada pada perusahaan mereka, hal tersebut dilihat dari harga benih dan harga input yang cenderung setabil setiap tahunnya.

Benang merah yang dapat diambil dari penelitian terdahulu diperoleh varian variabel yang menjadi sumber risiko pasar yaitu fluktuasi harga pakan, fluktuasi harga benih, dan fluktuasi harga induk. Sedangkan untuk sumber risiko produksi, yaitu cuaca, hama dan penyakit, kerusakan teknis, kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, dan kualitas pakan. Variabel-variabel tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menelusuri dan memeriksa hal-hal yang berpotensi menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan BAT pada UPHI.

2.3.3 Metode Analisis Risiko

Penelitian mengenai risiko bisnis terus berkembang juga didorong dengan penggunaan alat analisis yang semakin diversif. Hal tersebut berdampak sangat baik bertujuan untuk memberikan hasil penelitian yang lebih baik dengan hasil yang semakin beragam sebagai bahan referensi kepada perusahaan. Penelitian yang tidak hanya dilakukan dengan tiga alat analisis dasar yang umum digunakan yaitu variance, standard deviation, dan coefficient varience. Akan tetapi juga menggunakan alat analisis untuk mengetahui probabilitas dan dampak dari terjadinya suatu risiko seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Lestari (2009).

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis seperti standard deviation, variance, dan coefficient variation. Pada penelitian Sahar (2010) tentang manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal menggunakan analisis deskriptif untuk menentukan sumber-sumber risiko yang ada dalam perusahaan. Untuk menentukan nilai risiko Sahar (2010) menggunakan alat analisis coefficient variation, analisis Z-score dan Value at Risk (VaR). Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian Lestari (2009) tentang manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dan Siregar (2010) tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo. Lestari (2009) dan Siregar (2010) menggunakan alat analisis deskriptif, coefficient variation, Z-score dan Value at Risk (VaR) juga dalam penelitiannya.


(39)

23 Berbeda dengan Siregar (2010) dalam penelitiannya tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kota Bogor, sumber-sumber risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm yang hanya menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Silaban (2011) juga mencoba melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk mengendalikan risiko dalam perusahaan yang dikajinya.

Berdasarkan hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu mengenai metode analisis, terlihat bahwa metode analisis yang ada tidak lagi sekedar digunakan untuk mengukur besaran risiko, tetapi juga digunakan untuk mengukur peluang terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkannya bagi usaha yang dijalankannya. Terdapat persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Metode analisis risiko yang dipergunakan pada penelitian Lestari (2009), Siregar (2010), dan Sahar (2010) dengan menggunakan alat analisis deskriptif, coefficient variation, Z-score dan Value at Risk (VaR) juga digunakan dalam penelitian ini.

2.4 Strategi Penanganan Risiko

Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum dapat menangani risiko. Peta risiko menggambarkan mengenai kemungkinan terjadinya dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasil pemetaan risiko tersebut, maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi penanganan risiko secara garis besar terbagi atas dua yaitu penghindaran risiko dan mitigasi risiko, Lestari (2009).

Strategi penanganan risiko dalam pertanian ada dua (Kountur,2008), yaitu strategi preventif dan mitigasi12. Menurut Lestari (2009), Sahar (2010) dan Siregar (2010) pada penelitiaanya tentang manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dan analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo strategi penanganan risiko yang tepat adalah strategi preventif dan strategi mitigasi.

12

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53155/BAB%20III%20Kerangka%20Pe mikiran.pdf?sequence=3[23 Oktober 2012]


(40)

24 Berbeda strategi dengan penelitian Siregar (2010), strategi preventif yang dilakukan oleh Siregar, yaitu pengendalian perubahan suhu yang ekstrim dan pengendalian serangan hama. Untuk strategi mitigasi yang dilakukan adalah mengatasi musim kemarau yang menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan.

Berbeda dengan Silaban (2011) dalam penelitiannya, bahwa strategi preventif tidak efektif digunakan dalam mengelola risiko. Pada penelitian Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi ikan hias yang hanya menggunakan strategi mistigasi saja. Strategi mistigasi yang dilakukan Silaban (2011) adalah dengan menggunakan diversifikasi (portofolio) pada usaha yang ada. Adanya diversifikasi akan dapat meminimisasi risiko tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya menjadi nol. Alternatif strategi yang disarankan oleh Silaban adalah melakukan diversifikasi komoditas ikan hias yang dibudidayakan di perusahaan. Hal tersebut berfungsi apabila salah satu kegiatan pembenihan satu jenis ikan hias gagal, dapat ditutupi dengan kegiatan pembenihan ikan hias lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terlihat adanya perbedaan strategi penanganan risiko antara penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011). Strategi preventif dan strategi mitigasi dijadikan alternatif strategi oleh Siregar. Tetapi menurut Silaban (2010) alternatif strategi preventif kurang efektif bila dilakukan sehingga alternatif yang paling tepat adalah strategi mitigasi saja. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi tempat yang berbeda sehingga alternatif strategi yang diberikan juga tentunya akan berbeda. Hasil tinjauan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya mampu menjadi landasan dalam mengembangkan potensi yang terdpat di lokasi penelitian dibantu dengan alat-alat analisis yang tersedia.


(41)

25

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis dan tingkat peluangnya terukur secara kuantitatif. Sedangkan ketidakpastian adalah kondisi dimana peluang kejadian tidak dapat diketahui dan tingkat peluangnya tidak dapat diukur secara kuantitatif, Hardker (1999). Risiko merupakan hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan atau aktifitas usahatani dan apabila risiko terjadi maka akan menimbulkan kerugian, Harword et al. (1999).

3.1.1 Konsep Risiko dan Ketidakpastian

Istilah risiko dan ketidakpastian sangat berperan penting dalam dasar pengambilan keputusan, hal tersebut dikarenakan kedua istilah tersebut berhubungan erat dengan suatu kejadian, dimana dalam kejadian yang akan dihadapi kurang tersedia informasi yang cukup untuk mendasari sebuah keputusan yang akan di ambil. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (oportunity), sedangkan ketidakpastian yang menibulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk). Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan.13

Risiko sangat erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) menurut Hardker (1999) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambilan keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut Kountur (2008), ada tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu : (1) Merupakan suatu kejadian. (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian.

13


(42)

26

3.1.2 Klasifikasi Risiko

Menurut Harword et al (1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani,yaitu :

1. Risiko Produksi

Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen,rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia dan lain-lain.

2. Risiko Pasar atau Harga

Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lain-lain. Sementara itu, risiko yang ditimbulkan oleh harga karena inflasi.

3. Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meingkatkan hasil produksinya.

4. Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko Finansial

Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa klasifikasi sumber risiko menurut Harword et al

(1999), maka sumber risiko yang secara umum dihadapi oleh UPHI adalah risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi diantaranya bersumber dari faktor perubahan cuaca, SDM, hama dan penyakit serta yang lainya.


(43)

27 3.1.3 Manajemen Risiko

Menurut Lam (2007), manajemen risiko dapat didefinisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profil risiko atau hasilnya. Hal penting untuk mengoptimalisasikanprofil risiko atau hasil adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan. Selain itu, manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai langkah-langkah yang berfungsi untuk membantu perusahaan dalam memahami dan mengatur ketidakpastian atau risiko yang mungkin timbul selama proses usaha (Pressman 2001 diacu dalam Lestari, 2009). Manajemen risiko berfungsi untuk mengenali risiko yang sering muncul, memperkirakan probabilitas terjadinya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respon terhadap risiko. Sementara itu, definisi manajemen risiko menurut Darmawi (2010) adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko pada setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi.

Manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan dalam usaha mencapai tujuan. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen (Kountur, 2008). Sasaran utama dari manajemen risiko perusahaan adalah untuk menghindari risiko. Manajemen risiko merupakan suatu proses dan struktur yang diarahkan untuk merealisasikan peluang potensial sekaligus mengelola dampak yang merugikan.

Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diantaranya tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya


(44)

28 kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk terekspose dalam risiko (Lam, 2008).

Proses manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi diperusahaan. Sumber risiko ini dapat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu risiko lingkungan, risiko proses, dan risiko informasi. Tahap ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko ini terdiri dari tahap pengukuran dampak dan kemungkinan terjadinya risiko yang kemudian akan menunjukan status risiko dalam perusahaan. Pengukuran status risiko ini akan dibantu dengan pemetaan risiko yang akan menunjukan posisi risiko. Posisi risiko ini yang nantinya akan membantu membentuk perumusan manajemen risiko yang tepat untuk pengelolaan risiko yang terjadi (Kountur,2008).

Menurut Kountur (2008), ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin kita dapat mengidentifikasi seluruhnya. Jika kita ingin mengidentifikasi risiko sebanyak-banyaknya, maka kita akan kehabisan waktu, energi, dan biaya. Oleh karena itu, dapat digunakan aplikasi dari hukum pareto pada risiko, yaitu bahwa 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Jika kita dapat menangani 20 persen risiko krusial tersebut, maka kita sudah dapat menghindari 80 persen kerugian dan itu merupakan jumlah yang sangat besar. Namun jika salah menangani risiko, dimana yang ditangani justru bukan risiko yang krusial, tetapi justru yang tidak penting bukan tidak mungkin kita menangani 80 persen risiko yang sebenarnya hanya memberikan kontribusi 20 persen saja, sehingga sangat penting untuk dapat mengetahui mana risiko-risiko yang krusial. Jadi tidak semua risiko-risiko perlu untuk diidentifikasi, tetapi cukup pada risiko-risiko yang krusial.

Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi yang dapat dilihat pada Gambar 5.


(45)

29 Keterangan gambar : garis proses

garis hasil (output)

Gambar 5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan

Sumber : Kountur, 2008.

3.1.4 Pengukuran Risiko

Pengukuran probabilitas risiko bertujuan untuk mengetahui risiko yang timbul atas pengambilan keputusan perusahaan, dengan hal ini pengelompokan setiap risiko yang ada akan dapat dipetakan sehingga terjadi penanganan yang efektif terhadap semua sumber risiko. Lestari (2009), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman signifikansi yang akurat lebih lanjut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko, yaitu : (a) kuantitas risiko, yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (b) kualitas risiko, yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya dan semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya.

PROSES

Daftar Risiko

Expected Return

Usulan (strategi pengelolaan

risiko) OUTPUT

EVALUASI

IDENTIFIKASI RISIKO

PENGUKURAN RISIKO

PENANGANAN RISIKO


(46)

30 Menurut Kountur (2008), pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penangananya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Mengetahui besarnya kemungkinan terjadi risiko juga dapat digunakan sebagai petunjuk strategi penanganan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya sangat besar menggunakan strategi penanganan yang berbeda, karena setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya dampak kerugian dihitung dalam satuan mata uang tertentu, sehingga setiap terjadi risiko, perusahaan mengetahui berapa besar nominal kerugianya.

Menurut Darmawi (2010), sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan berkenaan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : (a) frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian. Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi itu yang ingin diketahui ialah : (a) Rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) Variasi nilai dari suatu periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian itu jika seandainya kerugian itu ditanggung sendiri. Kountur (2008) memaparkan mengenai maksud dari pengukuran risiko adalah untuk menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari risiko lainnya, sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana posisi risiko terhadap peta. Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian manajemen dapat melakukan penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat sesuai dengan status risikonya.


(1)

97

Lampiran 4. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme

Bulan Kegagalan benih (ekor)*

(*) Asumsi pemilik UPHI dengan melihat SR dan potensi benih yang hilang dengan sumber risiko yang terkait.

Januari 40.000

Febuari 17.700

Maret 80.000

April 83.000

Mei 32.000

Juni 21.400

Juli 900

Agustus 12.450

September 6.910

Oktober 6.800

November 18.860

Desember 20.300

Total 348.42

Rata-rata 29.035

X 40.000

Z 0,19

Tabel Z 0,425

Probabilitas 42,5%

Lampiran 5. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit

Bulan Kegagalan benih (ekor)*

(*) Asumsi pemilik UPHI dengan melihat SR dan potensi benih yang hilang dengan sumber risiko yang terkait.

Januari 38.000

Febuari 23.700

Maret 43.150

April 33.700

Mei 29.950

Juni 24.300

Juli 21.900

Agustus 21.100

September 23.560

Oktober 39.870

November 27.550

Desember 23.560

Total 350.340

Rata-rata 29.195

X 25.000

Z -1,37

Tabel Z 0,085


(2)

98

Lampiran 6. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan SDM

Bulan Kegagalan benih (ekor)* Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp)

Januari 122.100 150 18.315.000

Febuari 203.800 150 30.570.000

Maret 121.700 150 18.255.000

April 253.350 150 38.002.500

Mei 75.850 150 11.377.500

Juni 147.600 150 22.140.000

Juli 175.300 150 26.295.000

Agustus 205.300 150 30.795.000

September 173.900 150 26.085.000

Oktober 196.340 150 29.451.000

November 198.020 150 29.703.000

Desember 233.050 150 34.957.500

Total 315.946.500

Rata-rata 26.328.875

Sd 241.275

Z 1,645

VaR 26.442.274

Lampiran 7. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Faktor Cuaca

Bulan Kegagalan benih (ekor)*

Harga (Rp/ekor)

Kerugian (Rp)

Januari 42.500 150 6.375.000

Febuari 29.800 150 4.470.000

Maret 66.250 150 9.937.500

April 106.950 150 16.042.500

Mei 107.000 150 16.050.000

Juni 81.000 150 12.150.000

Juli 87.900 150 13.185.000

Agustus 146.200 150 21.930.000

September 79.340 150 11.901.000

Oktober 107.300 150 16.095.000

November 101.250 150 15.187.500

Desember 123.100 150 18.465.000

Total 161.788.500

Rata-rata 13.482.375

Sd 156.012

Z 1,645


(3)

99

Lampiran 8. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme

Bulan Kegagalan benih (ekor)* Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp)

Januari 40.000 150 6.000.000

Febuari 17.700 150 2.655.000

Maret 80.000 150 12.000.000

April 83.000 150 12.450.000

Mei 32.000 150 4.800.000

Juni 21.400 150 3.210.000

Juli 900 150 135.000

Agustus 12.450 150 1.867.500

September 6.910 150 1.036.500

Oktober 6.800 150 1.020.000

November 18.860 150 2.829.000

Desember 20.300 150 3.045.000

Total 51.048.000

Rata-rata 4.254.083

Sd 39.610

Z 1,645

VaR 4.272.699

Lampiran 9. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit

Bulan

Kegagalan benih

(ekor)* Harga (Rp/ekor)

Kerugian (Rp)

Januari 38.000 150 5.700.000

Febuari 23.700 150 3.555.000

Maret 43.150 150 6.472.500

April 33.700 150 5.055.000

Mei 29.950 150 4.492.500

Juni 24.300 150 3.645.000

Juli 21.900 150 3.285.000

Agustus 21.100 150 3.165.000

September 23.560 150 3.534.000

Oktober 39.870 150 5.980.500

November 27.550 150 4.132.500

Desember 23.560 150 3.534.000

Total 52.551.000

Rata-rata 4.379.250

Sd 36.356

Z 1,645


(4)

100


(5)

101

Lampiran 11. Proses Produksi Pembenihan Ikan BAT pada UPHI

Keterangan Gambar : A. Seleksi indukan

B. Penyuntikan hormon ovaprim pada indukan C. Proses pemijahan

D. Telur ikan BAT hasil pemijahan E. Proses penetasan telur menjadi larva F. Proses perawatan larva

G. Panen larva umur 7 hari lalu

H. Proses pembenihan ikan BAT hingga mencapai ukuran 1,5 hingga 2 cm I. Proses pemanenan benih ikan BAT ukuran 1,5 hingga 2 cm


(6)