48 H. Ijam beralih usaha menjadi pembudidaya ikan karena keuntungan pada
budidaya ikan lebih besar.
Pembelian peralatan dilakukan seiring berjalannya usaha yaitu dengan mengandalkan keuntungan yang didapat dari setiap penjualan. Perputaran modal
digunakan Bapak H. Ijam untuk pembelian lahan guna perluasan usaha. Saat ini lahan yang dimiliki UPHI mencapai 21.000 m
2
. Hasil keuntungan yang didapat, UPHI dapat membangun satu unit rumah. Oleh karena itu usaha tersebut
mendapatkan kemudahan dalam melakukan pinjaman seperti untuk permodalan guna mengembangkan usaha dari Bank Danamon cabang Bogor Barat sebesar 100
juta rupiah dengan bunga tujuh persen dalam jangka waktu pengembalian selama lima tahun.
5.4 Unit Bisnis
Kegiatan bisnis yang ada pada UPHI yaitu memproduksi benih dan ikan konsumsi air tawar seperti ikan BAT, ikan mas, ikan nila, ikan gurame, dan ikan
koi. Perusahaan melihat peluang pasar yang cukup menjanjikan dalam budidaya pembenihan ikan BAT ini, karena itu perusahaan mencoba fokus didalam bisnis
pembenihan ikan BAT.
5.4.1 Proses Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar
Proses produksi adalah suatu kegiatan yang mengkombinasikan dan mengelola input yang tersedia untuk menghasilkan output. Proses ini akan
menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Pembenihan ikan BAT melewati beberapa tahapan untuk mendukung kelancaran proses produksi. Tahapan alur
proses produksi dapat dilihat pada Gambar 11.
49
Gambar 11. Alur Pembenihan BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam UPHI
Berdasarkan Gambar 11, maka alur produksi pembenihan BAT pada usaha UPHI dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Seleksi indukan
Seleksi indukan diawali dengan kegiatan pemeliharaan induk BAT dimana pada UPHI kegiatan tersebut dimulai dari persiapan wadah atau kolam
pemeliharaan, penebaran induk, pemberian pakan hingga pengelolaan kualitas air. a.
Persiapan wadah atau kolam pemeliharaan Kolam yang digunakan UPHI untuk pemeliharaan indukan yaitu berukuran 15m x
7m x 1,5m dengan ketinggian air 1 sampai dengan 1,3 m. Pengairan air ke setiap kolam dilakukan secara seri yaitu dari air mengalir dari kolam pertama diteruskan
kedalam kolam kedua dan seterusnya. b.
Penebaran induk Penebaran induk dilakukan setelah semua kolam terisi air 1 sampai dengan 1,3
meter. Kondisi air kolam harus terus mengalir agar induk yang baru dimasukan tidak mudah stress. Induk betina dan induk jantan harus dipisahkan supaya
memudahkan dalam penyeleksian induk. Ukuran induk bawal yang digunakan di UPHI memiliki ukuran 2 sampai 4 kg per ekor.
Seleksi Indukan Penyuntikan
Indukan
Perawatan
Larva Penetasan
Pemijahan
Perawatan Telur
Panen Pendederan
50 c.
Pemberian pakan Pakan yang digunakan untuk induk BAT berupa pellet, pakan diberikan sebanyak
dua kali sehari, yaitu pada pagi hari jam 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB.
d. Pengelolaan kualitas air
Dalam hal menjaga kualitas air UPHI menggunakan air dari sungai kali cihideung. Penggunaan air ini bertujuan agar kebutuhan air kolam dapat mengalir 24 jam
serta dilakukan penyaringan seadanya dengan menggunakan jarring kawat untuk menghindari sampah yang terbawa oleh aliran sungai cihideung.
Induk BAT dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,5 kg per meter persegi. Setiap hari induk diberi pakan berupa pelet sebanyak 3 persen dari bobot ikan dan
diberikan 2 sampai 3 kali sehari. Menjelang musim hujan, pakan ditambah menjadi 4 persen. Indukan jantan dan betina yang digunakan untuk proses
pemijahan pada UPHI yaitu indukan yang beratnya 2 sampai 4 kg sesuai dengan waktu produktif ikan BAT.
Indukan yang digunakan untuk pemijahan yaitu indukan yang sudah matang gonad. Untuk mendapatkan tingkat kematangan dan kualitas gonad yang
dihasilkan sangat ditentukan oleh kualitas dan cara pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus berupa pellet tenggelam dan disebar di satu titik. Seleksi
kematangan gonad di UPHI dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Induk yang akan diseleksi ditangkap menggunakan jarring happa, kemudian induk
ditangkap satu persatu dan dilakukan pemeriksaan tingkat kematangan gonad. Kegiatan tersebut menggunakan metode kanulasi untuk induk betina dan
pengurutan stripping untuk induk jantan. Tanda induk betina yang matang gonad adalah perut buncit, lembek, dan
lubang genital berwarna kemerahan. Kemudian lubang genital diperiksa dengan menggunakan selang kanula yang biasa disebut metode kanulasi yaitu dengan
memasukan selang kanula lalu dihisap dan dicabut perlahan dan diamati kondisi telurnya. Ciri induk betina yang matang gonad yaitu sel telur berwarna biru langit
atau putih kebiruan dengan ukuran yang seragam. Sedangkan untuk induk jantan menggunakan metode pengurutan dari bagian perut kea rah lubang genital serta
tanda induk jantan yang matang gonad yaitu warna merah pada tubuhnya lebih
51 jelas dan bila tubuhnya diurut dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan
sperma berwarna putih susu kental. Seleksi indukan dilakukan pagi hari dengan cara stripping. Setelah diseleksi, indukan disimpan di hapa untuk menunggu
proses selanjutnya. 2.
Penyuntikan indukan Indukan yang telah dipilih akan disuntik dengan hormon LHRH-a atau
ovaprim dengan dosis 0,8 mililiter per kilogram untuk induk betina, sedangkan untuk induk jantan diberikan dosis 0,5 mililiter per kilogram bobot ikan. Hormon
LHRH-a berfungsi untuk merangsang saat pemijahan terjadi. Induk yang pertama kali disuntik yaitu betina. Pada induk betina, hormon disuntikan 2 kali dengan
selang waktu 8 jam, 10 jam, atau 12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak dengan 30 persen dari dosis total dan penyuntikan kedua sebanyak 70 persen. Induk
jantan disuntik hanya satu kali ketika penyuntikan kedua induk betina. 3.
Pemijahan Pemijahan induk dilakukan setiap hari, namun waktu yang paling ideal
untuk melakukan pemijahan yaitu pada musim hujan. Untuk mengatasi masalah musim, UPHI menggunakan perangsang Ovaprim dan Chollduron meskipun
hasilnya kurang maksimal. Pada musim hujan UPHI melakukan teknik pemijahan secara semi alami yaitu induk bawal dibiarkan memijah secara alami pada kolam
yang terkontrol. Induk yang sudah disuntik dimasukan ke dalam bak atau fiber pemijahan
dengan perbandingan 3:1 induk jantan dan betina. Selama pemijahan, air harus tetap mengalir atau dapat diganti dengan menggunakan aerasi. Pemijahan
biasanya terjadi 3 sampai 6 jam setelah penyuntikan kedua. Jika penyuntikan pertama dilakukan pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dan penyuntikan kedua
pukul 17.00 WIB, maka pukul 18.00 WIB sampai 24.00 WIB adalah waktu berlangsungnya pemijahan. Pukul 02.00 WIB dini hari, telur sudah dapat diambil
untuk dipindahkan ke akuarium penetasan telur. 4.
Perawatan telur Setelah pemijahan, telur-telur diambil menggunakan saringan halus.
Lakukan penyeleksian antara telur yang siap dipanen dengan ciri-ciri telur-telur tersebut tidak menempel pada tangan jika dipegang. Telur-telur yang hendak
52 ditetaskan disimpan dalam akuarium yang telah di lengkapi dengan aerasi dan
water heater dengan suhu 27-29
C. Satu akuarium berisi sekitar 40 ribu butir telur atau sebanyak 2,5 cangkir termos. Akuarium telur dilengkapi aerator dengan
tujuan agar telur ikan tidak berturnpuk. 5.
Penetasan telur Telur yang telah dipindah ke akuarium, akan menetas dalam waktu 16
sampai 24 jam kemudian. Telur yang bagus biasanya berwana bening. Jika telur ikan berwarna putih, artinya telur tersebut kurang bagus dan tidak akan menetas.
Telur yang telah menetas dipindahkan ke akuarium perawatan larva. 6.
Perawatan larva Larva hasil penetasan disimpan di akuarium larva. Larva ini sangat tipis
sepeti benang. Larva umur 0 sampai 4 hari tidak diberi makan karena stuktur organnya belum sempurna. Setelah berumur lebih dari 4 hari, larva baru dapat
diberi pakan berupa artemia yang dilarutkan dengan campuran garam. Dosis pembuatan artemia untuk satu galon atau wadah artemia yaitu 5 sendok makan
sdm dilarutkan dengan 3 balok garam dapur. Artemia diberikan 2 sampai 3 kali per hari selama 2 sampai 3 hari.
Perawatan larva, suhu ruangan dan oksigen dalam akuarium harus sangat diperhatikan. Jika akuarium kurang oksigen dan suhu tidak pas, maka larva akan
mati. Untuk itu, dapat digunakan juga aerator, water heater dan kompor. Aerator untuk menghasilkan oksigen melalui gelembung air yang dikeluarkan. Sedangkan
water heater dan kompor untuk menjaga suhu. Selain itu, kebersihan juga harus
dijaga. Jika akuarium kotor, maka harus dibersihkan dengan cara menyedot kotoran tersebut menggunakan selang kecil atau dikenal dengan istilah
penyiponan. 7.
Pendederan Larva ikan bawal yang berumur 8 hari, ditebar ke kolam tanah dengan luas
500 m
2
pada pagi hari. Sebelumnya benih ditebar, kolam pendederan harus kaya akan unsur hara. Untuk itu, kolam terlebih dahulu dikeringkan agar hama atau
hewan yang bersifat predator dapat dibasmi. Selain itu, pematang sawah juga harus diperbaiki atau diperkuat untuk menutupi kebocoran.
53 Setelah dasar kolam kering, dasar kolam ditaburi kapur dengan dosis 25 kg
per 100 m
2
atau sebanyak 3 karung kapur untuk kolam seluas 500 m
2
. Hal ini dilakukan untuk menigkatkan pH tanah serta untuk membunuh hama yang masih
tersisa dari proses pengeringan. Selain kapur, dasar kolam juga ditaburi pupuk kandang dengan dosis 25 sampai 50 kg per 100 m
2
. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan pakan alami bagi larva ikan bawal. Setelah pengapuran dan
pemupukan selesai, kolam diisi air secara bertahap sampai ketinggian 80 hingga 120 cm atau lebih.
Proses dari pengeringan sampai pengisian air pada kolam, berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Kemudian larva ikan dapat ditebar dan diberi pakan
cacing sutra atau pelet halus seperti dedak. Setelah tiga minggu, pakan diganti menjadi pelet remah sampai berusia satu bulan atau sehari sebelum panen.
8. Panen
Setelah benih berumur satu bulan, benih sudah dapat dijual. Benih tersebut sudah mencapai ukuran 1,5 hingga 2 cm. Benih didistribusikan ke konsumen
dengan kepadatan 400 ekor setiap kantong dan diberi gas sebagai oksigen. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kematian ikan selama diperjalanan.
Pengangkutan yang dilakukan yaitu pengangkutan tertutup dimana ikan dikemas tertutup dalam kantong yang berisi air dan gas oksigen, lalu kantong-kantong
tersebut diangkut dengan mobil pick up yang dialasi dengan terpal dan diberi air lalu atapnya ditutup terpal. Tujuannya agar suhu dalam mobil tetap stabil seperti
suhu dalam kolam.
54
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN
IKAN BAWAL AIR TAWAR
6.1 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Produksi
Kegiatan pembenihan BAT pada UPHI ditemukan beberapa risiko produksi yang menghambat jalanya usaha. Langkah pertama yang dilakukan ialah
identifikasi sumber-sumber risiko produksinya. Identifikasi terhadap sumber- sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan BAT yang
dijalankan oleh UPHI dilakukan dengan mengikuti alur kegiatan yang dilaksanakan disana. Alur kegiatan tersebut dimulai dari Seleksi indukan,
Penyuntikan indukan, Pemijahan, Pemanenan dan Perawatan telur, Penetasan telur, Perawatan larva, Pendederan, hingga Panen yang menghasilkan benih BAT
berumur sampai satu bulan berukuran 1,5 sampai 2 centimeter. Risiko produksi yang terjadi secara umum di UPHI adalah berupa
kematian benih BAT yang dipelihara serta penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina. Risiko tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung terhadap proses pembenihan BAT di UPHI serta wawancara yang dilakukan dengan pengelola
perusahaan dan karyawan di UPHI, maka dapat diketahui beberapa hal yang teridentifikasi sebagai sumber timbulnya risiko produksi tersebut. Beberapa faktor
yang menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan BAT di usaha pembenihan H. Ijam diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kesalahan Sumber Daya Manusia SDM
Struktur organisasi pada UPHI masih bersifat kekeluargaan sehingga menimbulkan risiko yang disebabkan oleh tenaga kerja, risiko ini muncul ketika
tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan bidangnya, padahal pembenihan BAT terdiri dari beberapa tahap dimana setiap tahapanya memerlukan ketelitian dan
keahlian tinggi. Sumber risiko kesalahan SDM ini terdiri dari kesalahan ketika seleksi indukan yang memiliki peranan sebesar 38 persen, kesalahan dalam
menyuntik indukan sebesar 44 persen, dan proses pembenihan lainya sebesar 18 persen.